Senin, 16 Januari 2023

Konsep Pembangunan Berkelanjutan Wilayah Berbasis Kepulauan (Wilayah Kepulauan Riau)

Pembangunan berkelanjutan sejak Brundtland Commission menyampaikan gagasan dengan rumusan dengan definisi sebuah istilah pembangunan berkelanjutan. Adapun Prinsip yang mendasari pembangunan berkelanjutan yaitu “Memenuhi kebutuhan saat ini dengan tidak tanpa mengorbankan kebutuhan generasi yang akan datang” (Grafika, 2015). Berkaitan dengan definisi di atas bahwa pembangunan wilayah tidak bisa dilakukan secara parsial sehingga perlu disusun secara sistematis, sinergis kolaboratif dan partisipatif yang dilakukan secara berkesinambungan agar pembangunan yang dilaksanakan dapat memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Maka dari itu, perlu adanya upaya sinkronisasi program pembangunan antar pemerintah, lembaga dan juga swasta. Penting diperhatikan di dalam menyusun program pembangunan berkelanjutan adalah menciptakan peningkatan investasi dan mewujudkan kesetaraan untuk kesejahteraan masyarakat. Untuk mencapai itu semua, perlu memperhatikan pembangunan yang berbasis gender dan mendukung kebutuhan disabilitas, hal ini bertujuan untuk terciptanya kesamaan hak dan peran serta di setiap kalangan untuk berperan aktif di dalam memperoleh kesempatan usaha dan dunia kerja serta saling membahu di dalam menciptakan lapangan kerja.



Pendapat dari beberapa penulis diantaranya John Naisbitt, Patricia Aburdene dan Anthony Giddens, (2000), termasuk Ted Gaebler dan David Osborn, memperhatikan tentang pergeseran peran pemerintah dalam pembangunan dan didominasi oleh investasi swasta atau dengan menggunakan konsep Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBDU) seperti era globalisasi saat ini (Rosada). Model pembangunan kolaboratif antara swasta dan pemerintah saat ini sangat membantu mempercepat pembangunan infrastruktur dan juga membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan meningkatkan daya saing Indonesia dalam persaingan global sebagaimana telah diamanatkan di dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.

Dapat dikatakan bahwa Pembangunan Berkelanjutan adalah suatu proses dalam memenuhi kebutuhan sosial, ekonomi dan lingkungan hidup masa kini dan untuk yang akan datang, harus dilakukan secara terencana, terukur, sistematis, dan ramah terhadap generasi berikutnya. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penyesuaian program pembangunan yang terintegrasi dan sinergis sehingga mewujudkan harmonisasi program pembangunan. Berdasarkan kondisi demikian maka pemikiran komprehensif dibutuhkan untuk menganalisa kebutuhan program pembangunan wilayah berbasis kepulauan. Pembangunan berbasis kepulauan ini akan bersinggungan dengan aspek sosial kultural dan gaya hidup masyarakat. Kebiasaan hidup tentu sulit untuk diubah karena mengandung nilai budaya masyarakat, namun yang penting diperhatikan proses transformasi dari pola hidup tradisional ke arah teknologi modern dan menuju arah pola sosial yang setara dengan negara maju, dalam arti bahwa pembangunan menurut Mustopadidjaja (1995: 473). Artinya, pembangunan harus stabil dan minim disparitas baik dari pembangunan wilayah maupun kesamaan hak di setiap kesempatan berkarya (Rosada).

Dalam mewujudkan pembangunan di wilayah yang berbasis kepulauan ada beberapa aspek untuk peningkatan dan pemerataan pembangunan secara berkesinambungan di Wilayah Kepulauan yaitu sebagai berikut:

1.     Tata Ruang

Sebagaimana amanat di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan negara kepulauan berciri Nusantara, baik sebagai kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, maupun sebagai sumber daya, perlu ditingkatkan upaya pengelolaannya secara bijaksana, berdaya guna, dan berhasil guna dengan berpedoman pada kaidah penataan ruang sehingga kualitas ruang wilayah nasional dapat terjaga keberlanjutannya demi terwujudnya kesejahteraan umum dan keadilan sosial sesuai dengan landasan konstitusional Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Oleh sebab itu, perlu dilakukan penyusunan rencana tata ruang agar dapat memastikan peruntukan fungsi ruang dan pemanfaatannya diatur dengan baik dan mewujudkan ruang yang aman, nyaman dan sustainable yang dapat dilaksanakan dengan teratur dan akhirnya berdampak kepada kemajuan wilayah. Karena pentingnya Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang berbasis kepulauan maka upaya integrasi produk RTR sangat diperlukan baik RTRW Provinsi Kepulauan Riau dan Dokumen Rencana Zonasi Wilayah Perairan dan PulauPulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Kepulauan Riau. Sebagaimana amanat di dalam UndangUndang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Perundangan lainnya. Dengan demikian, akan dapat menjaga keberlangsungan pembangunan dan menjaga keseimbangan fungsi ruang dan kelestarian alam sehingga memberikan kenyamanan dan rasa aman dan mewujudkan kesejahteraan.

2.     Sosial Budaya dan Ekonomi

Sebelum masuk ke dalam kondisi sosial budaya di Kepulauan Riau maka perlu menggali Sejarah Kepulauan Riau. Nama Riau sendiri berasal dari nama Riau dimana kata tersebut dapat diduga dari kata "riuh" yang bermakna “ramai”. Dimaknai ramai mungkin karena ini merupakan pusat perdagangan di bagian Kepulauan Riau berada dekat dengan negara tetangga. Lebih lanjut lagi nama tersebut berkembang menjadi Nama Riuh pada masa Kesultanan Lingga dengan ejaan Bahasa Belanda yaitu "Riouw”.

Dengan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia, maka wilayah Riau (Kepulauan Riau) disatukan bersamaan dengan wilayah Kesultanan Siak di daratan Sumatera yang saat ini telah dimekarkan menjadi Provinsi Kepulauan Riau. (Lovina, 2022).

Gugusan pulau-pulau dan kawasan pesisir di wilayah Provinsi Kepulauan Riau yang letaknya tersebar dan dengan jarak yang cukup jauh, dan umumnya penduduknya tinggal di wilayah pesisir dengan berbagai suku seperti Melayu, Bugis, Minangkabau, dan masyarakat transmigrasi dari pulau Jawa serta etnis Tionghoa. Dengan demikian, dapat dikatakan di wilayah Kepulauan Riau telah tumbuh masyarakat multietnis dan multikultural dan dalam menjalani hidup saling berdampingan. Berkaitan dengan masyarakat pesisir juga dikenal dengan orang laut atau banyak orang menyebut suku laut yaitu sekelompok masyarakat memiliki budaya bahari asli. Saat ini, orang suku laut telah banyak yang hidup menetap. Adrian B Lapian (1986 dan 2009), mengatakan bahwa orang suku laut adalah suku pada suatu bangsa tinggal di atas perahu dan hidup wilayah di Perairan Provinsi Kepulauan Riau sekitarnya, dan juga beberapa pantai Johor Selatan. Kebanyak mereka tinggal di Pulau Mantang, Mapor Pulau Bintan, Orang Tambus di Galang) Pulau Batam (Arman, https:// kebudayaan.kemdikbud. go.id/bpnbkepri/orang-lautkepulauan-riau/, 2016).

Sebagaimana diketahui bahwa Provinsi Kepulauan Riau merupakan salah satu pintu gerbang ekonomi dimana berdekatan dengan negara tetangga dan berada pada jalur pelayaran internasional sehingga berperan di dalam perekonomian global yaitu perekonomian di Kepulauan Riau. Adapun potensi yang dimiliki Provinsi Kepulauan Riau adalah industri, pariwisata, pertanian, pertambangan, transportasi, perdagangan serta kelautan dan perikanan karena memiliki luas 96% dari luas daratan selain itu juga ada potensi lainnya yang dapat dikembangkan sebagai pendukung kebutuhan masyarakat Provinsi Kepulauan Riau. Yang perlu dilakukan adalah menjaga kelestarian dan meningkatkan peran budaya dan dengan pendekatan ekonomi yang berbasis kearifan lokal (local wisdom).

3.     Konektivitas

Kemajuan sebuah wilayah selain dipengaruhi oleh kekayaan alam dan sumberdaya manusia dan tidak kalah penting adalah mewujudkan konektivitas antar pulau atau daerah dalam lingkup Kepulauan Riau dengan wilayah lainnya dengan menghadirkan sistem sarana dan prasarana transportasi. Konektivitas antar wilayah memberikan akses bagi masyarakat untuk beraktivitas dari satu tempat ke tempat yang lainya. Pembangunan dapat dikatakan berkelanjutan apabila memenuhi beberapa aspek antara lain aspek infrastruktur dan moda transportasi, oleh karena itu penyediaan sarana transportasi publik dapat disesuaikan dengan karakter wilayah, seperti halnya Kepulauan Riau karena wilayahnya memiliki ribuan pulau dan 96 % lautan dari luas daratan, maka sangat dibutuhkan transportasi multi moda diantaranya angkutan udara, laut dan darat.

Dengan tersebarnya pulau-pulau, maka yang dapat mempercepat dan memperpendek rentang waktu dan jarak adalah dengan menggunakan pesawat terbang. Saat ini, Provinsi Kepulauan Riau telah memiliki bandar udara di hampir tiap kabupaten dan kota dan berikut dengan rencana pengembangannya agar Kepulauan Riau mudah diakses dan mempercepat pembangunan perekonomian wilayahnya (Lovina, 2022).

Adapun Bandar Udara yang secara eksisting dan dapat mengakses di Kepulauan Riau maupun ke wilayah lainnya antara lain: 1. Bandara Pengumpul terletak di Hang Nadim Kota Batam, RH Fisabilillah Kota Tanjungpinang, Ranai Kabupaten Natuna, RH Abdullah Kabupaten Karimun, Tambelan Kabupaten Bintan, 2 Bandara Pengumpan terletak di Dabo, Kabupaten Lingga, Letung, Kab.Kepulauan Anambas, Letung, Kab. Kepulauan Anambas, Matak, Kab.Kepulauan Anambas, dan rencana penyediaan Bandara untuk masa yang akan datang yaitu 1. Bandara Khusus di Pulau Abang, Kota Batam, Kepala Jeri, Kota Batam, 2 Bandara Pengumpan di Pulau Laut, Serasan, Subi Besar di Kabupaten Natuna sedangkan 3. Bandara Pengumpul di Midai, Kabupaten Natuna, Busung, Kabupaten Bintan, Daik, Kabupaten Lingga. Selain sarana dan prasarana transportasi darat seperti Penyediaan jalan umum, jalan Tol, dan jalur kereta api Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau juga merencanakan sarana transportasi laut di tiap kabupaten/kota dan berikut wilayah kepulauan. Agar lebih tertatanya Kawasan transportasi maka diperlukan perencanaan pelabuhan laut dengan mengatur pelabuhan dengan jarak 5 Mill laut pada garis pantai (mengintegrasikan pelabuhan laut yang berdekatan) dengan konsep green transportation.

4.     Lingkungan Hidup

Pertumbuhan penduduk yang menyebabkan kebutuhan manusia selalu bertambah, maka dibutuhkan penataan wilayah yang dapat menampung itu semua. Melalui perencanaan tata ruang, maka keseimbangan pemanfaatan ruang dan menjaga lingkungan secara berkelanjutan dapat dijaga. Di dalam perencanaan ruang, maka upaya pemanfaatan ruang sebagai syarat mewujudkan fungsi ruang maka diperlukan mewujudkan keharmonisan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi hal-hal yang berpotensi menimbulkan konflik fungsi kegiatan perekonomian dengan ekologi. Untuk itu yang perlu dilakukan adalah perencanaan jangka Panjang dengan menyinkronkan program pembangunan dan tetap memperhatikan lingkungan (Utomo, Analisis Pemanfaatan Ruang yang Berwawasan Lingkungan di Kawasan Pesisir Kota Tegal, 2011).

Akibat adanya pertambahan penduduk yang menjadi dampak adalah kebutuhannya sandang, papan dan pangan. Salah satu dari indikator yang dihitung adalah kebutuhan papan. Dapat diasumsikan dengan jumlah penduduk Provinsi Kepulauan Riau tahun 2020 sebanyak 2,064,564 jiwa.

Kemudian jika 1 kepala keluarga membutuhkan lahan sebanyak 72m2 dengan penghuni 1 rumah berjumlah 5 orang maka luas lahan yang dibutuhkan sebanyak 29,729,721.60 m2 . Jika pada wilayah tersebut dengan intensitas bangunan dengan KLB sebesar 60% maka akan terjadi potensi tutupan diperkirakan seluas 11,891,888.64.m2 Kemudian ditambah dengan kebutuhan lahan untuk kegiatan sosial, budaya dan ekonomi lainya. Jika diasumsikan menggunakan lahan seluas 11,891,888.64m2 maka waktu terjadinya hujan turun akan terjadi pengalihan limpahan air ke drainase dan akan bermuara pada Kawasan cekungan atau sungai. Dengan demikian, minimnya run off air dan daya simpan air di bumi akan berkurang. Selain itu debit air drainase atau sungai atau cekungan akan bertambah pada saat adanya cuaca ekstrim (Climate Change) akan terjadi limpahan air hujan atau adanya pontesi banjir. Selain banjir, gerusan air akibat dampak pembangunan maka akan berdampak kepada kualitas air yang mengalir ke sungai misalnya sehingga kualitas air sungai akan menurun oleh sebab itu perlu adanya antisipasi untuk menjaga lingkungan yang bersih aman dan nyaman bagi warga.

Untuk keberlangsungan ekosistem hal yang perlu dilakukan adalah perencanaan untuk memanfaatkan air yang terbuang untuk dapat dimanfaatkan kembali. Hal ini dapat dilakukan dengan mengolah terlebih dahulu untuk dapat dimanfaatkan kembali yaitu dengan menggunakan metode water treatment plan. Kemudian mengelola limbah dan sampah secara terpadu dengan teknologi tepat guna hasilnya dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti pupuk, energi listrik, dan lain sebagainya, yang bernilai wisata, kesehatan lingkungan dan bernilai ekonomis. Namun juga didukung dalam pengembangan Green Energy dalam bentuk energi baru terbarukan seperti pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan berbagai model pengembangan. Khusus untuk kawasan tepian air, laut, danau atau sungai maka dalam perwujudan pembangunan berkelanjutan langkah yang diperlukan adalah menata kawasan tepian air yang tertata sesuai jenis dan fungsinya.

Khusus untuk kawasan tepian air, laut, danau atau sungai maka dalam perwujudan pembangunan berkelanjutan langkah yang diperlukan adalah menata kawasan tepian air. Sesuai dengan jenisnya yakni menjadikan kawasan perairan sebagai halaman atau teras rumah tinggal, kawasan yang sehat bersih dan asri dan menjaga ekosistem lingkungan sehingga memberikan harapan hidup sehat dan keberlangsungan kehidupan dengan tetap mewujudkan lingkungan yang terjaga. Selain itu, juga diperlukan pemanfaatan energi baru terbarukan untuk mengatasi keterbatasan bahan fosil sebagai bahan bakar kendaraan bermotor atau untuk kebutuhan listrik dan juga untuk menjaga kualitas udara agar tidak terjadi pencemaran udara (green energy) mewujudkan lingkungan yang berkelanjutan.

 

Sumber : Oleh Ronaldy Lovina, S.T , Dalam BULETIN PENATAAN RUANG Edisi VI | November - Desember 2022