Sinkronisasi proses perencanaan dan penganggaran adalah suatu proses memadukan dan memperkuat penyusunan rencana dan anggaran pembangunan serta pengendalian pencapaian sasaran pembangunan (Pasal 1 PP 17/2017), dimana Pembangunan Daerah merupakan merupakan perwujudan dari pelaksanaan Urusan Pemerintahan sebagai bagian integral dari Pembangunan Nasional (Pasal 258 UU 23/2014). Saat ini, proses perencanaan dan penggaran dilakukan oleh dua institusi dengan tugas dan fungsi serta wewenang masing-masing, yaitu Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Bappenas dan Kementerian Keuangan. Dasar hukum yang melandasi adalah UndangUndang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UndangUndang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) sebagai pengganti GBHN. Meskipun tetap dilaksanakan oleh dua kementerian, keduanya berjalan bersamaan dalam hal perencanaan dan penganggaran pembangunan nasional (Rahayu, 2018).
Diterbitkannya
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2017 tentang Sinkronisasi Proses
Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional menjadi momentum perubahan
kebijakan dalam proses perencanaan dan penganggaran pembangunan. PP ini menjadi
penghubung antara Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang SPPN. Melalui PP ini, diharapkan akan
terjadi perubahan paradigma dalam perencanaan dan penganggaran yang akan
mendorong terjadinya inovasi, sinergi, dan integrasi pembangunan, baik untuk
kepentingan suatu sektor, multisektor,
maupun hubungan vertikal antara pusat dan daerah sehingga akan tercipta
efektivitas dan efisiensi (Sukiman, 2018). Secara substansi, PP Nomor 17 Tahun
2017 mengatur tentang pengawasan program/ kegiatan/proyek yang menjadi
Prioritas Nasional. Namun, secara filosofi, PP ini dapat dikembangkan dan
ditularkan ke semua hal yang terkait dengan koridor sinkronisasi perencanaan
dan penganggaran, baik yang sifatnya untuk kepentingan
internal (dalam sektor), horizontal (antar sektor dan multi sektor), maupun
vertikal (pusat dan daerah), (Sukiman, 2018). Implementasi PP 17/2017 terbukti
mendorong sinkronisasi data perencanaan dan anggaran menjadi lebih efektif,
karena setiap pemangku kepentingan baik di tingkat pusat maupun daerah
memperoleh data dari satu sumber yang sama, sehingga
proses perencanaan dan penganggaran menjadi lebih terintegrasi, terkoordinasi
dan transparan serta membuat realisasi belanja menjadi efisien (FITRA, 2021).
Dalam
penjelasan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,
Presiden melimpahkan kewenangan kepada Menteri Dalam Negeri sebagai koordinator
pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh kementerian/lembaga
pemerintah nonkementerian terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
Kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian melakukan pembinaan dan
pengawasan yang bersifat teknis, sedangkan Kementerian Dalam Negeri
melaksanakan pembinaan dan pengawasan yang bersifat umum. Mekanisme tersebut
diharapkan dapat menciptakan harmonisasi antar kementerian/ lembaga pemerintah
nonkementerian dalam melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah secara keseluruhan. Oleh karena itu, hal ini menyebabkan
Kementerian Dalam Negeri sebagai fasilitator memiliki peranan sangat penting
dalam keserasian perencanaan penganggaran pusat dan daerah
(Kementerian PPN/ Bappenas, 2013).
Menindaklanjuti
PP 17/2017 untuk tingkat daerah, telah terbit Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 70 Tahun 2019 tentang Sistem Informasi Pemerintahan Daerah yang menjadi
landasan implementatif pelaksanaan sinkronisasi
perencanaan pembangunan dan penganggaran pembangunan daerah dalam rangka
optimalisasi yang berkualitas, efektif dan efisien. SIPD adalah pengelolaan
informasi pembangunan daerah. Informasi keuangan daerah, dan informasi
Pemerintahan Daerah lainnya yang saling terhubung untuk dimanfaatkan dalam
penyelenggaraan pembangunan daerah (Pasal 1 Permendagri 70/2019). SIPD dibangun
dan dikembangkan untuk menghasilkan layanan informasi Pemerintahan Daerah yang
saling terhubung dan terintegrasi dengan berbasis elektronik.
Titik
sinkronisasi antara rencana dan anggaran daerah terdapat pada Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD) dan Kebijakan Umum APBD dan Prioritas Plafon Anggaran
Sementara (KUA PPAS). RKPD merupakan penjabaran dari RPJMD yang memuat
rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, serta rencana
kerja dan pendanaan untuk jangka waktu satu tahun
yang disusun dengan berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah dan Program
Strategis Nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat (Pasal 263 UU
23/2014). RKPD menjadi pedoman kepala daerah dalam menyusun KUA dan PPAS (Pasal
265 UU 23/2014). KUA adalah dokumen yang memuat kebijakan bidang pendapatan,
belanja, dan pembiayaan serta asumsi yang mendasarinya untuk periode satu
tahun, sedangkan PPAS adalah program prioritas dan patokan batas maksimal
anggaran yang diberikan kepada Perangkat Daerah untuk setiap program sebagai
acuan dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran satuan kerja Perangkat Daerah
(pasal 1 UU 23/2014).
Dalam
hal penyelenggaraan fungsi sesuai Peraturan Presiden Nomor 114 Tahun 2021
tentang Kementerian Dalam Negeri, Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah
bertanggung jawab atas pembinaan penyusunan RKPD,
sedangkan Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah bertanggung jawab atas
penyusunan KUA dan PPAS. Secara bisnis proses artinya output dari Ditjen Bina
Pembangunan Daerah menjadi input bagi Ditjen Bina Keuangan Daerah (Ditjen
Bangda, 2022).
Sistem
Informasi Pembangunan Daerah (SIPD) berfungsi sebagai sebuah jejaring dalam
pengumpulan data secara terpadu, real time dan online di pusat dan daerah
dengan menggunakan teknologi informasi, sebagai dukungan dalam perencanaan
program dan kegiatan serta evaluasi pembangunan daerah secara rasional, efektif
dan efisien. Tentunya Sistem Informasi tersebut dapat juga digunakan untuk
mendukung integrasi pemanfaatan data terkait dengan perkembangan pembangunan
pada masing-masing instansi pemerintah. Selain itu, fungsi SIPD sebagai media
akuntabilitas publik yang memungkinkan masyarakat mengevaluasi kinerja
pemerintah, mengevaluasi program-program pembangunan,
dan sekaligus mengevaluasi capaiancapaian pembangunan. Penerapan SIPD bertujuan
untuk meningkatkan kualitas proses perencanaan di daerah khususnya berkaitan
dengan input usulan program dan kegiatan yang akan diakomodir dalam dokumen
perencanaan pembangunan daerah. Oleh karena itu, SIPD merupakan sarana dalam
mendukung keberhasilan perencanaan pembangunan daerah dengan berdasarkan data
dan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan. (Dione & Faradina, 2020).
Dalam
perkembangannya, kondisi SIPD saat ini masih menghadapi berbagai tantangan yang
harus diselesaikan, seperti (1) Proses masih belum dikembangkan sepenuhnya
sesuai dengan aturan Permendagri Nomor 86 Tahun 2017; (2) Proses yang ada dapat
memberikan mispersepsi bagi daerah karena perbedaan antara aturan dengan
sistem; (3) Bagian perencanaan yang ada saat ini lebih sesuai digunakan sebagai
perencanaan anggaran, bukan sebagai perencanaan pembangunan, serta kendala
teknis lainnya yang berhubungan dengan pengembangan sistem dan koordinasi
(Ditjen Bangda, 2022). Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan sebagai usulan
pengembangan SIPD, antara lain:
1.
Perlu memperhatikan dinamika kebijakan seperti RPD 2023-2026, RPD 2024-2026, Pemutakhiran
Nomenklatur serta memperhatikan penerbitan Data Dasar Urusan Pemerintahan
Daerah dan Data Sektoral (walidata) yang sedang disusun
2.
Perlu memastikan standar pembangunan (microservices), penyiapan infrastruktur,
jaringan dan keamanan, serta keterhubungan dengan sistem lain
3.
Bagian perencanaan yang telah ada saat ini digeser dan dimanfaatkan menjadi
perencanaan anggaran (RKA)
4.
Dengan memperhatikan proses penyusunan dokrenda oleh daerah, maka efektif
penginputan perencanaan akan mulai digunakan tahun 2023 untuk penyusunan
dokrenda tahun 2024.
Berkembangnya
sistem informasi dapat menjadi katalisator yang mempercepat proses sinkronisasi
perencanaan dengan penganggaran pembangunan (Yulianti, 2020). Perencanaan dan
Penganggaran perlu terintegrasi dengan baik agar Pemerintah Daerah dapat
melaksanakan komitmen yang ditetapkan dalam dokumen perencanaan pembangunan
daerah. Selain itu, integrasi perencanaan dan
penganggaran juga menjadi salah satu alat untuk mengevaluasi kinerja
pemerintahan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (UPT LKPD Provinsi
Jawa Timur, 2015).
SUMBER : Oleh Dwi Avinia Sundoro, S.T dalam BULETIN PENATAAN RUANG Edisi V |September - Oktober 2022