Dalam sistem transportasi, tata guna lahan merupakan salah
satu hal yang mempunyai pengaruh besar. Letak daerah pemukiman, pertanian,
industri dll yang berbeda tiap daerah mnghasilkan pola dan karateristik
pergerakan/transportasi yang berbeda pula masing-masing daerah. Perubahan dan
perkembangan daerah baru akan menimbulkan arus pergerakan orang dan barang,
artinya timbul transportasi baru untuk melayani daerah tersebut.Termasuk dalam
hal ini adalah pemekaran kota sebagai akibat bertambahnya jumlah penduduk dan
aktifitas manusia.
Tata guna lahan merupakan salah satu dari penentu utama
pergerakan dan aktifitas dimana aktivitas ini dikenal dengan istilah bangkitan
perjalanan (trip generation), yang menentukan fasilitas-fasilitas transportasi
apa saja seperti jalan, bus dan sebagainya yang akan dibutuhkan untuk melakukan
pergerakan (Khisty dan Lall; 2005; 10). Pola tata guna lahan kota yang sesuai
dengan fungsi dan kegiatan penduduk dapat digunakan untuk mengetahui bentuk,
karakter atau profil dari perjalanan penduduk kota. Profil atau karakter
perjalanan penduduk dapat digunakan untuk mengetahui dan memperkirakan
kebutuhan akan transportasi (demand transport).
Gambar 3.1. Hubungan
transportasi antar tata guna lahan
Konsep
Konsep yang digunakan
dalam interaksi antara guna lahan dan transportasi adalah seperti berikut.
A. → guna lahan dan fasilitas transportasi
merupakan sistem tertutup
→ kegiatan guna lahan memerlukan
pengadaan prasarana transportasi
→ sedang pengadaan prasarana
transportasi mendorong timbulnya kegiatan guna lahan.
B. → besarnya lalu lintas yang terjadi
tergantung tingkat kegiatan guna lahan dan karakteristik fisik fasilitas
transportasi.
Dengan demikian seorang Land Use Planner dapat menghidupkan
dan mematikan suatu daerah dengan mengubah tata guna lahannya. Pengadaan
prasarana dan sarana transportasi memacu timbulnya kegiatan guna lahan tampak
pada daerah yang baru dibuka, keramaian / perkembangan terjadi di sekitar jalan
baru. Pembuatan jalan baru dapat memacu perkembangan daerah, demikian juga
sebaliknya keramian suatu daerah atau pembangunan fasilitas umum baru (mall,
pasar, kampus dll) akan menyebabkan dibukanya jalan baru. Oleh karena itu
pembangunan fasilitas umum yang baru pada daerah yang sudah padat perlu
hati-hati. Sebab akan membangkitkan arus lalulintas. Lebih jauh dapat dilihat
lagi pada “land use transportation cycle‟.
Perencanaan sistem interaksi land use dan transportasi ini
adalah untuk mencapai keseimbangan yang efisien antara kegiatan guna lahan dan
kemampuan transportasi.Dengan kata lain, tidak bisa merencanakan suatu tata
guna lahan tanpa sekaligus merencanakan system transportasinya.
Contoh Ploting tata guna lahan;
1.
Explisit
Pada sistem ini tiap jenis peruntukan/kegiatan dibedakan
lokasinya;
·
Pemukiman
·
Industri
·
Pertokoan
2.
Mix Land Use
Pada sistem ini tiap kegiatan tidak dibedakan lokasinya,
jadi lokasi perumahan, pertokoan dan bahkan industri bisa jadi ada di lokasi
yang sama. Konsep dasar yang digunakan adalah orang bekerja sedekat mungkin
dengan rumah. Sehingga banyak perumahan pegawai yang satu lokasi dengan kantor
tempatnya bekerja. Bahkan secara ekstrem ada bangunan bertingkat dimana lantai
teratas untuk perumahan, lantai bawahnya untuk kantor dan lantai dasar untuk
super market sedang basement untuk parkir. Kondisi seperti ini banyak terjadi
pada daerah daerah pusat perdagangan, perkantoran dimana sering terjadi
kemacetan lalulintas dan harga tanah yang sangat mahal sehingga orang
memanfaatkan tanah seefisien mungkin (sistim Blok / super blok). Pada skala
kecil dikenal istilah rumah-toko (ruko) atau rumah kantor (rukan) yang banyak
dijumpai di daerah urban.
Ditinjau dari segi transportasi sistem mix-land-use
menguntungkan karena akan mengurangi jumlah pergerakan kendaraan di jalan raya
yang pada akhirnya mengurangi kemacetan lalulintas. Mix land use menggambungkan
sejumlah tata guna lahan (land use) yang berbeda dalam satu kawasan dengan
mampu mengurangi jarak diantara masing-masing tata guna lahan.
Lynn Devereux dalam public transport and land use (2005)
menyebutkan beberapa hierarki sebagai akibat dari pengaruh penggunaan lahan
yang berbeda dalam konsep mix land use :
a)
Pencampuran tata guna lahan (mix land use) atau
pengelompokan toko, rumah dan kantor menjadi satu kawasan komersial dapat
membuat penduduknya menjadi lebih nyaman untuk berjalan dari rumah kantor-toko
dengan berjalan kaki (pedestrian) atau menggunakan angkutan umum (public
transport).
b)
Lokasi perumahan yang dekat ke pusat angkutan
umum dengan fasilitas komersil ditambah dengan lingkungan pejalan kaki yang
baik dapat mengurangi penggunaan mobil dalam beraktifitas dalam kota.
c)
Kombinasi tata guna lahan dalam skala besar yang
mampu menjadi daya tarik pergerakan dalam sebuah kawasan komersial dapat
membuat kenyamanan akses bagi pejalan kaki dan dapat menciptakan suasana yang
kritis dalam rangka mendukung pelayanan transportasi publik yang efisien.
Mix land use memusatkan aktifitas pekerjaan, pemukiman dan
pusat pelayanan dalam satu jaringan. Ciri ciri pembangunan kota baru (new
urbanist development) tidak saja membangun jalan untuk kendaraan akan tetapi
merencanakan jalan bagi pejalan kaki dengan mengikuti pola jaringan yang
mengarah ke pusat perbelanjaan (shopping centre). (Devereux ; 2005). Jalur bagi
pejalan kaki (devereux ; 2005) dapat meningkatkan keselamatan bagi pengendara
kendaraan. Diamerika utara kesadaran untuk berjalan kaki menuju rumah dari
tempat bekerja, atau dari tempat bekerja yang satu dengan yang lainnya
merupakan suatu kebudayaan tersendiri yang membentuk new urbanism yang baik.
Selain itu penggunaan transportasi publik dalam beraktifitas semakin meningkat
karena beberapa faktor pada tabel dibawah :
Tabel 3.1. Faktor efektif penggunaan transportasi
publik
Faktor internal
|
Faktor pelengkap
|
Faktor eksternal
|
Biaya perjalanan
Frekuensi
Kualitas kendaraan
dll
|
Pedestrian
Kebijakan parkir
Pengaturan lalu lintas
dll
|
Sosio-ekonomi
Demografi
Kepadatan
lahan
dll
|
Sumber :
Devereux (2005)
Keberhasilan penggunaan transportasi publik bergantung pada
kombinasi ketiga faktor tersebut yang mana faktor internal merupakan pengontrol
tingkat pelayanan transportasi publik. Ketiga kategori dapat mengidentifikasi
keseimbangan penggunaan transportasi dari moda angkutan mobil berubah/beralih
pada moda lainnya.
3.
Guna Lahan Dominasi
Merupakan gabungan dari sistem 1 dan 2. Misalnya suatu lokasi
dengan dominasi perumahan, tetapi ada juga pertokoan, bengkel, kantor dll, atau
sebaliknya suatu lokasi perkantoran tapi ada toko, bengkel dan pemukiman.
Ditinjau dari sisi transportasi hal ini tidak baik, karena misalnya bengkel
berkembang maka trotoar akan dipakai untuk kegiatan bengkel dan ini akan
mengganggu fungsi dari trotoar sebagai fasilitas pejalan kaki.
Konsep ini menjadi dasar berkembangnya kota mandiri, dengan
harapan semua kegiatan yang ada ( bekerja, belanja, bertempat tinggal, belajar
dll. ) difasilitasi di kota mandiri sehingga tidak menjadi beban kota yang
sudah ada. Berkembangnya juga kota-kota satelit di daerah urban yang diharapkan
nantinya berkembang sebagai kota sendiri.
Di Indonesia Kota-kota mandiri tumbuh sebagai akibat dari
efek perkembangan kota induk bukan sebagai kota yang direncanakan. Ciri dari
kota baru seperti ini adalah jarak lokasi dan kondisi geografisnya sangat dekat
dengan Kota Induk Sebagai contoh kota baru yang marupakan efek perkembangan
kota Induk adalah depok, bekasi, bogor (kota baru) dan Jakarta (kota induk).
Sebaliknya efek perkembangan sangat minim bagi wilayah yang jauh dan dibatasi
oleh bentang alam.
Pada pusat kota, nilai sewa lokasi untuk perkantoran sangat
mahal, semakin jauh dari pusat kota nilai sewa lokasi semakin murah, hal ini
akan berbeda jika di luar kota ada daerah/kota satelit atau kota mandiri.
Sebaliknya biaya untuk transportasi semakin dekat dengan tempat bekerja, biaya
makin murah. Dengan demikian perlu pertimbangan yang matang bagi pemerintah untuk
memberikan izin peruntukan suatu lahan. Sebagai contoh adalah pembangunan
fasilitas umum (pusat perbelanjaan) dan lain-lain.
a)
Pembangunan Pusat Perbelanjaan
b)
Penyebaran lokasi “kampus” di sekitar kota / di
luar kota akan banyak mengurangi kepadatan kota.
c)
Munculnya lokasi-lokasi perumahan yang lagi
marak akan membangkitkan perjalanan.
Penentuan zona-zona dalam tata guna tanah (zona industri,
jasa perumahan dsb) sebetulnya merupakan “transport demand” yang perlu dilayani
(lihat “land use transportation cycle”).
Disadur dari buku “ Pengantar Sistem dan Perencanaan
Transportasi” oleh Rudi Aziz, ST, M.Si dan Asrul, ST, Selengkapnya dapat
dilihat disini