Tampilkan postingan dengan label Sanitasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sanitasi. Tampilkan semua postingan

Rabu, 28 September 2022

Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)

 1.     Komponen STBM

Program STBM dilaksanakan melalui proses pelembagaan 3 (tiga) komponen sanitasi total yang merupakan satu kesatuan yang saling memengaruhi yaitu:

a). Penciptaan lingkungan yang kondusif;

b). Peningkatan kebutuhan dan permint aan sanitasi; dan

c). Peningkatan penyediaan sanitasi.

 


Gambar 1. Komponen sanitasi total

Ketiga komponen sanitasi total tersebut menjadi landasan strategi pelaksanaan untuk pencapaian 5 (lima) pilar STBM.

a.     Penciptaan Lingkungan yang Kondusif

Komponen ini mencakup advokasi kepada para pemimpin Pemerintah, Pemerintah Daerah dan pemangku kepentingan dalam membangun komitmen bersama untuk melembagakan kegiatan pendekatan STBM yang diharapkan akan menghasilkan:

• Komitmen pemerintah daerah menyediakan sumber daya untuk melaksanakan pendekatan STBM menyediakan anggaran untuk penguatan intitusi ;

• Kebijakan dan peraturan daerah mengenai program sanitasi seperti SK Bupati, Perda, RPJMP, Renstra, dan lain-lain;

• Terbentuknya lembaga koordinasi yang mengarusutamakan sektor sanitasi, menghasilkan peningkatan anggaran sanitasi daerah, koordinasi sumber daya dari pemerintah maupun non-pemerintah;

• Adanya tenaga fasilita tor, pelatih STBM dan kegiatan peningkatan kapasitas;

• Adanya sistem peman tauan hasil kinerja dan proses pengelolaan pembelajaran.

b.     Peningkatan Kebutuhan dan Permintaan Sanitasi

Komponen peningkatan kebutuhan sanitasi merupakan upaya sistematis untuk mendapatkan perubahan perilaku yang higienis dan saniter, berupa :

• Pemicuan perubahan perilaku;

• Promosi dan kampanye perubahan perilaku higiene dan sanitasi secara langsung;

• Penyampaian pesan melalui media massa dan media komunikasi lainnya;

• Mengembangkan komitmen masyarakat dalam perubahan perilaku;

• Memfasilitasi terbentuknya komite/tim kerja masyarakat;

• Mengembangkan mekanisme peng hargaan terhadap masyarakat/institusi melalui mekanisme kompetisi dan benchmark kinerja daerah.

c.     Peningkatan Penyediaan Sanitasi

Peningkatan penyediaan sanitasi yang secara khusus diprioritaskan untuk meningkatkan dan mengembangkan percepatan penyediaan akses dan layanan sanitasi yang layak dalam rangka membuka dan mengembangkan pasar sanitasi perdesaan, yaitu :

• Mengembangkan opsi teknologi sarana sanitasi yang sesuai kebutuhan dan terjangkau; • Menciptakan dan memperkuat jejaring pasar sanitasi perdesaan;

• Mengembangkan kapasitas pelaku pasar sanitasi termasuk wirausaha sanitasi lokal;

• Mempromosikan pelaku usaha sanitasi dalam rangka memberikan akses pelaku usaha sanitasi lokal ke potensi pasar (permintaan) sanitasi on site

 

2.     Tahapan Pelaksanaan STBM

Pelaksanaan STBM dilakukan melalui tahapan kegiatan yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Keseluruhan tahapan persiapan pelaksanaan STBM di semua tingkat harus memperhatikan koordinasi lintas sektor dan lintas pemangku kepentingan, termasuk lintas program pembangunan air minum dan sanitasi, sehingga keterpaduan dalam persiapan dan pelaksanaan STBM dapat tercapai.

 


3.     Peran Kelembagaan

Pemerintah kabupaten menjadi pemeran utama dalam pelaksanaan dan pengembangan program sesuai dengan strategi dan prinsip pendekatan STBM. Pemerintah Provinsi dan Pusat, memfasilitasi peningkatan kapasitas yang diperlukan untuk mendukung kegiatan operasional.

Dalam upaya mendapatkan dukungan dari Pemerintah Kabupaten untuk mengembangkan program STBM, perlu dilakukan roadshow para pengambil keputusan ditingkat kebijakan dan manajemen program tentang prinsip-prinsip pengembangan program dengan mengutamakan tidak ada subsidi untuk sarana rumah tangga, penciptaan lingkungan yang mendukung dan peningkatan pemasaran serta perluasan supply materials yang terkait dengan sanitasi. Roadmap atau Rencana Strategis Higiene dan Sanitasi kabupaten yang merupakan pentahapan rencana pengembangan program STBM sangat diperlukan sebagai acuan untuk pengajuan anggaran APBD kabupaten melalui mekanisme yang ada seperti Musrenbang dan SKPD.

Pemerintah provinsi bersama pemerintah pusat akan memberikan bimbingan dalam upaya peningkatan kapasitas dan pelatihan untuk pengembangan program STBM di tingkat kabupaten yang mengacu pada mekanisme yang ada dan dokumen pendukung terkait. Provinsi menyusun Rencana Strategis Higiene dan Sanitasi dengan mempertimbangkan potensi yang ada dan legal dokumen dari Pusat yang terkait seperti target RPJMN dan MDGs. Pemerintah provinsi menyiapkan rencana yang didalamnya termasuk koordinasi pelaksanaan STBM tingkat provinsi, melaksanakaan riset pasar dan karaakter media komunikasi tingkat provinsi, melakukan kajian lingkungan yang mendukung (enabling environment) pada kabupaten sasaran dan mengembangkan kemitraan dengan organisasi non pemerintah (seperti dengan program-program Corporate Social Responsibility).

Pemerintah menyiapkan perangkat dalam upaya mengoperasionalkan kebijakan nasional STBM dan memfasilitasi penyediaan sumber daya termasuk pendanaan yang mendukung peningkatan kapasitas pengembangan pendekatan STBM melalui berbagai alternatif pendanaan, meningkatkatkan kapasitas dan peraangkat sistim monitoring, menyebar-luaskan dan memfasilitasi produk pengetahuan dan pembelajaran dan penciptaan sistim insentif.

Keterlibatan pemangku kepentingan lainnya (donor, LSM, swasta, institusi pendidikan, institusi agama, dll) mendukung upaya Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan program STBM berupa dukungan pembiayaan, advokasi, dan bantuan teknis. Dukungan yang dilakukan oleh lembaga non pemerintah ini dapat dilakukan di berbagai tingkatan pemerintahan maupun tahapan pelaksanaan, sesuai dengan keberadaan dan kapasitas dari pemangku kepentingan.

Dukungan tersebut wajib dikoordinasikan dengan Pemerintah/Pemerintah Daerah maupun lembaga koordinasi di wilayah setempat agar sejalan serta bersinergi dengan kebijakan dan strategi nasional STBM.

Peran masyarakat adalah sebagai pelaku utama, motivator dan fasilitator STBM dalam penyusunan rencana aksi, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi rencana aksi yang telah tersusun.

4.     Mekanisme dan Koordinasi

4.1  Mekanisme Dukungan Peningkatan Kapasitas

Dukungan dalam rangka peningkatan kapasitas Pemerintah Daerah akan difasilitasi oleh Pemerintah berdasarkan skala prioritas dan Pemerinah Daerah bertanggung jawab ata pengembangannya.

Dukungan Pemerintah akan diprioritaskan pada kegiatan persiapan untuk membangun advokasi lingkungan politik dan kelembagaan yang kondusif, termasuk pengembangan kapasitas fasilitator dan pelatih tingkat kabupaten. Pelaksanaan pengembangan kapasitas akan dilakukan melalui pelatihan bertahap dengan metode yang efektif dan melibatkan lembaga yang mempunyai wewenang dibidang pendidikan untuk memberikan legalitas dan akreditasi pendidikan yang berkulitas.

Peningkatan dan perluasan cakupan STBM ke seluruh kabupaten akan menggunakan alokasi pembiayaan dari Pemerintah Daerah dan sumber daya tenaga kerja yang telah dikembangkan.

4.2  Tenaga Pelatih dan Kerangka Kerja Pengembangan Kapasitas

Pengembangan kapasitas melalui berbagai kegiatan sangat diperlukan dalam upaya mendukung pelaksanaan program STBM.

Tim fasilitator nasional akan dipilih dari kalangan umum, pemerintah dan swasta, LSM, lembaga penelitian dan akademik, yang akan ditugaskan secara berkala untuk meningkatkan beragam keterampilan berbeda yang dibutuhkan oleh pengelola program sanitasi dan higiene serta para pelaksana program STBM.

Dalam upaya melaksanakan kegiatan operasional, dibentuk Sekretariat STBM yang berfungsi melakukan pemetaan tentang potensi, kebutuhan dan kesenjangan, berperan sebagai fasilitator untuk menjalankan program peningkatan kapasitas tim fasilitator berbagai tingkatan, koordinasi kegiatan STBM di pusat dan melakukan pemantauan perkembangan program, pengelolaan data, informasi dan pengetahuan.

Kerangka kerja peningkatan kapasitas pembangunan sanitasi perdesaan akan dikembangkan dengan materi pengembangan kapasitas yang disesuaikan dengan kebutuhan setiap tingkatan institusi dari mulai provinsi, kabupaten, kecamatan, puskesmas, sampai tingkat masyarakat.

Di tingkat pusat melalui Sekretariat STBM akan melaksanakan TOT yang diikuti oleh para praktisi STBM termasuk Pemerintah, LSM yang berminat, Lembaga Donor, organisasi profesi, swasta, akademik dan lembaga pendidikan yang berkompeten dan provinsi terpilih. Tim fasilitator ini diharapkan menjadi sumber fasilitasi pengetahuan, keterampilan dan inovasi intervensi STBM dan bekerjasama dengan fasilitator provinsi melaksanakan TOT di tingkat kabupaten.

Advokasi dilaksanakan dalam upaya penyebarluasan informasi tentang kebijakan strategi nasional STBM kepada para pengambil keputusan dan pengelola program/proyek terkait dan kemungkinan dilakukannya sinergi sumber daya untuk mendukung upaya STBM yang lebih optimal dan dalam upaya pembentukan pusat pengembangan (development center) untuk sanitasi.

Pemantauan dan penciptaan lingkungan yang mendukung dilaksanakan dengan memanfaatkan sistim yang sudah ada, sehingga diharapkan setiap informasi perkembangan STBM dapat diketahui oleh para pelaku yang berkompeten. Pusat akan melakukan kerja sama dengan lembaga pendidikan dan lembaga peningkatan sumber daya manusia, khususnya dalam penyelenggaraan pelatihan yang berkaitan dengan jabatan fungsional tenaga sanitarian agar output yang dihasilkan dapat memperoleh nilai kredit dan akreditasi secara legal.

Upaya ini merupakan salah satu bentuk insentive bagi tenaga sanitarian dalam melaksanakan fungsi dilapangan khususnya yang berkaitan dengan kegiatan STBM.

Provinsi melalui Pokja AMPL bekerjasama dengan tim fasilitator pusat dan lembaga pendidik yang telah dilatih akan melaksanakan TOT tingkat kabupaten yang diikuti oleh lembaga pemerintah daerah yang berkompeten, LSM lokal, swasta, lembaga pendidikan, organisasi profesi dan puskesmas yang berminat dan terpilih untuk mengembangkan program STBM di wilayahnya dapat digunakan sebagai pusat pelatihan. Melakukan advokasi kepada para pengambil keputusan dan pengelola proyek/kegiatan yang berkaitan dengan /atau kemungkinan dilakukan sinergi untuk mendukung upaya sanitasi. Melakukan pemantauan terhadap kemajuan pelaksanaan STBM selaras dengan kebutuhan informasi oleh pusat dan data yang tersedia di kabupaten. Setiap provinsi yang mempunyai/mengelola lembaga pendidikan diharapkan dapat melakukan kerjasama untuk menyebarluaskan informasi dan dukungan sumber daya guna membantu pelaksanaan STBM di daerah. Dalam upaya menyusun rencana yang terintegrasi, provinsi melakukan konsolidasi dan koordinasi dengan daerah dan mempertimbangkan sumber daya yang ada termasuk lembaga pendidikan yang dapat digunakan sebagai pusat pengembangan sanitasi (development center).

Kabupaten melalui fungsi Pokja AMPL, bekerjasama dengan tim fasilitator provinsi melaksanakan pelatihan untuk memahami berbagai bidang yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan STBM yang diikuti oleh para pelaksanaan kegiatan sanitasi di daerah antara lain lembaga pemerintah yang berkompeten, swasta, LSM lokal, organisasi massa dan sanitarian yang bertugas di wilayah kabupaten. Advokasi diselenggarakan dengan sasaran para pengambil keputusan dan pengelola proyek sanitasi atau yang memungkinkan untuk dilakukan sinergi. Pemantauan kemajuan pelaksanaan dan penyebarluasan informasi dilaksanakan dengan memanfaatkan sistim yang sudah ada dan mengacu pada kebutuhan informasi oleh provinsi dan pusat serta prinsip-prinsip pendekatan STBM.

Kecamatan/desa/kelurahan/masyarakat akan dilaksanakan pelatihan dalam upaya meningkatkan keterampilan untuk melaksanakan proses pemberdayaan masyarakat melalui perubahan perilaku secara kolektif sehingga terwujudnya desa/kelurahan sanitasi total dan melakukan pemantauan kemajuan pelaksanaan. Verifikasi akan dilakukan bila desa/kelurahan telah mencapai indikator pilar 1, selanjutnya dilakukan bila desa/kelurahan telah mencakup 5 pilar.

4.3  Koordinasi Pelaksanaan

Dalam upaya pelaksanaan mekanisme tersebut diatas, koordinasi menjadi bagian penting yang wajib dilaksanakan oleh masing-masing peran dan jenjang wilayah sesuai tugas pokok serta fungsinya (tupoksi).

1. Koordinasi di tingkat Pusat dilaksanakan dengan memanfaatkan kelembagaan yang sudah ada seperti Pokja AMPL, Tim Pengarah dan Tim Tehnis kegiatan AMPL. Sekretariat STBM akan melakukan koordinasi operasional pelaksanaan STBM dan secara berkala melaporkan ke Kementerian Kesehatan untuk disampaikan ke forum koordinasi AMPL

2. Koordinasi tingkat Provinsi melalui Pokja AMPL / lembaga koordinasi yang sudah ada. Dinas Kesehatan Propinsi sebagai penanggung jawab kegiatan STBM menyampaikan kemajuan yang dicapai keforum Pokja AMPL dan Gubernur.

3. Koordinasi tingkat Kabupaten melalui Pokja AMPL / lembaga koordinasi yang sudah ada. Dinas Kesehatan Kabupaten sebagai penanggung jawab kegiatan STBM menyampaikan laporan kemajuan yang telah dicapai keforum AMPL dan Bupati.

4. Koordinasi tingkat Kecamatan dilaksanakan melalui mekanisme forum koordinasi kecamatan. Kepala Puskesmas sebagai penanggung jawab kegiatan STBM melaporkan kemajuan hasil kegiatan ke forum koordinasi yang dipimpin oleh Camat dan Kepala Pukesmas.

5. Koordinasi tingkat Desa/kelurahan melalui komite yang dibentuk oleh masyarakat dan melaporkan hasil kemajuan yang telah dicapai keperangkat desa yang dipimpin oleh kepala Desa, Lembaga Desa dan ke Puskesmas dengan menggunakan sistem yang ada.

Keterangan

1. Pokja AMPL di Pusat merupakan forum koordinasi tingkat nasional yang beranggotakan lintas Kementerian terkait antara lain Kementrian Pekerjaan Umum, Dalam Negeri ( Ditjen PMD dan Bangda ), Kesehatan ( Direktorat Penyehatan Lingkungan, Pusat Promosi Kesehatan, Pusat Data dan Informasi ), Pendidikan dan Kebudayaan, dan para pelaku kegiatan AMPL seperti para donor, LSM dan lembaga internasional

2. Sekretariat STBM di Pusat merupakan unit yang mengelola kegiatan STBM berkoordinasi dengan Pokja AMPL Nasional. Sekretariat dikoordinir oleh pejabat dari Kementerian Kesehatan dan beranggotakan dari konsultan yang direkrut oleh para pendukung Sekretariat. Unit ini bertanggung jawab dan melaporkan kemajuan yang telah dicapai kepada Kementerian Kesehatan.

3. Pokja AMPL Propinsi merupakan forum koordinasi ditingkat propinsi yang beranggotakan lintas dinas terkait di propinsi antara lain Dinas Cipta Karya, Dinas Kesehatan ( Penyehatan Lingkungan, Promosi Kesehatan, Pusat Data dan Informasi ), Kantor PMD, Bappeda, Dinas Pendidikan dll

4. Pokja AMPL Kabupaten merupakan forum koordinasi di tingkat kabupaten yang beranggotakan lintas dinas terkait yaitu Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum, Kantor PMD, Bappeda, Dias Pendidikan, PKK/BKKBN dll

5. Komite di tingkat desa dan masyarakat adalah unit yang dibentuk berdasarkan kesepakatan masyarakat yang berfungsi melakukan motivasi, kreatifitas dan pengawasan terhadap proses pemberdayaan akses terhadap sarana sanitasi yang sehat melalui perubahan perilaku secara kolektif. Komite beranggotakan unsur tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, sanitarian, bidang desa.

 

5.     Mekanisme Pelaksanaan STBM pada Setiap Tingkatan

Pemerintah pusat Kementerian Kesehatan sebagai penanggung jawab kegiatan menjabarkan pelaksanaan STBM sessuai dengan landasan hukum yang mendukung dan Rencana Strategi Kementerian Kesehatan yang dirinci dalam Roadmap Sanitasi dengan menyiapkan pedoman pelaksanaan, pedoman tehnis dan modul pelaksanaan kegiatan, optimalisasi sumber dana sektoral, project nasional, kemitraan dengan anggaran lain yang terkait untuk mendukung kegiatan, kemitraan dengan pemangku kepentingan dan pemantauan kemajuan kegiatan termasuk pengelolaan pengetahuan. Kegiatan akan difokuskan pada peningkatan kapasitas pemerintah daerah melalui advokasi, pelatihan TOT provinsi dan kabupaten, pendampingan untuk pengembangan dan perluasan program, pengelolaan pengetahuan, penyiapan kerangka acuan khususnya terkait dengan studi yang spesifik. Di tingkat pusat dibentuk Sekretariat STBM yang sumber dayanya akan didukung oleh para pemangku kepentingan dan berfungsi sebagai pengelola kegiatan STBM secara terpadu dibawah koordinsi Kementrian Kesehatan. Secara periodik Sekretariat STBM akan melakukan koordinasi dengan Pokja AMPL pusat dalam upaya konsolidasi perkembangan program STBM.

Pemerintah provinsi akan memfasilitasi kabupaten yang berminat untuk mengembangkan program STBM antara lain berkerja sama dengan pusat melakukan advokasi dan TOT untuk tingkat kabupaten, pendampingan dan fasilitasi yang dibutuhkan oleh kabupaten, menyelenggarakan riset pemasaran (formative (perilaku dan preferensi konsumen) dan penilaian rantai supply (supply chain assessment) , strategi pemasaran dan kampanye komunikasi perubahan perilaku bedasarkan hasil temuan riset, menyiapkan Katalog Opsi Sanitasi Propinsi (Informed Choice Catalog) berdarsarkan riset, , evaluasi kinerja kabupaten dengan sistim pembandingan dan pembelajaran sesuai progres yang telah dicapai, fasilitasi akses terhadap potensi sumber dana yang ada termasuk dana CSR yang disediakan oleh perusahaan yang bergerak di wilayah tersedut. Dalam melakukan koordinasi dengan lembaga yang lain dibentuk Pokja AMPL yang beranggotakan kelembagaan terkait dan dikoordinir oleh Bappeda provinsi.

Pemerintah kabupaten merupakan pelaku utama dalam upaya pengembangan STBM karena program sanitasi menjadi salah satu urusan kabupaten. Advokasi para pengambil keputusan adalah merupakan langkah awal dalam upaya menjaring peminatan kabupaten dengan melibatkan Bupati, anggota DPRD, Ketua Bappeda dan SKPD. Pendampingan daerah untuk penyiapkan kelembagaan, penyusunan strategi pelaksanaan, komitmen daerah untuk penyediaan sumber dana dan sumber daya dengan kegiatan pokok diseminasi informasi, pengembangan strategi peningkatan demand dan pemasaran sanitasi termasuk jejaring distribusi, menjaring peminatan masyarakat, pemicuan dan pemantauan progres di masyarakat serta kompetisi antar desa atau kecamatan untuk hasil yang dicapai dan dikaitkan dengan sistim pemberian penghargaan (reward) kepada pelaksana yang telah melakukan usaha keras dan memiliki keberhasilan (champion).

Untuk kompetisi sumber dana dan sumber daya yang ada di kabupaten perlu diidentifikasi untuk mendukung kegiatan STBM secara langsung/tidak langsung. Pembentukan forum koordinasi antar lembaga terkait sangat diperlukan dalam upaya mendukung sinergi sumber dana, kegiatan, sasaran yang akan dicapai. Di tingkat kecamatan yang menjadi prioritas dalam intervensi program akan melakukan diseminasi informasi kepada tokoh masyarakat dan mengumpulkan peminatan yang disampaikan oleh desa/kelurahan. Berdasarkan peminatan masyarakat, kecamatan menentukan prioritas intervensi peningkatan demand melalui metoda pemicuan sesuai strategi pengembangan program STBM.

Keberhasilan lokasi awal pemicuan mencapai ODF dan melakukan deklarasi yang dihadiri oleh tokoh masyarakat termasuk Bupati akan memotivasi masyarakat sekitar untuk melakukan replikasi di wilayah lain. Pemantauan progres melalui pengumpulan data yang disampaikan oleh masyarakat dan melaksanakan verifikasi secara sistimatis dan berkelanjutan sesuai dengan indikator masing masing pilar. Pembentukan jejaring pemasaran sanitasi yang melibatkan penyedia material, pelaku wirausaha sanitasi dan sales diseluruh pelosok desa/kelurahan akan mempercepat peningkatan akses terhadap berbagai pilar sanitasi total. Jika memungkinkan , disediakan penghargaan berupa insentif atau penambahan kredit point kepada fasilitator jika mereka memfasilitasi masyarakat menjadi ODF. Hal ini akan menjadi ukuran jaminan kualitas kinerja.

Berikut adalah uraian kegiatan dalam pelaksanaan STBM pada setiap tingkatan:

1). Persiapan

a. Penyiapan dokumen pendukung NSPK (Norma, Standar, Pedoman, Kriteria)

Pemerintah pusat menyiapkan dokumen NSPK dalam bentuk Pedoman Pelaksanaan serta dokumen penunjang lainnya dan didiseminasikan ke seluruh provinsi di Indonesia.

b. Kelembagaan

Tingkat Pusat dibentuk Sekretariat STBM yang berperan melakukan koordinasi kegiatan STBM dan lebih fokus pada pengembangan konsep kepemimpinan dan pendampingan secara substantif dalam upaya membangun kapasitas kelembagaan yang berkesinambungan secara sistimatis, mekanisme yang tepat dan standar yang terukur melalui :

• Pengelolaan kegiatan selaras dengan strategi yang telah ditetapkan;

• Memberikan bantuan teknis peningkatan kapasitas terhadap lembaga yang membutuhkan;

• Menyusun laporan hasil pelaksanaan dan kemajuan yang telah dicapai kepada lembaga terkait melalui Kementerian Kesehatan;

• Monitoring terhadap kemajuan yang telah dicapai dengan menggunakan metoda pembandingan (monitoring akses kepada sarana sanitasi yang layak seperti yang diperlukan untuk target nasional dan penilaian kinerja kegiatan STBM melalui benchmarking).

Sekretariat juga berfungsi sebagai forum koordinasi para pelaku STBM baik dari lintas sektor antara lain Kementerian Kesehatan ( Direktorat PL, Promosi Kesehatan, Pusat Informasi Data, Bapelkes, UKS), Kemendagri, Kementerian PU, Bappenas maupun mitra swasta di tingkat Nasional, koordinasi dengan Pokja AMPL

c. Advokasi awal dan komunikasi kepada pemerintah daerah

Sesuai Undang-Undang no 32 tahun 2004 tentang otonomi daerah pasal 13 tentang Urusan Daerah dan dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun 2007, lampiran Bidang Kesehatan bahwa urusan sanitasi menjadi kewajiban dan tanggung jawab pemerintah daerah kabupaten.

Selaras dengan Undang undang tersebut Pemerintah Daerah menjadi pelaksana utama STBM, oleh karena itu diperlukan advokasi Pemerintah kepada Pemerintah Provinsi dan Kabupaten. Advokasi ini bertujuan agar pemerintah daerah memahami dan berkomitmen mengembangkan program sanitasi dengan pendekatan STBM. Pelaksanaan kegiatan advokasi dapat dimulai dari tingkat Nasional dengan sasaran seluruh Gubernur dan dilanjutkan advokasi ke tingkat propinsi dengan sasaran seluruh Bupati.

Sosialisasi juga diperlukan untuk perluasan dan pengembangan kegiatan dengan sasaran utama adalah lintas sektor, lintas program, dan mitra di tingkat pusat dan Pemerintah Daerah. Kegiatan sosialisasi dapat dilakukan melalui: Roadshow, Fasilitasi/pendampingan, Bantuan Teknis dan Lokakarya.

Dalam kegiatan advokasi dan sosialisasi kepada pemangku kepentingan, disampaikan mengenai substansi kegiatan dan kebijakan/ peraturan yang mendukung.

Materi materi advokasi akan meliputi:

1. Keputusan atau Peraturan Menteri Kesehatan nomor 852/Kepmenkes/2008 tentang STBM

2. Pembelajaran dari hasil penerapan STBM secara skala besar di Propinsi Jawa Timur

3. Hasil –hasil penelitian global yang menerangkan kenapa Indonesia memilih STBM sebagai pendekatan nasional sanitasi berbasis masyarakat.

Paket advokasi yang disiapkan oleh Sekretariat STBM akan membawa pesan advokasi dan sosialisasi berupa:

1.     Mengapa bidang sanitasi perlu diprioritas kan oleh Pemerintah Daerah.

• Akses sanitasi saat ini di Indonesia dibandingkan dengan target MDG nasional dan RPJMN. Dari target akses sebesar 55,6% pada tahun 2015, akses masyarakat pada jamban keluarga yang layak pada tahun 2010 baru sebesar 38,4%. Terdapat kesenjangan sebesar 17% dalam sisa waktu 3 tahun (2012-2015). Sementara dalam RPJMN 2010 – 2014, mentargetkan bahwa pada akhir tahun 2014, tidak akan ada lagi masyarakat Indonesia yang melakukan praktik buang air besar sembarangan (BABS).

• Temuan penelitian tentang dampak terhadap ekonomi Indonesia akibat sanitasi buruk adalah kehilangan nilai ekonomi sebesar Rp. 56 Trillun, secara rata-rata setiap kabupaten sebesar Rp. 110 milyar per tahun

• Temuan studi dari pengembalian hasil ekonomi (economic returns) dari pembangunan sanitasi. Dukungan terhadap signifikansi capaian, target/outcome, misalnya meningkatkan derajat kesehatan, menurunkan tingkat kemiskinan/meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

• Pendekatan terdahulu yang menyediakan subsidi paket jamban secara gratis telah gagal untuk meningkatkan akses kepada jamban sehat dan tidak berkelanjutan atau memungkinkan dalam skala massif , Pemerintah Indoensia kemudian mengembangkan strategi nasional STBM pada tahun 2008 yang lebih fokus pada perubahan perilaku hygiene dan saniter secara luas oleh masyarakat , dengan cepat dan , efisien (cost-effective).

2.     Pengembangan kapasitas STBM m e r u p a kan sebuah kesempatan propinsi dan kabupaten untuk mempelajari bagaimana melaksanakan pendekatan STBM , seperti CLTS dan pemasaran sanitasi untuk melaksanakan pembangunan sanitasi berbasis masyarakat dalam skala besar dan menjadikan mereka bebas dari praktik BABS.

Pelaksanaan kegiatan STBM yang sudah dilakukan di beberapa daerah menunjukan hasil yang cukup menjanjikan.

3.     Pengembangan pendekatan STBM pada skala besar, diperlukan dukungan pengembangan kapasitas dan instrumen pelaksanaan yang akan disiapkan secara terintegrasi antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah

2) Mengembangkan peningkatan kapasitas institusi

              Pada langkah awal Pemerintah akan memfasilitasi peningkatan kapasitas Pemerintah Daerah akan disediakan berdasarkan skala prioritas dan kepeminatan. Setelah itu diharapkan pengembangan kapasitas sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Dukungan pembiayaan akan diprioritaskan untuk kegiatan persiapan dalam membangun advokasi lingkungan politik dan kelembagaan yang kondusif, termasuk kapasitas pembangunan fasilitator dan pelatih tingkat kabupaten.

Pelaksanaan pengembangan kapasitas akan diberikan melalui kombinasi berbagai pendekatan termasuk pelatihan secara bertahap, pendampingan, kajian pembelajaran (melaui pertemuan atau kunjungan), pengelolaan pengetahuan melalui media elektronik dan media lainnya.

Pada langkah awal, Pemerintah melalui Sekretariat STBM menyiapkan Tim Fasilitator nasional yang akan dipilih dari kalangan umum, pemerintah dan swasta, LSM, lembaga penelitian dan akademik. Tim akan dipanggil secara berkala guna meningkatkan keterampilan yang berbeda sesuai kebutuhan pengelola program sanitasi dengan pendekatan STBM di daerah. Tim fasilitator nasional ini disiapkan melalui TOT tingkat Nasional dan selanjutnya akan menjadi nara sumber dan pelatih di tingkat Provinsi. Peserta TOT di tingkat provinsi akan menjadi pelatih dan nara sumber pelatihan fasilitator di tingkat kabupaten

Peserta pelatihan di tingkat kabupaten terdiri dari para pelaku STBM di tingkat kabupaten dan kecamatan, termasuk diantaranya para pelaku/fasilitator lapangan seperti petugas Puskesmas (Sanitarian, Promkes, Bidan dll) atau stakeholder lain di tingkat kecamatan. Sebagian peserta pelatihan tingkat kabupaten, terutama yang berpotensi dan berkemampuan dapat menjadi pelatih atau narasumber untuk perluasan STBM ke wilayah yang lebih luas di Kabupaten.

Di tingkat pusat, peningkatan kapasitas institusi dalam melaksanakan kegiatan STBM akan dilakukan kepada semua pihak yang berpotensi untuk melaksanakan STBM yaitu lintas kementerian/lembaga, lintas program, dan mitra di tingkat pusat. Pada tahap berikutnya dukungan pusat diprioritaskan untuk membangun kapasitas kelembagaan di provinsi dan kabupaten.

Substansi peningkatan kapasitas didasarkan pada hasil penilaian kebutuhan yang tentu saja berbeda bagi masing-masing daerah. Tetapi secara umum meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Kapasitas teknis, misalnya teknologi tepat guna untuk sarana sanitasi; pengelolaan air minum rumahtangga, pengelolaan sampah dan limbah cair domestik;

2. Kemampuan fasilitasi, terkait upaya perubahan perilaku higiene dan sanitasi masyarakat;

3. Kemampuan advokasi bagi para pelaku STBM terkait dengan upaya perluasan pelaksanaan STBM;

4. Pengelolaan kegiatan STBM, termasuk penyusunan dokumen perencanaan, pembiayaan, dan lain-lain.

Metode dan kegiatan dalam peningkatan kapasitas:

1. Melalui ToT (Training of Trainer);

2. Lokakarya evaluasi pembelajaran;

3. Studi banding kepada daerah yang telah berhasil;

4. Pelatihan untuk peningkatan pengetahuan, sikap dan ketrampilan;

5. Pendampingan/bantuan teknis; 6. Membangun dengan sistim kopetisi dan insentif, dan lain-lain.

3) Mengembangkan sistem pemantauan dan evaluasi

Sistem pemantauan dan evaluasi secara nasional diperlukan untuk dapat selalu melakukan pemuthakiran data perkembangan pelaksanaan dan hasil kegiatan STBM. Hal ini terkait dengan upaya dan proses pencapaian target MDGs maupun RPJMN. Meskipun sistem pemantauan dan evaluasi di daerah akan cukup bervariasi pelaksanaannya, berdasarkan pengalaman yang ada dari proyek higiene dan sanitasi di Indonesia, sistem manajemen informasi dari hasil pemantauan yang akan dikembangkan dan dilembagakan pada lembaga pemerintah daerah setidaknya memenuhi tolok ukuran dan prinsip-prinsip yang sama. Pusat memberikan panduan umum sistem pemantauan dan evaluasi beserta indikator kinerja 5 pilar STBM. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pengelompokkan secara nasional dalam pendataan untuk penyusunan kebijakan strategi STBM berskala nasional. Panduan diahas secara rinci di Pedoman Pelaksanaan STBM pada Bab 5.

Pembangunan kapasitas Pemerintah Daerah perlu disediakan oleh Kementerian Kesehatan termasuk kapasitas bagi pelaksanaan Sistem Manajemen Informasi daerah berdasarkan data pemantauan masyarakat, konsolidasi dan penggunaan datanya untuk peningkatan program di tingkat kabupaten dan provinsi, dan secara rutin terjadi pelaporan data dari masyarakat ke kabupaten, provinsi hingga tingkat nasional menggunakan inovasi teknologi. Sebagai contoh adalah pengiriman data berbasis layanan pesan singkat/ SMS .

4) Pengelolaan pengetahuan

Pengalaman dalam melaksanakan STBM di berbagai daerah akan sangat bervariasi dan satu sama lain dapat saling memberikan pembelajaran untuk perbaikan dan peningkatan kinerja. Untuk memfasilitasi terjadinya pertukaran pembelajaran Pemerintah melaksanakan beberapa kegiatan diantaranya: tinjauan/review pembelajaran bersama, kunjungan lapangan, dokumentasi dan publikasi.

 

Review pembelajaran

Review pembelajaran yang dilakukan melalui pertemuan skala nasional yang diikuti oleh seluruh stakeholder yang berkompeten dalam pengembangan program sanitasi total dan pemasaran sanitasi. Proses ini akan melakukan analisa progres yang dicapai, kendala yang dihadapi, strategi yang dicanangkan, potensi daerah yang dapat dimanfaatkan dalam upaya melaksanakan strategi yang telah ditetapkan dan penetapan daerah yang dianggap kampiun sebagai upaya melakukan motivasi terhadap daerah lain.

 

Kunjungan pembelajaran antar daerah

Pemerintah memfasilitasi kunjungan antar daerah pelaku STBM untuk saling belajar tentang mekanisme dan proses yang terjadi di lapangan sehingga dapat dipelajari oleh daerah lain untuk dapat diadopsi. Mekanisme ini sangat efektif karena pelaku yang berkunjung dapat melihat langsung di lapangan dan dapat berdialog langsung dengan para stakeholder kabupaten, kecamatan dan desa/ kelurahan serta masyarakat lain yang dikunjungi.

 

Dokumentasi dan publikasi pembelajaran

Dokumentasi dan publikasi pembelajaran bertujuan untuk memperluas cakupan dan dampak dari kegiatan STBM dan mendukung kegiatan advokasi kepada stakeholder terkait dari tingkat pusat sampai dengan masyarakat. Dokumentasi kegiatan, inovasi pelaksanaan dan pencatatan progres yang telah dicapai merupakan hal yang penting dalam pelaksanaan kegiatan program STBM. Hal-hal tersebut merupakan bahan publikasi sebagai pembelajaran dalam pelaksanaan kegiatan kegiatan STBM guna dilakukan sharing dengan stakeholder yang lain untuk memperkaya pengalaman dan wawasan.

 

 

Sumber: PEDOMAN PELAKSANAAN TEKNIS STBM Oleh Kementerian Kesehatan RI

Rabu, 06 Mei 2020

Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP)


PPSP merupakan program yang dicanangkan pemerintah  untuk  kurun  waktu  5  tahun dari tahun 2010. Program  ini  merupakan  program  pembangunan  sanitasi  yang  terintegrasi dari pusat hingga ke daerah yang melibatkan  pemangku  kepentingan  dari  kalangan  pemerintah  dan  non Pemerintah di  seluruh tingkatan. Program  ini  dilakukan  secara  bertahap dan  berkelanjutan  mulai tahun 2010 sampai tahun 2019 dengan target minimal  330 Kabupaten/Kota di Indonesia yang rawan masalah air limbah, persampahan, dan drainase perkotaan.
Program PPSP memiliki sasaran sebagai  berikut: 
·         Terbebas dari Buang Air Besar Sembarangan (BABS). 
·         Pelaksanaan praktek 3R (Reduce, Reuse, Recycle) serta peningkatan tempat pembuangan akhir (TPA) menjadi  sanitary landfill. 
·         Pengurangan  genangan  air  di  100  wilayah  perkotaan  seluas 22.500 ha.
·         Tercapainya sasaran program dan kegiatan PPSP. 
· Tersusunnya rencana strategi sanitasi berupa Buku Putih  Sanitasi (BPS), dan Strategi Sanitasi Kabupaten atau Kota  (SSK).
·    Tersusunnya Memorandum Program Sanitasi (MPS)  bagi Kabupaten/Kota yang telah menyusun BPS dan SSK.
·         Terlaksanannya  program  dan  kegiatan  pembangunan  sanitasi permukiman sesuai dengan SSK/ MPS
·         Terlaksananya keberlanjutan program dan kegiatan PPSP  paska implementasi.
·         Terlaksananya  kegiatan  pemantauan  dan  evaluasi  pelaksanaan  pembangunan  sanitasi  Permukiman program PPSP di daerah.  
Apa Manfaat Program PPSP: 
Kabupaten/Kota yang telah bergabung dalam  program  PPSP  dan  telah  memiliki  dokumen sanitasi (BPS, SSK, dan MPS) akan memperoleh  manfaat diantaranya:
·         Kabupaten/Kota  memiliki  dokumen  perencanaan pembangunan sanitasi yang  berkualitas  sebagai  acuan  pembangunan  sanitasi di daerah.
·         Terjadinya  sinkronisasi  pembangunan  sanitasi mulai tahap perencanaan sampai  tahap implementasi di  Kabupaten/Kota,  Provinsi, dan Pusat.
·         Terjadinya  peningkatan  anggaran  untuk  pembangunan sanitasi di Kabupaten/Kota.
·         Menyediakan peluang untuk keterlibatan  pihak  lain  (masyarakat,  swasta,  donor)  dalam pembangunan sanitasi  di  Kabupaten/Kota.
·         Memperoleh  optimalisasi  anggaran  kementerian.
·         Dokumen  perencanaan  pembangunan  sanitasi (BPS, SSK, dan MPS) dapat menjadi  bahan advokasi.

Di dalam Program PPSP, proses perencanaan strategis menghasilkan 3 (tiga) dokumen berikut: Buku Puth Sanitasi (BPS), Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK), dan Memorandum Program Sanitasi (MPS). BPS dan SSK merupakan dokumen yang dihasilkan dari pelaksanaan Tahap 3 di dalam PPSP, yaitu Perencanaan Strategis Sanitasi. Sedangkan MPS
merupakan hasil dari pelaksanaan Tahap 4, yaitu Memorandum Program. Ketiga dokumen tersebut perlu disiapkan Kabupaten/Kota sebelum implementasi fisik dapat dilakukan.

Dokumen sanitasi terdiri atas:
1.       Buku Putih Sanitasi (BPS), Panduan Penyusunan Buku Putih Sanitasi (BPS), bisa dilihat Disini
2.       Strategi Sanitasi Kabupaten/ Kota (SSK), Panduan Penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten/ Kota (SSK), bisa dilihat Disini
3.       Memorandum Program Sanitasi (MPS), Panduan Penyusunan Memorandum Program Sanitasi (MPS), bisa dilihat Disini

Bagaimana Tahapan Pelaksanaan PPSP:
Tahapan Pelaksanaan PPSP
No
Tahapan
Sasaran
Peran Utama & Tanggung Jawab
1
Kampanye, edukasi,  advokasi, 
dan  pendampingan. 
Meningkatnya kesadaran dan  kebutuhan masyarakat  terhadap layanan sanitasi.
Pusat, Provinsi
2
Pengembangan  kelembagaan 
dan  peraturan.
Meningkatnya koordinasi,  kerjasama, dan kolaborasi  antar pemangku kepentingan
Pusat, Provinsi, kabupaten/ kota
3
Penyusunan  rencana strategis 
(SSK). 
Tersusunnya dan  ditetapkannya strategi  pengembangan layanan  sanitasi permukiman (air  limbah domesk,  persampahan, drainase  perkotaan dan komponen  pendukungnya). 
kabupaten/ kota
4
Persiapan  Memorandum 
Program (MPS).
Meningkatnya akses  pendanaan untuk  pembangunan, rehabilitasi  operasional dan pemeliharaan  prasarana dan sarana sanitasi  (APBD Kabupaten/Kota,  APBN, bantuan luar negeri,  investasi swasta, kontribusi  masyarakat, dll).
Pusat, Provinsi, kabupaten/ kota
5
Implementasi.
Tersedianya prasarana dan  sarana sanitasi yang sesuai  dengan kebutuhan  masyarakat, berkualitas dan  berkelanjutan. 
Pusat, Provinsi, kabupaten/ kota
6
Pemantauan dan  evaluasi. 
Kesesuaian pelaksanaan  program/ kegiatan dengan  rencana. 
Pusat, Provinsi, kabupaten/ kota