MELALUI metode Omnibus law Pemerintah telah berhasil melakukan revisi sebanyak 79 Undang-Undang (UU) menjadi satu UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang sudah dilengkapi dengan Peraturan Pelaksanaannya baik berupa Peraturan Pemerintah (PP) sebanyak 47 PP maupun Peraturan Presiden (Perpres) sebanyak empat Perpres. Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Melalui Sistem OSS merupakan pelaksanaan Undang-undang No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebagaimana yang diamanahkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.5 Tahun 2021.
OSS berbasis risiko ini wajib
digunakan oleh Pelaku Usaha sebagai pemohon dan Kementerian/ Lembaga, Pemerintah
Daerah baik tingkat Provinsi, Kabupaten/ Kota, Administrator Kawasan Ekonomi
Khusus (KEK) dan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas Pelabuhan Bebas
(KPBPB) selaku penerbit perizinan berusaha.
OSS berbasis risiko memberikan
layanan bagi pelaku usaha yang terbagi dalam dua kelompok besar, yaitu Usaha
Mikro dan Kecil (UMK) dan Non Usaha Mikro dan Kecil (Non UMK). UMK adalah usaha
milik Warga Negara Indonesia (WNI), baik perorangan maupun badan usaha, dengan
modal usaha maksimal Rp 5 miliar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha.
Non UMK meliputi Usaha Menengah
dengan modal usaha Rp 5 miliar – Rp 10 miliar tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha. Usaha Besar termasuk Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal
Dalam Negeri (PMDN) dengan modal usaha lebih dari Rp10 miliar tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha. Termasuk Non UMK adalah Kantor Perwakilan dan
Badan Usaha Luar Negeri (BULN).
Perizinan Berusaha Berbasis Risiko
adalah perizinan berusaha berdasarkan tingkat risiko kegiatan usaha dan tingkat
risiko tersebut menentukan jenis Perizinan berusaha. Pemerintah telah memetakan
tingkat risiko sesuai dengan bidang usaha atau Klasifikasi Baku Lapangan Usaha
Indonesia (KBLI). KBLI yang berlaku saat ini adalah KBLI tahun 2020 dengan
angka lima digit sebagai kode bidang usaha Berdasarkan Peraturan Kepala BPS No.
2 Tahun 2020.
Untuk usaha dengan tingkat Risiko
Rendah (R) dan Menengah Rendah (MR), proses perizinan berusaha cukup
diselesaikan melalui sistem Online Single Submission (OSS) tanpa membutuhkan
verifikasi atau persetujuan dari Kementerian/ Lembaga/Pemerintah Daerah dengan
produk berupa Nomor Induk Berusaha (NIB) untuk Risiko R dan NIB+Sertifikat Standar
(SS) untuk Risiko MR, sedangkan usaha dengan tingkat Risiko Menengah Tinggi (MT)
dan Risiko Tinggi (T) membutuhkan verifikasi atau persetujuan dari Kementerian/
Lembaga/Pemerintah Daerah dengan produk berupa NIB+SS yang harus diverifikasi
untuk Risiko MT dan NIB+IZIN dan SS jika diperlukan untuk Risiko T.
Usaha Mikro dan Kecil (UMK) dengan
Risiko Rendah diberi kemudahan berupa perizinan tunggal sesuai amanat dalam PP
No.5 Tahun 2021 Pasal 209. Artinya NIB selain berlaku sebagai identitas dan
legalitas juga berlaku sebagai Standar Nasional Indonesia (SNI), dan Sertifikasi
Jaminan Produk Halal (SJPH).
SNI berupa Sertifikat Bina UMK
selanjutnya akan dilakukan pendampingan/fasilitasi oleh Badan Standarisasi
Nasional (BSN). SJPH selanjutnya ditindaklanjuti dengan pendampingan/fasilitasi
oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama.
Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha
terdapat transformasi nomenklatur yang semula kita kenal dengan Izin Lokasi,
Izin Lingkungan dan Izin Mendirikan Bangunan
(IMB) + Sertifikat Laik Fungsi (SLF) secara berurutan menjadi Kesesuaian
Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), Persetujuan Lingkungan dan Persetujuan
Bangunan Gedung (PBG) + SLF. Dimana KKPR merupakan tapisan awal dalam sistem
OSS bahwa lokasi proyek yang dimohon sudah memiliki kesesuaian pemanfaatan ruangnya
sesuai dengan RDTR atau RTR,RZ,KSNT dan RZ KAW baik yang berlokasi di daratan,
lautan maupun hutan sebagaimana yang diatur dalam PP No.21 Tahun 2021 tentang
Penataan Ruang dan PP No.23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan. Untuk
Persetujuan Lingkungan terintegrasi langsung dengan Perizinan Berusahanya
sesuai tingkat risiko dan dampak penting terhadap lingkungan serta
kewenangannya sebagaimana dijelaskan dalam PP No.22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sedangkan Persetujuan Bangunan
Gedung saat ini merupakan suatu kewajiban yang melekat langsung kepada Pelaku
Usaha apabila yang bersangkutan akan mendirikan suatu bangunan sebagaimana diatur
dalam PP No.16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No.28 Tahun 2002
tentang Bangunan Gedung.
Dengan berlakunya OSS berbasis risiko
sejak diresmikan oleh Bapak Presiden Joko Widodo pada tanggal 9 Agustus 2021
maka seluruh perizinan berusaha yang telah dimiliki sebelumnya oleh pelaku
usaha dan masih berlaku tetap dapat digunakan sebagaimana mestinya, termasuk
NIB yang tetap berlaku selama kegiatan usaha masih berjalan.