Tampilkan postingan dengan label Perizinan Berusaha Berbasis Resiko. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Perizinan Berusaha Berbasis Resiko. Tampilkan semua postingan

Minggu, 07 Mei 2023

Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Melalui Sistem Online Single Submission (OSS)

MELALUI metode Omnibus law Pemerintah telah berhasil melakukan revisi sebanyak 79 Undang-Undang (UU) menjadi satu UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang sudah dilengkapi dengan Peraturan Pelaksanaannya baik berupa Peraturan Pemerintah (PP) sebanyak 47 PP maupun Peraturan Presiden (Perpres) sebanyak empat Perpres. Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Melalui Sistem OSS merupakan pelaksanaan Undang-undang No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebagaimana yang diamanahkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.5 Tahun 2021.

OSS berbasis risiko ini wajib digunakan oleh Pelaku Usaha sebagai pemohon dan Kementerian/ Lembaga, Pemerintah Daerah baik tingkat Provinsi, Kabupaten/ Kota, Administrator Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas Pelabuhan Bebas (KPBPB) selaku penerbit perizinan berusaha.

OSS berbasis risiko memberikan layanan bagi pelaku usaha yang terbagi dalam dua kelompok besar, yaitu Usaha Mikro dan Kecil (UMK) dan Non Usaha Mikro dan Kecil (Non UMK). UMK adalah usaha milik Warga Negara Indonesia (WNI), baik perorangan maupun badan usaha, dengan modal usaha maksimal Rp 5 miliar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

Non UMK meliputi Usaha Menengah dengan modal usaha Rp 5 miliar – Rp 10 miliar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Usaha Besar termasuk Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dengan modal usaha lebih dari Rp10 miliar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Termasuk Non UMK adalah Kantor Perwakilan dan Badan Usaha Luar Negeri (BULN).

Perizinan Berusaha Berbasis Risiko adalah perizinan berusaha berdasarkan tingkat risiko kegiatan usaha dan tingkat risiko tersebut menentukan jenis Perizinan berusaha. Pemerintah telah memetakan tingkat risiko sesuai dengan bidang usaha atau Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). KBLI yang berlaku saat ini adalah KBLI tahun 2020 dengan angka lima digit sebagai kode bidang usaha Berdasarkan Peraturan Kepala BPS No. 2 Tahun 2020.

Untuk usaha dengan tingkat Risiko Rendah (R) dan Menengah Rendah (MR), proses perizinan berusaha cukup diselesaikan melalui sistem Online Single Submission (OSS) tanpa membutuhkan verifikasi atau persetujuan dari Kementerian/ Lembaga/Pemerintah Daerah dengan produk berupa Nomor Induk Berusaha (NIB) untuk Risiko R dan NIB+Sertifikat Standar (SS) untuk Risiko MR, sedangkan usaha dengan tingkat Risiko Menengah Tinggi (MT) dan Risiko Tinggi (T) membutuhkan verifikasi atau persetujuan dari Kementerian/ Lembaga/Pemerintah Daerah dengan produk berupa NIB+SS yang harus diverifikasi untuk Risiko MT dan NIB+IZIN dan SS jika diperlukan untuk Risiko T.

Usaha Mikro dan Kecil (UMK) dengan Risiko Rendah diberi kemudahan berupa perizinan tunggal sesuai amanat dalam PP No.5 Tahun 2021 Pasal 209. Artinya NIB selain berlaku sebagai identitas dan legalitas juga berlaku sebagai Standar Nasional Indonesia (SNI), dan Sertifikasi Jaminan Produk Halal (SJPH).

SNI berupa Sertifikat Bina UMK selanjutnya akan dilakukan pendampingan/fasilitasi oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN). SJPH selanjutnya ditindaklanjuti dengan pendampingan/fasilitasi oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama.

Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha terdapat transformasi nomenklatur yang semula kita kenal dengan Izin Lokasi, Izin  Lingkungan dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) + Sertifikat Laik Fungsi (SLF) secara berurutan menjadi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), Persetujuan Lingkungan dan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) + SLF. Dimana KKPR merupakan tapisan awal dalam sistem OSS bahwa lokasi proyek yang dimohon sudah memiliki kesesuaian pemanfaatan ruangnya sesuai dengan RDTR atau RTR,RZ,KSNT dan RZ KAW baik yang berlokasi di daratan, lautan maupun hutan sebagaimana yang diatur dalam PP No.21 Tahun 2021 tentang Penataan Ruang dan PP No.23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan. Untuk Persetujuan Lingkungan terintegrasi langsung dengan Perizinan Berusahanya sesuai tingkat risiko dan dampak penting terhadap lingkungan serta kewenangannya sebagaimana dijelaskan dalam PP No.22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sedangkan Persetujuan Bangunan Gedung saat ini merupakan suatu kewajiban yang melekat langsung kepada Pelaku Usaha apabila yang bersangkutan akan mendirikan suatu bangunan sebagaimana diatur dalam PP No.16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No.28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

Dengan berlakunya OSS berbasis risiko sejak diresmikan oleh Bapak Presiden Joko Widodo pada tanggal 9 Agustus 2021 maka seluruh perizinan berusaha yang telah dimiliki sebelumnya oleh pelaku usaha dan masih berlaku tetap dapat digunakan sebagaimana mestinya, termasuk NIB yang tetap berlaku selama kegiatan usaha masih berjalan.

 


 





 









Sumber: BULETIN PENATAAN RUANG EDISI 6 | NOVEMBER - DESEMBER 2021