Tampilkan postingan dengan label Perencanaan Kota. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Perencanaan Kota. Tampilkan semua postingan

Rabu, 19 Februari 2025

Jalan Panjang Menuju Kota yang Harmonis

 Akibat perencanaan kota yang tidak matang, kondisi lingkungan wilayah pada banyak kota di negeri ini pada umumnya mengalami kerusakan serius.

Masih ingatkah Anda pada jerit histeris dan pekik tangis puluhan perempuan dan anak-anak di area Taman Bersih-Manusiawi-Wibawa (BMW) yang meratapi "rumah-rumah " mereka saat digusur satuan polisi pamong praja setingkat kompi dari Pemerintah KotaJakarta Utara? Juga, peristiwa-peristiwa yang kurang lebih serupa, semisal penertiban terhadap ratusan pedagang kaki lima di sejumlah kota besar, beberapa waktu silam? Konflik fisik sesekali terjadi pada peristiwa semacam itu, karena apapun alasan penggusuran , bagi rakyat kecil, rumah atau lebih tepat disebut gubuk dan lingkungan permukiman ilegal itu adalah segalanya bagi mereka untuk bisa hidup di kota metropolitan ini.

Sepenggal kisah di Taman BMW di atas menebarkan muatan jamak. Persoalannya tidak hanya menyangkut masalah ketidakabsahan dan pelanggaran pemanfaatan ruang kota oleh ratusan lebih kepala keluarga. Tapi, kejadian itu juga membuka tirai tentang ketaktersediaan lahan permukiman yang layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), masalah sosial , ekonomi, budaya , bahkan sampai ke persoalan politik dan keamanan kawasan , di Jakarta ini.

Begitulah, sejatinya , dimensi panataan ruang, merupakan urusan prinsipil suatu kota yang sering dilupakan banyak orang. Lebih dari sekadar penataan fisik kawasan agar terlihat indah dan teratur , penataan ruang kota direncanakan untuk mengakomodasi berbagai kepentingan. seperti ekonomi, sosial, pendidikan , kebutuhan akan permukiman, konservasi lingkungan , bahkan sebagai salah satu penciptaan strategi pertahanan dan keamanan suatu kawasan . Pola penataan ruang sebuah kota senantiasa menentukan perilaku warga kota dalam menata habitat hidup mereka .

Contoh yang paling mudah adalah aktivitas warga kota di pusat perbelanjaan yang tidak menyediakan lahan parkir yang memadai. Akibatnya, setiap orang harus berlomba mendapatkan sepetak area parkir , atau memarkir kendaraan di jalan raya. Dari sini muncullah persoalan , seperti premanisme. Apalagi, persoalan ini kemudian dibumbui dengan adanya perputaran uang banyak di sana. lni berlanjut dengan akibat-akibat terusannya , seperti kemacetan, persampahan, hingga tindak kriminal.

Sebaliknya , sebuah kota yang memiliki cukup banyak ruang publik , seperti taman yang menghijau yang memungkinkan warga kota melepaskan lelah dan penat, area lingkungan kota yang bersih dan terbebas dari sampah , dan seterusnya , akan "memaksa " warga kota untuk bertindak santun dan etis, baik terhadap sesama maupun terhadap lingkungannya . Habitat hidup yang senyaman itu tak pelak ikut membentuk karakter manusia -manusia yang tinggal di dalamnya .

Jakarta, sebagai misal, adalah magnet bagi masyarakat perdesaan , tidak hanya bagi penduduk di sekitar lbukota ini, tetapi juga bagi orang -orang dari berbagai pelosok Tanah Air, untuk memenuhi sejumlah kepentingan . Maklum , Jakarta adalah kota dengan tingkat pendapatan perkapita yang tertinggi - meski pertumbuhannya di bawah Gorontalo dan Lampung . Fakta bahwa Jakarta merupakan kota dengan jumlah terendah penduduk di bawah garis kemiskinan telah menjadi alasan sederhana bagi banyak orang desa untuk datang ke kota metropolitan ini.



Apa hendak dikata , kota metropolitan terbesar di Indon esia ini pada akhirnya tidak siap dengan pertumbuhan yang mahacepat itu . Jakarta pun kian sump ek. Tidak hanya oleh ledakan jumlah penduduk , tetapi terutama akibat pertumbuhan kota yang tidak terpola dengan baik. Tidak semua kebutuh an warga kota akan permukiman bisa dip enuhi . Ke mana lagi mereka yang tak mampu membeli rumah yang kian mahal itu hendak tinggal? Kasus Taman BMW di atas hanyalah salah satu potret buram dari kelengahan di bidang perencanaan tata ruang kota di Jakarta, hal yang sejatinya juga terjadi di banyak kota di Indonesia. Ilustrasi nyata tadi menunjukkan betapa erat keterkaitan antara perencanaan ruang kota yang ideal dan kondisi habitat perkotaan itu sendiri.

Habitat Kian Terancam

Akibat perencanaan kota yang tidak matang , kondisi Jingkungan wilayah pada banyak kota di negeri ini pada umumnya mengalami kerusakan serius . Lihatlah bagaimana hutan lindung dialihfungsikan menjadi kawasan komersil tanpa kompensasi pengganti lahan untuk konservasi secara memadai, dan kerusakan hutan dalam skala masif di seluruh pulau di Tanah Air. Karena luasan daerah tangkapan air yang kian sempit dan rusak, maka banjir adalah suatu keniscayaan. Cermatilah juga area persawahan produktif , terlebih di Jawa , yang semakin berkurang karena telah dijadikan sebagai kawasan permukiman . Yang terakhir ini bukan hanya berpengaruh bagi kelestarian habitat, tetapi juga ekonomi.

Memang selalu ada upaya untuk menghijaukan kota. Namun, penambahan luasan Taman Kota di banyak kabupaten atau kota di Indo - nesia tidak seimbang dengan pergerakan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya . Jadi, ada kesan yang kuat bahwa din amika pembangunan di banyak tempat itu lebih menyiratkan ketidak - tere ncanaan ketimbang sebaliknya

Kerusakan lingkungan akibat perencanaan kota yang buruk seperti ditunjukkan oleh pengembangan kawasan permukiman meninggalkan catatan tersendiri . Para pengembang pada umumnya tidak menyediakan prasarana sanitasi sehingga keberadaan permukiman baru itu mengganggu habitat di sekitarnya . Tidak semua bangunan rumah memiliki saluran drainase serta sumur resapan sendiri . Air limbah pun lantas ditumpahkan kejaringan drainase terbuka . Sungai -sungai penuh sampah , dan sedihnya kotoran-kotoran itu berjenis nonorganik . Belum lagi pembuangan limbah industri secara liar ke Sungai-sungai .

Demikian juga dengan pemenuhan prasarana air minum. Fenomena ini mendapat perhatian serius Dirjen Cipta Karya Departemen PU, Budi Yuwono . Menurut Budi Yuwono, para pengembang wajib membangun akses perpipaan air minum seandainya dekat dengan sumber air minum atau setidaknya membangun sumur bar sampai dengan kedalaman 30 meter . "ldealnya, pengembang memiliki Water Treatment Plant (WTP) sendiri yang pengoperasiannya diserahkan kepada PDAM . Sayang , hal ini sering diabaikan . Beberapa kasus akibat sanitasi yang tidak memadai itu telah mencemari sistem air minum yang ada di kawasan perumahan , sehingga warga harus mengkonsumsi air yang tak layak minum, " kata Budi Yuwono .

Habitat tempat di mana kita tinggal sekarang ini telah menurun drastis kualitasnya . Banyak orang lupa , bahwa ada kaitan erat antara penataan ruang dan kelestarian habitat atau lingkungan . Bisa dipastikan bahwa penataan ruang yang benar akan menghasilkan lingkungan yang sehat, dan berkelanjutan . Habitat yang baik terlahir karena penataan ruang yang mantap .

Harus diakui , masih banyak pihak yang belum memahami dengan benar makna dari penataan ruang ini, hingga muncul persepsi yang kacau, bahkan sikap tidak mau tahu . Jumlah yang tak terhitung dari bangunan yang melanggar peruntukan lahan di beberapa sudut lbukota Jakarta mungkin menjelaskan fenomena ini. Ya, bisajadi suatu kota sebenarnya telah memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang bagus tetapi pelanggaran sering terjadi. Dari sinilah, antara lain keruwetan kota pada umumnya berawal.

Stop! Terlampau banyak rapor merah kota-kota di Tanah Air akibat kelalaian dalam perencanaan tata ruang kotanya. Kini saatnya kita untuk menata kembali kota-kota tercinta itu .

Planning for All Pesan Hari Tata Ruang

Ada/ah World Town Planning Day yang jatuh setiap 8 Nopember . Pada hari itu, masyarakat Indonesia juga memperingati Hari Tata Ruang Nasional untuk pertama kalinya . Momentum ini menjadi istimewa ketika dihadapkan pada fakta kesemrawutan penataan kota-kota di Indonesia. Hari itu seperti telah dijadikan sebagai kesempatan untuk melakukan evaluasi nasional di bidang penataan ruang kawasan kota-kota di Indonesia. Dan, tema yang diusung pun tepat , yakni "Penataan Ruang untuk Semua". Sementara itu, satu bulan sebelumnya, masyarakat internasionaljuga merayakan World Habitat Day atau Hari Habitat Dunia 2008, yang bertemakan : Harmonious Cities. Dua even yang hanya satu bulan itu menjadi simbol dari mata rantai yang terpisahkan antara perencanaan ruang perkotaan dan kualitas habitat di perkotaan .



Departemen Pekerjaan Umum berkepentingan untuk menjadikan even Hari Tata Ruang Nasional tersebut sebagai upaya untuk menyosialisasikan ide-ide, konsep, serta hasil-hasil yang sudah dicapai dari pengaplikasian penataan ruang selama ini. Sejak Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang diterbitkan, gema tentang wacana penataan ruang masih terbatas pada kalangan tertentu . "Karena itu, pesan dari Hari Tata Ruang Nasional kali ini adalah Planning for Al(' kata Dirjen Penataan Ruang Departemen PU Imam S. Ernawi. di acara puncak peringatan Hari Tata Ruang Nasional di Plaza Selatan Senayan. Jakarta (Baca: Jangan Main-main DenganPenataan Ruang).

Benar, sejatinya, perencanaan ruang kota harus dikondisikan sebagai tanggung jawab semua pihak dan dimanfaatkan untuk semua warga kota. Sebab, penataan ruang disusun untuk mengakomodasi berbagai kepentingan agar pengembangan kota ke depan bisa berkelanjutan , aman, nyaman, dan berkeadilan , dan terjadi harmoni antarwarga kota dan antara penghuni kawasan dengan lingkungannya . Bila kepentingan-kepentingan warga di atas telah terpenuhi dengan baik, itulah kota yang harmonis (Harmoni our cities).

Kelestarian habitat ini harus beriringan dengan kehidupan sosial yang harmonis antarwarga kota , dinamika ekonomi , politik, hingga keamanan . Bahkan, perencanaan tata ruang kota juga diperuntukkan bagi pemenuhan hasrat berkesenian para pemangku kepentingan kota .

Penataan ruang berdedikasi untuk menyediakan wahana bagi penduduk dalam suatu konsep pemanfaatan ruang yang harmonis dalam berbaga i'aspek . Sebuah kota yang harmonis adalah habitat yang bukan hanya indah secara fisik , namun juga termasuk mengakomodasi perkembangan kawasan dari waktu ke waktu-itulah makna berkelanjutan. Karena, sekali salah dalam merencanakan , dampaknya akan beruntun dan kompleks . ltulah latar belakang penggusuran, itulah penyebab banjir, pencemaran, dan seterusnya . Upaya memperbaiki kawasan yang terlanjur berkembang tanpa kendali bisa memerlukan ongkos sosial politik yang tidak murah-seperti antara lain tergambar dalam kegiatan penggusuran.

Dihadapkan pada banyak ketelanjuran penataan ruang , tiap Pemda harus selalu merevisi RTRW-nya paling lama dalam tempo lima tahun . Harus ada politik ruang oleh masing-masing daerah untuk mengantisip asi praktik pemanfaatan ruang yang melanggar rencana.

Mengedepankan Konsep Agropolitan

Di antara kelengahan para pemangku kepentingan di negeri ini dalam perencanaan tata ruang kota adalah membiarkan ketakseimbangan pembangunan yang terjadi di kota dan desa. Selain menimbulkan urbanisasi, kesenjangan desa-kota juga mempengaruhi sebaran pemanfaatan alam yang tidak seimbang .

Menurut ahli perencanaan kota, Kawik Sugiana, kawasan perdesaan dan perkotaan adalah fenomena yang bertautan . Dikotomis antara kota dan desa, menurut Sugiana, hanya akan menyulitkan pengembangan di kedua kawasan itu. "Kawasan perdesaan akan sukar mengembangkan kegiatan ekonominya tanpa mempertimbangkan kota sebagai pusat pengolahan produksi dan pemasaran," kata Sugiana.

Sebaliknya, pembangunan di perkotaan tidak dapat difakukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan alam di perdesaan untuk kepentingan jangka pendek . "Dalam hal ini, pembangunan di perkotaan tidak berkelanjutan, " tambah Sugiana.

la mengusulkan penguatan hubungan desa-kota dengan menciptakan linkage yang saling menguntungkan dan sinergis. Namun, menurut dia, keterkaitan desa-kota cenderung bersifat spesifik-tidak terjadi pada semua aspek. "Karena itu, pertimbangan keterkaitan yang dipilih untuk dikembangkan diharapkan sejalan dengan keunggulan komparatif dan kompetitif perdesaan dan wilayah tersebut," jelas pakar perencana kota dan daerah dari UGM itu.

Pengembangan kawasan perdesaan seperti ini sering disebut sebagai agropolitan . Di dalam pengembangan desa itu dimasukkan unsur-unsur urbanitas yang dianggap penting, terutama demi kenyamanan barang dan jasa publik .

Konsep agropolitan ini telah masuk dalam pembahasan UndangUndang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Di sana, agropolitan didefinisikan sebagai kawasan yang terdiri dari satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengolahan sumberdaya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hirarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agribisnis .

Bila di desa orang bisa memenuhi semua kebutuhannya , mengapa harus pergi ke kota? Apa lagi, dalam konsep agropolitan itu, hubungan desa-kota kian pendek karena prasarana seperti jalan dan alat komunikasi tersedia dengan baik . Pengembangan agropolitan sedikit banyak akan memangkas masalah akut kota-kota di Indonesia .

Elite Daerah: Ujung Tombak Perencanaan Kota

Jalan untuk mencapai kota yang harmonis masih panjang , memang . Selain banyak pekerjaan yang bersifat administratif dan riset, seperti penyusunan RTRW, pembuatan rencana detail penataan ruang, zonasi, setiap kota memiliki pekerjaan yang tidak ringan berkaitan dengan kesemrawutan kawasan . lni semua tidak mudah untuk dimulai, apalagi untuk satu Perda dibutuhkan dukungan legislatif atau DPRD.

Pada saat ini baru sepertiga Pemda yang telah melengkapi atau merevisi RTRW dalam sebuah Peratura n Daerah . Padahal, deadline yang diberikan Undang-Undang Penataan Ruang sampai pada 20 I 0. "Harus diakui, semestinya pada saat ini sudah separuh Pemda telah merampungkan revisi RTRW-nya. Nah, data itu bisa menunjukkan bagai - mana kesiapan mer eka," ungkap Dirjen Penataan Ruang Imam S. Ernawi.

lni memang sebuah keterlambatan. Karena itu, Ditj en Penataan Ruang Departemen PU yang bertindak sebagai pengawas pelaksanaan penataan ruang tersebut akan terus mendorong Pemda untuk segera menyelesaikan tugas yang tertunda itu . Imam juga meminta agar para elit di daerah, khususnya DPRD, ikut mendukung usaha ini agar Pemda bisa menganggarkan kegiatan revisi RTRW dalam APBD.

Meski demikian , cukup banyak dinamika menarik dari sejumlah elit daerah dalam mengapresiasi pene - rapan penataan ruang ini. Misalnya dalam hal usaha penambahan luasan taman kota . Walikota Yogyakarta , Herry Zudianto , adalah salah satunya. fa pernah dijufuki Wagiman, yakni wafikota gila taman. la memang paham benar bagaimana menghadapi tingkat polusi yang kian tinggi serta keharusan 30% luasan RTH yang harus  tersedia di kota pelajar itu. Karena itu, sejak dua tahun lalu ia bangun taman di mana-mana. Tentang julukan Wagiman , ia berseloroh. "Biarin."

Fenomena langka juga bisa ditemui di Surabaya. Mungkin kasus pembongkaran sebuah SPBU yang telah lama berdiri di jalur hijau kota hanya baru sekali terjadi di kota pahlawan ini, yakni di JI. Sulawesi. Area ini dikembalikan fungsinya sebagai jalur hijau "Saya hanya ingin konsisten dalam menerapkan aturan tentang peruntukan lahan ," kata Walikota Surabaya Bambang DH (baca: Kota yang Harmonis Berawal dari lnfrastruktur yang Tertata) .

Justru karena komitmen penguasa daerah ini, PT. Telkom merenovasi sebuah taman, bernama Taman Boengkoel dengan biaya hampir mencapai Rp I ,2 miliar . Juga , PT. Pertamina , yang membiayai penataan taman eks-SPBU dengan biaya mencapai Rp I miliar. Tak hanya itu, Bambang DH terus menggedor para pemanfaat terbesar dari masyarakat dan Kota Surabaya, yakni pengusaha, untuk memberikan kontribusinya dalam usaha menghijaukan Surabaya . Boleh dibilang , Surabaya merupakan salah satu kota yang sangat peduli dengan berbagai rencana induk pengembangan wilayah . Selain RTRW, kota inijuga dilengkapi dengan Master Plan Pengembangan Drainase Kota, yang disusun oleh para ahli dari negeri Belanda .

Sementara itu, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) mungkin kebalikan dari Surabaya dalam hal kelengkapan peraturan atau payung politik penataan ruang , namun tidak dalam hal komitmennya. Di sana, setiap warga diwajibkan menanam pohon sebanyak I0 batang. Tiap warga, karena itu, mendapat sebuah sertifikat yang merupakan persyaratan untuk mendapatkan jaminan kesehatan dan pendidikan gratis. Bupati Sumbawa Barat Zulkifli Muhadli , menyatakan bahwa penataan ruang kotanya didesain sedemikian rupa untuk mempertimbangkan kelestarian alam."Di pusat perkantoran pemerintah daerah, sebagai contoh , saat ini sudah dikelilingi sabuk hijau," tutur Muhadli.

Apa yang telah dilakukan KSB memang baik, bahkan layak ditiru . Namun , melengkapi segala peraturan yang berkaitan dengan penataan ruang adalah juga sangat penting. Sebab itulah , payung hukum yang mencerminkan komitmen bersama dalam perencanaan kota atau politik ruang sangat diperlukan .

Dalam hal ini, Diden Penataan Ruang Imam S. Ernawi mengingatkan kepada para pejabat di daerah untuk tidak melanggar ketentuan undangunda ng dengan tidak menyusun RTRW. Pelanggaran undang-undang bisa dikenakan sanksi pidana. "Jangan bermain-main dengan Undang -Undang Penataan Ruang ini," tegas Diden Penataan Ruang mengingatkan.

 

 

 

 

 

Sumber: Majalah Kiprah, Volume 30/ Tahun VII/ Oktober-Nopember 2008

Rabu, 05 Februari 2025

Kota Selain Direncanakan, Harus Pula Dirancang

 

Peringatan Hari Tata Ruang 2010 mengangkat tema Smart Green City Planning atau Perencanaan Cerdas Mewujudkan Kota Hijau, yakni mengedepankan kepentingan perencanaan kota hijau secara cerdas melalui pertimbangan ekonomi lingkungan , sosial budaya dan tata kelola secara berkelanjutan . Penyelenggaraan Hari Tata Ruang ini juga bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan apresiasi publik serta para pemangku kepen - tingan terhadap penataan ruang . Bagaimanakah tanggapan dari Direktur Jenderal Penataan Ruang Kementerian PU, Imam S. Ernawi, mengenai hal tersebut ? Berikut intisari wawancara KIPRAH dengan beliau .

Peringatan Hari Tata Ruang tahun ini mengangkat tema Smart Green City Planning. Apa yang melatarbelakangi diangkatnya tema tersebut?

Perkembangan kota yang tidak terkelola dengan baik akan cenderung tidak terkendali dan mengakibatkan persoalan turunan seperti kemacetan lalu lintas, tumbuhnya kawasan-kawasan kumuh perkotaan dan lainnya. lni disebut sebagai urban paradox, yaitu kota yang diharapkan menciptakan kesejahteraan sebagai engine of growth justru melahirkan kantong -kantong kemiskinan baru . Kota itu selain direncanakan harus pula dirancang pemanfaatan dan pengendaliannya . Untuk itu, perlu draf Rencana Tata Ruang Wilayah atau RTRW dan Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) yang memuat rencana makro dan mikro arah perkembangan suatu kota. lsu-isu tersebut memperlihatkan bahwa kualitas penataan ruang, terutama pengendalian yang kita upayakan selama ini masih sangat terbatas. Untuk itulah , ke depan kita harus lebih memberikan perhatian terhadap aspek pemanfaatan dan pengendalian ruang untuk menjamin keberlanjutan kawasan perkotaan kita .

Apakah kebijakan dan perencanaan tata ruang kota-kota di Indonesia saat ini sudah mengarah ke green city?

Saat ini kebijakan dan arah perencanaan kota - kota di Indonesia telah mengarah pada green city concept. Hal ini dapat ditunjukkan dari aspek perencanaan. Rencana tata ruang kota-kota di Indonesia yang saat ini tengah didorong (percepatan) penyelesaian perdanya, telah merujuk pada UU Penataan Ruang serta pedoman terkait, seperti Permen No. 17 tahun 2009 tentang Pedoman RTRW Kota yang mensyaratkan beberapa hal pokok berkaitan dengan kebijakan dan strategi perwujudan kota hijau, seperti pertimbangan terhadap daya dukung lingkungan, perlindungan terhadap kawasan lindung, pengaturan pusat-pusat kegiatan yang berjenjang dan berhierarki serta pembagian peran dan fungsi pada kota-kota metropolitan, pengembangan jaringan sistem transportasi umum dan jalur khusus pejalan kaki, pengembangan RTH minimal 30% dari luas kota dan pengembangan jaringan infrastruktur seperti jaringan air minum, serta pengolahan sampah dan air limbah.

Namun demikian, perwujudan kota-kota ke arah kota hijau tidak hanya pada aspek perencanaan saja namun juga pada aspek pemanfaatan dan pengendalian tata ruang sebagai suatu siklus yang berkepanjangan. Perencanaan tata ruang dengan konsep yang baik namun juga dalam pelaksanaan/ pemanfaatan dan pengendaliannya tidak berjalan sesuai rencana tidak akan dapat tercapai juga kota hijau yang menjadi harapan kita bersama.

Apa saja yang menjadi indikator dari perencanaan tata ruang untuk mewujud - kan kota hijau?

Menurut hemat saya, terdapat beberapa indikator dari perencanaan tata ruang untuk mewujudkan kota hijau. Diantaranya, aspek ekonomi yang berarti kemampuan untuk memanfaatkan sumber daya lokal atau regional secara produktif bagi kesejahteraan masyarakat untuk jangka panjang tanpa merusak sumber daya alam. Ada juga aspek lingkungan terkait pada dampak dari proses produksi dan konsumsi kota dan terkait pada daya dukung lingkungan, termasuk di dalamnya konsep zero waste, konsep zero run off, infrastruktur hijau, transportasi hijau, RTH seluas 30% dari luas kota, green building, dan partisipasi masyarakat.

Lalu ada aspek sosial budaya. Dimensi ini berupa intervensi yang memungkinkan kesetaraan akses dan hak-hak atas sumber-sumber alam dan modal terutama bagi kaum miskin dan terpinggirkan. Terakhir adalah aspek tata kelola terkait dengan kualitas sistem tata pemerintahan yang mengatur hubungan dan tindakan-tindakan pelbagai pelaku-pelaku dari aspek di atas dalam rangka mewujudkan kota hijau yang berkelanjutan.

Sejauh mana target serta pencapaian perencanaan kota hijau yang diterapkan di Indonesia, terutama RTH dan infrastruktur hijau?

Pencapaian RTH di kota-kota di Indonesia beragam, seperti kota-kota di pulau Jawa yang sangat padat dimana ketersediaan lahan terbatas, maka proses pencapaian luas RTH 30% dilakukan secara bertahap, baik dengan penyediaan lahan maupun dengan penerapan teknologi tinggi. Sementara itu, kota - kota di luar Jawa, dimana masih banyak lahan hijaunya, maka lahan hijau tersebut harus dipertahankan dan ditingkatkan kualitasnya . Saat ini 419 kota dan kabupaten sedang melakukan konsultasi perubahan draf RTRW 2010-2030 ke tingkat pusat yang diharapkan selesai tahun 2011. Langkah ini perlu diikuti dengan penyesuaian langkah dan waktu yang diperlukan untuk mencapainya.

Beberapa contoh studi kasus dalam penyediaan RTH seperti di DKI Jakarta dan Kata Bandung adalah pengembalian fungsi RTH yang ditandai dengan dibongkarnya SPBU di semua jalur hijau kota, di Surakarta dengan mengembalikan fungsi sempadan yang digunakan oleh PKL dan permukiman kumuh, dan lain sebagainya.

Apa saja kendala dalam mewujudkan kota hijau di Indonesia?

Kendalanya dapat dicermati dalam beberapa aspek. Pertama, turbinlakwas (pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan). Peraturan perlu dilengkapi dengan peraturan turunan yang sifatnya lebih detail, pembinaan terkait belum optimalnya kapasitas kelembagaan, pelaksanaan Rencana Tata Ruang belum sepenuhnya digunakan sebagai acuan pembangunan dan Pengawasan dari aparat pun kurang optimal. Kedua aspek ekonomi, terutama masalah tingginya pendanaan dan terbatasnya lahan perkotaan. Kemudian, aspek sosial dimana ada perilaku sebagian masyarakat yang kontraproduktif dan destruktif, serta kurangnya pemahaman masyarakat. Kemudian aspek lingkungan, terkait peningkatan jumlah penduduk dan pembangunan yang cenderung berorientasi ekonomi. Lalu, aspek tata kelola yang mana masih rendahnya kerja sama dan koordinasi antarsektor. Terakhir, aspek spasial, terkait perkembangan kawasan kota yang cenderung ekspansif dan menunjukkan gejala urban sprawl yang tak terkendali.

Bagaimanakah peran Petugas Penyidik Tata Ruang?

Peran penyidik tata ruang adalah melakukan pembinaan penegakan hukum melalui sosialisasi peraturan perundangan mengenai tata ruang, melakukan penyelidikan apabila terdapat dugaan penyalahgunaan fungsi ruang dan melaksanakan penyidikan tindak pidana penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam pasal 69 sampai dengan pasal 73 UU nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, apabila ditemukan pelanggaran rencana tata ruang, pemanfaatan tata ruang tidak sesuai dengan izin, pelanggaran perizinan pemanfaatan tata ruang, penutupan akses dan penerbitan izin tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

 

 

 

Sumber : Oleh Imam S. Ernawi: Dalam KIPRAH Volume 40/ September-Oktober Tahun 2010


Rabu, 15 Januari 2025

Kawasan Cagar Budaya Kotabaru : Modern Heritage in City Planning “Menjaga Identitas Sejarah dalam Perencanaan Kota”

Sejarah Kota Baru

Pada awal berdirinya Kraton Yogyakarta tahun 1755, tata ruang Yogyakarta masih berupa tata ruang dasar yang berkembang dengan munculnya permukiman bangsawan serta abdi dalem. Di tahun 1790, masa awal kedatangan Belanda di Yogyakarta, dibangun hunian residen Belanda di utara Alun-alun utara, Belanda juga membangun Benteng Vredeburg di sisi Timur hunian residennya. Peningkatan kedatangan penduduk eropa dipicu adanya kemunculan pabrik - pabrik gula di Yogyakarta, setidaknya ada 19 pabrik gula yang berkembang di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta kenaikan penduduk tersebut memaksa residen Cornelis Canna membuat permukiman yang sanggup menampung penduduk Eropa di Yogyakarta. Kotabaru merupakan salah satu kawasan yang direncanakan untuk hunian masyarakat kolonial dengan nuansa yang hampir mirip dengan kota di Belanda (Irianadewi, 2002). Kotabaru (Nieuwe Wijk), semula adalah lahan kosong milik Sultan yang disewa oleh pemerintah kolonial Belanda. Pemilihan lahan tersebut menjadi Kotabaru dinilai sangat strategis karena berada di sebelah timur Sungai Code yang tidak jauh dari kawasan Malioboro sebagai pusat ekonomi; sebelah selatannya terdapat stasiun kereta api lempuyangan sering digunakan untuk transportasi darat menuju Semarang dan Solo; sementara sebelah Timur berbatasan dengan Klitren (Hudiyanto, 1997).



Pada Tahun 1942, Yogyakarta kedatangan bala tentara militer Jepang ke Indonesia dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan minyak yang akan digunakan sebagai bahan bakar untuk perang melawan Cina. Bala tentara militer Jepang dalam tahap ekspansinya melakukan propaganda terlebih dahulu, toko - toko di daerah Ketandan, Malioboro, dan Kranggan dibuka dengan harga yang sangat murah dan memiliki pelayanan yang ramah. Berbeda dengan toko yang dibuka oleh orang Belanda, yang dipatok dengan harga mahal dan pelayanan kurang baik.

Propaganda ini digunakan untuk menarik masyarakat Yogyakarta dan mencari simpati. Pada tanggal 1 Maret 1942 pasukan tentara XVI Angkatan Darat Jepang mendarat di tiga tempat di Pulau Jawa yaitu di Banten, Eretan Wetan, dan Karagan (Mudaryanti, 1979). Dengan cepat, Jepang berhasil mengusai kota - kota di pulau Jawa termasuk Yogyakarta melalui Surakarta dengan tidak mendapatkan perlawanan dari Belanda (Lienau, 1979). Penyerahan tak bersyarat mulai dilakukan Panglima Angkatan Perang Hindia Belanda Letnan Jenderal H. Ter Poorten kepada Letjen Hitoshi Imamura di Kalijati, Subang, Jawa Barat. Sedangkan di Yogyakarta penyerahan dilakukan pada tanggal 8 Maret 1942 di ruang tamu kediaman Gubernur L. Adam yang pada saat itu menjabat sebagai Gubernur Hindia Belanda di Yogyakarta.

Ketika penduduk Hindia Belanda meninggalkan rumahnya di Kotabaru serta kedatangan Jepang ke Indonesia, perumahan Kotabaru diambil alih oleh pemerintahan Yogyakarta dan disewakan kepada penduduk pribumi yang bersedia (Fakih, 2008). Tak berselang lama memerintah di Yogyakarta, Jepang menimbulkan kekacauan dengan menyuruh penduduk kampung untuk mencuri isi rumah Belanda yang telah ditinggalkan. Bangunan yang ditinggalkan oleh Belanda mengalami perubahan fungsi ketika Pemerintah Jepang memerintah, termasuk di kawasan Nieuwe Wijk. Saat Pemerintahan Jepang Kawasan Kotabaru digunakan untuk kepentingan perkantoran, perumahan, tangsi, serta gudang. Sementara untuk bangunan yang lebih luas seperti Gereja Santo Antonius digunakan sebagai markas militer tentara inti Jepang (Kidobutai) dan gudang senjata.

Setelah bom yang dijatuhkan Sekutu di Hiroshima dan Nagasaki, Jepang menyerah kepada sekutu dan berjanji akan menyerahkan kemerdekaan kepada Indonesia. Memasuki masa kemerdekaan Indonesia, Kotabaru sekali lagi mengalami perubahan fungsi. Kotabaru berubah menjadi permukiman elit pribumi yang mampu membayar sewa atas hak tanah Kraton (Sofyan, 2013).

Garden City sebagai Identitas Kawasan Kotabaru



Kawasan Kotabaru didirikan dengan konsep kota taman (garden city), dan didesain oleh arsitek berkebangsaan Belanda bernama Thomas Karsten yang mengadaptasi teori dari seorang planner berkebangsaan Inggris bernama Ebenezer Howard. Simonds (1994) menyatakan bahwa perencanaan new town yang menggunakan konsep garden city selalu memiliki :

a.     enam buah boulevard, yang menghubungkan pusat kota dengan luar kota, ditengah kota terdapat area terbuka seluas 5 ½ acres yang difungsikan sebagai taman dan dikelilingi oleh fasilitas sosial, perkantoran pemerintah, rumah sakit, gedung konser, museum, dan perpustakaan;

b.     grand avenue, yaitu area hijau dengan lebar 420 kaki dan di daerah ini terdapat sekolah dan area rekreasi, serta area terbuka yang ditanami pohon – pohon besar;

c.     grand avenue dan greenbelt, terdapat area permukuman, industri, dan pertokoan pada masing – masing zona yang dibagi oleh avenue; serta

d.     sisi luar dikelilingi oleh green belt yang merupakan area pertanian yang permanen dan berfungsi sebagai penyaring polusi dari daerah perkotaan, luas area tersebut yaitu 5000 acres.

Modern Heritage di Kotabaru

Menurut identifikasi dan dokumentasi warisan modern UNESCO (2003), konsep modern heritage yaitu perencanaan kota, arsitektur, dan desain lanskap dari abad ke-19 dan ke-20. Tipologi heritage yaitu pembangunan baru komplek industri, moda baru dalam transportasi dan komunikasi, tipe baru perencanaan kota dan standarisasi perumahan, teknologi dan material bangunan baru, serta konsep baru lanskap budaya (Van Oers, 2003). Menurut Ikaputra seorang akademisi Universitas Gadjah Mada, “driving force dari konsep modern heritage adalah adanya inovasi teknologi, adanya inovasi mesin, adanya revolusi industri, warisan klasik dan isu sosial, serta socialpolitical issues, dan lain – lain”. Keunikan Kawasan Kotabaru tidak dapat ditemukan di wilayah lain di Daerah Istimewa Yogyakarta, mulai dari suasana, visual, karateristik, hingga fasilitas yang dimiliki kawasan cukup lengkap dengan konsep garden city-nya.



Konsep Garden City sebagai Modern Heritage diawali oleh Howard pada tahun 1890-an dan diperbaharui pada tahun 1902, didasari oleh keinginannya untuk menciptakan kota yang :

a. compact, yaitu membuat suatu permukiman yang padat dengan fasilitas yang sudah tersedia;

b. human scale community, yaitu membangun rumah dimana orang mampu dan bisa mengembangkan ide sesuai dengan keinginannya, serta mempunyai ruang terbuka hijau untuk masyarakat;

c. town-country blended ideas, yang bermula dari keinginan Howard untuk menciptakan kota dengan fasilitas yang memadai dengan suasana kota yang tetap asri. Konsep tersebut masih dijadikan acuan hingga saat ini dalam perencaan sebuah kota.

Modern Heritage pada kawasan Kotabaru memiliki keunikan yaitu pada bangunan-bangunan nya dengan konsep arsitektural indische. Arsitektur indische adalah akulturasi antara budaya atau arsitektur gaya eropa yang dominan dengan budaya negara Belanda dan bercampur dengan budaya Jawa. Menurut (Fakih, 2015) Konsep kawasan dan bangunan yang ada di kawasan Kotabaru ini memiliki ciri yaitu:

a.     bangunan dengan arsitektural gaya kolonial indische Belanda dengan skala yang lebih besar, proporsi kepala-badan-kaki bangunan, permukaan, dan pakem-pakem desainnya;

b.     proporsi untuk ruang terbuka hujau dan taman yang lebih besar; bangunan rumah yang lebih mundur dari sempadan jalan;

c.     terdapat vegetasi yang merata di kawasan ini dengan karakter vegetasi pohon perindang besar sehingga membuat kesan teduh;

d.     mempunyai ciri khas pada atap atap bangunan, yaitu kombinasi atap induk asimetris dan atap kecil, bentuk pelana atau limasan;

e.     ukuran jendela besar serta berlapis dan pintu yang besar;

f.      dominan cat berwarna terang (putih dan abuabu);

g.     konfigurasi jalan yang lebar;

h.     jalan raya (boulevard) yang menjadi poros jaringan jalan untuk menuju ruang terbuka (lapangan).

Kotabaru terkenal sebagai kawasan elite pada jamannya karena desain dan kelengkapan fasilitas pada masa itu. Bangunan atau rumah-rumah peninggalan Belanda itu sampai sekarang masih ada, meski sudah ada yang berubah menjadi kantor, sekolah, perdagangan jasa, maupun rumah tinggal. Beberapa ciri yang nampak adalah semua jalan yang terhubung satu sama lain, ada tempat publik seperti taman, lapangan dengan pepohonan besar yang rindang dan lain-lain. Jalan-jalan yang lebar dengan pohon-pohon besar yang sampai sekarang masih tumbuh dan terawat.

Salah satu ciri yang sampai sekarang masih terlihat adalah jalan yang menghubungkan pusat kota saat itu atau kawasan Malioboro yang dulu menjadi pusat pemerintahan Hindia Belanda dengan kawasan Kotabaru. Jalan itu dulunya bernama Kerk Weg (Jalan Gereja) atau jalan menuju Gereja Santo Antonius. Fasad bangunan yang ada di Kotabaru identik dengan warna dominan putih dan massa bangunan yang tidak simetris, pintu dan jendela yang berukuran besar serta dinding yang tebal. Keunikan lain dari Kotabaru adalah vegetasi yang ada di kawasan ini yang berupa pohon-pohon besar perindang, pohon yang harum baunya dan pohon buah-buahan. Pohon-pohon tersebut ditanam di halaman rumah, rumah sakit, sekolah, gereja maupun di sepanjang jalan serta boulevard.

Bangunan di Kotabaru sebagai kota compact bergaya Indische pada saat itu masih bertahan hingga sekarang. Kala itu, dibangun sarana penting termasuk sarana olahraga yang dikenal dengan Kridosono, dan sekolah untuk orang eropa seperti Algemeene Middlebare School (AMS) yang sekarang menjadi SMAN 3 Yogyakarta, Christelijke MULO School yang sekarang menjadi SMA Bopkri I Yogyakarta, dan Normal School yang saat ini menjadi SMPN 5 Yogyakarta. Terdapat juga Rumah Sakit Petronella, yang saat ini dikenal sebagai Rumah Sakit Bethesda, selain itu dibangun juga rumah ibadah pertama yaitu Gereja Kristen Protestan HKBP (Gereformeerde Kerk Djogja) dan disusul dengan dibangunnya Gereja Katolik Nieuwe Wijk Katholieke Kerk yang dikenal sebagai Gereja Katholik Santo Antonius Kotabaru.



Dalam Kawasan Kotabaru terdapat beberapa bangunan yang ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya dan wajib mempertahankan fasad bangunannya sesuai dengan konsep kolonial (sumber: SK Gub DIY No 130). Bangunan tersebut terdiri dari beberapa rumah tinggal, Rumah Sakit Bethesda, Rumah Sakit dr. R. Soetarto, Museum Sandi, Bangunan Mess, Gedung Radio Republik Indonesia, Gereja, SMAN 3 Yogyakarta, SMPN 5 Yogyakarta, SMA BOPKRI 1 Yogyakarta, dan beberapa bangunan bergaya indische lainnya. Bangunan – bangunan tersebut menjadi penanda pada era rentang waktu yang ditandai dengan perkembangan teknologi dan sosial ekonomi yang cepat.

Saat ini kawasan Kotabaru dikenal sebagai salah satu kelurahan di pusat Kota Yogyakarta yang dipenuhi dengan bangunan – bangunan bernuansa indische yang masih terjaga. Keunikan Kawasan Kotabaru menempatkan Kotabaru sebagai salah satu Satuan Ruang Strategis (SRS) sesuai dengan Peraturan Daerah Istimewa DIY Nomor 2 Tahun 2017 tentang Tata Ruang Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten.

Dalam Peraturan tersebut, Kotabaru masuk sebagai salah satu Satuan Ruang Strategis Tanah Kasultanan pada Tanah Bukan Keprabon (tanah bukan keprabon adalah Tanah Kasultanan atau Tanah Kadipaten yang asal – usulnya dari Kasultanan dan Kadipaten dengan hak Anggaduh, tanah yang telah digunakan oleh masyarakat atau institusi yang telah atau belum memiliki serat kekancingan, dan tanah yang belum digunakan).

Dalam pemanfaatannya, Kawasan Satuan Ruang Strategis (SRS) Kotabaru diperbolehkan sebagai ruang terbuka hijau; permukiman; bangunan pendukung fungsi kawasan budaya dan ilmu pengetahuan; perdagangan dan jasa; serta sarana pelayanan umum. Adapun ketentuan khusus arsitektur pada Satuan Ruang Strategis Kotabaru yaitu bangunan baru menggunakan gaya arsitektur indische dan kolonial.

Wilayah Satuan Ruang Strategis (SRS) Kotabaru terletak di antara 7° 46' 33,9'' LS - 7° 47' 33'' LS dan 110° 22' 4,9'' BT - 110° 22' 58,9'' BT, dengan batas wilayah : sebelah utara berbatasan dengan sebagian Kelurahan Terban (Kemantren Gondokusuman) dan Kalurahan Caturtunggal (Kapanewon Depok); sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Bausasran, Kelurahan Tegalpanggung, Kelurahan Suryatmajan (Kemantren Danurejan), Kelurahan Baciro (Kemantren Gondokusuman); sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Demangan dan Kelurahan Klitren (Kemantren Gondokusuman); sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Gowongan dan Kelurahan Cokrodiningratan (Kemantren Jetis).

Luasan SRS Satuan Ruang Strategis Kotabaru sebesar 185,159 Ha yang terdiri dari kawasan inti seluas 85,206 Ha dan kawasan penyangga sebesar 99,953 Ha. Secara administratif SRS Satuan Ruang Strategis Kotabaru berada di Kemantren Gondomanan, Kemantren Danurejan, Kemantren Gondokusuman, dan Kapanewon Depok.

Kotabaru dalam Konstelasi Kebijakan Daerah

Fasilitasi yang dilakukan oleh beberapa pihak untuk mengembalikan Kotabaru menjadi kawasan yang dikenal dengan konsep garden city dengan arsiektur kolonial-nya selalu diupayakan. Mulai dari penyusunan Strategi Pengembangan Wilayah SRS Kotabaru, rencana induk SRS Kotabaru, hingga penyusunan RTBL Kawasan Kotabaru.

Gubernur DIY telah menetapkan Peraturan Gubernur DIY Nomor 9 Tahun 2023 tentang Strategi Pengembangan Wilayah SRS Kasultanan dan SRS Kadipaten Tahun 2023 – 2043. Dalam Pergub tersebut mengamanahkan kebijakan SRS Kotabaru yaitu :

a.     penguatan karakter kota taman;

b.     pengembangan fungsi pelayanan umum, pelayanan sosial, perdagangan dan jasa; serta

c.     pengembangan perkotaan fungsional yang nyaman berbasis pada nilai budaya, filosofi, dan sejarah.

Selain itu, Pemerintah Kota Yogyakarta telah menetapkan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 47 Tahun 2024 tentang Rencana Tata Bangun dan Lingkungan Kawasan Kotabaru, visi pembangunan Kawasan Kotabaru yaitu mewujudkan Kawasan Kotabaru sebagai Kawasan Cagar Budaya (KCB) dengan citra Kawasan sebagai Garden City, dan citra bangunan indische/ kolonial serta menyiratkan nilai sejarah perjuangan yang berjati diri, nyaman, produktif, dan berkelanjutan.

Dalam melestarikan kawasan, pemilihan desain, ornamen, material, dan warna untuk bangunan, signage, dan street furniture lainnya harus selaras dengan karakter kawasan. Adapun strategi pembangunan yang telah ditetapkan kedepan meliputi:

a.     melaksanakan konsep kualitas visual Kawasan Kotabaru;

b.     . mempertahankan struktur Kawasan berbentuk radial konsentris dengan jari – jari boulevard;

c.     mempertahankan intensitas bangunan Kawasan Kotabaru;

d.     mempertahankan vegetasi dan hijauan yang optimal dalam persil;

e.     melaksanakan revitalisasi dan pemeliharaan prasaranan dan sarana pedestrian Kawasan Kotabaru;

f.      merevitalisasi Stadion Kridosono sebagai inti Kawasan;

g.     merevitalisasi RTH Sempadan Sungai; dan

h.     penataan jalur pergerakan kendaraan untuk meningkatkan kenyamanan jalur pejalan kaki di Kawasan Kotabaru.

Partisipasi seluruh pihak dalam melindungi kawasan dilakukan mulai dari hulu ke hilir, ditingkat Provinsi selain pengawasan khusus terhadap kawasan Kotabaru yang ditinjau langsung oleh Dewan Warisan Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta, Dinas Pertanahan dan Tata Ruang DIY turut andil dalam melestarikan kawasan melalui perlombaan design visual signage (desain penanda kawasan) pada Kawasan SRS Kotabaru yang diadakan pada bulan Agustus 2024 hingga Oktober 2024, kegiatan ini diusung dalam rangka melibatkan masyarakat untuk menata kawasan sekaligus mengenalkan SRS Kotabaru kepada masyarakat yang lebih luas. Penanda kawasan tersebut nantinya berfungsi sebagai identitas kawasan dan memperkuat nilai kawasan, “The Chronostasis of Nieuwe Wijk” sebuah konsep yang membawa kembali identitas kawasan (Garden City) dalam bentuk spirit tanpa harus mengubah bentuk fasad tatanan kota, membawa masyarakat abad ke-21 untuk menikmati suasana kota pada jaman kolonial.

Pindah ke bagian hilir sektor tumpuan yang berhadapan langsung dengan masyarakat, Pemerintah Kelurahan Kotabaru juga turut berperan dalam menjaga dan melestarikan kawasan melalui pengawasan secara langsung, “kami pihak kelurahan akan langsung melaporkan kerusakan terhadap bangunan maupun kawasan, kami juga kerap melakukan edukasi kepada masyarakat dalam rapat rutin warga untuk menjaga dan memelihara bangunan dan Kawasan Kotabaru”.

 

 

Sumber : Penulis Hanny Ulqia Queene Azki, S.T. dan Astri Wulandari Rochmah, S.T. dalam BULETIN Penataan Ruang Edisi III (September - Desember 2024)

Senin, 01 April 2024

Bagaimana memilih pola ruang yang dapat melayani kota dengan paling baik

Pertumbuhan penduduk perkotaan dalam empat dekade yang akan datang, terutama di negara-negara berkembang, akan menjadi sangat besar. Jika seorang pemimpin daerah memilih untuk tidak mengambil keputusan mengenai perkembangan perkotaan, mereka akan kehilangan kesempatan untuk tumbuh secara berkelanjutan. Tanggapan proaktif dari para pemimpin daerah akan berdampak positif pada kenyamanan dan daya saing kota dalam jangka panjang. Para pengambil keputusan yang menyiapkan rencana pertumbuhan terlebih dulu dan dengan skala yang memadai untuk menciptakan struktur ruang yang kompak serta selaras dengan karakteristik kota, akan menciptakan keuntungan sesungguhnya bagi masyarakat luas dan meminimalkan eksternalitas negatif. Dukungan bagi penggunaan lahan yang arif melalui kebijakan kepadatan akan membuat tujuan pengembangan kota bertahan lama.

Mengambil keuntungan terhadap pola penggunaan campuran dan kompak

Tugas-tugas penting dalam menghubungkan visi dan struktur spasial:

1 . Memimpin dan memfasilitasi proses perumusan visi yang strategis;

2. Melibatkan semua pemangku kepentingan;

3. Memberikan data tentang aset ruang (lingkungan, topografi, infrastruktur, dll) untuk menemukenali visi;

4. Mendokumentasikan visi strategis yang dipilih;

5. Menyetujui tujuan-tujuan strategis yang ingin dicapai setiap tahun;

6. Mengembangkan kerangka pembangunan perkotaan dan anggaran untuk mewujudkan visi;

7. Mengalokasikan sumber daya melalui anggaran tahunan pemerintah daerah;

8. Mencari komitmen para pemangku kepentingan untuk mengembangkan rencana mereka sendiri dalam rangka perwujudan visi kota;

9. Menetapkan indikator kinerja mana yang perlu diukur; dan

10. Melaporkan kembali ke Masyarakat

Membentuk sebuah visi kolektif

Visi strategik tentang bentuk kota masa depan. Banyak permasalahan yang menimpa kota berasal dari tidak adanya perencanaan strategik yang komprehensif sebelum membuat keputusan tentang tata ruang. Perencanaan spasial akan diperkuat jika dikaitkan dengan visi masa depan yang holistik dan terlegitimasi secara kolektif. Visi yang baik memiliki dimensi keruangan yang mencerminkan kekhasan kebudayaan dan lingkungan fisik kota; memberikan arah untuk kegiatan semua para pemangku kepentingan, mendorong mereka untuk bekerja secara terpadu dan memastikan semua orang bekerja menuju tujuan yang sama.

Membuat keputusan berbasis informasi tentang struktur spasial yang dipilih

lntensifikasi, Ekstensi, Multiplikasi: tiga opsi kebijakan untuk mengakomodasi pertumbuhan. Untuk mengakomodasi pertumbuhan penduduk perkotaan, kota-kota dapat meningkatkan daya dukung mereka saat ini dengan memperluas batas-batas mereka, menciptakan sistem tata ruang dengan banyak pusat kota baru, atau dapat menggunakan kombinasi semua pendekatan ini. Setiap pilihan adalah berbeda untuk masing-masing konteks dan akan ditentukan oleh proyeksi pertumbuhan penduduk, ketersediaan lahan, karakteristik topografi, aspek budaya, dan kemampuan kota untuk melaksanakan, termasuk investasi dan kapasitas penegakan hukum.

Mengintensifkan kepadatan kawasan terbangun, melalui pengembangan yang mengisi ruang kosong (infill development) dan penetapan batas pertumbuhan, dimana pertumbuhan kota tersebut perlu dipindahkan keluar dengan selang waktu yang teratur untuk mencegah kekurangan lahan. Mengintensifkan kepadatan mencakup regenerasi properti kota dan menggantikan bangunan yang ada dengan yang baru yang menampung lebih banyak orang. Konsolidasi kawasan terbangun membutuhkan peraturan untuk melestarikan 'zona tanpa pembangunan' dan untuk mengendalikan kecenderungan penurunan kepadatan (dari orang dan bangunan)S. Pendekatan ini mungkin cukup memadai untuk kota dengan kemampuan penegakan yang kuat dan di mana pertumbuhan penduduk relatif stabil. Contohnya adalah Batasan Pertumbuhan Perkotaan Portland di Amerika Serikat.



Memperluas kota ke kawasan pinggiran terbangun. Kota-kota yang tumbuh lebih dari 1-2 persen per tahun perlu memastikan adanya lahan yang cukup untuk menampung orang-orang dan untuk luasan setidaknya dua kali dari ukuran lahan yang ada. Perluasan kota hendaknya dalam batas kemampuan, yang berkaitan dengan keterpaduan sistem infrastruktur dan transportasinya. Area yang diperluas hendaknya menyediakan layanan perkotaan yangmampumelayani warga yang tinggal di daerah yang diganti peruntukannya dan yang tinggal di area perluasan itu sendiri. Perencanaan perluasan membutuhkan visi dan komitmen. Rencana Komisioner New York Manhattan tahun 1811 di Amerika Serikat adalah salah satu rencana perluasan kota dengan visi yangjauh ke depan.



Melipatgandakan pusat-pusat kota dengan membangun kota satelit yang mungkin berhubungan dengan massa perkotaan yang ada sekarang. Meskipun secara fisik terpisah dan memiliki administrasi yang mandiri , secara ekonomi dan sosial, kota-kota satelit akan terkoordinasi oleh kota induknya untuk memanfaatkan sinergi dan skala ekonomi. Kotakota satelit berbeda dari pinggiran kota dimana mereka memiliki sumber pekerjaan dan jasa dari mereka sendiri, yang juga akan mencegah mereka menjadi kota dormitori semata. Pilihan ini cocok untuk kota-kota besar yang berkembang pesat. Rencana Komprehensif Shanghai 1999-2020 di Cina memiliki sembilan satelit kota yang menyerap pendatang yang bermigrasi dari daerah pedesaan.



Meningkatkan penggunaan lahan campuran

Penggunaan lahan tungga ldapat menginduksi fragmentasi sosial. Memisahkan penggunaan lahan yang tidak cocok, seperti industri polutif dan perumahan, adalah keputusan yang rasional. Pada awal abad kedua puluh, penataan kota modern telah mempromosikan penggunaan monofungsional yang memisahkan perumahan dari tempat kerja serta peruntukan komersial dan sosial. Zona pemukiman juga dirancang untuk kelompok yang berpendapatan homogen. Sisi negatif dari kebijakan ini adalah hilangnya akses kepada fasilitas perkotaan bagi kelompok berpenghasilan rendah dan latar belakang etnis yang berbeda, sehingga mengurangi kesempatan untuk adanya interaksi masyarakat dan kohesi sosial. Jenis rancangan ini dapat menimbulkan beban ekonomi karena menghalangi sinergi dan stimulasi yang saling menguntungkan antar kegiatan produktif. Penggunaan lahan tunggal dengan kepadatan penduduk yang rendah mendorong mobilitas individual dan mengurangi tingkat pemakaian angkutan umum, dan selanjutnya memperkuat terjadinya eksklusi bagi kelompok yang kurang beruntung.

Memperkenankan beberapa penggunaan lahan sekaligus di sebuah tempat bersama membawa banyak manfaat. Penggunaan lahan campuran (mixed use) bukanlah pendekatan baru. lni adalah alasan utama (raison d'etre) terjadinya aglomerasi perkotaan dan merupakan norma pengembangan kota sebelum penemuan mobil, sebelum berkembangnya praktik perencanaan modern. lstilah penggunaan campuran (mixed-use) umumnya menyiratkan pemakaian bersama tiga atau lebih penggunaan yang menghasilkan pendapatan secara signifikan. Menghilangkan batasan-batasan zonasi untuk mencampur penggunaan lahan yang cocok dapat menghasilkan manfaat sebagai berikut:

• Manfaat sosial, meningkatkan aksesibilitas ke pelayanan-pelayanan dan fasilitas perkotaan untuk segmen masyarakat yang lebih luas, dan memperluas pilihan perumahan untuk jenis rumah tangga yang beragam. Hal ini memperkuat rasa keamanan kawasan dengan menambah jumlah orang di jalan.

• Manfaat ekonomi, meningkatkan potensi transaksi bisnis dan perdagangan sebagai lokasi kegiatan bersama yang menarik lebih banyak pelanggan potensial selama jam sibuk dalam sehari. Hal ini tercermin dari peningkatan pendapatan dari pajak bisnis. Penggunaan komersial di dekat wilayah pemukiman memiliki nilai properti yang lebih tinggi. Hal ini membantu meningkatkan pendapatan pajak daerah.  

• Manfaat infrastruktur, mengurangi permintaan keseluruhan untuk perjalanan para penglaju, memperpendek waktu perjalanan rata-rata, dan sekaligus mengurangi penggunaan mobil. Sebagai tambahan untuk meminimalisasi kebutuhan infrastuktur jalan dan mengurangi alokasi lahan untuk parkir, penggunaan lahan campuran juga menyediakan dasar yang lebih kuat untuk pemakaian transportasi umum serta berjalan kaki dan bersepeda.

Untuk mendukung kota kompak, setidaknya 40 persen dari luas lantai harus dialokasikan untuk fungsi ekonomi

Zonasi fungsi tunggal harus dikurangi tidak lebih dari 10-15 persen dari /ahan keseluruhan

Rencana untuk pola ruang kota kompak

Pola ruang dapat didefinisikan sebagai kepadatan dan kebijakan penggunaan lahan. Kombinasi atribut-atribut ini dapat menjelaskan tiga pola spasial utama dan beberapa pola lainnya yang merupakan hasil kombinasi dari kedua pola tersebut. Pola terpencar umumnya adalah densitas rendah dengan penggunaan lahan tunggal; pola terfragmentasi disusun dari mozaik kawasan terbangun dengan fungsi tunggal yang diantaranya terdapat daerah tidak terpakai yang besar; pola kompak merupakan pola yang lebih padat dan penggunaan lahan campuran. Pilihan pola ruang menentukan jumlah ketersediaan lahan yang dibutuhkan suatu kota untuk mengakomodasi pertumbuhan, pola terpencar jauh lebih membutuhkan lahan yang luas daripada penggunaan lahan intensif dan kompak.

Pola memencar. Fungsi tunggal, pola kepadatan rendah biasanya diidentifikasi sebagai perluasan kota yang tak terkontrol (urban sprawl) . Sprawl dulunya merupakan pilihan lazim di negara-negara kaya lahan di masa setelah Perang Dunia Kedua. Pola ini cenderung mengkonsumsi lahan perkapita yang signifikan dan membangkitkan instalasi infrastruktur per kapita lebih besar dengan ongkos pemeliharaan yang lebih mahal. Biaya yang mahaldisebabkan karena pipa air dan saluran pembuangan dan jaringan listrik perlu diperpanjang untuk melayani jumlah orang yang sebenarnya relatif sedikit. Layanan seperti pengumpulan sampah, polisi dan pemadam kebakaran membutuhkan pengeluaran yang lebih besar. Transportasi umum mungkin tidak akan berhasil; pola yang terpencar tergantung pada transportasi individu, yang membutuhkan investasi publik dalam hal pembangunan jalan 30 persen lebih tinggi daripada pola kompak. 12 Kemacetan memiliki biaya produktivitas (productivity cost) yang berasal dari lebih lamanya waktu perjalanan penglaju. Konsumsi perluasan lahan yang ekstensif sering mengganggu habitat alam dan bahkan dapat merusak ekosistem yang sensitif. Kebijakan fungsi tunggal dapat berujung pada fragmentasi sosial yang terbukti terjadi di kawasan kumuh dan perumahan eksklusif (gated communities) yang terletak berdampingan.

  Pola terfragmentasi: pola terfragmentasi memiliki karakter daerah yang berkepadatan tinggi berfungsi tunggal dan membentuk mozaik-mozaik jenis peggunaan lahan yang sama, serta kawasan terbangun yang padat. Pola ini juga dicirikan dengan kompleks perumahan berbiaya rendah di pinggiran kota, dibangun terpisah dari pusat perbelanjaan dan komersial, pusat bisnis dan pemerintahan, kawasan industri atau tempat rekreasi. Perumahan eksklusif (gated communitY! menambah fragmentasi. Jalan raya yang besar adalah satu-satunya konektivitas yang layak antara kawasan tersebut dan menghasilkan biaya mobilitas tinggi. Di negara maju, ruang celah antar kawasan dapat dipertahankan sebagai taman dan kawasan hijau, tetapi di negara berkembang hal ini mendorong pembangunan pemukiman informal bagi warga yang tidak mampu menjangkau besarnya biaya perjalanan dari pinggiran ke pusat kota. Hasilnya adalah sebuah kota terpisah, yang membatasi kelompok dengan penghasilan yang berbeda untuk mengakses berbagai kawasannya.

  Pola kompak. Pola kompak adalah penggunaan lahan yang intensif, dengan kepadatan sedang-tinggi, kebijakan lahan campuran yang membentuk jejak berkesinambungan seperti halnya kawasan yang terkonsolidasi. Pola kompak dirancang untuk meningkatkan aksesibilitas, mendorong penggunaan infrastruktur dan pelayanan perkotaan yang lebih efisien dari segi biaya, mengurangi erosi sumber daya alam, biaya bisnis yang lebih rendah dan meningkatkan kesetaraan sosial. Manfaat-manfaat pola kompak termasuk:

- Aksesibilitas yang /ebih baik, mengurangi kebutuhan perjalanan dan jarak tempuh, dan dengan demikian mengurangi kemacetan dan polusi; mengoptimalkan biaya transportasi barang dan meningkatkan akses ke jasa-jasa perkotaan

- Biaya infrastruktur yang /ebih rendah dan penggunaan layanan perkotaan yang lebih efisien, yang berarti berkurangnya pengeluaran bagi pemerintah daerah, warga dan pengembang. Biaya instalasi dan pemeliharaan jalan, air listrik dan jalur pembuangan air kotor per unit yang lebih rendah, karena ada lebih banyak wajib pajak di kawasan untuk membayar utilitas tersebut. Hal ini juga mengurangi biaya pemeliharaan, terutama untuk transportasi dan pengumpulan sampah. 14 Pola kompak akan meningkatkan kelayakan pembangkit energi lokal dan distribusi teknologi, termasuk smart grid dan district heating.

- Mempertahankan sumber daya /ahan untuk pertanian, lahan hijau dan air dan kesediaan energi sebagaimana kurangnya lahan yang perlu dibangun. Pola kompak memungkinkan berkurangnya pengalokasian lahan yang didedikasikan untuk parkir konvensional.

- Biaya transaksi ekonomi yang lebih rendah , sebagaimana kedekatan mengurangi biaya 'berperan serta' dalam transaksi-transaksi ekonomi. Sebagai contoh, ketika pasar berada dekat dengan pelanggan, maka biaya transportasi berkurang.

- lntegrasi sosial/ mengarah kepada kesadaran kelompok budaya dan sosial yang berbeda dan dengan demikian memiliki fungsi keterpaduan sosial. Di berbagai bidang, anak-anak mendapatkan manfaat dari pendidikan multikultural, yang dapat berujung pada peningkatan kapasitas untuk belajar bahasa dan perspektif yang berbeda, yang semuanya merupakan ciri-ciri kunci untuk bekerja dalam dunia global.

Menjadikan kepadatan sebagai variabel kunci

Mengantisipasi kebutuhan lahan perkotaan

Memperkirakan kebutuhan lahan yang realistis untuk periode 30-tahun. Adalah mungkin untuk memperkirakan lahan yang diperlukan untuk mengakomodasi pertumbuhan, tergantung pada peningkatan populasi yang diharapkan dan kepadatan populasi yang ingin dicapai. Kebutuhan lahan termasuk daerah terbangun dan tak terbangun, ruang terbuka dan diperkirakan untuk periode 20 sampai 30 tahun ke depan. Misalnya, penduduk di Bamako, Mali, bertumbuh 4,45 persen per tahun , yang berarti bahwa saat ini 1 ,8 juta orang akan bertambah menjadi 6,3 juta pada tahun 2030. Pada kepadatan saat ini, daerah Bamako akan meningkat 3,5 kali dalam 30 tahun ke depan. Kawasan tak terbangun umumnya mencapai 50 sampai 40 persen dari kebutuhan kawasan terbangun.

Kebutuhan lahan tergantung pada kecenderungan kepadatan dan pilihanpilihan yang tersedia. Memperkirakan kebutuhan lahan dilakukan dengan menggunakan kepadatan rata-rata dikombinasikan dengan kecenderungan jumlah penduduk dan perumahan (hunian yang lebih besar dan keluarga yang lebih kecil adalah kecenderungan umum). Pada contoh yang disajikan (di halaman berikutnya), Kota Kisumu memiliki kepadatan penduduk 45 orang per hektar (mirip dengan Los Angeles, meskipun mengingat bahwa orang tinggal di tempat tinggal yang jauh lebih kecil, ini didapat dengan luas lantai yang lebih sedikit). Adalah mungkin untuk menghitung jumlah luas lantai hunian yang diperlukan dengan memperhitungkan laju pertumbuhan penduduk, ukuran rata-rata sebuah keluarga, dan ukuran rata-rata hunian yang diinginkan. Perhitungan luas lantai yang dibutuhkan untuk kegiatan lain (ekonomi dan jasa, yang dapat mewakili 40 persen dari total luas lantai) menghasilkan total luas lantai yang dibutuhkan.

Memperluas batas perkotaan adalah langkah kunci dalam mengelola pertumbuhan perkotaan masa depan. Mempersiapkan pertumbuhan juga berarti mengidentifikasi kawasan-kawasan untuk mengarahkan majunya pertumbuhan kota dan memastikannya menjauh dari kawasan yang rentan dan situs warisan alam. Perluasan kawasan harus dekat dengan kawasan yang telah maju dan infrastruktur yang ada. Menetapkan batas-batas wilayah perkotaan yang baru dan elemen-elemen utamanya (grid jalan dan lokasi infrastruktur dasar) akan membantu untuk mengarahkan berbagai pengembangan baru begitu pula dengan investasi. Penataan kawasan dengan mengidentifikasi jaringan utama juga penting untuk pengembangan yang efisien. Batasbatas kota harus cukup fleksibel untuk diperluas jika diperlukan dan kawasan tersebut cukup besar untuk menghindari kendala lahan.

Setelah kota mencapai populasi tertentu dan ukuran ruang, manfaat-manfaat aglomerasi dapat menurun. Hubungan antara pendapatan dan ukuran kota menjadi negatif setelah ambang populasi mencapai sekitar tujuh juta orang. 17 Hal ini karena ketidakekonomisan skala , seperti perluasan yang berlebihan dan kemacetan, lebih besar daripada keuntungan aglomerasi. Studi menunjukkan bahwa tingkat toleransi seseorang untuk bepergian adalah sekitar satu jam per hari. Toleransi "perjalanan waktu" ini dikalikan dengan kecepatan moda transportasi biasa digunakan dalam menentukan sebuah ukuran spasial yang efisien. 18 lni mungkin menjelaskan mengapa ukuran kota tetap selebar 'satu jam', dan mengapa kota dapat menjadi disfungsional jika melampaui ukuran tertentu. Kota dengan kepadatan tinggi akan dapat tumbuh dengan populasi yang tapi kota berkepadatan rendah akan mencapai ambang mereka lebih cepat.

Kepadatan adalah kekhasan kota. Faktor budaya dan gaya hidup memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pola kepadatan yang dapat diterima. Apa yang dianggap kepadatan tinggi dalam satu budaya mungkin rendah bagi orang lain. Kebijakan perencanaan tata ruang, seperti berapa banyak lahan yang dialokasikan untuk fungsi non-perumahan dan ruang terbuka, ukuran plot, jenis bangunan dan jumlah anggota rumah tangga, semua menentukan kepadatan. Data rinci - pada skala lingkungan - akan membantu menentukan parameter kepadatan yang dapat mengakomodasi pertumbuhan dan sesuai untuk budaya setempat dan efektifitas biaya.

 

 

 

 

 

 

Sumber: Penataan Kota Bagi Para Pemimpin Daerah Oleh UN HABITAT FOR A BETIER URBAN FUTURE  Penerbit Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ~ Badan Pengembangan lnfrastruktur W1layah Tahun 2016