Tampilkan postingan dengan label Perencanaan Kota. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Perencanaan Kota. Tampilkan semua postingan

Senin, 01 April 2024

Bagaimana memilih pola ruang yang dapat melayani kota dengan paling baik

Pertumbuhan penduduk perkotaan dalam empat dekade yang akan datang, terutama di negara-negara berkembang, akan menjadi sangat besar. Jika seorang pemimpin daerah memilih untuk tidak mengambil keputusan mengenai perkembangan perkotaan, mereka akan kehilangan kesempatan untuk tumbuh secara berkelanjutan. Tanggapan proaktif dari para pemimpin daerah akan berdampak positif pada kenyamanan dan daya saing kota dalam jangka panjang. Para pengambil keputusan yang menyiapkan rencana pertumbuhan terlebih dulu dan dengan skala yang memadai untuk menciptakan struktur ruang yang kompak serta selaras dengan karakteristik kota, akan menciptakan keuntungan sesungguhnya bagi masyarakat luas dan meminimalkan eksternalitas negatif. Dukungan bagi penggunaan lahan yang arif melalui kebijakan kepadatan akan membuat tujuan pengembangan kota bertahan lama.

Mengambil keuntungan terhadap pola penggunaan campuran dan kompak

Tugas-tugas penting dalam menghubungkan visi dan struktur spasial:

1 . Memimpin dan memfasilitasi proses perumusan visi yang strategis;

2. Melibatkan semua pemangku kepentingan;

3. Memberikan data tentang aset ruang (lingkungan, topografi, infrastruktur, dll) untuk menemukenali visi;

4. Mendokumentasikan visi strategis yang dipilih;

5. Menyetujui tujuan-tujuan strategis yang ingin dicapai setiap tahun;

6. Mengembangkan kerangka pembangunan perkotaan dan anggaran untuk mewujudkan visi;

7. Mengalokasikan sumber daya melalui anggaran tahunan pemerintah daerah;

8. Mencari komitmen para pemangku kepentingan untuk mengembangkan rencana mereka sendiri dalam rangka perwujudan visi kota;

9. Menetapkan indikator kinerja mana yang perlu diukur; dan

10. Melaporkan kembali ke Masyarakat

Membentuk sebuah visi kolektif

Visi strategik tentang bentuk kota masa depan. Banyak permasalahan yang menimpa kota berasal dari tidak adanya perencanaan strategik yang komprehensif sebelum membuat keputusan tentang tata ruang. Perencanaan spasial akan diperkuat jika dikaitkan dengan visi masa depan yang holistik dan terlegitimasi secara kolektif. Visi yang baik memiliki dimensi keruangan yang mencerminkan kekhasan kebudayaan dan lingkungan fisik kota; memberikan arah untuk kegiatan semua para pemangku kepentingan, mendorong mereka untuk bekerja secara terpadu dan memastikan semua orang bekerja menuju tujuan yang sama.

Membuat keputusan berbasis informasi tentang struktur spasial yang dipilih

lntensifikasi, Ekstensi, Multiplikasi: tiga opsi kebijakan untuk mengakomodasi pertumbuhan. Untuk mengakomodasi pertumbuhan penduduk perkotaan, kota-kota dapat meningkatkan daya dukung mereka saat ini dengan memperluas batas-batas mereka, menciptakan sistem tata ruang dengan banyak pusat kota baru, atau dapat menggunakan kombinasi semua pendekatan ini. Setiap pilihan adalah berbeda untuk masing-masing konteks dan akan ditentukan oleh proyeksi pertumbuhan penduduk, ketersediaan lahan, karakteristik topografi, aspek budaya, dan kemampuan kota untuk melaksanakan, termasuk investasi dan kapasitas penegakan hukum.

Mengintensifkan kepadatan kawasan terbangun, melalui pengembangan yang mengisi ruang kosong (infill development) dan penetapan batas pertumbuhan, dimana pertumbuhan kota tersebut perlu dipindahkan keluar dengan selang waktu yang teratur untuk mencegah kekurangan lahan. Mengintensifkan kepadatan mencakup regenerasi properti kota dan menggantikan bangunan yang ada dengan yang baru yang menampung lebih banyak orang. Konsolidasi kawasan terbangun membutuhkan peraturan untuk melestarikan 'zona tanpa pembangunan' dan untuk mengendalikan kecenderungan penurunan kepadatan (dari orang dan bangunan)S. Pendekatan ini mungkin cukup memadai untuk kota dengan kemampuan penegakan yang kuat dan di mana pertumbuhan penduduk relatif stabil. Contohnya adalah Batasan Pertumbuhan Perkotaan Portland di Amerika Serikat.



Memperluas kota ke kawasan pinggiran terbangun. Kota-kota yang tumbuh lebih dari 1-2 persen per tahun perlu memastikan adanya lahan yang cukup untuk menampung orang-orang dan untuk luasan setidaknya dua kali dari ukuran lahan yang ada. Perluasan kota hendaknya dalam batas kemampuan, yang berkaitan dengan keterpaduan sistem infrastruktur dan transportasinya. Area yang diperluas hendaknya menyediakan layanan perkotaan yangmampumelayani warga yang tinggal di daerah yang diganti peruntukannya dan yang tinggal di area perluasan itu sendiri. Perencanaan perluasan membutuhkan visi dan komitmen. Rencana Komisioner New York Manhattan tahun 1811 di Amerika Serikat adalah salah satu rencana perluasan kota dengan visi yangjauh ke depan.



Melipatgandakan pusat-pusat kota dengan membangun kota satelit yang mungkin berhubungan dengan massa perkotaan yang ada sekarang. Meskipun secara fisik terpisah dan memiliki administrasi yang mandiri , secara ekonomi dan sosial, kota-kota satelit akan terkoordinasi oleh kota induknya untuk memanfaatkan sinergi dan skala ekonomi. Kotakota satelit berbeda dari pinggiran kota dimana mereka memiliki sumber pekerjaan dan jasa dari mereka sendiri, yang juga akan mencegah mereka menjadi kota dormitori semata. Pilihan ini cocok untuk kota-kota besar yang berkembang pesat. Rencana Komprehensif Shanghai 1999-2020 di Cina memiliki sembilan satelit kota yang menyerap pendatang yang bermigrasi dari daerah pedesaan.



Meningkatkan penggunaan lahan campuran

Penggunaan lahan tungga ldapat menginduksi fragmentasi sosial. Memisahkan penggunaan lahan yang tidak cocok, seperti industri polutif dan perumahan, adalah keputusan yang rasional. Pada awal abad kedua puluh, penataan kota modern telah mempromosikan penggunaan monofungsional yang memisahkan perumahan dari tempat kerja serta peruntukan komersial dan sosial. Zona pemukiman juga dirancang untuk kelompok yang berpendapatan homogen. Sisi negatif dari kebijakan ini adalah hilangnya akses kepada fasilitas perkotaan bagi kelompok berpenghasilan rendah dan latar belakang etnis yang berbeda, sehingga mengurangi kesempatan untuk adanya interaksi masyarakat dan kohesi sosial. Jenis rancangan ini dapat menimbulkan beban ekonomi karena menghalangi sinergi dan stimulasi yang saling menguntungkan antar kegiatan produktif. Penggunaan lahan tunggal dengan kepadatan penduduk yang rendah mendorong mobilitas individual dan mengurangi tingkat pemakaian angkutan umum, dan selanjutnya memperkuat terjadinya eksklusi bagi kelompok yang kurang beruntung.

Memperkenankan beberapa penggunaan lahan sekaligus di sebuah tempat bersama membawa banyak manfaat. Penggunaan lahan campuran (mixed use) bukanlah pendekatan baru. lni adalah alasan utama (raison d'etre) terjadinya aglomerasi perkotaan dan merupakan norma pengembangan kota sebelum penemuan mobil, sebelum berkembangnya praktik perencanaan modern. lstilah penggunaan campuran (mixed-use) umumnya menyiratkan pemakaian bersama tiga atau lebih penggunaan yang menghasilkan pendapatan secara signifikan. Menghilangkan batasan-batasan zonasi untuk mencampur penggunaan lahan yang cocok dapat menghasilkan manfaat sebagai berikut:

• Manfaat sosial, meningkatkan aksesibilitas ke pelayanan-pelayanan dan fasilitas perkotaan untuk segmen masyarakat yang lebih luas, dan memperluas pilihan perumahan untuk jenis rumah tangga yang beragam. Hal ini memperkuat rasa keamanan kawasan dengan menambah jumlah orang di jalan.

• Manfaat ekonomi, meningkatkan potensi transaksi bisnis dan perdagangan sebagai lokasi kegiatan bersama yang menarik lebih banyak pelanggan potensial selama jam sibuk dalam sehari. Hal ini tercermin dari peningkatan pendapatan dari pajak bisnis. Penggunaan komersial di dekat wilayah pemukiman memiliki nilai properti yang lebih tinggi. Hal ini membantu meningkatkan pendapatan pajak daerah.  

• Manfaat infrastruktur, mengurangi permintaan keseluruhan untuk perjalanan para penglaju, memperpendek waktu perjalanan rata-rata, dan sekaligus mengurangi penggunaan mobil. Sebagai tambahan untuk meminimalisasi kebutuhan infrastuktur jalan dan mengurangi alokasi lahan untuk parkir, penggunaan lahan campuran juga menyediakan dasar yang lebih kuat untuk pemakaian transportasi umum serta berjalan kaki dan bersepeda.

Untuk mendukung kota kompak, setidaknya 40 persen dari luas lantai harus dialokasikan untuk fungsi ekonomi

Zonasi fungsi tunggal harus dikurangi tidak lebih dari 10-15 persen dari /ahan keseluruhan

Rencana untuk pola ruang kota kompak

Pola ruang dapat didefinisikan sebagai kepadatan dan kebijakan penggunaan lahan. Kombinasi atribut-atribut ini dapat menjelaskan tiga pola spasial utama dan beberapa pola lainnya yang merupakan hasil kombinasi dari kedua pola tersebut. Pola terpencar umumnya adalah densitas rendah dengan penggunaan lahan tunggal; pola terfragmentasi disusun dari mozaik kawasan terbangun dengan fungsi tunggal yang diantaranya terdapat daerah tidak terpakai yang besar; pola kompak merupakan pola yang lebih padat dan penggunaan lahan campuran. Pilihan pola ruang menentukan jumlah ketersediaan lahan yang dibutuhkan suatu kota untuk mengakomodasi pertumbuhan, pola terpencar jauh lebih membutuhkan lahan yang luas daripada penggunaan lahan intensif dan kompak.

Pola memencar. Fungsi tunggal, pola kepadatan rendah biasanya diidentifikasi sebagai perluasan kota yang tak terkontrol (urban sprawl) . Sprawl dulunya merupakan pilihan lazim di negara-negara kaya lahan di masa setelah Perang Dunia Kedua. Pola ini cenderung mengkonsumsi lahan perkapita yang signifikan dan membangkitkan instalasi infrastruktur per kapita lebih besar dengan ongkos pemeliharaan yang lebih mahal. Biaya yang mahaldisebabkan karena pipa air dan saluran pembuangan dan jaringan listrik perlu diperpanjang untuk melayani jumlah orang yang sebenarnya relatif sedikit. Layanan seperti pengumpulan sampah, polisi dan pemadam kebakaran membutuhkan pengeluaran yang lebih besar. Transportasi umum mungkin tidak akan berhasil; pola yang terpencar tergantung pada transportasi individu, yang membutuhkan investasi publik dalam hal pembangunan jalan 30 persen lebih tinggi daripada pola kompak. 12 Kemacetan memiliki biaya produktivitas (productivity cost) yang berasal dari lebih lamanya waktu perjalanan penglaju. Konsumsi perluasan lahan yang ekstensif sering mengganggu habitat alam dan bahkan dapat merusak ekosistem yang sensitif. Kebijakan fungsi tunggal dapat berujung pada fragmentasi sosial yang terbukti terjadi di kawasan kumuh dan perumahan eksklusif (gated communities) yang terletak berdampingan.

  Pola terfragmentasi: pola terfragmentasi memiliki karakter daerah yang berkepadatan tinggi berfungsi tunggal dan membentuk mozaik-mozaik jenis peggunaan lahan yang sama, serta kawasan terbangun yang padat. Pola ini juga dicirikan dengan kompleks perumahan berbiaya rendah di pinggiran kota, dibangun terpisah dari pusat perbelanjaan dan komersial, pusat bisnis dan pemerintahan, kawasan industri atau tempat rekreasi. Perumahan eksklusif (gated communitY! menambah fragmentasi. Jalan raya yang besar adalah satu-satunya konektivitas yang layak antara kawasan tersebut dan menghasilkan biaya mobilitas tinggi. Di negara maju, ruang celah antar kawasan dapat dipertahankan sebagai taman dan kawasan hijau, tetapi di negara berkembang hal ini mendorong pembangunan pemukiman informal bagi warga yang tidak mampu menjangkau besarnya biaya perjalanan dari pinggiran ke pusat kota. Hasilnya adalah sebuah kota terpisah, yang membatasi kelompok dengan penghasilan yang berbeda untuk mengakses berbagai kawasannya.

  Pola kompak. Pola kompak adalah penggunaan lahan yang intensif, dengan kepadatan sedang-tinggi, kebijakan lahan campuran yang membentuk jejak berkesinambungan seperti halnya kawasan yang terkonsolidasi. Pola kompak dirancang untuk meningkatkan aksesibilitas, mendorong penggunaan infrastruktur dan pelayanan perkotaan yang lebih efisien dari segi biaya, mengurangi erosi sumber daya alam, biaya bisnis yang lebih rendah dan meningkatkan kesetaraan sosial. Manfaat-manfaat pola kompak termasuk:

- Aksesibilitas yang /ebih baik, mengurangi kebutuhan perjalanan dan jarak tempuh, dan dengan demikian mengurangi kemacetan dan polusi; mengoptimalkan biaya transportasi barang dan meningkatkan akses ke jasa-jasa perkotaan

- Biaya infrastruktur yang /ebih rendah dan penggunaan layanan perkotaan yang lebih efisien, yang berarti berkurangnya pengeluaran bagi pemerintah daerah, warga dan pengembang. Biaya instalasi dan pemeliharaan jalan, air listrik dan jalur pembuangan air kotor per unit yang lebih rendah, karena ada lebih banyak wajib pajak di kawasan untuk membayar utilitas tersebut. Hal ini juga mengurangi biaya pemeliharaan, terutama untuk transportasi dan pengumpulan sampah. 14 Pola kompak akan meningkatkan kelayakan pembangkit energi lokal dan distribusi teknologi, termasuk smart grid dan district heating.

- Mempertahankan sumber daya /ahan untuk pertanian, lahan hijau dan air dan kesediaan energi sebagaimana kurangnya lahan yang perlu dibangun. Pola kompak memungkinkan berkurangnya pengalokasian lahan yang didedikasikan untuk parkir konvensional.

- Biaya transaksi ekonomi yang lebih rendah , sebagaimana kedekatan mengurangi biaya 'berperan serta' dalam transaksi-transaksi ekonomi. Sebagai contoh, ketika pasar berada dekat dengan pelanggan, maka biaya transportasi berkurang.

- lntegrasi sosial/ mengarah kepada kesadaran kelompok budaya dan sosial yang berbeda dan dengan demikian memiliki fungsi keterpaduan sosial. Di berbagai bidang, anak-anak mendapatkan manfaat dari pendidikan multikultural, yang dapat berujung pada peningkatan kapasitas untuk belajar bahasa dan perspektif yang berbeda, yang semuanya merupakan ciri-ciri kunci untuk bekerja dalam dunia global.

Menjadikan kepadatan sebagai variabel kunci

Mengantisipasi kebutuhan lahan perkotaan

Memperkirakan kebutuhan lahan yang realistis untuk periode 30-tahun. Adalah mungkin untuk memperkirakan lahan yang diperlukan untuk mengakomodasi pertumbuhan, tergantung pada peningkatan populasi yang diharapkan dan kepadatan populasi yang ingin dicapai. Kebutuhan lahan termasuk daerah terbangun dan tak terbangun, ruang terbuka dan diperkirakan untuk periode 20 sampai 30 tahun ke depan. Misalnya, penduduk di Bamako, Mali, bertumbuh 4,45 persen per tahun , yang berarti bahwa saat ini 1 ,8 juta orang akan bertambah menjadi 6,3 juta pada tahun 2030. Pada kepadatan saat ini, daerah Bamako akan meningkat 3,5 kali dalam 30 tahun ke depan. Kawasan tak terbangun umumnya mencapai 50 sampai 40 persen dari kebutuhan kawasan terbangun.

Kebutuhan lahan tergantung pada kecenderungan kepadatan dan pilihanpilihan yang tersedia. Memperkirakan kebutuhan lahan dilakukan dengan menggunakan kepadatan rata-rata dikombinasikan dengan kecenderungan jumlah penduduk dan perumahan (hunian yang lebih besar dan keluarga yang lebih kecil adalah kecenderungan umum). Pada contoh yang disajikan (di halaman berikutnya), Kota Kisumu memiliki kepadatan penduduk 45 orang per hektar (mirip dengan Los Angeles, meskipun mengingat bahwa orang tinggal di tempat tinggal yang jauh lebih kecil, ini didapat dengan luas lantai yang lebih sedikit). Adalah mungkin untuk menghitung jumlah luas lantai hunian yang diperlukan dengan memperhitungkan laju pertumbuhan penduduk, ukuran rata-rata sebuah keluarga, dan ukuran rata-rata hunian yang diinginkan. Perhitungan luas lantai yang dibutuhkan untuk kegiatan lain (ekonomi dan jasa, yang dapat mewakili 40 persen dari total luas lantai) menghasilkan total luas lantai yang dibutuhkan.

Memperluas batas perkotaan adalah langkah kunci dalam mengelola pertumbuhan perkotaan masa depan. Mempersiapkan pertumbuhan juga berarti mengidentifikasi kawasan-kawasan untuk mengarahkan majunya pertumbuhan kota dan memastikannya menjauh dari kawasan yang rentan dan situs warisan alam. Perluasan kawasan harus dekat dengan kawasan yang telah maju dan infrastruktur yang ada. Menetapkan batas-batas wilayah perkotaan yang baru dan elemen-elemen utamanya (grid jalan dan lokasi infrastruktur dasar) akan membantu untuk mengarahkan berbagai pengembangan baru begitu pula dengan investasi. Penataan kawasan dengan mengidentifikasi jaringan utama juga penting untuk pengembangan yang efisien. Batasbatas kota harus cukup fleksibel untuk diperluas jika diperlukan dan kawasan tersebut cukup besar untuk menghindari kendala lahan.

Setelah kota mencapai populasi tertentu dan ukuran ruang, manfaat-manfaat aglomerasi dapat menurun. Hubungan antara pendapatan dan ukuran kota menjadi negatif setelah ambang populasi mencapai sekitar tujuh juta orang. 17 Hal ini karena ketidakekonomisan skala , seperti perluasan yang berlebihan dan kemacetan, lebih besar daripada keuntungan aglomerasi. Studi menunjukkan bahwa tingkat toleransi seseorang untuk bepergian adalah sekitar satu jam per hari. Toleransi "perjalanan waktu" ini dikalikan dengan kecepatan moda transportasi biasa digunakan dalam menentukan sebuah ukuran spasial yang efisien. 18 lni mungkin menjelaskan mengapa ukuran kota tetap selebar 'satu jam', dan mengapa kota dapat menjadi disfungsional jika melampaui ukuran tertentu. Kota dengan kepadatan tinggi akan dapat tumbuh dengan populasi yang tapi kota berkepadatan rendah akan mencapai ambang mereka lebih cepat.

Kepadatan adalah kekhasan kota. Faktor budaya dan gaya hidup memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pola kepadatan yang dapat diterima. Apa yang dianggap kepadatan tinggi dalam satu budaya mungkin rendah bagi orang lain. Kebijakan perencanaan tata ruang, seperti berapa banyak lahan yang dialokasikan untuk fungsi non-perumahan dan ruang terbuka, ukuran plot, jenis bangunan dan jumlah anggota rumah tangga, semua menentukan kepadatan. Data rinci - pada skala lingkungan - akan membantu menentukan parameter kepadatan yang dapat mengakomodasi pertumbuhan dan sesuai untuk budaya setempat dan efektifitas biaya.

 

 

 

 

 

 

Sumber: Penataan Kota Bagi Para Pemimpin Daerah Oleh UN HABITAT FOR A BETIER URBAN FUTURE  Penerbit Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ~ Badan Pengembangan lnfrastruktur W1layah Tahun 2016

Rabu, 21 September 2022

Pokok Pembelajaran Dari Pengalaman Perencanaan Pembangunan Kota dan Wilayah

Berbagai studi kasus yang mendokumentasikan pengalaman perencanaan di berbagai konteks, hasil dan pembelajaran itu jumlahnya cukup banyak dan beragam. Lima pokok pembelajaran yang dapat disampaikan dari berbagai studi kasus ini, yang menunjukkan pembangunan kota dan wilayah berkelanjutan dapat didorong melalui: 1) formulasi dan implementasi kebijakan yang terpadu; 2) strategi peremajaan yang transformative; 3) perencanaan dan pengelolaan lingkungan; 4) kota dan wilayah yg terkoneksi dan kompak, dan; 5) perencanaan partisipatif dan inklusif. Pokok-pokok pembelajaran yang didapat dari berbagai studi kasus dapat diaplikasikan pada tingkat lokal, wiayah, nasional atau internasional, merefleksikan suatu kesinambungan perencanaan dan pembangunan kota.

Perumusan dan Pelaksanaan Kebijakan yang Terpadu

Melaksanakan kebijakan dan rencana kota adalah cara efektif untuk meningkatkan dan memperkuat sistem pemerintahan kota agar pembangunan ekonomi dan sosial yang berimbang dapat tercapai. Untuk membuat intervensi kebijakan yang efektif dibutuhkan perspektif jangka panjang, yang memperhitungkan kebutuhan masa kini dan masa depan dari suatu area. Kebijakan vertikal dan horizontal yang terpadu terbukti penting dalam membentuk tata ruang di setiap wilayah, mengarahkan pertumbuhan yang akan datang, mempengaruhi perilaku dan tindakan politis dan memberikan arahan strategis melalui visi bersama pembangunan.

Kuatnya kebijakan yang mengacu ke masa depan telah berhasil menciptakan pertumbuhan ekonomi yang signifikan di Tiongkok, khususnya Delta Sungai Yangtse dan Shenzhen, wilayah yang menjadi kekuatan ekonomi Tiongkok. Shenzhen sebagai Zona Ekonomi Khusus (SEZ), berkembang dari desa nelayan menjadi megacity modern. Rencana lnduk yang efektif memastikan bahwa pembangunan wilayah yang berimbang, dimana semua area terlayani oleh 1nfrastruktur, akses terhadap pekerjaan dan ruang terbuka hijau.

Selaras dengan itu, pembangunan wilayah dan ekonomi yang berimbang sudah dimulai dalam kebijakan pembangunan supra-nasional, wilayah dan kota di Maroko, Gauteng, Afrika Selatan dan Uni Eropa. Masing-masing menggunakan rencana tata ruang dan kerja sama sektoral untuk menghindari segregasi sosial dan kondisi kumuh , sekaligus menghasilkan keluaran ekonomi yang meningkat melalui produktivitas dan aksesibilitas yang lebih baik. Hal ini ditunjukkan pada Wilayah Kota Gauteng, yang menerapkan kebijakan pembangunan yang progresif untuk memadukan tujuan pembangunan pada tingkat kelembagaan horizontal dan vertikal.

Penggunaan kebijakan perencanaan kota dan wilayah untuk memperbaiki pengelolaan kebencanaan dan mitigasi risiko terhadap perubahan iklim adalah langkah efektif di Port-au-Prince, Haiti dan Norwegia, d1mana keterpaduan sektor publik, swasta dan LSM membentuk ketangguhan kota. Pada kasus Norwegia, mobilisasi berbagai pemangku kepentingan untuk mendukung kebijakan lingkungan dan perkotaan ke arah masa depan membantu memperbaiki kesiapan negara, melalui standarisasi tujuan dan sasaran adaptasi perubahan iklim.

Strategi Peremajaan Transformatif

Kemunduran perkotaan disebabkan oleh upaya-upaya yang tak kunjung berhasil untuk perbaikan ekonomi, sosial dan lingkungan dan berujung pada berkurangnya populasi atau ketidak-stabilan sosial di suatu area. Perencanaan kota dan wilayah memiliki kemampuan besar untuk melakukan perubahan melalui strategi perencanaan jangka panjang dan diterapkan berdasarkan pembangunan berbasis . kawasan. Peremajaan kota merupakan cara proakbf merespons perubahan lingkungan lokal dan global secara tata ruang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, memulihkan ikatan sosial, dan meningkatkan lingkungan alamiah. Untuk mencapai hal ini diperlukan adanya struktur tata kelola pemerintahan yang kuat . dan progresif, yang menggunakan pendekatan inovatif dalam merespons tantangan perkotaan yang kompleks.

Penggunaan strategi perencanaan kota. dan wilayah . untuk mencegah eksklusi sosial berhasll dilakukan di Lyon, Perancis dan Medellin, Kolumbia, yang memadukan kawasan yang termarjinalkan untuk membangun kembali kohesi sosial. Hal ini tercapai melalui strategi dan rencana induk kota yang menciptakan keterhubungan bagian-bagian kota dan menyediakan ruang publik agar terjadi inklu~i dan partisipasi. Medellin adalah contoh utama dimana formasi pendekatan lokal untuk pembangunan kota menghasilkan dampak tak langsung tetapi berpengaruh kuat terhadap tingkat kematian dan kerawanan kejahatan di kota, dan akhirnya meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Apresiasi diberikan terhadap keterpaduan lingkungan kota yang tadinya rawan kejahatan, melalui proyek pembangunan kota yang berskala kecil sehingga ruang publik lebih ramah bagi keterpaduan sosial.

Peluang peremajaan kawasan banyak terdapat di kota atau wilayah yang mengalami perubahan industri: penurunan pertumbuhan ekonomi, dan degradasi kualitas lingkungan. Hal ini terjadi di Chattanooga, AS, · Rhine-Ruhr Jerman dan Krasnoyarsk, Rusia, yang menggunakan pusat kota yang terdegradasi sebagai dasar bagi rencana kota yang konstruktif, untuk membangun strategi perencanaan yang adaptif dan berjangka panjang. Rhine-Ruhr merupakan contoh unik, yang mengubah dirinya dari lahan buangan . industri menjadi taman hijau yang menarik ribuan turis setiap tahunnya, dan menjadi percontohan nasional tentang perencanaan kota dan wilayah.

Menggunakan intervensi tata ruang untuk mendorong regenerasi ekonomi tidak terbatas hanya pada bekas kota industri saja. Kota Strasbourg, Perancis . mengidentifikasikan wilayah perbatasannya sebagai area yang kurang dimanfaatkan karena tak adanya keterpaduan wilayah lintas-batas dengan Kehl, Jerman. Respons inovatif dari kedua walikotanya adalah secara proaktif memadukan wilayah melalui berbagai proyek pembangunan kota yang bersifa~ lintas-batas. Bersama sama, mereka mereformas1 struktur tata kelola pemerintahan untuk memfasilitasi proyek-proyek pembangunan kota, mendorong .. pergerakan manusia dan ekonomi kedua area ini, serta mendorong wilayah supra-nasional menjadi kompetitif di Uni Eropa.

Perencanaan dan Pengelolaan Lingkungan

Lingkungan alamiah menjadi komponen mendasar dalam perencanaan dan pengambilan keputusan.Pemaduan lingkungan alamiah pada proses dan kebijakan perencanaan kota dan wilayah mulai dirasakan penting pada pengembangan kota tangguh (resilient city) sebagai akibat meningkatnya kesadaran perubahan iklim dan risiko terkait, ancaman bencana alam dan perlunya menyediakan sumber daya yang cukup untuk mendukung pertumbuhan penduduk. Hal ini penting pada berbagai skala perencanaan kota dan wilayah, dengan mempertimbangkan situasi dan sumber daya lintasbatas dimana jumlah pemangku kepentingan bertambah pesat.

Keterpaduan adaptasi iklim dan pengelolaan sumber daya alam telah diperkenalkan dalam contoh kasus Melbourne, Australia dan Toronto, Kanada, dimana proses perancangan kota dan tata guna lahan telah terpadu dengan lingkungan hidup sehingga membentuk visi masa depan yang berkelanjutan pada kedua kota ini. Menghadapi kondisi kekeringan akut dan memburuknya lingkungan alamiah kota, DPRD kota Melbourne mengembangkan program adaptasi iklim berbasis ekosistem yang terpadu dengan perencanaan kota. Dengan melakukan hal tersebut, kota membuka kesempatan dalam proses pembangunan, seperti perancangan kota yang ramah air, sekaligus menghindari dampak negatif pembangunan, melalui Strategi Hutan Kota.

Wilayah lintas-batas semakin dipertimbangkan pada kebijakan perencanaan supra-nasional, seperti contoh kasus Wilayah Great Lakes yang melintasi Kanada dan AS, dan Sengwe-Tshipise Wilderness Corridor yang membatasi Zimbabwe, Mozambik dan Afrika Selatan. Pemaduan koridor-koridor biru, hijau dan keanekaragaman hayati ke dalam strategi perencanaan menjadi dasar penting dalam pengelolaan sumber daya alam dan penyatuan para pemangku kepentingan utama. Wilayah Great Lakes menggunakan teknik analisis skenario untuk membangun konsensus antar-pemangku kepentingan yang beragam, dan memastikan tersedianya sumber daya bersama di masa datang.

Merencana Wilayah dan Kota yang Kompak, Terpadu dan Terhubung

Wilayah dan kota yang kompak dan terhubung secara mendasar lebih produktif dan kurang merusak terhadap lingkungan dari pada wilayah dan kota yang yang terpisah-pisah, menyebar dan menyebar (sprawling). Koordinasi strategi kota dan wilayah dengan intervensi sektoral sangat penting karenanya. Pembangunan ini dapat memacu penciptaan lapangan kerja bagi warganya dan memfasilitasi lingkungan perkotaan yang inklusif secara sosial.

Perencanaan kompak yang berhasil dengan baik dalam mempengaruhi pembangunan infrastruktur dan mendukung kota yang terhubungkan dengan baik ditunjukkan di kota Ahmedabad, India dan Fukuoka, Jepang. Fukuoka, Jepang dikenal karena menerapkan "Model Kota Kompak." Menggunakan kerangka pembangunan kota untuk menunjukkan penerapan prinsip terkoneksi dan kompak dalam disainnya, telah menghasilkan pembangunan ekonomi jangka panjang, kuliatas hidup, dan peningkatan kualitas lingkungan.

Projek lmbaba di Wilayah Kairo Raya yang meregenerasi wilayah bandara untuk menyediakan transporasi, jasa dan perumahan merupakan contoh keberhasilan penerapan prinsip kota kompak. Menggunakan lahan peremajaan untuk mencapai pembangunan kompak, memperkuat koridor dan pusat transportasi yang ada, menghasilkan struktur perkotaan yang ekonomis, sekaligus mewujudkan areal kota yang terpadu.

Manfaat gambar grafis dan pemetaan yang memperlihatkan terjadinya integrasi antar-kota ditunjukkan dalam pendekatan rencana dasar di kotakota Lichinga, Mozambik dan di Santa Fe, Argentina, serta dalam Aturan Pengembangan Guna Lahan di Yekaterinburg, Rusia. Dalam kasus Yekaterinburg, Rusia, penggunaaan representasi grafis untuk menunjukkan realitas saat ini, membantu pengintegrasian berbagai fungsi yang berbeda melalui identifikasi intensitas penggunaan infrastruktur, sebagai elemen penting untuk mencapai pembangunan ekonomi berkelanjutan dan peningkatan kualitas hidup.

Perencanaan Partisipatif dan lnklusif

Manfaat partisipasi yang ditunjukkan dalam berbagai studi kasus, menunjukkan keberhasilan yang diperoleh dengan melibatkan masyarakat dan komunitas untuk memberikan hasil-hasil perkotaan, sosial dan budaya yang lebih baik. Studi kasus menunjukkan perbaikan yang signifikan terjadi dalam implementasi pada saat warga diajak berkonsultasi, dan diberi kewenangan lebih untuk berkontribusi secara aktif pada penyusunan kebijakan dan strategi kota dan wilayah. Hal ini memastikan terjaminnya hak-hak asasimanusia, merespons terhadap isu kesetaraan gender, inklusi generasi muda dalam lingkungan perkotaan.

Pelibatan masyarakat dalam perencanaan kota dan proses implementasi memberikan hasil-hasil perkotaan yang lebih baik, seperti di Surabaya, Indonesia dan Ghent, Belgia. Keberhasilan yang sama, Strategi Pembangunan Kota (CDS) yang diterapkan di Ouagadougou, Burkina Faso dan Douala, Kamerun, berisikan contoh tentang bagaimana inisiatif pembangunan kota dapat diperkuat melalui pendekatan partisipatif dan inklusif.

Mengajak warga dan para pemangku kepentingan untuk berperan-serta dalam strategi kotanya, melalui dialog terbuka dan advokasi terus-menerus, merupakan kunci keberhasilan keseimbangan pembangunan kota dan hak asasimanusia. Konsensus dan kerja sama dalam membangun dan melaksanakan melalui CDS memberikan peningkatan rasa percaya diri kelembagaan dan peluang pendanaan baru.

Contoh terbaik tentang partisipasi masyarakat yang efektif dan terkelola baik, terbukti pada penganggaran partisipatif di Porto Alegre, Brasil. Dengan menyediakan saluran bagi suara warga untuk berkontribusi pada penyusunan kebijakan , terjadi peningkatan tanggapan masyarakat dan tercapainya target tantangan sektor-sektor perkotaan untuk akses terhadap pelayanan kesehatan, pendidikan, sanitasi, dan air bersih. Proses ini telah memperkuat masyarakat secara keseluruhan, khususnya pada kelompok yang termarjinalkan yang kini telah mampu menyuarakan kepeduliannya pada isu sosial dan perkotaan.

 

 

Sumber: Buku Panduan lnternasional tentang Perencanaan Kota dan Wilayah Penerbit BADAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR WILAYAH, KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT 

Sabtu, 02 Juli 2022

PERENCANAAN KOTA DAN WILAYAH UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Perencanaan kota dan wilayah dapat berkontribusi untuk pembangunan berkelanjutan dalam berbagai cara. Ini terkait erat dengan tiga dimensi yang saling melengkapi pembangunan berkelanjutan: pembangunan sosial dan inklusi, pertumbuhan ekonomi yang berlanjut, serta perlindungan dan pengelolaan lingkungan.

lntegrasi tiga dimensi secara sinergis memerlukan komitmen politik dan keterlibatan seluruh pemangku kepentingan yang harus berpartisipasi dalam proses perencanaan kota dan wilayah.

A.     Perencanaan Kota dan Wilayah dan Pembangunan Sosial

1.      Prinsip-prinsip:

(a) Perencanaan kota dan wilayah terutama bertujuan untuk mewujudkan standar yang layak bagi kehidupan dan kondisi kerja untuk semua segmen masyarakat saat ini dan masa depan, memastikan pemerataan biaya, kesempatan dan manfaat dari pembangunan perkotaan dan terutama mempromosikan inklusi dan kohesi sosial;

(b) Perencanaan kota dan wilayah merupakan investasi penting di masa depan. lni merupakan prasyarat untuk kualitas hidup yang lebih baik dan  keberhasilan proses globalisasi yang menghormati warisan budaya dan keanekaragaman budaya, dan untuk pengakuan kebutuhan yang berbeda dari berbagai kelompok.

2.      Pemerintah Nasional,

Bekerja sama dengan bidang-bidang pemerintahan lain dan mitra terkait diharapkan dapat:

(a) memantau evolusi kondisi perumahan dan kehidupan di kota­kota dan wilayah dan mendukung upaya perencanaan pemerintah daerah dan masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kohesi serta inklusi sosial dan wilayah;

(b) berkontribusi untuk menjabarkan dan mewujudkan strategi pengurangan kemiskinan, mendukung penciptaan lapangan kerja, mempromosikan pekerjaan yang layak untuk semua, dan mengatasi kebutuhan spesifik kelompok rentan, termasuk kaum migran dan pengungsi;

(c) berkontribusi dalam pembentukan sistem pembiayaan perumahan yang progresif untuk menjadikan lahan, kapling jadi, dan perumahan terjangkau bagi semua;

(d) memberikan insentif fiskal yang tepat dan subsidi yang ditargetkan dan meningkatkan kapasitas fiskal daerah untuk memberdayakan pemerintah daerah agar dapat memastikan bahwa perencanaan kota dan wilayah memeberikan kontribusi untuk mengatasi ketidak-adilan sosial dan mempromosikan keragaman budaya;

(e) mendorong adanya keterpaduan untuk identifikasi, perlindungan dan pengembangan warisan budaya dan warisan alam dalam proses perencanaan kota dan wilayah.

3.      Pemerintah Daerah,

bekerja sama dengan bidang-bidang pemerintahan lain dan mitra terkait diharapkan dapat:

(a) mempersiapkan dan Menyusun rencana kota dan wilayah yang mencakup adanya:

(i) kerangka prioritas tata ruang yang jelas dan bertahap untuk penyediaan layanan dasar bagi semua;

(ii) panduan strategis dan peta fisik tentang tanah, pembangunan perumahan dan transportasi, dengan perhatian khusus pada kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah dan kelompok rentan sosial, baik untuk saat ini maupun antisipasi yang akan datang;

(iii) instrumen untuk mendukung realisasi hak-hak asasi manusia di kota-kota;

(iv) peraturan yang mendorong pembauran sosial dan penggunaan campuran atas lahan, dengan maksud secara menarik mendapatkan keterjangkauan spektrum pelayananan, perumahan dan kesempatan bekerja bagi berbagai kalangan penduduk;

(b) mempromosikan inklusi serta integrasi sosial dan tata ruang , terutama melalui peningkatan akses ke semua bagian kota dan wilayah, karena setiap penduduk (termasuk pekerja migran dan pengungsi) harus dapat menikmati kehidupan kota, peluang­peluang sosial ekonominya, pelayanan perkotaan dan ruang publik, serta turut berkontribusi pada kehidupan sosial dan budaya;

(c) menyediakan ruang publik yang berkualitas baik, meningkatkan dan merevitalisasi ruang publik yang ada, seperti alun-alun, jalan-jalan, Kawasan hijau dan kompleks olahraga, menjadikannya lebih aman, sejalan dengan kebutuhan dan perspektif perempuan, laki-laki, anak-anak perempuan dan laki-laki, dan sepenuhnya mudah diakses oleh semua. lni harus diperhitungkan bahwa tempat-tempat tersebut merupakan serambi ruang yang sangat diperlukan untuk sebuah kehidupan kota yang inklusif dan bersemangat, serta merupakan dasar

untuk pembangunan infrastruktur;

(d) memastikan bahwa Kawasan masyarakat berpenghasilan rendah , permukiman informal dan kumuh dibangun dan diremajakan Kembali serta diintegrasikan ke dalam struktur kehidupan urban dengan sesedikit mungkin mengakibatkan penggusuran, relokasi, atau gangguan terhadap mata pencaharian rakyat. Kelompok yang terkena dampak harus diberi kompensasi yang memadai ketika gangguan tidak dapat dihindari;

(e) memastikan setiap warga memiliki akses terhadap air bersih yang layak dan terjangkau serta layanan sanitasi yang memadai;

(f) memfasilitasi jaminan hak bermukim pada lahan dan akses untuk control atas tanah dan properti, termasuk juga akses pembiayaan bagi rumah tangga yang berpenghasilan rendah ;

(g) mengurangi waktu perjalanan komuter antara kawasan tempat tinggal , tempat bekerja dan area pelayanan dengan menerapkan penggunaan campuran atas lahan, serta system transportasi yang aman, nyaman, terjangkau dan dapat diandalkan, dan dengan mempertimbangkan variasi

harga tanah dan rumah di lokasi yang berbeda, serta kebutuhan untuk mendapatkan solusi perumahan yang terjangkau ;

(h) meningkatkan keamanan di perkotaan, terutama bagi perempuan, kaum muda, orang tua, kaum penyandang cacat dan kelompok rentan , didasarkan faktor keamanan, keadilan , dan kohesi sosial ;

(i) mendorong dan menjamin kesetaraan gender dalam desain, produksi, dan penggunaan ruang dan jasa perkotaan dengan mengidentifikasi kebutuhan khusus perempuan dan laki-laki, anak-anak perempuan dan laki-laki;  

(j) memastikan bahwa tindakan-tindakan yang dapat mempengaruhi pasar properti dan tanah tidak memperburuk keterjangkauan melalui cara-cara yang merugikan bagi rumah tangga berpendapatan rendah dan usaha kecil ;

(k) mendorong kegiatan budaya, baik di dalam ruangan (museum, teater, bioskop, ruang konser, dll.) maupun di tempat terbuka (seni jalanan, parade musik, dll.), dengan memahami bahwa pengembangan budaya urban dan penghargaan terhadap keragaman sosial adalah bagian dari

pembangunan sosial dan memiliki dimensi tata ruang yang penting;

(l) melindungi dan menghargai warisan budaya, termasuk permukiman tradisional dan kawasan bersejarah, monumen dan situs keagamaan , daerah arkeologi dan lanskap budaya.

 

B.      Perencanaan Kota dan Wilayah dan Pertumbuhan Ekonomi yang Berlanjut

1.      Prinsip-prinsip:

(a) Perencanaan kota dan wilayah adalah katalis untuk pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan

berkelanjutan , yang menyediakan kerangka kerja untuk membuka peluang baru ekonomi, regulasi lahan dan pasar perumahan dan penyediaan infrastruktur dan pelayanan dasar yang memadai secara tepat waktu ;

(b) Perencanaan kota dan wilayah merupakan mekanisme pengambilan keputusan yang ampuh untuk memastikan bahwa kelanjutan pertumbuhan ekonomi, pembangunan sosial dan lingkungan yang keberlanjutan berjalan beriringan guna mewujudkan konektivitas yang lebih baik di semua tingkatan wilayah.,

2.      Pemerintah Nasional

bekerja sama dengan bidang-bidang pemerintahan lain dan mitra terkait, diharapkan dapat:

(a) menyiapkan dan mendukung pengembangan wilayah perkotaan secara polisentris yang saling

terhubungkan, yakni melalui pengelompokan yang sesuai bagai industri, jasa dan Lembaga pendidikan, sebagai strategi untuk meningkatkan spesialisasi, kesaling­lengkapan atau komplementaritas, sinergi dan skala ekonomi, serta membentuk aglomerasi antara kota tetangga dan wilayah desa pedalaman;

(b) terlibat dalam kemitraan yang dinamis, termasuk dengan sector swasta, untuk memastikan bahwa perencanaan kota dan wilayah akan mengkoordinasikan lokasi tata ruang dan distribusi kegiatan ekonomi, dibangun mengikuti skala ekonomi dan aglomerasi, kedekatan dan konektivitas sehingga memberikan kontribusi untuk peningkatan produktivitas, daya saing , dan

kemakmuran ;

(c) mendukung kerja sama antar­pemerintah-kota untuk memastikan mobilisasi optimal sumber daya dan pemanfaatannya secara berkelanjutan dan mencegah persaingan tidak sehat di antara

otoritas lokal;

(d) merumuskan kerangka kebijakan pembangunan ekonomi daerah dengan mengetengahkan konsep­konsep kunci pembangunan ekonomi lokal yang mendorong inisiatif individu dan swasta untuk memperluas atau melakukan regenerasi ekonomi lokal dan meningkatkan kesempatan kerja local dalam proses perencanaan kota dan wilayah ;

(e) merumuskan kerangka kebijakan teknologi informasi dan komunikasi yang memperhitungkan kendala dan peluang geografis, serta bertujuan untuk meningkatkan konektivitas antara satuan wilayah dan para pelaku ekonomi.

3.      Pemerintah Daerah

bekerja sama dengan bidang-bidang pemerintahan lain dan mitra terkait diharapkan dapat:

(a) mengakui bahwa peran utama dari perencanaan kota dan wilayah adalah untuk membentuk dasar yang kuat bagi pembangunan jalur infrastruktur yang efisien, meningkatkan mobilitas, dan

mewujudkan simpul-simpul perkotaan ;

(b) memastikan bahwa perencanaan kota dan wilayah adalah untuk menciptakan kondisi yang mendukung pengembangan system transit massal dan angkutan barang yang aman dan terpercaya, sekaligus meminimalkan penggunaan kendaraan pribadi guna memfasilitasi mobilitas perkotaan yang hemat energi dan terjangkau ;

(c) memastikan bahwa perencanaan kota dan wilayah dapat membentuk peningkatan akses infrastruktur digital dan pelayananan yang seimbang dan terjangkau bagi pelaku ekonomi dan para warga, serta mengembangkan kota dan wilayah berbasis pengetahuan;

(d) memasukkan komponen yang jelas dan rinci tentang perencanaan investasi ke dalam perencanaan kota dan wilayah, termasuk kontribusi yang diharapkan dari masyarakat dan sektor swasta guna mencukupi modal, biaya operasi dan pemeliharaan dalam rangka memobilisasi sumber-sumber daya yang diperlukan (pajak daerah,  pendapatan asli, mekanisme transfer yang dapat diandalkan, dsb.);

(e) mengambil manfaat adanya perencanaan kota dan wilayah berikut peraturan zonasi progresif yang terkait, seperti peraturan berdasar bentuk fisik bangunan atau zonasi berbasis kinerja, untuk mengelola pasar tanah, memungkinkan peran pasar bagi hak usaha pengembangan dan memobilisasi pembiayaan perkotaan, termasuk pembiayaan berbasis lahan, dan pengembalian

kembali bagian investasi publik untuk infrastruktur dan pelayanan perkotaan;

(f) memanfaatkan perencanaan kota dan wilayah untuk memandu dan mendukung pembangunan ekonomi lokal, khususnya membuka lapangan kerja, dalam organisasi komunitas

lokal, koperasi, usaha kecil dan mikro serta aglomerasi ruang bagi industry dan jasa yang sesuai;

(g) memanfaatkan perencanaan kota dan wilayah guna menyiapkan ruang yang cukup untuk jalan raya, dalam rangka mengembangkan jaringan jalan yang aman, nyaman dan efisien, yang memungkinkan tingkat konektivitas yang tinggi dan mendukung transportasi tak-bermotor, dalam rangka meningkatkan produktivitas ekonomi dan memfasilitasi pertumbuhan ekonomi lokal;

(h) menggunakan perencanaan kota dan wilayah untuk merancang lingkungan perumahan dengan kepadatan yang memadai melalui pembangunan dari dalam lingkungan (infi/1) atau strategi perluasan yang sengaja direncanakan untuk menggerakkan skala ekonomi, mengurangi kebutuhan perjalanan dan biaya penyediaan layanan, serta memungkinkan terciptanya system transportasi umum yang hemat biaya.

C.      Perencanaan Kota dan Wilayah dan Lingkungan Hidup

1.      Prinsip-prinsip:

(a) Perencanaan kota dan wilayah menyediakan kerangka tata ruang untuk melindungi dan mengelola lingkungan alam dan terbangun untuk kota dan wilayah , termasuk keanekaragaman hayati, tanah dan sumber daya alam, dan untuk memastikan pembangunan yang terpadu dan berkelanjutan;

(b) Perencanaan kota dan wilayah memberikan sumbangan bagi peningkatan keamanan manusia

dengan memperkuat ketangguhan lingkungan dan sosial ekonomi, meningkatkan mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim serta meningkatkan pengelolaan resiko bencana alam dan lingkungan.

2.      Pemerintah Nasional

bekerja sama dengan bidang-bidang pemerintahan lain dan mitra terkait, diharapkan dapat:

(a) menetapkan standar dan peraturan untuk perlindungan air, udara dan sumber daya alam lainnya, lahan pertanian , ruang terbuka hijau , titik­titik rawan dalam ekosistem dan keanekaragaman hayati serta pengelolaannya secara berkelanjutan.

(b) mempromosikan perencanaan kota dan wilayah , meningkatkan kesaling­lengkapan atau komplementaritas urban-rural dan ketahanan pangan , memperkuat hubungan dan sinergi antar-kota, dan memadukan perencanaan kota dengan pengembangan wilayah guna memastikan kohesi wilayah di tingkat wilayah-kota, termasuk di daerah­daerah lintas batas;

(c) meningkatkan penilaian dampak lingkungan melalui pendayagunaan dan pemanfaatan teknik-teknik dan metode yang tepat dan menerapkan langkah-langkah regulasi dan system insentif;

(d) mempromosikan kota yang kompak, mengatur dan mengontrol perkembangan perkotaan yang acak, mengembangkan strategi kapadatan lahan secara progresif yang dikombinasikan dengan regulasi terhadap pasar tanah, mengoptimalkan penggunaan ruang kota , mengurangi biaya infrastruktur dan permintaan untuk transportasi, dan membatasi tapak ekologis kawasan perkotaan agar dapat secara efektif mengatasi tantangan perubahan iklim;

(e) memastikan bahwa rencana kota dan  wilayah dapat mengatasi kebutuhan layanan untuk mengembangkan energi berkelanjutan , dengan tujuan untuk meningkatkan akses pada energi bersih , mengurangi konsumsi bahan bakar fosil dan mengembangkan secara tepat energi campuran , termasuk efisiensi energi di gedung-gedung, industri dan jasa transportasi multimoda.

3.      Pemerintah Daerah

bekerja sama dengan bidang-bidang pemerintahan lain dan mitra terkait, diharapkan dapat:

(a) merumuskan rencana kota dan wilayah sebagai kerangka mitigasi dan adaptasi dalam menanggapi perubahan iklim dan untuk meningkatkan ketangguhan permukiman, terutama yang terletak di kawasan informal dan rawan ;

(b) mengatur dan mengadopsi bentuk dan pola pengembangan perkotaan rendah karbon yang efisien sebagai kontribusi untuk meningkatkan efisiensi energi dan memperbanyak akses dan pemanfaatan sumber energi terbarukan ;

(c) menempatkan pelayanan penting perkotaan, infrastruktur dan pengembangan perumahan di

kawasan berisiko rendah, dan memukimkan kembali, dengan cara partisipatif dan sukarela, mereka yang tinggal di daerah berisiko tinggi ke lokasi yang lebih tepat;

(d) menilai implikasi dan potensi dampak perubahan iklim dan mempersiapkan kelangsungan fungsi-fungsi utama perkotaan pada saat terjadi bencana atau krisis;

(e) menggunakan perencanaan kota dan wilayah sebagai rencana aksi untuk meningkatkan akses ke pelayanan air bersih dan sanitasi serta mengurangi polusi udara dan jumlah air yang terbuang sia-sia;

(f) menerapkan perencanaan kota dan wilayah untuk mengidentifikasi, merevitalisasi, melindungi dan menghasilkan ruang hijau publik yang berkualitas tinggi yang memiliki nilai khusus secara ekologis atau sebagai warisan alam, mengintegrasikan kontribusi dari sektor swasta dan organisasi masyarakat sipil dalam usaha tersebut, dan untuk menghindari terbentukan kawasan­

panas atau heat islands pada kota, melindungi keanekaragaman hayati lokal dan mendukung terciptanya ruang hijau publik multifungsi, seperti lahan basah untuk resapan dan penampungan air hujan;

(g) mengidentifikasi dan memahami nilai lingkungan terbangun yang mengalami kerusakan dengan maksud untuk dapat melakukan revitalisasi, mengambil manfaat dari aset yang ada, dan memperkuat identitas sosialnya;

(h) mengintegrasikan pengelolaan limbah padat dan cair dan melakukan daur ulang dalam perencanaan tata ruang, termasuk lokasi tempat pembuangan sampah dan situs daur ulang ;

(i) berkolaborasi dengan penyedia layanan , pengembang lahan, dan pemilik tanah untuk memperkuat hubungan antara perencanaan tata ruang dan perencanaan sektoral serta meningkatkan koordinasi dan sinergi lintas sektor di antara berbagai pelayanan seperti air bersih , saluran limbah dan sanitasi , energi dan listrik, telekomunikasi dan transportasi;

(j) mendorong pembangunan, penambahan komponen dan manajemen "bangunan hijau" dengan memberikan insentif dan disinsentif, serta memantau dampak ekonomi yang terjadi;

(k) merancang jalan raya yang mempergiatkan berjalan kaki, berkendaraan tak bermotor dan pemakaian angkutan umum, serta menanam pohon untuk keteduhan dan penyerapan karbon dioksida.

 

 

 

 

Sumber : Panduan lnternasional tentang Perencanaan Kola dan Wilayah Oleh Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah Kementerian PUPR

Jumat, 08 April 2022

Perbedaan Perencanaan Wilayah dengan Perencanaan Kota

 

Kota dan Wilayah Merupakan Satu kesatuan, namun pendekatan perencanaannya harus dilakukan dengan cara berbeda. Pada dasarnya ruang wilayah yang pada umumnya terkandung sumber daya yang besar diperankan oleh peradaban manusia sebagai lokasi bahan bahan baku yang kemudian berkembang menjadi lokasi produksi barang (goods). Sedangkan akibat perkembangan manusia yang melakukan produksi secara spesialisasi (lihat teori Division of labor dari Adam Smith dan Comparatife Advantage dari David Ricardo) dan berkembang memenuhi kebutuhan hidup secara komersial, kota muncul sebagai simpul distribusi barang dan simpul, serta pusat layanan bagi daerah hinterland nya.

Dengan demikian Kota adalah bagian dari sistem wilayah. Tidak ada kota tumbuh terlepas dari wilayah hinterlandnya. Dalam definisi struktur ruang wilayah, kota-kota adalah komponen simpul pembentuk struktur ruang wilayah yang berfungsi untuk memfasilitas aliran barang dan jasa (orang) antar bagian wilayah atau dengan pertukaran barang dan jasa dengan wilayah lain.

Dengan perbedaan fungsional diatas, lingkup perencanaan wilayah meliputi juga penetapan jumlah, besaran, distribusi, serta keterkaitan/ hubungan antar kota sebagai system pusat pelayanan yang membentuk struktur ruang wilayah.

Dengan demikan, perbedaan yang mendasar antara RTRW wilayah dan RTRW kota lainnya adalah pada penggambaran struktur ruang. Terutama pada bentuk simpul/ pusat dan penggambarannya. Sebagaimana telah diuraikan pada paragraph sebelumnya, struktur ruang wilayah pada hakikatnya dalam system kota-kota urban system yang terbentuk dari kota-kota dan jaringan, terutama transportasi, penghubungnya kemudian digambarkan dalam bentuk titik (dot) yang berbeda ukuran besarnya untuk menunjukkan hirarki dan layanan garis-garis penghubungnya yang digambarkan dengan ketebalan berbeda sesuai dengan tingkatan fungsi dalam system transportasi. Struktur ruang kota terbentuk oleh pusat-pusat kegiatan kota yang berupa konsentrasi layanan pusat-pusat pekerjaan penduduknya karena pada umumnya guna lahan dari pusat-pusat tersebut cukup besar untuk di deliniasi. Untuk itu dapat digambarkan dalam bentuk bidang (polygon).



Sumber: 

Modul Teknik Analisis Dan Perencanaan Wilayah

oleh R. Widodo Dwi Pramono