Tampilkan postingan dengan label Perangkat Pengendalian Pemanfaatan Ruang. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Perangkat Pengendalian Pemanfaatan Ruang. Tampilkan semua postingan

Minggu, 15 Januari 2023

Instrumen-Instrumen Hukum Bidang Penataan Ruang Sebagai Perangkat Pengendalian Pemanfaatan Ruang

Pengendalian pemanfaatan ruang, sebagai bagian integral dari proses pemanfaatan ruang, adalah unsur vital yang berfungsi untuk menjaga arah pemanfaatan ruang agar tetap sesuai dengan arah perencanaan. Dalam kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang, diperlukan instrumeninstrumen/perangkat yang berfungsi sebagai alat untuk melakukan mekanisme pengontrolan, khususnya yang terkait dengan hukum. Di antara perangkat tersebut terdapat dua hal yang berkaitan dengan hukum yaitu perizinan dan sanksi. Perizinan dan sanksi, terkait erat dengan mekanisme penertiban pemanfaatan ruang, sebagai mekanisme pamungkas terhadap tindakan pelanggaran terhadap rencana tata ruang. Pengenaan sanksi terhadap pelanggar rencana tata ruang, adalah tindakan yang di mana instrumen hukum bidang tata ruang memiliki peran kunci digunakan untuk melakukan dan untuk menerapkan tindakan hukum terhadap pelanggar tata ruang.

Prinsip negara hukum seperti yang ditegaskan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) menegaskan bahwa dalam menyelenggarakan pemerintahan maka semua penyelenggara negara harus mendasarkan tindakannya kepada hukum. Termasuk dalam mencapai tujuan negara seperti yang terdapat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) tersebut. Dalam konteks tulisan ini, termasuk diantaranya adalah penegakan hukum terhadap pelanggar aturan hukum tentang pemanfaatan ruang.

Prinsip kebijakan otonomi daerah merujuk kepada Peraturan perundangundangan, yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) yang menyatakan bahwa urusan pemerintahan dibagi antara urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum; lebih lanjut Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah menyatakan bahwa urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) UndangUndang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah adalah urusan pemerintahan yang dibagi antara pemerintah pusat dan daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota; kemudian Pasal 9 ayat (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah menyatakan bahwa urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke daerah menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah.

Adapun dijelaskan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) UndangUndang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, bahwa urusan pemerintahan konkuren dibagi menjadi urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan, sedangkan ayat (2) menyatakan bahwa (2) urusan pemerintahan wajib sebagaimana terdiri atas urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar dan urusan pemerintahan yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar. Kemudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf c UndangUndang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah menyebutkan bahwa urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 UndangUndang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah adalah termasuk pekerjaan umum dan penataan ruang. Proses penegakan hukum atas pelanggaran penataan ruang merupakan salah satu unsur krusial dan fundamental dalam mengawal implementasi rencana tata ruang. Mengapa? Karena untuk mewujudkan implementasi tata ruang yang baik harus diimbangi pula dengan sistem pengendalian yang sama baiknya dengan perencanaan, untuk menghindari melencengnya proses pembangunan ruang yang tidak sesuai dengan arah sebagaimana digariskan dalam peraturan-peraturan, hal mana dalam rezim penataan ruang di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, beserta turunannya.

Dalam sistem penyelenggaraan penataan ruang seperti tertuang di Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, disebutkan bahwa dalam penyelenggaraan penataan ruang terdapat mekanisme pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang. Seiring dengan semakin banyaknya produk-produk tata ruang yang telah diperdakan di daerah, dalam mekanisme pelaksanaan, terdapat didalamnya pengendalian pemanfaatan ruang yang dibutuhkan dalam mengawal implementasi Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (Perda RTRW) yang telah ditetapkan. Pengendalian pemanfaatan ruang saat ini menjadi hal yang wajib untuk mengawal implementasi rencana tata ruang. Adapun fungsi dari pengendalian itu sendiri ada dua hal pokok, pertama adalah fungsi kuratif, yakni untuk memperbaiki suatu keadaan ruang yang kurang baik dan berada dalam kondisi eksisting (telah ada); kedua adalah fungsi preventif, yakni untuk mencegah adanya proses pembangunan yang tidak sesuai peraturan yang berlaku. Keduanya pada pokoknya bertujuan sama, untuk mengarahkan proses pembangunan ruang sesuai dengan koridor yang telah ditetapkan.

Sesuai dengan UndangUndang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, instrumen pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas peraturan zonasi, perizinan, insentif dan disinsentif, serta sanksi. Peraturan zonasi, secara sederhana dapat dijelaskan sebagai bentuk pengaturan untuk mengarahkan proses pembangunan ruang sesuai dengan blok-blok yang telah ditentukan.



Pengenaan sanksi, yang merupakan salah satu upaya pengendalian pemanfaatan ruang, dimaksudkan sebagai perangkat tindakan penertiban atas pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi. Sanksi, secara singkat dapat dijelaskan sebagai tindakan penertiban yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang.

Penegakan hukum dalam indikasi pelanggaran tata ruang dilakukan dengan menganut asas ultimum remedium, dimana hal ini salah satunya terkait erat dengan ketentuanketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 62 dan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yakni penerapan sanksi administratif terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang. Artinya, apabila masih ada upaya penegakan lain yang bisa dilakukan, maka upaya itulah yang terlebih dulu dikedepankan.

Instrumen Hukum Dalam Proses Pengendalian Pemanfaatan Ruang

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Dalam Pasal 1 ayat (15) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, disebutkan pengertian pengendalian adalah suatu upaya tindakan yang dilakukan untuk mewujudkan tata tertib tata ruang. Menurut Muhajir (2017:189), pengendalian pemanfaatan ruang merupakan bagian dari kegiatan penataan ruang yang dipersiapkan sejak awal proses perencanaan tata ruang. Konsep pengendalian dimulai sebelum rencana tata ruang diimplementasikan dengan memasukkan indikator pencapaian hasil, sebagai dasar-dasar kriteria yang diperlukan, pada saat rencana dilaksanakan dan sesudah implementasi.

Mekanisme Pengendalian Pemanfaatan Ruang. Sumber: data primer yang diolah.



Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 61 UndangUndang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dalam pemanfaatan ruang setiap orang wajib:

l  Menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;

l  Memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang;

l  Mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang; dan

l  Memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.

 

Pengendalian Pemanfaatan Ruang, Pengertian Pengendalian Pemanfaatan Ruang

Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan kegiatan yang berkaitan dengan pengawasan dan penertiban terhadap implementasi rencana sebagai tindak lanjut dari penyusunan atau adanya rencana, agar pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang. Pengertian lain dari pengendalian pemanfaatan ruang yaitu: merupakan usaha untuk mengambil tindakan agar pemanfaatan ruang termasuk tata tanah, tata guna air, tata guna udara dan tata guna sumber daya alam lainnya yang berada pada kawasan lindung, kawasan budidaya, kawasan perdesaan, dan kawasan perkotaan yang direncanakan dapat terwujud. Ibrahim (1998:27) mengemukakan bahwa dengan kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang, maka dapat diidentifikasi sekaligus dapat dihindarkan kemungkinan terjadinya penyimpangan pemanfaatan ruang.

a.     Pengawasan

Suatu usaha atau kegiatan untuk menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang yang dilakukan.

b.     Penertiban

Penertiban adalah usaha untuk mengambil tindakan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana dapat terwujud. Tindakan penertiban dilakukan melalui pemeriksaan dan penyelidikan atas semua pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

 

Konsepsi Penegakan Hukum Bidang Penataan Ruang

Penegakan hukum merupakan suatu bentuk konkret penerapan hukum dalam masyarakat yang mempengaruhi perasaan hukum, kepuasan hukum dan kebutuhan atau keadilan hukum masyarakat. (Manan, 2009:52) Dalam pandangan umum, penegakan hukum identik dengan proses yang terjadi pada lembagalembaga penegak hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan, Menurut Lawrence Meir Friedman, sistem hukum terdiri dari tiga unsur yang saling mempengaruhi yaitu:

1.     Struktur Hukum (Legal Structure) adalah pola yang memperlihatkan tentang bagaimana hukum itu dijalankan menurut ketentuan-ketentuan formalnya. Struktur mencakup dua hal yaitu kelembagaan hukum dan aparatur hukum

2.     Substansi Hukum (Legal Substance) mencakup peraturan yang tidak hanya pada perundang undangan positif saja, akan tetapi termasuk norma dan pola tingkah laku yang hidup dalam masyarakat. Penekanannya terletak pada hukum yang hidup, bukan hanya pada aturan dalam kitab hukum.

3.     Budaya Hukum adalah sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya.

 


Perangkat dan Mekanisme Pengendalian Pemanfaatan Ruang

Perangkat hukum pengendalian pemanfaatan ruang pada dasarnya untuk mencegah perubahan pemanfaatan ruang. Pada dasarnya, apabila pemanfaatan ruang dilakukan dengan pertimbangan arahan sesuai aturan yang berlaku, maka akan mempunyai kekuatan hukum yang pasti dan dianggap sesuai dengan kebutuhan masyarakat umum dan perkembangan kota, pun dengan prosedur pengendaliannya akan menjadi sangat sederhana. Untuk mewujudkannya, setiap permohonan yang tidak sesuai dengan peruntukan ruang harus ditolak kecuali ada ketetapan peraturan daerah tersebut mencantumkan dispensasi/keringanan yang diperbolehkan, sesuai ketentuan yang berlaku.

Berdasarkan UndangUndang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dan dijabarkan dengan lebih rinci dalam Pasal 148-Pasal 197 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, mekanisme pengendalian penyelenggaraan penataan ruang pada dasarnya terdiri dari empat jenis: peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi:

l  Peraturan Zonasi, merupakan ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/ zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang;

l  Perizinan, merupakan upaya untuk memperbolehkan atau tidak memperbolehkan suatu kegiatan berlangsung pada suatu wilayah sesuai dengan tata ruang, dengan mengeluarkan penerbitan surat izin.

l  Pemberian Insentif dan Disinsentif, merupakan upaya untuk mengarahkan pembangunan dengan memberikan dorongan terhadap kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang dan memberikan upaya menghambat terhadap kegiatan yang bertentangan dengan rencana tata ruang;

l  Pengenaan Sanksi, merupakan upaya untuk memberikan tindakan penertiban atas pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi.

Pengendalian ruang, pada pokoknya adalah salah satu bentuk dari tiga pokok pelaksanaan penataan ruang yakni planning, actuating, dan controlling Pengendalian ruang adalah pengejawantahan dari fungsi controlling, yaitu untuk mewujudkan tatanan ruang yang produktif dan berkelanjutan, dengan mengedepankan kepentingan ekonomi, lingkungan, dan sosial secara seimbang:

1. Proses perencanaan tata ruang wilayah, yang menghasilkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), disamping sebagai “guidance of future actions”, RTRW pada dasarnya merupakan bentuk intervensi yang dilakukan agar interaksi manusia/makhluk hidup dengan lingkungannya dapat berjalan serasi, selaras, seimbang untuk tercapainya kesejahteraan manusia/makhluk hidup serta kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pembangunan (development sustainability);

2. Proses pemanfaatan ruang, yang merupakan wujud operasionalisasi rencana tata ruang atau pelaksanaan pembangunan itu sendiri memerlukan pengawasan untuk menjaga arah dari perencanaan tata ruang;

3. Proses pengendalian pemanfaatan ruang, yang dalam salah satu bentuk spesifiknya berupa penertiban ruang, yang dalam bentuk spesifiknya berupa penertiban ruang, mengambil bentuk penerapan punishment terhadap implementasi penggunaan ruang yang menyimpang dari rencana tata ruang. dalam prosesnya dilakukan melalui check dan recheck terhadap perizinan dan tindakan berdasarkan hukum dengan tujuan menjaga arah penataan ruang tetap sesuai dengan arahan rencana tata ruang.

Adanya kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap pemanfaatan ruang secara kontinyu benarbenar diperlukan, untuk menghasilkan produk audit ruang yang diperlukan sebagai bahan masukan/rekomendasi untuk mewujudkan kesesuaian pemanfaatan ruang aktual terhadap rencana tata ruang wilayah yang ditetapkan.

Sebagai rekomendasi, dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut:

a. Jika tingkat kesesuaian antara perencanaan dengan implementasi penataan ruang tinggi, maka kegiatan selanjutnya adalah memantapkan programprogram pemanfaatan ruang;

b. Jika tingkat kesesuaian antara perencanaan dengan implementasi penataan ruang sedang, perlu kebijakan atau strategi baru untuk memperkuat terwujudnya kesesuaian; dan/atau pemantapan pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang.

 

SUMBER : Oleh :Mochamad Moro Asih, S.H., C.I.H, Dalam BULETIN PENATAAN RUANG Edisi V |September - Oktober 2022