Tampilkan postingan dengan label Peran Penataan Ruang. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Peran Penataan Ruang. Tampilkan semua postingan

Jumat, 21 Februari 2025

Mewujudkan Kota Hijau Berkelanjutan

“Tidak dapat dipungkiri bahwa kawasan perkotaan memiliki peran penting dalam pembangunan nasional dan daerah. Tentu saja konsep dan perencanaan tata ruang yang bagus tidaklah cukup. Yang tidak kalah penting adalah konsistensi implementasi pemanfaatan ruang untuk mewujudkan struktur dan pola ruang sesuai dengan rencana dan pengendalian pemanfaatan ruang”.

Saat ini, perkembangan kawasan perkotaan menjadi sangat cepat yang diindikasikan dengan pesatnya pertumbuhan penduduk. Dalam periode 1950-1990, jumlah penduduk kota di dunia telah meningkat lebih kurang tiga kali lipat, yaitu dari 730 juta jiwa menjadi 2,3 miliar jiwa . Antara tahun 1990 hingga tahun 2020, angka pertumbuhan penduduk ini akan menjadi dua kali lipat, melampaui 4,6 miliar jiwa.

Pada saat ini sekitar 43% penduduk dunia tinggal di perkotaan. Di Indonesia, pada periode 2000-2005 tingkat pertumbuhan penduduk secara nasional sebesar 1,98 % per tahun dibandingkan dengan angka pertumbuhan penduduk kota sebesar 5,98 % per tahun.

Pesatnya pertumbuhan penduduk di perkotaan semakin menambah berat beban perkotaan serta memperluas perkembangan kawasan, terutama di daerah pinggiran kota besar dan metropolitan.



Permasalahan Perkotaan

Pertumbuhan kota secara cepat tersebut secara langsung berimplikasi pada pembangunan infrastruktur dasar dan pelayanan publik. Permasalahan infrastruktur, seperti kurangnya layanan air bersih, sistem sanitasi, dan pemenu - han penyediaan perumahan, serta transportasi yang tidak memadai dalam mendukung pemenuhan kebutuhan pertumbuhan penduduk perkotaan menjadi penyebab utama timbulnya berbagai masalah di perkotaan.

Hal tersebut juga melengkapi permasalahan lanjutan, seperti kemacet - an, permukiman kumuh, kemiskinan, menurunnya kualitas lingkungan perko - taan, luasan ruang terbuka hijau yang semakin menurun, serta berbagai permasalahan lainnya yang semakin menambah kompleksitas permasalahan perkotaan.

Pengelolaan kawasan perkotaan cenderung mengalami tantangan yang berat akibat arus urbanisasi, sementara di satu sisi daya dukung lingkungan dan sosial juga mengalami penurunan. Alih guna lahan (konversi) dari lahan pertanian maupun ruang terbuka hijau menjadi kawasan terbangun menjadi tantangan tersendiri.

Berdasar data BPS (2003) , tingkat kon - versi lahan pertan ian di Indonesia rata - rata mencapai 150 ribu hektar setiap tahunnya. Sedangkan penurunan luas ruang terbuka hijau dalam 30 tahun terakhir ini, terutama pada kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung , Surabaya, dan Medan , dari sekitar 35% di awal 1970-an menjadi kurang dari 10% saat ini.

Perubahan Iklim

Perubahan iklim yang merupakan isu global adalah akibat dari peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer bumi yang dihasilkan berbagai kegiatan manusia, terutama penggunaan bahan bakar fosil dan alih fungsi lahan. Dampak perubahan iklim makin terasa terutama pada dekade terakhir, seperti perubahan pola cuaca, banjir, longsor, kenaikan muka air laut, dan sebagainya. Dampak perubahan iklim tersebut tidak hanya merusak kualitas lingkungan, namun juga membahayakan kesehatan manusia , kegiatan ekonomi, sosial-budaya, serta infrastruktur .

Kota Hijau Berkelanjutan

Kota hijau pada dasarnya memiliki pengertian sebagai kota yang berwawasan lingkungan hidup yang pengembangan kotanya dimaksudkan untuk dapat menjaga kelestarian dan keberadaan berbagai sumber daya yang menunjang kehidupan, mengingat kota dengan wilayah sekitarnya merupakan satu kesatuan sistem geografis yang memiliki hubungan timbal -balik dan ketergantungan.



Kota hijau adalah kota yang berkelan - jutan, baik secara lingkungan fisik, ekonomi , sosial-budaya , maupun tata kelola (governance). Keberlanjutan metabolisme kota dengan pembangunannya harus dapat memenuhi kebutuhan -kebutuhan masa kini tanpa membahayakan kemampuan generasi masa depan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri.

Pola pembangunan yang hanya menekankan pada pertumbuhan ekonomi cenderung mengarah pada pemanfa - atan sumber daya alam dan lingkungan yang kurang terkendali. Kota memiliki keterbatasan daya dukung baik lingkungan maupun sosial, jika dieksploitasi terus-menerus akan mengakibatkan bencana lingkungan dan krisis ekologi. Untuk itu dalam mengelola segenap potensi sumber daya alam tersebut harus dilakukan secara bijak dan penuh kehati-hatian.

Kawasan perkotaan dalam konsep lingkungan hidup adalah merupakan suatu kawasan yang tercipta dari berlangsungnya proses interaksi antara manusia (lingkungan hidup sosial) dengan sumber daya alam (lingkungan hidup alam) yang terejawantah dalam lingkungan binaan manusia (built environment). Konsep tiga roda antara lingkungan hidup alam, lingkungan hidup sosial, dan lingkungan hidup binaan manusia tersebut tidak boleh tersegregasi, namun harus dalam satu kesatuan dan keutuhan sistem.

Peran Penataan Ruang

Berbagai permasalahan perkotaan membutuhkan pendekatan yang tepat, yaitu dengan mengedepankan prinsipprinsip pembangunan berkelanjutan. Harus disadari bahwa kota kita masingmasing memiliki karakteristik yang unik, sehingga kondisi ini membutuhkan pendekatan pengembangan perkotaan yang berbasis kebutuhan dan kemampuan dan potensi yang dimiliki masingmasing kota.



Pengembangan infrastruktur perkotaan harus memasukkan aspek keber - lanjutan sebagai prasyarat utama pembangunan. Dibutuhkan kebijakan dan program yang jelas serta sumber daya yang memadai. Tidak kalah pentingnya adalah keterlibatan dan dukungan segenap pihak dalam penyelenggaraan pembangunan perkotaan .

Penataan ruang memiliki peran yang sangat siginfikan sebagai instrumen dalam rangka mewujudkan kota hijau yang berkelanjutan . Dalam rencana tata ruang kota, diatur hal-hal yang terkait perwujudan kota hijau yang berkelanjutan, seperti pengaturan pusat- pusat kegiatan yang berjenjang dan berhirarki serta pembagian peran dan fungsi pada kota-kota di kawasan metropolitan, kompaksi perkotaan dengan mendekat - kan fungsi dan aktivitas sehingga pola pergerakan menjadi lebih efisien .

Ada juga konservasi terhadap kawasan lindung, penyediaan jalur dan ruang evakuasi bencana, pertimbangan daya dukung lingkungan, pengembangan infrastruktur perkotaan sebagai instrumen pengendalian pemanfaatan ruang, pengembangan sistem jaringan trans - portasi publik dan jalur pejalan kaki, penataan dan pengelolaan sektor informal serta pelestarian terhadap kawasan bersejarah perkotaan .

Selanjutnya, dalam rencana tata ruang kota ditetapkan target ruang terbuka hijau sebesar 30% dari luas kota, di mana proporsi 30% ini merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan sistem hidrologi dan sistem mikroklimat maupun sistem ekologis lain. Hal ini akan meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan oleh masyarakat serta sekaligus meningkatkan estetika kota .

Kendala dalam Mewujudan Kota Hijau Berkelanjutan

Tidak mudah memang mewujudkan kota hijau yang berkelanjutan. Beragam kendala menjadi faktor penghambat, antara lain kurangnya pemahaman dan peran masyarakat dalam upaya perwujudan kota hijau, belum optimalnya kapasitas kelembagaan serta rendahnya kerja sama dan koordinasi antarsektor dalam pengelolaan lingkungan hidup, peningkatan jumlah penduduk perkotaan dan urbanisasi, pembangunan yang berorientasi fisik dan ekonomi, tingginya pendanaan serta terbatasnya lahan perkotaan dalam mewujudkan ruang terbuka hijau sebesar 30% dari luas kota.

Ada pula persepsi bahwa penerapan konstruksi hijau cenderung membuat biaya pembarigunan menjadi lebih mahal. Pada tahap investasi awal penerapan konstruksi hijau memang cenderung lebih mahal 30%-40 % yang disebabkan oleh harga bahan material ramah lingkungan dan hemat energi yang memang relatif lebih mahal, rencana tata ruang belum sepenuhnya dijadikan acuan dalam pembangunan perkotaan, tingginya pendanaan serta terbatasnya lahan perkotaan dalam mewujudkan ruang terbuka hijau.

Ditambah lagi perkembangan kawasan perkotaan cenderung bersifat ekspansif dan menunjukkan gejala urban sprawl yang semakin tidak terkendali, pengalihfungsian kawasan pertanian subur di pinggiran kota, peningkatan ketergantungan pada kendaraan bermotor, dan kurang optimalnya pengawasan oleh aparat dalam mendukung tertib pemanfaatan ruang.



Strategi Cerdas dan lnovatif

Diperlukan strategi yang cerdas, bijak, dan inovatif dalam rangka kota hijau berkelanjutan, ialah adanya kompaksi perkotaan, yaitu strategi pengembangan kota dengan meningkatkan kawasan terbangun dan kepadatan penduduk perumahan, mengintensifkan kegiatan ekonomi, sosial dan budaya perkotaan, memanipulasi ukuran, bentuk dan struktur perkotaan, serta sistem permukiman untuk mencapai manfaat keberlanjutan lingkungan sosial dan global, yang diperoleh dari pemusatan fungsi -fungsi perkotaan, dan penggunaan lahan campuran/mixed land use (Jenk, 2000 ) .

Kemudian, pentingnya mendorong pengembangan sistem transportasi publik antarmoda yang terintegrasi dan hemat energi. Selanjutnya penerapan lnte//egent Building System (JBS) atau sistem bangunan cerdas yang efisien dalam penggunaan energi serta meningkatkan penggunaan teknologi dan bahan bangunan yang ramah lingkungan.

Menghijaukan atap juga dapat mengurangi efek urban heat island (suhu wilayah kota yang lebih tinggi yang mempengaruhi daerah pedesaan, terutama karena meluasnya permukaan keras yang menyerap radiasi matahari).

Jangan dilupakan kearifan lokal, nilainilai kearifan lokal, budaya, sosial, kesejarahan, tradisi yang tercermin dalam arsitektur tradisional dapat menjadi rujukan dalam perancangan arsitektur di masa depan yang ramah lingkungan dan hemat energi. Terakhir adalah penerapan green construction yang merupakan sebuah pola tatanan infrastruktur yang dilakukan mulai dari proses perencanaan, perancangan, pelaksanaan, pemakaian, hingga daur ulangnya meng - gunakan energi seminimal mungkin .

Upaya peran strategis dan dukungan sektor-sektor harus diselenggarakan secara terpadu dan berkelanjutan berbasis pengembangan wilayah dengan instrumen penataan ruang. Melalui penerapan prinsip keterpaduan tersebut, diharapkan aka·n tercipta pola dan struktur ruang wilayah yang efisien dan efektif yang dicapai secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan. Untuk itu diperlukan komitmen dan konsitensi yang kuat dan sungguh-sungguh dalam menyelenggarakan penataan ruang, baik pada tingkat nasional, provinsi, kabupaten maupun kota sehingga dapat terwujud ruang kota yang nyaman, produktif dan berkelanjutan ke depan.

 

 

 

Sumber : Oleh Taufan Madiasworo dalam Volume40 • KIPRAH Tahun 2010