Tampilkan postingan dengan label Penataan Ruang. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Penataan Ruang. Tampilkan semua postingan

Minggu, 07 Mei 2023

Apa Peran Kita Dalam Penataan Ruang?

Peran Pemerintah

1.      Menyusun REGULASI sebagai rumusan dari kebijakan.

2.  Membuat PERENCANAAN dalam wujud Rencata Umum Tata Ruang dan Rencana Rinci Tata Ruang

3.    Melakukan PEMBINAAN kepada pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan masyarakat.

4.      Melaksanakan PEMBANGUNAN (bersama masyarakat dan dunia usaha)

5.   Melakukan PENGENDALIAN dan PENGAWASAN sebagai upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang.   

Hak, Kewajiban, dan Peran Masyarakat

Hak masyarakat

1. mengetahui RTR

2. menikmati pertambahan nilai ruang

3. memperoleh penggantian yg layak

4. mengajukan keberatan

5. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yg tidak sesuai dengan RTR

6. mengajukan gugatan ganti kerugian

Kewajiban masyarakat

1. menaati RTR;

2. mematuhi larangan:

• memanfaatkan ruang tanpa izin

• melanggar ketentuan dalam persyaratan izin.

• menghalangi akses terhadap kawasan-kawasan yg dinyatakan oleh peraturan per-UU-an sebagai milik umum.

Peran Masyarakat

1. partisipasi dalam penyusunan RTR.

2. partisipasi dalam pemanfaatan ruang.

3. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.

Peran Masyarakat

Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Peran-peran tersebut diantaranya adalah:

• Memberikan masukan mengenai penetapan rencana tata ruang

• memberikan masukan mengenai kegiatan memanfaatkan ruang yang sesuai dengan budaya lokal dan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

• keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi pelaksanaan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

• pelaporan kepada instansi dan/atau  pejabat yang berwenang dalam hal menemukan dugaan penyimpangan atau pelanggaran kegiatan pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

• Penataan lingkungan sekitar

PERAN GENERASI MUDA

Salah satu kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah adalah mensosialisasikan esensi, makna dan substansi peraturan yang  terkait dengan penataan ruang sehingga masyarakat dapat mengetahui dan mengerti peran mereka dalam penataan ruang. Masyarakat mencakup objek yang sangat luas, terdiri dari akademisi, asosiasi profesi, organisasi masyarakat sipil, para pelajar/mahasiswa, dan lain–lain.

Masyarakat perlu mengetahui arti pentingnya penataan ruang karena di dalam peraturan perundang– undang sendiri telah diatur peran serta masyarakat agar proses penataan ruang dapat berjalan dengan baik. Pemberian pemahaman akan pentingnya penataan ruang, perlu diberikan kepada generasi  muda, sebagai penerus kehidupan  bangsa agar efektif dalam peletakan dasar pemahaman akan tujuan penataan ruang.

Pelajar sebagai generasi muda yang peduli akan permasalahan yang terjadi, perlu diberikan pengertian lebih awal karena rasa penasaran mereka masih besar, sehingga perlu diberikan pengarahan dan pemahaman yang benar akan pentingnya penataan ruang. Apalagi, pada era reformasi dan globalisasi ini, generasi muda semakin kritis dan berani untuk menilai dan mengkritik atas penyelenggaraan penataan ruang,

sehingga mereka pun perlu untuk diberikan pemahaman mengenai muatan dan pentingnya peraturan perundang-undangan bidang penataan ruang. Untuk meningkatkan pemahaman para pelajar akan pentingnya penataan ruang diperlukan Sosialisasi Penyelenggaraan Penataan Ruang . Kegiatan sosialisasi peraturan perundang-undangan bidang penataan ruang dilakukan dengan metode yang kreatif dan inovatif agar menyentuh pelajar dan membuat mereka mengerti akan pentingnya penataan ruang sejak dini.



Jadilah Smart Generation Smart, Care, and Green

Smart, artinya kita sebagai generasi muda harus cerdas dalam menyikapi permasalahan tata ruang yang terjadi di sekitar serta memberikan solusi-solusi yang membangun.

Care, memiliki keperdulian terhadap alam lingkungan hidup tempat tinggal kita bersama, serta

Green, memiliki komitmen untuk menjaga dan memelihara keberlangsungan hidup di bumi kita tercinta. 

Lalu, apa peran Pelajar (Smart Generation) dalam Penataan Ruang?

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, kita dapat ikut berperan dalam:

• Perencanaan tata ruang;

• Pemanfaatan ruang;

• Pengendalian pemanfaatan ruang.

Pemberdayaan Pelajar (Smart Generation) dalam Penataan Ruang

• Membangun kepedulian terhadap masalah tata ruang;

• Peningkatan pemahaman tentang penataan ruang;

• Pelibatan dalam proses penataan ruang (perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian).

 

Hak dan kewajiban masyarakat (termasuk juga pelajar) untuk terlibat dalam penataan ruang tercantum dalam pasal 60 & 61 UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang.

Peran pelajar dalam penataan ruang dalam bentuk keseharian bisa berupa:

• Perencanaan -> BELUM, karena dibutuhkan keahlian ataupun ilmu yang khusus, namun dapat berpartisipasi dalam proses penyusunan rencana;

• Pemanfaatan:

-      Kurangi pemakaian kendaraan pribadi

-      Gunakan transportasi umum

-      Gunakan jembatan penyeberangan

-      Jalan kaki

-      Gunakan sepeda

 

• Pengendalian:

-      Keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi pelaksanaan rencana tata ruang yang telah ditetapkan

-      Melaporkan ke pemerintah (kecamatan, kota, dsb) jika menemukan dugaan pelanggaran pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

 

Sumber: Buku MENGENAL LEBIH DEKAT PENATAAN RUANG Bagi Generasi Muda, Penerbit KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG Tahun 2012

Rabu, 14 September 2022

Peran Strategis DPRD dalam Pengaturan Penataan Ruang Pasca UU Cipta Kerja

            DEWAN Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) hingga saat ini dalam kedudukannya pada penyelenggaraan pemerintahan daerah masih belum sepenuhnya dipahami oleh masyarakat. DPRD dianggap sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Hal ini dapat dimaklumi mengingat dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang ditetapkan pada era reformasi, DPRD didefinisikan sebagai Badan Legislatif Daerah sehingga dianggap memiliki kedudukan yang sama dengan DPR RI. Pada penjelasan Pasal 16 ayat 2, dijelaskan bahwa dalam kedudukannya sebagai Badan Legislatif Daerah, DPRD bukan merupakan bagian dari pemerintah daerah. Lebih lanjut dalam penjelasan undang-undang dimaksud, DPRD dipisahkan dari pemerintah daerah dengan maksud untuk lebih memberdayakan DPRD dan meningkatkan pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada rakyat. Oleh karena itu hak-hak DPRD cukup luas dan diarahkan untuk menyerap serta menyalurkan aspirasi masyarakat menjadi kebijakan daerah dan melakukan fungsi pengawasan. Selain itu, dalam proses pengisian anggotanya pun juga sama dengan DPR RI yaitu melalui Pemilihan Umum, sebagaimana dalam Pasal 18 ayat 3 Undang[1]Undang Dasar 1945 bahwa pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui Pemilihan Umum. Dalam Pasal 22E ayat 2 undang-undang dimaksud kembali ditegaskan bahwa Pemilihan Umum diselenggarakan salah satunya untuk memilih anggota DPRD.

Sejalan dengan perkembangan situasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, pengaturan terkait dengan DPRD juga mengalami penyesuaian. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengaturan baru setelah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, definisi DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Pemerintahan daerah sendiri didefinisikan sebagai penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dijelaskan bahwa hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD merupakan hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan. Kedudukan yang setara bermakna bahwa di antara lembaga pemerintahan daerah itu memiliki kedudukan yang sama dan sejajar, artinya tidak saling membawahi. Hal ini tercermin dalam membuat kebijakan daerah berupa Peraturan Daerah. Hubungan kemitraan bermakna bahwa antara Pemerintah Daerah dan DPRD adalah sama-sama mitra sekerja dalam membuat kebijakan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan fungsi masing-masing sehingga antar kedua lembaga itu membangun suatu hubungan kerja yang sifatnya saling mendukung bukan merupakan lawan ataupun pesaing satu sama lain dalam melaksanakan fungsi masing-masing.

Seiring dengan berkembangnya konsepsi penyelenggaraan pemerintahan daerah, melalui pengaturan yang terbaru dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pada ketentuan Pasal 57 ditegaskan bahwa kepala daerah dan DPRD merupakan penyelenggara pemerintahan daerah provinsi dan kabupaten/ kota, keduanya berada dalam “kotak penyelenggara pemerintahan daerah” sebagaimana terlihat dalam diagram pada Gambar 1.





Lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah diamanatkan bahwa DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat provinsi/kabupaten/kota yang mempunyai fungsi pembentukan peraturan daerah provinsi/kabupaten/kota, anggaran dan pengawasan. Ketiga fungsi tersebut dijalankan dalam kerangka representasi rakyat di daerah. Dalam rangka melaksanakan fungsi yang dimaksud, DPRD menjaring aspirasi masyarakat.

Salah satu fungsi DPRD dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah pembentukan peraturan daerah provinsi/kabupaten/kota. Hal ini dilaksanakan dengan cara:

a. Membahas bersama kepala daerah dan menyetujui atau tidak menyetujui rancangan peraturan daerah provinsi/ kabupaten/kota;

b. Mengajukan usul rancangan peraturan daerah provinsi/kabupaten/kota; dan

c. Menyusun program pembentukan peraturan daerah provinsi/kabupaten/ kota bersama kepala daerah.

Pelaksanaan fungsi tersebut tak terkecuali terhadap pembentukan peraturan daerah terkait dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

Sejalan dengan ketentuan tersebut, pada perubahan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan pada peraturan turunannya, dalam penetapan RTRW provinsi/kabupaten/ kota DPRD berperan strategis dalam penyepakatan substansi rancangan peraturan daerah sebelum diajukan ke Menteri ATR/BPN untuk mendapatkan persetujuan substansi. Dalam proses untuk mendapatkan persetujuan substansi dimaksud, DPRD juga dilibatkan dalam pembahasan lintas sektor bersama pemerintah daerah dan pemangku kepentingan terkait. Selain itu, tentunya dalam melaksanakan fungsinya dalam pembentukan peraturan daerah, yaitu melakukan persetujuan bersama kepala daerah atas rancangan peraturan daerah terkait dengan RTRW provinsi/ kabupaten/kota, yang telah mendapatkan persetujuan substansi.

Selanjutnya terkait dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), sesuai dengan amanat perubahan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, bentuk produk hukum RDTR yang semula merupakan peraturan daerah diubah menjadi peraturan kepala daerah. Dengan ditetapkannya RDTR melalui peraturan kepala daerah dimaksud maka mekanisme persetujuan bersama DPRD tidak dilakukan, mengingat mekanisme tersebut hanya terdapat dalam pembentukan peraturan daerah. Perubahan bentuk produk hukum RDTR tersebut meskipun tidak lagi melibatkan DPRD namun perannya dalam proses penetapan RDTR tetap signifikan, sebagai pihak yang harus dilibatkan dalam pelaksanaan konsultasi publik. Selain itu, DPRD juga tetap terlibat dalam pembahasan lintas sector yang diselenggarakan oleh Kementerian ATR/BPN. Hal-hal tersebut secara normatif tertuang dalam ketentuan Pasal 85 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.

Berkenaan penjelasan sebelumnya salah satu fungsi DPRD yang strategis adalah fungsi pengawasan. Hal ini diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap:

a. Pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan kepala daerah;

b. Pelaksanaan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah; dan

c. Pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan laporan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.

Pelaksanaan terhadap pengawasan tersebut termasuk pada pelaksanaan Peraturan Daerah tentang RTRW dan Peraturan Kepala Daerah tentang RDTR. Terkait dengan hal tersebut, khususnya dalam hal Peraturan Kepala Daerah tentang RDTR, meskipun DPRD tidak terlibat dalam proses penetapan namun DPRD tetap memiliki peran strategis untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan dimaksud.

Lebih lanjut dalam ketentuan Pasal 21 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota, pengawasan dapat dilaksanakan melalui:

a. Rapat kerja komisi dengan pemerintah daerah;

b. Kegiatan kunjungan kerja;

c. Rapat dengar pendapat umum; dan

d. Pengaduan masyarakat.

Terhadap pelaksanaan pengawasan melalui rapat kerja komisi dengan pemerintah daerah dan kegiatan kunjungan kerja, dilaksanakan oleh Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) melalui kegiatan evaluasi terhadap efektivitas pelaksanaan peraturan daerah, peraturan kepala daerah, dan pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang lain. Hal evaluasi tersebut dilaporkan kepada Pimpinan DPRD dan diumumkan dalam rapat paripurna.

Berdasarkan penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa DPRD tetap memiliki peran strategis dalam pengaturan penataan ruang pasca ditetapkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Hal ini mengingat selain daripada karena kedudukannya dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, juga fungsinya dalam pembentukan peraturan daerah provinsi/kabupaten/ kota dan pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah.



Sumber: Penulis oleh Ahmad Anshori Wahdy dalam BULETIN PENATAAN RUANG Edisi I | Januari - Februari 2022

Selasa, 12 Juli 2022

PERAN TEKNIK SIPIL DALAM PENATAAN RUANG

TEKNIK SIPIL DAN TATA RUANG

Pengertian 'teknik sipil' dalam tulisan ini merujuk pada pengertian yang digunakan oleh Soefaat dalam buku "Hubungan Fungsional Teknik Sipil dengan Tata Ruang Kota dan Daerah" (diterbitkan Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, 1999). Pengertian 'teknik sipil' yang digunakan dalam buku tersebut adalah "ilmu konstruksi segala jenis bangunan­bangunan statis yang diperlukan dalam cabang-cabang transportasi, keairan, teknik penyehatan dan struktur".

Untuk 'tata ruang' dan istilah lain yang berkaitan dengan tata ruang, dapat digunakan pengertian yang ditetapkan pada Pasal 1 UU No. 24/1992 tentang "Penataan Ruang". Dalam UU tersebut ditetapkan, antara lain:

• Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah tempat manusia dan mahluk hidup lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta

memelihara kelangsungan hidupnya.

• Tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak.

• Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendaian pemanfaatan ruang.

• Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.

• Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.

• Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya.

• Kawasan tertentu adalah kawasan yang ditetapkan secara nasional mempunyai nilai strategis dan penataan ruangnya diprioritaskan.

TERBENTUKNYA TATA RUANG

Di wilayah yang belum tersentuh manusia dan belum dirasakan manfaat keberadaannya oleh manusia, tata ruang terbentuk tanpa direncanakan lebih dahulu, tetapi terjadi dengan sendirinya karena kekuatan alam yang ada di dalamnya. Di wilayah yang sudah ada kegiatan manusia, atau sudah dirasakan manfaat keberadaannya oleh manusia, tata ruang terbentuk baik direncanakan lebih dahulu maupun tidak.

Tata ruang yang akan dibahas hanya mencakup tata ruang di wilayah yang sudah ada kegiatan manusia atau yang sudah dirasakan manfaat keberadaannya oleh manusia, terutama tata ruang yang telah direncanakan lebih dahulu. Karena itu, terbentuknya tata ruang -sebagian atau seluruhnya, merupakan hasil kegiatan atau proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Ketiga proses itu disebut penataan ruang. Pembahasan selanjutnya difokuskan pada aspek yang memerlukan peran teknik sipil, yaitu aspek prasarana dan sarana di bidang transportasi, keairan, teknik penyehatan dan struktur yang bersifat statis.

PERAN TEKNIK SIPIL

Tata ruang pada hakekatnya adalah tata letak berbagai kegiatan sosial-ekonomi masyarakat serta prasarana dan sarana yang diperlukan dalam ruang. Untuk melangsungkan berbagai kegiatan sosial-ekonomi masyarakat dengan berdaya guna dan berhasil guna, prasarana dan sarana yang diperlukan harus diadakan atau dibangun lebih dahulu. Dalam pembangunan berbagai prasarana dan sarana terse but diperlukan  peran teknik sipil.

Pertimbangan teknik sipil dalam penataan ruang berpengaruh terhadap biaya pembangunan, operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana. Agar biaya dapat diusahakan serendah mungkin, peran Teknik sipil harus dilibatkan pada seluruh proses penataan ruang. Dalam perencanaan tata ruang, teknik sipil berperan dalam menetapkan letak atau lokasi semua kegiatan sosial ekonomi beserta prasarana dan sarana  yang diperlukan termasuk memperkirakan biaya pembangunannya.

Pada tahap pemanfaatan ruang, teknik sipil akan berperan dalam desain, pembangunaan, operasi serta pemeliharaan prasarana dan sarana agar keselamatan teknis dapat dijamin dan biaya dapat diusahakan serendah mungkin. Pada tahap ini teknik sipil berperan pula dalam menghitung biaya yang diperlukan. Pada proses pengendalian pemanfaatan ruang, teknik sipil turut berperan dalam berbagai pemberian izin dan persetujuan yang diperlukan, serta pengawasan terhadap dipatuhinya persyaratan yang tercantum dalam izin/persetujuan.

Aspek teknik sipil dalam penataan ruang mencakup prasarana dan sarana transportasi, keairan, teknik penyehatan dan struktur. Prasarana transportasi, antara lain, jalan raya dan jalan rel dengan jembatan dan terowongan serta terminal/stasiun, pelabuhan laut, pelabuhan sungai dan pelabuhan udara. Prasarana keairan, antara lain, bendungan, waduk, saluran irigasi, saluran air baku untuk air bersih, saluran drainase, tanggul banjir, saluran pengelak banjir (banjir kanal) dan rumah pampa. Prasarana teknik penyehatan, antara lain, bangunan penjernihan air, saluran pembuangan limbah cair, bangunan pengolah limbah cair, tempat pembuangan dan pengolahan sampah. Struktur mencakup struktur bangunan gedung, antara lain, untuk industri, perdagangan, perkantoran, pendidikan, pelayanan kesehatan, peribadatan dan rekreasi.

Biaya pembangunan prasarana dan sarana dipengaruhi keadaan di tempat atau lingkungan di mana prasarana dan sarana akan dibangun. Keadaan tersebut mencakup keadaan ekonomi dan sosial masyarakat maupun fisiklalam. Sebagai contoh, jalan yang dibangun melalui rawa lebih mahal dibanding jalan yang dibangun melalui tanah kering dan keras. Jalan yang dibangun melalui wilayah berbukit lebih mahal dibanding jalan yang dibangun melalui wilayah relatif rata. Jalan yang dibangun melalui permukiman padat lebih mahal dibanding jalan yang dibangun melalui wilayah kosong. Bangunan yang didirikan di tanah lembek dan dalam lebih mahal dibanding bangunan yang didirikan di tanah keras.

Pembangunan prasarana dan permukiman sejauh mungkin menghindari wilayah rawan longsor agar tidak mengalami kerusakan akibat longsor. Jembatan yang dibangun di bantaran sungai yang relative Iebar lebih mahal dibanding jembatan yang dibangun di bantaran sungai sempit. Jembatan harus dibangun di tempat yang aman dari gerusan air sungai untuk menghindari ambruknya jembatan karena gerusan tanah di sekitar pondasi atau tiang jembatan. Waduk sedapat mungkin dibangun di wilayah yang porositas tanahnya rendah dan tidak di tempat retakan kulit bumi agar tidak bocor dan tidak merusak bendungannya.

Ukuran dan kapasitas prasarana dan sarana yang dibangun harus sesuai skala kegiatan sosial-ekonomi yang memerlukannya. Sebagai contoh, Iebar jalan yang akan dibangun harus sesuai volume lalu lintas, kekuatannya harus sesuai beban kendaraan yang lewat. Kapasitas atau debit irigasi harus sesuai luas wilayah dan jenis tanah serta jenis tanaman yang akan diairi. Kapasitas saluran drainase harus sesuai debit air maksimum yang harus dibuang ke dalamnya, baik air hujan, air buangan rumah tangga, industri, dan lainnya.

TINGKATAN PENATAAN RUANG

Mengingat hal di atas, teknik sipil jelas berperan dalam mewujudkan tata ruang, mulai dari tata ruang makro (wilayah nasional) sampai tata ruang mikro seperti lingkungan perumahan, industri, perdagangan, perkantoran dan sebagainya. Peran tersebut diperlukan pada proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang maupun pengendalian pemanfaatan ruang.

Karena luasnya wilayah Indonesia dan ada pembagian tugas dalam penataan ruang antara pemerintah pusat, pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota, maka penataan ruang dilakukan secara bertingkat, yaitu tingkat nasional, tingkat propinsi dan tingkat kabupaten/ kota. Wilayah perencanaan dapat mencakup seluruh atau Sebagian wilayah administrasi. Aspek perencanaan dan kedalaman/kerincian rencana pada setiap tingkatan berbeda pula.  Wilayah perencanaan nasional dapat mencakup seluruh wilayah nasional dapat pula hanya beberapa propinsi atau kawasan tertentu.

Perencanaan tingkat propinsi dapat mencakup seluruh wilayah propinsi, dapat pula hanya beberapa kabupaten/kota. Perencanaan tingkat kabupaten/kota dapat mencakup seluruh atau sebagian wilayah kabupaten/kota. Tata ruang propinsi harus merupakan penjabaran dan bag ian integral dari tata ruang nasional. Tata ruang kabupaten/kota harus merupakan penjabaran dan bagian integral dari tata ruang propinsi. Namun, penataan ruang propinsi harus memperhatikan masukan dari kabupaten/kota, penataan ruang nasional harus memperhatikan masukan dari propinsi. Pada akhirnya tata ruang merupakan kompromi antara berbagai pihak yang berkepentingan dalam pemanfaatan ruang.

PETA PERENCANAAN TATA RUANG

Dalam penataan ruang, kondisi wilayah perencanaan sebagai masukan untuk perencanaan tata ruang lazimnya disajikan dalam bentuk tulisan atau laporan dan gambar atau peta. Apa yang tercantum dalam tulisan sebanyak mungkin akan digambarkan dalam peta agar struktur dan pola pemanfaatan ruangnya nampak jelas. Namun, tidak semua data, analisa dan rencana yang tertulis dalam laporan dapat digambarkan dalam peta, karena masalah teknis berkaitan dengan skala peta. Makin luas wilayah yang direncanakan makin kecil skala petanya, sehingga makin sedikit hal yang dapat dipetakan.

Untuk wilayah nasional dapat digunakan peta skala 1 :5.000.000 sampai 1 :2.000.000. Kalau digunakan peta berskala lebih besar, pengerjaan dan penggunaannya menjadi tidak praktis. Kalau dipaksakan, peta harus dibagi menjadi beberapa lembar seperti yang dilakukan pada perencanaan tata ruang nasional sekarang yang menggunakan skala 1:1.000.000. Akibatnya, sulit melihat gambaran tentang keadaan maupun rencana secara keseluruhan. Untuk wilayah propinsi dapat digunakan peta skala 1:500.000 sampai 1:200.000. Untuk wilayah kabupaten dapat digunakan peta skala 1:100.000 sampai 1:50.000. Untuk wilayah kota dapat digunakan peta skala 1:20.000 sampai 1:10.000. Untuk rencana rinci tata ruang yang meliputi sebagian wilayah kabupaten/kota, dapat digunakan peta skala 1:2.000 sampai 1:1.000.

Skala tidak menjadi keharusan, hanya untuk ancar-ancar yang dianggap praktis pengerjaan dan penggunaannya. Dalam praktek dapat saja digunakan peta dengan skala lebih besar atau lebih kecil, tergantung luas wilayah perencanaan. Makin besar skala peta, makin banyak dan makin rinci informasi yang dapat dimasukkan, namun cakupan wilayahnya  makin kecil. Karena itu, kadang perencanaan tata ruang dibuat dulu dalam  peta skala lebih besar yang dibagi dalam beberapa lembar. Kemudian disatukan dalam peta skala lebih kecil tetapi lebih praktis penggunaannya. Dalam menentukan skala peta yang penting peta tersebut setidaknya dapat memperlihatkan lokasi kegiatan sosial-ekonomi serta prasarana dan sarana yang pengadaan, pengaturan dan pengendaliannya menjadi tugas dan kewajiban pemerintah bersangkutan.

GOLONGAN RENCANA PRASARANA DAN SARANA

Dalam rencana tata ruang terdapat sekitar lima golongan rencana prasarana dan sarana, yaitu:

• Pertama, rencana mempertahankan prasarana dan sarana apa adanya.

• Kedua, rencana rehabilitasi prasarana dan sarana yang rusak dan rencana renovasi sarana yang sudah ketinggalan jaman, tanpa meningkatkan kapasitasnya. Sebagai contoh, rencana rehabilitasi jalan, saluran drainase dan saluran irigasi. Juga rencana renovasi bangunan rumah sakit dan bangunan kantor.

• Ketiga, rencana meningkatkan kapasitas prasarana dan sarana yang ada. Sebagai contoh, pelebaran dan penguatan jalan agar dapat menampung volume lalu lintas lebih besar dan beban kendaraan lebih berat. Pelebaran saluran pengelak banjir; mengganti perumahan kumuh dengan perumahan susun agar jumlah huniannya bertambah dan kualitas lingkungannya lebih baik. Juga memperbesar bangunan pengolahan air untuk menghasilkan lebih banyak air bersih.

• Keempat, rencana pembangunan prasarana dan sarana baru, seperti jalan baru, saluran irigasi baru, waduk baru, pembangunan pusat perbelanjaan baru dan pelabuhan baru.

• Kelima, rencana mengganti prasarana dan sarana yang ada dengan prasarana dan sarana jenis lain. Sebagai contoh, perumahan diganti menjadi pusat perbelanjaan, jalan rel diganti menjadi jalan raya.

Keterlibatan teknik sipil dalam perencanaan tata ruang hanya dalam penetapan lokasi prasarana dan sarana baru serta penetapan lokasi perluasan prasarana dan sarana yang ada. Pada proses pemanfaatan ruang, teknik sipil berperan dalam perencanaan teknis dan pembangunan serta dalam menghitung biaya prasarana dan sarana yang diperlukan, kecuali untuk prasarana yang sudah ada yang akan dipertahankan apa adanya.

llmu tata ruang dan ilmu teknik sipil bersifat komplementer. Dalam perencanaan tata ruang diperlukan pengetahuan tentang ilmu teknik sipil, guna memilih alternatif lokasi kegiatan serta prasarana dan sarana yang  diperlukan agar biaya pembangunan, operasi dan pemeliharaannya dapat ditekan serendah mungkin. Selain itu, ilmu teknik sipil diperlukan pula untuk memperkirakan biaya tersebut. Di pihak lain, dalam pembangunan prasarana dan sarana diperlukan pengetahuan tentang perencanaan tata ruang agar semua kegiatan yang memanfaatkan prasarana dan sarana dapat berlangsung serasi dan secara keseluruhan dapat berjalan efektif dan efisien.

Penulis belum menemukan literatur atau dokumen yang secara eksplisit menunjukkan kapan istilah teknik sipil dan tata ruang mulai digunakan di Indonesia. Mungkin kedua istilah tersebut mulai digunakan pada jaman Pemerintahan Hindia Belanda. Namun penulis percaya bahwa penerapan prinsip-prinsip teknik sipil dan perencanaan tata ruang sudah diterapkan jauh sebelum kedua istilah tersebut digunakan.

Pendidikan tinggi teknik sipil di Indonesia dimulai dengan didirikannya Technische Hoge School (Sekolah Tinggi Teknik) di Bandung pada tahun 1921. Di antara mata kuliah yang diberikan di jurusan Teknik sipil terdapat mata kuliah Stedebouwkunst (Seni Pembangunan Kota) yang merupakan mata kuliah perencanaan tata ruang kota dalam bentuk masih sederhana. Kuliah tersebut diberikan sampai akhir tahun lima puluhan, ketika Technische Hoge School sudah berubah status menjadi Fakultas Teknik Universitas Indonesia.

Mata kuliah Stedebouwkunst di jurusan teknik sipil masih dianggap belum cukup untuk menghasilkan ahli perencana kota. Karena itu, Kepala Balai Tata Ruangan Pembangunan yang dijabat sarjana Teknik sipil, pada tahun lima puluhan berusaha mendirikan sekolah perencanaan yang lengkap dan tidak terbatas pada perencanaan kota, tapi mencakup pula perencanaan daerah (regional planning). Dalam penyusunan kurikulum pernah diusulkan memasukkan mata kuliah municipal engineering, tidak lain dari teknik sipil untuk pembangunan kota. Hal tersebut menunjukkan perlunya pengetahuan teknik sipil bagi para perencana tata ruang.

Pada awal tahun 1950-an, setelah penyerahan Centraal Bureau voor Ruimtelijke Wederopbouw (CBRW) dari Pemerintah Hindia Belanda kepada Pemerintah Republik Indonesia dan berubah nama menjadi Balai Tata Ruangan Pembangunan (BTRP), kepala balai dan tenaga-tenaga  perencananya terdiri atas tenaga teknik sipil. Baru pada akhir tahun 1950-an terdapat tenaga arsitek lulusan Fakultas Teknik Ul di Bandung dan pada pertengahan tahun 1960-an ada sarjana perencanaan daerah dan kota dari lnstitut Teknologi Bandung.

Sejak tahun 1950 sampai dengan tahun 1988 Kepala/Direktur instansi penataan ruang di Departemen Pekerjaan Umum pada umumnya dijabat sarjana teknik sipil. Kecuali dari tahun 1965-1978 dijabat sarjana arsitektur (Radinal Moochtar dan Salmon Kodiat) dan pada tahun 1983 dijabat sarjana perencanaan selama 5 bulan. Baru sejak 1988, direktur dijabat lagi sarjana perencanaan

KESIMPULAN

Peran teknik sipil diperlukan dalam seluruh proses penataan ruang dalam rangka menjamin keselamatan bangunan prasarana dan sarana berupa gedung maupun bukan gedung, dan menekan biaya pembangunan, operasi dan pemeliharaannya.

Pada proses perencanaan tata ruang, teknik sipil berperan dalam pertimbangan menentukan lokasi kegiatan serta prasarana dan sarana yang diperlukan, karena keadaan lingkungan, terutama keadaan fisik alamnya, di lokasi yang dipilih berpengaruh terhadap biaya pembangunan operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana.

Pada tahap pemanfaatan ruang, teknik sipil berperan dalam desain (perencanaan teknis) dan pembangunan agar bangunan prasarana dan sarana cukup kuat dan stabil dengan biaya pembangunan, operasi dan pemeliharaan sekecil mungkin. Ada pun pada proses pengendalian pemanfaatan ruang, teknik sipil berperan dalam pertimbangan untuk menerbitkan berbagai izin dan persetujuan serta dalam pengawasan agar yang diizinkan dan disetujui memenuhi persyaratan teknis dan dilaksanakan sesuai dengan izin dan persetujuan yang diterbitkan.

 

 

 

Sumber: Suyono Dalam Sejarah Penataan Ruang Indonesia Penerbit DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH , DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG Tahun 2003