TEKNIK
SIPIL DAN TATA RUANG
Pengertian 'teknik sipil' dalam tulisan ini merujuk pada
pengertian yang digunakan oleh Soefaat dalam buku "Hubungan Fungsional
Teknik Sipil dengan Tata Ruang Kota dan Daerah" (diterbitkan Yayasan Badan
Penerbit Pekerjaan Umum, 1999). Pengertian 'teknik sipil' yang digunakan dalam
buku tersebut adalah "ilmu konstruksi segala jenis bangunanbangunan
statis yang diperlukan dalam cabang-cabang transportasi, keairan, teknik
penyehatan dan struktur".
Untuk 'tata ruang' dan istilah lain yang berkaitan dengan
tata ruang, dapat digunakan pengertian yang ditetapkan pada Pasal 1 UU No.
24/1992 tentang "Penataan Ruang". Dalam UU tersebut ditetapkan, antara
lain:
• Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang
lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah tempat manusia dan mahluk
hidup lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta
memelihara kelangsungan hidupnya.
• Tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan
ruang, baik direncanakan maupun tidak.
• Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendaian pemanfaatan ruang.
• Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
• Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan
aspek administratif dan atau aspek fungsional.
• Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya.
• Kawasan tertentu adalah kawasan yang ditetapkan secara nasional
mempunyai nilai strategis dan penataan ruangnya diprioritaskan.
TERBENTUKNYA TATA RUANG
Di wilayah yang belum tersentuh manusia dan belum dirasakan manfaat
keberadaannya oleh manusia, tata ruang terbentuk tanpa direncanakan lebih
dahulu, tetapi terjadi dengan sendirinya karena kekuatan alam yang ada di
dalamnya. Di wilayah yang sudah ada kegiatan manusia, atau sudah dirasakan
manfaat keberadaannya oleh manusia, tata ruang terbentuk baik direncanakan
lebih dahulu maupun tidak.
Tata ruang yang akan dibahas hanya mencakup tata ruang di wilayah
yang sudah ada kegiatan manusia atau yang sudah dirasakan manfaat keberadaannya
oleh manusia, terutama tata ruang yang telah direncanakan lebih dahulu. Karena
itu, terbentuknya tata ruang -sebagian atau seluruhnya, merupakan hasil
kegiatan atau proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang. Ketiga proses itu disebut penataan ruang. Pembahasan
selanjutnya difokuskan pada aspek yang memerlukan peran teknik sipil, yaitu
aspek prasarana dan sarana di bidang transportasi, keairan, teknik penyehatan dan
struktur yang bersifat statis.
PERAN TEKNIK SIPIL
Tata ruang pada hakekatnya adalah tata letak berbagai
kegiatan sosial-ekonomi masyarakat serta prasarana dan sarana yang diperlukan dalam
ruang. Untuk melangsungkan berbagai kegiatan sosial-ekonomi masyarakat dengan
berdaya guna dan berhasil guna, prasarana dan sarana yang diperlukan harus
diadakan atau dibangun lebih dahulu. Dalam pembangunan berbagai prasarana dan
sarana terse but diperlukan peran teknik
sipil.
Pertimbangan teknik sipil dalam penataan ruang berpengaruh terhadap
biaya pembangunan, operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana. Agar biaya
dapat diusahakan serendah mungkin, peran Teknik sipil harus dilibatkan pada
seluruh proses penataan ruang. Dalam perencanaan tata ruang, teknik sipil
berperan dalam menetapkan letak atau lokasi semua kegiatan sosial ekonomi
beserta prasarana dan sarana yang
diperlukan termasuk memperkirakan biaya pembangunannya.
Pada tahap pemanfaatan ruang, teknik sipil akan berperan
dalam desain, pembangunaan, operasi serta pemeliharaan prasarana dan sarana
agar keselamatan teknis dapat dijamin dan biaya dapat diusahakan serendah
mungkin. Pada tahap ini teknik sipil berperan pula dalam menghitung biaya yang
diperlukan. Pada proses pengendalian pemanfaatan ruang, teknik sipil turut
berperan dalam berbagai pemberian izin dan persetujuan yang diperlukan, serta
pengawasan terhadap dipatuhinya persyaratan yang tercantum dalam
izin/persetujuan.
Aspek teknik sipil dalam penataan ruang mencakup prasarana dan
sarana transportasi, keairan, teknik penyehatan dan struktur. Prasarana
transportasi, antara lain, jalan raya dan jalan rel dengan jembatan dan
terowongan serta terminal/stasiun, pelabuhan laut, pelabuhan sungai dan
pelabuhan udara. Prasarana keairan, antara lain, bendungan, waduk, saluran
irigasi, saluran air baku untuk air bersih, saluran drainase, tanggul banjir,
saluran pengelak banjir (banjir kanal) dan rumah pampa. Prasarana teknik
penyehatan, antara lain, bangunan penjernihan air, saluran pembuangan limbah
cair, bangunan pengolah limbah cair, tempat pembuangan dan pengolahan sampah.
Struktur mencakup struktur bangunan gedung, antara lain, untuk industri, perdagangan,
perkantoran, pendidikan, pelayanan kesehatan, peribadatan dan rekreasi.
Biaya pembangunan prasarana dan sarana dipengaruhi keadaan di
tempat atau lingkungan di mana prasarana dan sarana akan dibangun. Keadaan
tersebut mencakup keadaan ekonomi dan sosial masyarakat maupun fisiklalam.
Sebagai contoh, jalan yang dibangun melalui rawa lebih mahal dibanding jalan
yang dibangun melalui tanah kering dan keras. Jalan yang dibangun melalui
wilayah berbukit lebih mahal dibanding jalan yang dibangun melalui wilayah
relatif rata. Jalan yang dibangun melalui permukiman padat lebih mahal
dibanding jalan yang dibangun melalui wilayah kosong. Bangunan yang didirikan
di tanah lembek dan dalam lebih mahal dibanding bangunan yang didirikan di
tanah keras.
Pembangunan prasarana dan permukiman sejauh mungkin menghindari
wilayah rawan longsor agar tidak mengalami kerusakan akibat longsor. Jembatan
yang dibangun di bantaran sungai yang relative Iebar lebih mahal dibanding
jembatan yang dibangun di bantaran sungai sempit. Jembatan harus dibangun di
tempat yang aman dari gerusan air sungai untuk menghindari ambruknya jembatan
karena gerusan tanah di sekitar pondasi atau tiang jembatan. Waduk sedapat
mungkin dibangun di wilayah yang porositas tanahnya rendah dan tidak di tempat
retakan kulit bumi agar tidak bocor dan tidak merusak bendungannya.
Ukuran dan kapasitas prasarana dan sarana yang dibangun harus
sesuai skala kegiatan sosial-ekonomi yang memerlukannya. Sebagai contoh, Iebar
jalan yang akan dibangun harus sesuai volume lalu lintas, kekuatannya harus
sesuai beban kendaraan yang lewat. Kapasitas atau debit irigasi harus sesuai
luas wilayah dan jenis tanah serta jenis tanaman yang akan diairi. Kapasitas
saluran drainase harus sesuai debit air maksimum yang harus dibuang ke
dalamnya, baik air hujan, air buangan rumah tangga, industri, dan lainnya.
TINGKATAN PENATAAN RUANG
Mengingat hal di atas, teknik sipil jelas berperan dalam
mewujudkan tata ruang, mulai dari tata ruang makro (wilayah nasional) sampai tata
ruang mikro seperti lingkungan perumahan, industri, perdagangan, perkantoran
dan sebagainya. Peran tersebut diperlukan pada proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang maupun pengendalian pemanfaatan ruang.
Karena luasnya wilayah Indonesia dan ada pembagian tugas dalam
penataan ruang antara pemerintah pusat, pemerintah propinsi dan pemerintah
kabupaten/kota, maka penataan ruang dilakukan secara bertingkat, yaitu tingkat
nasional, tingkat propinsi dan tingkat kabupaten/ kota. Wilayah perencanaan
dapat mencakup seluruh atau Sebagian wilayah administrasi. Aspek perencanaan
dan kedalaman/kerincian rencana pada setiap tingkatan berbeda pula. Wilayah perencanaan nasional dapat mencakup
seluruh wilayah nasional dapat pula hanya beberapa propinsi atau kawasan
tertentu.
Perencanaan tingkat propinsi dapat mencakup seluruh wilayah
propinsi, dapat pula hanya beberapa kabupaten/kota. Perencanaan tingkat kabupaten/kota
dapat mencakup seluruh atau sebagian wilayah kabupaten/kota. Tata ruang
propinsi harus merupakan penjabaran dan bag ian integral dari tata ruang
nasional. Tata ruang kabupaten/kota harus merupakan penjabaran dan bagian
integral dari tata ruang propinsi. Namun, penataan ruang propinsi harus
memperhatikan masukan dari kabupaten/kota, penataan ruang nasional harus
memperhatikan masukan dari propinsi. Pada akhirnya tata ruang merupakan
kompromi antara berbagai pihak yang berkepentingan dalam pemanfaatan ruang.
PETA PERENCANAAN TATA RUANG
Dalam penataan ruang, kondisi wilayah perencanaan sebagai masukan
untuk perencanaan tata ruang lazimnya disajikan dalam bentuk tulisan atau
laporan dan gambar atau peta. Apa yang tercantum dalam tulisan sebanyak mungkin
akan digambarkan dalam peta agar struktur dan pola pemanfaatan ruangnya nampak
jelas. Namun, tidak semua data, analisa dan rencana yang tertulis dalam laporan
dapat digambarkan dalam peta, karena masalah teknis berkaitan dengan skala
peta. Makin luas wilayah yang direncanakan makin kecil skala petanya, sehingga makin
sedikit hal yang dapat dipetakan.
Untuk wilayah nasional dapat digunakan peta skala 1
:5.000.000 sampai 1 :2.000.000. Kalau digunakan peta berskala lebih besar, pengerjaan
dan penggunaannya menjadi tidak praktis. Kalau dipaksakan, peta harus dibagi
menjadi beberapa lembar seperti yang dilakukan pada perencanaan tata ruang
nasional sekarang yang menggunakan skala 1:1.000.000. Akibatnya, sulit melihat
gambaran tentang keadaan maupun rencana secara keseluruhan. Untuk wilayah
propinsi dapat digunakan peta skala 1:500.000 sampai 1:200.000. Untuk wilayah
kabupaten dapat digunakan peta skala 1:100.000 sampai 1:50.000. Untuk wilayah
kota dapat digunakan peta skala 1:20.000 sampai 1:10.000. Untuk rencana rinci
tata ruang yang meliputi sebagian wilayah kabupaten/kota, dapat digunakan peta
skala 1:2.000 sampai 1:1.000.
Skala tidak menjadi keharusan, hanya untuk ancar-ancar yang dianggap
praktis pengerjaan dan penggunaannya. Dalam praktek dapat saja digunakan peta
dengan skala lebih besar atau lebih kecil, tergantung luas wilayah perencanaan.
Makin besar skala peta, makin banyak dan makin rinci informasi yang dapat
dimasukkan, namun cakupan wilayahnya makin
kecil. Karena itu, kadang perencanaan tata ruang dibuat dulu dalam peta skala lebih besar yang dibagi dalam
beberapa lembar. Kemudian disatukan dalam peta skala lebih kecil tetapi lebih
praktis penggunaannya. Dalam menentukan skala peta yang penting peta tersebut
setidaknya dapat memperlihatkan lokasi kegiatan sosial-ekonomi serta prasarana dan
sarana yang pengadaan, pengaturan dan pengendaliannya menjadi tugas dan
kewajiban pemerintah bersangkutan.
GOLONGAN RENCANA PRASARANA DAN SARANA
Dalam rencana tata ruang terdapat sekitar lima golongan
rencana prasarana dan sarana, yaitu:
• Pertama, rencana mempertahankan prasarana dan sarana apa adanya.
• Kedua, rencana rehabilitasi prasarana dan sarana yang rusak
dan rencana renovasi sarana yang sudah ketinggalan jaman, tanpa meningkatkan
kapasitasnya. Sebagai contoh, rencana rehabilitasi jalan, saluran drainase dan
saluran irigasi. Juga rencana renovasi bangunan rumah sakit dan bangunan
kantor.
• Ketiga, rencana meningkatkan kapasitas prasarana dan sarana
yang ada. Sebagai contoh, pelebaran dan penguatan jalan agar dapat menampung
volume lalu lintas lebih besar dan beban kendaraan lebih berat. Pelebaran
saluran pengelak banjir; mengganti perumahan kumuh dengan perumahan susun agar
jumlah huniannya bertambah dan kualitas lingkungannya lebih baik. Juga memperbesar
bangunan pengolahan air untuk menghasilkan lebih banyak air bersih.
• Keempat, rencana pembangunan prasarana dan sarana baru, seperti
jalan baru, saluran irigasi baru, waduk baru, pembangunan pusat perbelanjaan
baru dan pelabuhan baru.
• Kelima, rencana mengganti prasarana dan sarana yang ada dengan
prasarana dan sarana jenis lain. Sebagai contoh, perumahan diganti menjadi
pusat perbelanjaan, jalan rel diganti menjadi jalan raya.
Keterlibatan teknik sipil dalam perencanaan tata ruang hanya dalam
penetapan lokasi prasarana dan sarana baru serta penetapan lokasi perluasan
prasarana dan sarana yang ada. Pada proses pemanfaatan ruang, teknik sipil
berperan dalam perencanaan teknis dan pembangunan serta dalam menghitung biaya
prasarana dan sarana yang diperlukan, kecuali untuk prasarana yang sudah ada
yang akan dipertahankan apa adanya.
llmu tata ruang dan ilmu teknik sipil bersifat komplementer.
Dalam perencanaan tata ruang diperlukan pengetahuan tentang ilmu teknik sipil, guna
memilih alternatif lokasi kegiatan serta prasarana dan sarana yang diperlukan agar biaya pembangunan, operasi dan
pemeliharaannya dapat ditekan serendah mungkin. Selain itu, ilmu teknik sipil
diperlukan pula untuk memperkirakan biaya tersebut. Di pihak lain, dalam
pembangunan prasarana dan sarana diperlukan pengetahuan tentang perencanaan
tata ruang agar semua kegiatan yang memanfaatkan prasarana dan sarana dapat
berlangsung serasi dan secara keseluruhan dapat berjalan efektif dan efisien.
Penulis belum menemukan literatur atau dokumen yang secara eksplisit
menunjukkan kapan istilah teknik sipil dan tata ruang mulai digunakan di
Indonesia. Mungkin kedua istilah tersebut mulai digunakan pada jaman
Pemerintahan Hindia Belanda. Namun penulis percaya bahwa penerapan
prinsip-prinsip teknik sipil dan perencanaan tata ruang sudah diterapkan jauh
sebelum kedua istilah tersebut digunakan.
Pendidikan tinggi teknik sipil di Indonesia dimulai dengan didirikannya
Technische Hoge School (Sekolah Tinggi Teknik) di Bandung pada tahun 1921. Di
antara mata kuliah yang diberikan di jurusan Teknik sipil terdapat mata kuliah
Stedebouwkunst (Seni Pembangunan Kota) yang merupakan mata kuliah perencanaan
tata ruang kota dalam bentuk masih sederhana. Kuliah tersebut diberikan sampai
akhir tahun lima puluhan, ketika Technische Hoge School sudah berubah status
menjadi Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Mata kuliah Stedebouwkunst di jurusan teknik sipil masih dianggap
belum cukup untuk menghasilkan ahli perencana kota. Karena itu, Kepala Balai
Tata Ruangan Pembangunan yang dijabat sarjana Teknik sipil, pada tahun lima
puluhan berusaha mendirikan sekolah perencanaan yang lengkap dan tidak terbatas
pada perencanaan kota, tapi mencakup pula perencanaan daerah (regional
planning). Dalam penyusunan kurikulum pernah diusulkan memasukkan mata kuliah
municipal engineering, tidak lain dari teknik sipil untuk pembangunan kota. Hal
tersebut menunjukkan perlunya pengetahuan teknik sipil bagi para perencana tata
ruang.
Pada awal tahun 1950-an, setelah penyerahan Centraal Bureau voor
Ruimtelijke Wederopbouw (CBRW) dari Pemerintah Hindia Belanda kepada Pemerintah
Republik Indonesia dan berubah nama menjadi Balai Tata Ruangan Pembangunan
(BTRP), kepala balai dan tenaga-tenaga perencananya
terdiri atas tenaga teknik sipil. Baru pada akhir tahun 1950-an terdapat tenaga
arsitek lulusan Fakultas Teknik Ul di Bandung dan pada pertengahan tahun
1960-an ada sarjana perencanaan daerah dan kota dari lnstitut Teknologi
Bandung.
Sejak tahun 1950 sampai dengan tahun 1988 Kepala/Direktur instansi
penataan ruang di Departemen Pekerjaan Umum pada umumnya dijabat sarjana teknik
sipil. Kecuali dari tahun 1965-1978 dijabat sarjana arsitektur (Radinal
Moochtar dan Salmon Kodiat) dan pada tahun 1983 dijabat sarjana perencanaan
selama 5 bulan. Baru sejak 1988, direktur dijabat lagi sarjana perencanaan
KESIMPULAN
Peran teknik sipil diperlukan dalam seluruh proses penataan ruang
dalam rangka menjamin keselamatan bangunan prasarana dan sarana berupa gedung
maupun bukan gedung, dan menekan biaya pembangunan, operasi dan
pemeliharaannya.
Pada proses perencanaan tata ruang, teknik sipil berperan
dalam pertimbangan menentukan lokasi kegiatan serta prasarana dan sarana yang
diperlukan, karena keadaan lingkungan, terutama keadaan fisik alamnya, di
lokasi yang dipilih berpengaruh terhadap biaya pembangunan operasi dan
pemeliharaan prasarana dan sarana.
Pada tahap pemanfaatan ruang, teknik sipil berperan dalam desain
(perencanaan teknis) dan pembangunan agar bangunan prasarana dan sarana cukup
kuat dan stabil dengan biaya pembangunan, operasi dan pemeliharaan sekecil
mungkin. Ada pun pada proses pengendalian pemanfaatan ruang, teknik sipil
berperan dalam pertimbangan untuk menerbitkan berbagai izin dan persetujuan
serta dalam pengawasan agar yang diizinkan dan disetujui memenuhi persyaratan
teknis dan dilaksanakan sesuai dengan izin dan persetujuan yang diterbitkan.
Sumber: Suyono Dalam Sejarah Penataan Ruang Indonesia Penerbit
DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH , DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN
RUANG Tahun 2003