Tampilkan postingan dengan label Pembangunan Berkelanjutan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pembangunan Berkelanjutan. Tampilkan semua postingan

Jumat, 03 Februari 2023

Implementasi Sustainable Development di Indonesia

Pada tanggal 25 September 2015 bertempat di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), New York, Amerika Serikat, para pemimpin dunia secara resmi mengesahkan Agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) sebagai kesepakatan pembangunan global. Indonesia turut hadir sebagai salah satu negara dari kurang lebih 193 negara yang hadir dalam acara tersebut.

Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan suatu rencana aksi global yang disepakati oleh para pemimpin dunia, termasuk Indonesia yang diharapkan dan dapat dicapai pada tahun 2030. Adapun Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) adalah pembangunan yang menjaga peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara berkesinambungan, pembangunan yang menjaga keberlanjutan kehidupan sosial masyarakat, pembangunan yang menjaga kualitas lingkungan hidup serta pembangunan yang menjamin keadilan dan terlaksananya tata kelola yang mampu menjaga peningkatan kualitas hidup dari satu generasi ke generasi berikutnya yang mencakup dari 4 Pilar SDGs yaitu:



Selain itu, SDGs diberlakukan dengan menggunakan prinsip-prinsip yang universal, terintegrasi dan inklusif untuk meyakinkan tidak akan ada seorangpun yang terlewatkan (No One Left Behind). SDGs terdiri dari 17 tujuan dan 169 target yang merupakan rencana aksi global untuk 15 tahun ke depan (berlaku sejak 2016 hingga 2030). Adapun ke-17 tujuan tersebut dapat dilihat pada gambar berikut (Gambar 2).



Sebagai wujud komitmen pemerintah dalam pelaksanaan pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) diperlukan penyelarasan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional pada tahun 2017, Indonesia telah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

Pada tahun 2022, dalam rangka pencapaian SDGs yang dilaksanakan dengan menetapkan sasaran SDGs nasional yang disusun mengacu pada tujuan dan sasaran global SDGs Tahun 2030, sasaran nasional rencana pembangunan jangka menengah nasional periode berjalan dan pelaksanaan SDGs telah memasuki 10 (sepuluh) tahun sehingga diperlukan upaya percepatan pencapaian target oleh seluruh pemangku kepentingan baik di tingkat pusat maupun daerah, Indonesia juga telah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan menetapkan sasaran Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Nasional Tahun 2024.

Peraturan Presiden tersebut digunakan sebagai:

a.     Pedoman bagi Kementerian/Lembaga dalam penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi Rencana Aksi Nasional (RAN) Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) bersama dengan Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional;

b.     Pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam penyusunan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi Rencana Aksi Daerah (RAD) Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) bersama dengan Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional dan Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemerintahan dalam negeri; dan

c.     Acuan bagi Organisasi Masyarakat, Filantropi, Pelaku Usaha, Akademisi, dan pemangku kepentingan lainnya yang akan menyusun perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan serta evaluasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals).



Salah satu implementasi dari Sustainable Development Goals (SDGs) telah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku). Dari 17 tujuan dalam Sustainable Development Goals (SDGs), program Kotaku termasuk ke dalam tujuan ke-11 yaitu : “Kota dan Pemukiman yang Berkelanjutan : Membangun Kota dan Permukiman Inklusif, Aman, Tangguh dan Berkelanjutan”. Program Kotaku merupakan salah satu upaya strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya untuk mempercepat penanganan permukiman kumuh di perkotaan dan mendukung “Gerakan 100-0-100” yaitu 100 persen akses air minum layak, 0 persen permukiman kumuh, dan 100 persen akses sanitasi layak.

Melansir dari laman resmi Kotaku, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, tujuan umum program ini yaitu untuk meningkatkan akses terhadap infrastruktur dan pelayanan dasar di permukiman kumuh perkotaan dan mencegah timbulnya permukiman kumuh baru dalam rangka untuk mendukung terwujudnya permukiman perkotaan yang layak huni, produktif dan berkelanjutan. Program ini sudah dimulai sejak tahun 2017 dan menggunakan platform kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, kota/kabupaten, masyarakat dan stakeholder lainnya dengan memposisikan masyarakat dan pemerintah kabupaten/kota sebagai pelaku utama.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun 2018 tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh, yang terdiri dari 7 aspek dan 16 kriteria yaitu sebagai berikut:

1. Kondisi Bangunan Gedung;

2. Kondisi Jalan Lingkungan;

3. Kondisi Penyediaan Air Minum;

4. Kondisi Drainase Lingkungan;

5. Kondisi Pengelolaan Air Limbah;

6. Kondisi Pengelolaan Persampahan; dan

7. Ketersediaan Ruang Terbuka Publik (sebagai aspek tambahan).

Adapun implementasi pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut (Gambar 3):



Setiap tahapan dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan masyarakat (LKM/BKM), pemerintah kabupaten/kota dan pemangku kepentingan lainnya (stakeholder). Kegiatan pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh berkaitan erat dengan masyarakat dan sebagai implementasi dari prinsip bahwa pembangunan yang dilakukan (termasuk pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh) tidak boleh merugikan masyarakat sehingga dalam pelaksanaan program ini selalu menerapkan penapisan (pengamanan) lingkungan dan sosial (environment and social safeguard).

Sumber pembiayaan program ini berasal dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/ kota, swadaya masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya (stakeholder) serta dari lembaga mitra pembangunan pemerintah seperti World Bank-WB; Asian Infrastructure Investment Bank-AIIB dan Islamic Development BankIsDB. Berdasarkan kebutuhan total pembiayaan, sumber dari mitra pembangunan pemerintah (Loan) sekitar 45%.

Salah satu dari pelaksanaan dari program Kotaku telah dilaksanakan di Kota di Semanggi Utara, Kota Surakarta, Provinsi Jawa Tengah. Mengacu pada SK Walikota Nomor: 640/69.9 Tahun 2020 mengenai Penetapan Lokasi Kawasan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh di Kota Surakarta, Pemerintah Kota Surakarta menetapkan luasan kawasan kumuh di Surakarta sebesar 135,971 Ha yang terdapat di 4 Kecamatan dan 16 Kelurahan, dan salah satunya berada di kawasan prioritas yaitu Kawasan Semanggi yang terletak di Kecamatan Pasar Kliwon. Penataan kawasan Semanggi ini mencakup luasan kawasan kumuh sebesar 35,45 Ha yang dikerjakan melalui kolaborasi multi sektor.





Penataan Kawasan Semanggi Utara telah dimulai sejak Maret 2022 dengan progress fisik sebesar 41,27% dengan target penyelesaian pelaksanaan pekerjaan pada akhir tahun ini. Lingkup pekerjaan meliputi bantaran sungai dengan [ penyediaan rumah layak huni, ruang terbuka publik, penyediaan pelayanan dasar dan peningkatan kualitas lingkungan permukiman kumuh yang tersebar di dalam delineasi kumuh.

Program Kotaku memiliki target pengurangan kumuh seluas 10.000 hektar dari sisa 38.431 hektar yang menjadi target nasional. Peningkatan kualitas infrastruktur permukiman dilakukan melalui pendekatan skala lingkungan dan skala kawasan dengan sumber pembiayaan dari pinjaman luar negeri. Adapun pelaksanaan kegiatan skala kawasan dilakukan di 94 kota/ kabupaten prioritas dan salah satunya adalah Kota Surakarta.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), M. Basuki Hadimuljono, juga mengatakan bahwa penataan kawasan kumuh seperti ini bukan hanya dilakukan pada permukiman di bantaran sungai, namun juga di tempat lain seperti permukiman di dekat tempat pembuangan sampah ataupun kampung pada penduduk di perkotaan.



Pada akhirnya, melalui program Kotaku, diharapkan dapat kehidupan kota yang berkelanjutan sesuai dengan tujuan ke-11 dari 17 tujuan yang tersusun dalam Agenda Pembangunan Berkelanjutan Tahun 2030 yaitu menciptakan kota yang aman dan berkelanjutan berarti memastikan akses pada perumahan yang aman dan terjangkau, serta memperbaiki permukiman kumuh dengan melibatkan investasi pada transportasi umum, menciptakan ruang hijau bagi publik dan meningkatkan perencanaan dan pengaturan perkotaan yang inklusif sekaligus melibatkan semua pihak sesuai dengan prinsip “Sustainable Development” dapat terwujud.

 

 

Sumber: BULETIN PENATAAN RUANG Edisi VI | November - Desember 2022

 

Senin, 16 Januari 2023

Konsep Pembangunan Berkelanjutan Wilayah Berbasis Kepulauan (Wilayah Kepulauan Riau)

Pembangunan berkelanjutan sejak Brundtland Commission menyampaikan gagasan dengan rumusan dengan definisi sebuah istilah pembangunan berkelanjutan. Adapun Prinsip yang mendasari pembangunan berkelanjutan yaitu “Memenuhi kebutuhan saat ini dengan tidak tanpa mengorbankan kebutuhan generasi yang akan datang” (Grafika, 2015). Berkaitan dengan definisi di atas bahwa pembangunan wilayah tidak bisa dilakukan secara parsial sehingga perlu disusun secara sistematis, sinergis kolaboratif dan partisipatif yang dilakukan secara berkesinambungan agar pembangunan yang dilaksanakan dapat memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Maka dari itu, perlu adanya upaya sinkronisasi program pembangunan antar pemerintah, lembaga dan juga swasta. Penting diperhatikan di dalam menyusun program pembangunan berkelanjutan adalah menciptakan peningkatan investasi dan mewujudkan kesetaraan untuk kesejahteraan masyarakat. Untuk mencapai itu semua, perlu memperhatikan pembangunan yang berbasis gender dan mendukung kebutuhan disabilitas, hal ini bertujuan untuk terciptanya kesamaan hak dan peran serta di setiap kalangan untuk berperan aktif di dalam memperoleh kesempatan usaha dan dunia kerja serta saling membahu di dalam menciptakan lapangan kerja.



Pendapat dari beberapa penulis diantaranya John Naisbitt, Patricia Aburdene dan Anthony Giddens, (2000), termasuk Ted Gaebler dan David Osborn, memperhatikan tentang pergeseran peran pemerintah dalam pembangunan dan didominasi oleh investasi swasta atau dengan menggunakan konsep Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBDU) seperti era globalisasi saat ini (Rosada). Model pembangunan kolaboratif antara swasta dan pemerintah saat ini sangat membantu mempercepat pembangunan infrastruktur dan juga membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan meningkatkan daya saing Indonesia dalam persaingan global sebagaimana telah diamanatkan di dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.

Dapat dikatakan bahwa Pembangunan Berkelanjutan adalah suatu proses dalam memenuhi kebutuhan sosial, ekonomi dan lingkungan hidup masa kini dan untuk yang akan datang, harus dilakukan secara terencana, terukur, sistematis, dan ramah terhadap generasi berikutnya. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penyesuaian program pembangunan yang terintegrasi dan sinergis sehingga mewujudkan harmonisasi program pembangunan. Berdasarkan kondisi demikian maka pemikiran komprehensif dibutuhkan untuk menganalisa kebutuhan program pembangunan wilayah berbasis kepulauan. Pembangunan berbasis kepulauan ini akan bersinggungan dengan aspek sosial kultural dan gaya hidup masyarakat. Kebiasaan hidup tentu sulit untuk diubah karena mengandung nilai budaya masyarakat, namun yang penting diperhatikan proses transformasi dari pola hidup tradisional ke arah teknologi modern dan menuju arah pola sosial yang setara dengan negara maju, dalam arti bahwa pembangunan menurut Mustopadidjaja (1995: 473). Artinya, pembangunan harus stabil dan minim disparitas baik dari pembangunan wilayah maupun kesamaan hak di setiap kesempatan berkarya (Rosada).

Dalam mewujudkan pembangunan di wilayah yang berbasis kepulauan ada beberapa aspek untuk peningkatan dan pemerataan pembangunan secara berkesinambungan di Wilayah Kepulauan yaitu sebagai berikut:

1.     Tata Ruang

Sebagaimana amanat di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan negara kepulauan berciri Nusantara, baik sebagai kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, maupun sebagai sumber daya, perlu ditingkatkan upaya pengelolaannya secara bijaksana, berdaya guna, dan berhasil guna dengan berpedoman pada kaidah penataan ruang sehingga kualitas ruang wilayah nasional dapat terjaga keberlanjutannya demi terwujudnya kesejahteraan umum dan keadilan sosial sesuai dengan landasan konstitusional Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Oleh sebab itu, perlu dilakukan penyusunan rencana tata ruang agar dapat memastikan peruntukan fungsi ruang dan pemanfaatannya diatur dengan baik dan mewujudkan ruang yang aman, nyaman dan sustainable yang dapat dilaksanakan dengan teratur dan akhirnya berdampak kepada kemajuan wilayah. Karena pentingnya Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang berbasis kepulauan maka upaya integrasi produk RTR sangat diperlukan baik RTRW Provinsi Kepulauan Riau dan Dokumen Rencana Zonasi Wilayah Perairan dan PulauPulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Kepulauan Riau. Sebagaimana amanat di dalam UndangUndang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Perundangan lainnya. Dengan demikian, akan dapat menjaga keberlangsungan pembangunan dan menjaga keseimbangan fungsi ruang dan kelestarian alam sehingga memberikan kenyamanan dan rasa aman dan mewujudkan kesejahteraan.

2.     Sosial Budaya dan Ekonomi

Sebelum masuk ke dalam kondisi sosial budaya di Kepulauan Riau maka perlu menggali Sejarah Kepulauan Riau. Nama Riau sendiri berasal dari nama Riau dimana kata tersebut dapat diduga dari kata "riuh" yang bermakna “ramai”. Dimaknai ramai mungkin karena ini merupakan pusat perdagangan di bagian Kepulauan Riau berada dekat dengan negara tetangga. Lebih lanjut lagi nama tersebut berkembang menjadi Nama Riuh pada masa Kesultanan Lingga dengan ejaan Bahasa Belanda yaitu "Riouw”.

Dengan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia, maka wilayah Riau (Kepulauan Riau) disatukan bersamaan dengan wilayah Kesultanan Siak di daratan Sumatera yang saat ini telah dimekarkan menjadi Provinsi Kepulauan Riau. (Lovina, 2022).

Gugusan pulau-pulau dan kawasan pesisir di wilayah Provinsi Kepulauan Riau yang letaknya tersebar dan dengan jarak yang cukup jauh, dan umumnya penduduknya tinggal di wilayah pesisir dengan berbagai suku seperti Melayu, Bugis, Minangkabau, dan masyarakat transmigrasi dari pulau Jawa serta etnis Tionghoa. Dengan demikian, dapat dikatakan di wilayah Kepulauan Riau telah tumbuh masyarakat multietnis dan multikultural dan dalam menjalani hidup saling berdampingan. Berkaitan dengan masyarakat pesisir juga dikenal dengan orang laut atau banyak orang menyebut suku laut yaitu sekelompok masyarakat memiliki budaya bahari asli. Saat ini, orang suku laut telah banyak yang hidup menetap. Adrian B Lapian (1986 dan 2009), mengatakan bahwa orang suku laut adalah suku pada suatu bangsa tinggal di atas perahu dan hidup wilayah di Perairan Provinsi Kepulauan Riau sekitarnya, dan juga beberapa pantai Johor Selatan. Kebanyak mereka tinggal di Pulau Mantang, Mapor Pulau Bintan, Orang Tambus di Galang) Pulau Batam (Arman, https:// kebudayaan.kemdikbud. go.id/bpnbkepri/orang-lautkepulauan-riau/, 2016).

Sebagaimana diketahui bahwa Provinsi Kepulauan Riau merupakan salah satu pintu gerbang ekonomi dimana berdekatan dengan negara tetangga dan berada pada jalur pelayaran internasional sehingga berperan di dalam perekonomian global yaitu perekonomian di Kepulauan Riau. Adapun potensi yang dimiliki Provinsi Kepulauan Riau adalah industri, pariwisata, pertanian, pertambangan, transportasi, perdagangan serta kelautan dan perikanan karena memiliki luas 96% dari luas daratan selain itu juga ada potensi lainnya yang dapat dikembangkan sebagai pendukung kebutuhan masyarakat Provinsi Kepulauan Riau. Yang perlu dilakukan adalah menjaga kelestarian dan meningkatkan peran budaya dan dengan pendekatan ekonomi yang berbasis kearifan lokal (local wisdom).

3.     Konektivitas

Kemajuan sebuah wilayah selain dipengaruhi oleh kekayaan alam dan sumberdaya manusia dan tidak kalah penting adalah mewujudkan konektivitas antar pulau atau daerah dalam lingkup Kepulauan Riau dengan wilayah lainnya dengan menghadirkan sistem sarana dan prasarana transportasi. Konektivitas antar wilayah memberikan akses bagi masyarakat untuk beraktivitas dari satu tempat ke tempat yang lainya. Pembangunan dapat dikatakan berkelanjutan apabila memenuhi beberapa aspek antara lain aspek infrastruktur dan moda transportasi, oleh karena itu penyediaan sarana transportasi publik dapat disesuaikan dengan karakter wilayah, seperti halnya Kepulauan Riau karena wilayahnya memiliki ribuan pulau dan 96 % lautan dari luas daratan, maka sangat dibutuhkan transportasi multi moda diantaranya angkutan udara, laut dan darat.

Dengan tersebarnya pulau-pulau, maka yang dapat mempercepat dan memperpendek rentang waktu dan jarak adalah dengan menggunakan pesawat terbang. Saat ini, Provinsi Kepulauan Riau telah memiliki bandar udara di hampir tiap kabupaten dan kota dan berikut dengan rencana pengembangannya agar Kepulauan Riau mudah diakses dan mempercepat pembangunan perekonomian wilayahnya (Lovina, 2022).

Adapun Bandar Udara yang secara eksisting dan dapat mengakses di Kepulauan Riau maupun ke wilayah lainnya antara lain: 1. Bandara Pengumpul terletak di Hang Nadim Kota Batam, RH Fisabilillah Kota Tanjungpinang, Ranai Kabupaten Natuna, RH Abdullah Kabupaten Karimun, Tambelan Kabupaten Bintan, 2 Bandara Pengumpan terletak di Dabo, Kabupaten Lingga, Letung, Kab.Kepulauan Anambas, Letung, Kab. Kepulauan Anambas, Matak, Kab.Kepulauan Anambas, dan rencana penyediaan Bandara untuk masa yang akan datang yaitu 1. Bandara Khusus di Pulau Abang, Kota Batam, Kepala Jeri, Kota Batam, 2 Bandara Pengumpan di Pulau Laut, Serasan, Subi Besar di Kabupaten Natuna sedangkan 3. Bandara Pengumpul di Midai, Kabupaten Natuna, Busung, Kabupaten Bintan, Daik, Kabupaten Lingga. Selain sarana dan prasarana transportasi darat seperti Penyediaan jalan umum, jalan Tol, dan jalur kereta api Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau juga merencanakan sarana transportasi laut di tiap kabupaten/kota dan berikut wilayah kepulauan. Agar lebih tertatanya Kawasan transportasi maka diperlukan perencanaan pelabuhan laut dengan mengatur pelabuhan dengan jarak 5 Mill laut pada garis pantai (mengintegrasikan pelabuhan laut yang berdekatan) dengan konsep green transportation.

4.     Lingkungan Hidup

Pertumbuhan penduduk yang menyebabkan kebutuhan manusia selalu bertambah, maka dibutuhkan penataan wilayah yang dapat menampung itu semua. Melalui perencanaan tata ruang, maka keseimbangan pemanfaatan ruang dan menjaga lingkungan secara berkelanjutan dapat dijaga. Di dalam perencanaan ruang, maka upaya pemanfaatan ruang sebagai syarat mewujudkan fungsi ruang maka diperlukan mewujudkan keharmonisan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi hal-hal yang berpotensi menimbulkan konflik fungsi kegiatan perekonomian dengan ekologi. Untuk itu yang perlu dilakukan adalah perencanaan jangka Panjang dengan menyinkronkan program pembangunan dan tetap memperhatikan lingkungan (Utomo, Analisis Pemanfaatan Ruang yang Berwawasan Lingkungan di Kawasan Pesisir Kota Tegal, 2011).

Akibat adanya pertambahan penduduk yang menjadi dampak adalah kebutuhannya sandang, papan dan pangan. Salah satu dari indikator yang dihitung adalah kebutuhan papan. Dapat diasumsikan dengan jumlah penduduk Provinsi Kepulauan Riau tahun 2020 sebanyak 2,064,564 jiwa.

Kemudian jika 1 kepala keluarga membutuhkan lahan sebanyak 72m2 dengan penghuni 1 rumah berjumlah 5 orang maka luas lahan yang dibutuhkan sebanyak 29,729,721.60 m2 . Jika pada wilayah tersebut dengan intensitas bangunan dengan KLB sebesar 60% maka akan terjadi potensi tutupan diperkirakan seluas 11,891,888.64.m2 Kemudian ditambah dengan kebutuhan lahan untuk kegiatan sosial, budaya dan ekonomi lainya. Jika diasumsikan menggunakan lahan seluas 11,891,888.64m2 maka waktu terjadinya hujan turun akan terjadi pengalihan limpahan air ke drainase dan akan bermuara pada Kawasan cekungan atau sungai. Dengan demikian, minimnya run off air dan daya simpan air di bumi akan berkurang. Selain itu debit air drainase atau sungai atau cekungan akan bertambah pada saat adanya cuaca ekstrim (Climate Change) akan terjadi limpahan air hujan atau adanya pontesi banjir. Selain banjir, gerusan air akibat dampak pembangunan maka akan berdampak kepada kualitas air yang mengalir ke sungai misalnya sehingga kualitas air sungai akan menurun oleh sebab itu perlu adanya antisipasi untuk menjaga lingkungan yang bersih aman dan nyaman bagi warga.

Untuk keberlangsungan ekosistem hal yang perlu dilakukan adalah perencanaan untuk memanfaatkan air yang terbuang untuk dapat dimanfaatkan kembali. Hal ini dapat dilakukan dengan mengolah terlebih dahulu untuk dapat dimanfaatkan kembali yaitu dengan menggunakan metode water treatment plan. Kemudian mengelola limbah dan sampah secara terpadu dengan teknologi tepat guna hasilnya dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti pupuk, energi listrik, dan lain sebagainya, yang bernilai wisata, kesehatan lingkungan dan bernilai ekonomis. Namun juga didukung dalam pengembangan Green Energy dalam bentuk energi baru terbarukan seperti pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan berbagai model pengembangan. Khusus untuk kawasan tepian air, laut, danau atau sungai maka dalam perwujudan pembangunan berkelanjutan langkah yang diperlukan adalah menata kawasan tepian air yang tertata sesuai jenis dan fungsinya.

Khusus untuk kawasan tepian air, laut, danau atau sungai maka dalam perwujudan pembangunan berkelanjutan langkah yang diperlukan adalah menata kawasan tepian air. Sesuai dengan jenisnya yakni menjadikan kawasan perairan sebagai halaman atau teras rumah tinggal, kawasan yang sehat bersih dan asri dan menjaga ekosistem lingkungan sehingga memberikan harapan hidup sehat dan keberlangsungan kehidupan dengan tetap mewujudkan lingkungan yang terjaga. Selain itu, juga diperlukan pemanfaatan energi baru terbarukan untuk mengatasi keterbatasan bahan fosil sebagai bahan bakar kendaraan bermotor atau untuk kebutuhan listrik dan juga untuk menjaga kualitas udara agar tidak terjadi pencemaran udara (green energy) mewujudkan lingkungan yang berkelanjutan.

 

Sumber : Oleh Ronaldy Lovina, S.T , Dalam BULETIN PENATAAN RUANG Edisi VI | November - Desember 2022

Sabtu, 02 Juli 2022

PERENCANAAN KOTA DAN WILAYAH UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Perencanaan kota dan wilayah dapat berkontribusi untuk pembangunan berkelanjutan dalam berbagai cara. Ini terkait erat dengan tiga dimensi yang saling melengkapi pembangunan berkelanjutan: pembangunan sosial dan inklusi, pertumbuhan ekonomi yang berlanjut, serta perlindungan dan pengelolaan lingkungan.

lntegrasi tiga dimensi secara sinergis memerlukan komitmen politik dan keterlibatan seluruh pemangku kepentingan yang harus berpartisipasi dalam proses perencanaan kota dan wilayah.

A.     Perencanaan Kota dan Wilayah dan Pembangunan Sosial

1.      Prinsip-prinsip:

(a) Perencanaan kota dan wilayah terutama bertujuan untuk mewujudkan standar yang layak bagi kehidupan dan kondisi kerja untuk semua segmen masyarakat saat ini dan masa depan, memastikan pemerataan biaya, kesempatan dan manfaat dari pembangunan perkotaan dan terutama mempromosikan inklusi dan kohesi sosial;

(b) Perencanaan kota dan wilayah merupakan investasi penting di masa depan. lni merupakan prasyarat untuk kualitas hidup yang lebih baik dan  keberhasilan proses globalisasi yang menghormati warisan budaya dan keanekaragaman budaya, dan untuk pengakuan kebutuhan yang berbeda dari berbagai kelompok.

2.      Pemerintah Nasional,

Bekerja sama dengan bidang-bidang pemerintahan lain dan mitra terkait diharapkan dapat:

(a) memantau evolusi kondisi perumahan dan kehidupan di kota­kota dan wilayah dan mendukung upaya perencanaan pemerintah daerah dan masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kohesi serta inklusi sosial dan wilayah;

(b) berkontribusi untuk menjabarkan dan mewujudkan strategi pengurangan kemiskinan, mendukung penciptaan lapangan kerja, mempromosikan pekerjaan yang layak untuk semua, dan mengatasi kebutuhan spesifik kelompok rentan, termasuk kaum migran dan pengungsi;

(c) berkontribusi dalam pembentukan sistem pembiayaan perumahan yang progresif untuk menjadikan lahan, kapling jadi, dan perumahan terjangkau bagi semua;

(d) memberikan insentif fiskal yang tepat dan subsidi yang ditargetkan dan meningkatkan kapasitas fiskal daerah untuk memberdayakan pemerintah daerah agar dapat memastikan bahwa perencanaan kota dan wilayah memeberikan kontribusi untuk mengatasi ketidak-adilan sosial dan mempromosikan keragaman budaya;

(e) mendorong adanya keterpaduan untuk identifikasi, perlindungan dan pengembangan warisan budaya dan warisan alam dalam proses perencanaan kota dan wilayah.

3.      Pemerintah Daerah,

bekerja sama dengan bidang-bidang pemerintahan lain dan mitra terkait diharapkan dapat:

(a) mempersiapkan dan Menyusun rencana kota dan wilayah yang mencakup adanya:

(i) kerangka prioritas tata ruang yang jelas dan bertahap untuk penyediaan layanan dasar bagi semua;

(ii) panduan strategis dan peta fisik tentang tanah, pembangunan perumahan dan transportasi, dengan perhatian khusus pada kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah dan kelompok rentan sosial, baik untuk saat ini maupun antisipasi yang akan datang;

(iii) instrumen untuk mendukung realisasi hak-hak asasi manusia di kota-kota;

(iv) peraturan yang mendorong pembauran sosial dan penggunaan campuran atas lahan, dengan maksud secara menarik mendapatkan keterjangkauan spektrum pelayananan, perumahan dan kesempatan bekerja bagi berbagai kalangan penduduk;

(b) mempromosikan inklusi serta integrasi sosial dan tata ruang , terutama melalui peningkatan akses ke semua bagian kota dan wilayah, karena setiap penduduk (termasuk pekerja migran dan pengungsi) harus dapat menikmati kehidupan kota, peluang­peluang sosial ekonominya, pelayanan perkotaan dan ruang publik, serta turut berkontribusi pada kehidupan sosial dan budaya;

(c) menyediakan ruang publik yang berkualitas baik, meningkatkan dan merevitalisasi ruang publik yang ada, seperti alun-alun, jalan-jalan, Kawasan hijau dan kompleks olahraga, menjadikannya lebih aman, sejalan dengan kebutuhan dan perspektif perempuan, laki-laki, anak-anak perempuan dan laki-laki, dan sepenuhnya mudah diakses oleh semua. lni harus diperhitungkan bahwa tempat-tempat tersebut merupakan serambi ruang yang sangat diperlukan untuk sebuah kehidupan kota yang inklusif dan bersemangat, serta merupakan dasar

untuk pembangunan infrastruktur;

(d) memastikan bahwa Kawasan masyarakat berpenghasilan rendah , permukiman informal dan kumuh dibangun dan diremajakan Kembali serta diintegrasikan ke dalam struktur kehidupan urban dengan sesedikit mungkin mengakibatkan penggusuran, relokasi, atau gangguan terhadap mata pencaharian rakyat. Kelompok yang terkena dampak harus diberi kompensasi yang memadai ketika gangguan tidak dapat dihindari;

(e) memastikan setiap warga memiliki akses terhadap air bersih yang layak dan terjangkau serta layanan sanitasi yang memadai;

(f) memfasilitasi jaminan hak bermukim pada lahan dan akses untuk control atas tanah dan properti, termasuk juga akses pembiayaan bagi rumah tangga yang berpenghasilan rendah ;

(g) mengurangi waktu perjalanan komuter antara kawasan tempat tinggal , tempat bekerja dan area pelayanan dengan menerapkan penggunaan campuran atas lahan, serta system transportasi yang aman, nyaman, terjangkau dan dapat diandalkan, dan dengan mempertimbangkan variasi

harga tanah dan rumah di lokasi yang berbeda, serta kebutuhan untuk mendapatkan solusi perumahan yang terjangkau ;

(h) meningkatkan keamanan di perkotaan, terutama bagi perempuan, kaum muda, orang tua, kaum penyandang cacat dan kelompok rentan , didasarkan faktor keamanan, keadilan , dan kohesi sosial ;

(i) mendorong dan menjamin kesetaraan gender dalam desain, produksi, dan penggunaan ruang dan jasa perkotaan dengan mengidentifikasi kebutuhan khusus perempuan dan laki-laki, anak-anak perempuan dan laki-laki;  

(j) memastikan bahwa tindakan-tindakan yang dapat mempengaruhi pasar properti dan tanah tidak memperburuk keterjangkauan melalui cara-cara yang merugikan bagi rumah tangga berpendapatan rendah dan usaha kecil ;

(k) mendorong kegiatan budaya, baik di dalam ruangan (museum, teater, bioskop, ruang konser, dll.) maupun di tempat terbuka (seni jalanan, parade musik, dll.), dengan memahami bahwa pengembangan budaya urban dan penghargaan terhadap keragaman sosial adalah bagian dari

pembangunan sosial dan memiliki dimensi tata ruang yang penting;

(l) melindungi dan menghargai warisan budaya, termasuk permukiman tradisional dan kawasan bersejarah, monumen dan situs keagamaan , daerah arkeologi dan lanskap budaya.

 

B.      Perencanaan Kota dan Wilayah dan Pertumbuhan Ekonomi yang Berlanjut

1.      Prinsip-prinsip:

(a) Perencanaan kota dan wilayah adalah katalis untuk pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan

berkelanjutan , yang menyediakan kerangka kerja untuk membuka peluang baru ekonomi, regulasi lahan dan pasar perumahan dan penyediaan infrastruktur dan pelayanan dasar yang memadai secara tepat waktu ;

(b) Perencanaan kota dan wilayah merupakan mekanisme pengambilan keputusan yang ampuh untuk memastikan bahwa kelanjutan pertumbuhan ekonomi, pembangunan sosial dan lingkungan yang keberlanjutan berjalan beriringan guna mewujudkan konektivitas yang lebih baik di semua tingkatan wilayah.,

2.      Pemerintah Nasional

bekerja sama dengan bidang-bidang pemerintahan lain dan mitra terkait, diharapkan dapat:

(a) menyiapkan dan mendukung pengembangan wilayah perkotaan secara polisentris yang saling

terhubungkan, yakni melalui pengelompokan yang sesuai bagai industri, jasa dan Lembaga pendidikan, sebagai strategi untuk meningkatkan spesialisasi, kesaling­lengkapan atau komplementaritas, sinergi dan skala ekonomi, serta membentuk aglomerasi antara kota tetangga dan wilayah desa pedalaman;

(b) terlibat dalam kemitraan yang dinamis, termasuk dengan sector swasta, untuk memastikan bahwa perencanaan kota dan wilayah akan mengkoordinasikan lokasi tata ruang dan distribusi kegiatan ekonomi, dibangun mengikuti skala ekonomi dan aglomerasi, kedekatan dan konektivitas sehingga memberikan kontribusi untuk peningkatan produktivitas, daya saing , dan

kemakmuran ;

(c) mendukung kerja sama antar­pemerintah-kota untuk memastikan mobilisasi optimal sumber daya dan pemanfaatannya secara berkelanjutan dan mencegah persaingan tidak sehat di antara

otoritas lokal;

(d) merumuskan kerangka kebijakan pembangunan ekonomi daerah dengan mengetengahkan konsep­konsep kunci pembangunan ekonomi lokal yang mendorong inisiatif individu dan swasta untuk memperluas atau melakukan regenerasi ekonomi lokal dan meningkatkan kesempatan kerja local dalam proses perencanaan kota dan wilayah ;

(e) merumuskan kerangka kebijakan teknologi informasi dan komunikasi yang memperhitungkan kendala dan peluang geografis, serta bertujuan untuk meningkatkan konektivitas antara satuan wilayah dan para pelaku ekonomi.

3.      Pemerintah Daerah

bekerja sama dengan bidang-bidang pemerintahan lain dan mitra terkait diharapkan dapat:

(a) mengakui bahwa peran utama dari perencanaan kota dan wilayah adalah untuk membentuk dasar yang kuat bagi pembangunan jalur infrastruktur yang efisien, meningkatkan mobilitas, dan

mewujudkan simpul-simpul perkotaan ;

(b) memastikan bahwa perencanaan kota dan wilayah adalah untuk menciptakan kondisi yang mendukung pengembangan system transit massal dan angkutan barang yang aman dan terpercaya, sekaligus meminimalkan penggunaan kendaraan pribadi guna memfasilitasi mobilitas perkotaan yang hemat energi dan terjangkau ;

(c) memastikan bahwa perencanaan kota dan wilayah dapat membentuk peningkatan akses infrastruktur digital dan pelayananan yang seimbang dan terjangkau bagi pelaku ekonomi dan para warga, serta mengembangkan kota dan wilayah berbasis pengetahuan;

(d) memasukkan komponen yang jelas dan rinci tentang perencanaan investasi ke dalam perencanaan kota dan wilayah, termasuk kontribusi yang diharapkan dari masyarakat dan sektor swasta guna mencukupi modal, biaya operasi dan pemeliharaan dalam rangka memobilisasi sumber-sumber daya yang diperlukan (pajak daerah,  pendapatan asli, mekanisme transfer yang dapat diandalkan, dsb.);

(e) mengambil manfaat adanya perencanaan kota dan wilayah berikut peraturan zonasi progresif yang terkait, seperti peraturan berdasar bentuk fisik bangunan atau zonasi berbasis kinerja, untuk mengelola pasar tanah, memungkinkan peran pasar bagi hak usaha pengembangan dan memobilisasi pembiayaan perkotaan, termasuk pembiayaan berbasis lahan, dan pengembalian

kembali bagian investasi publik untuk infrastruktur dan pelayanan perkotaan;

(f) memanfaatkan perencanaan kota dan wilayah untuk memandu dan mendukung pembangunan ekonomi lokal, khususnya membuka lapangan kerja, dalam organisasi komunitas

lokal, koperasi, usaha kecil dan mikro serta aglomerasi ruang bagi industry dan jasa yang sesuai;

(g) memanfaatkan perencanaan kota dan wilayah guna menyiapkan ruang yang cukup untuk jalan raya, dalam rangka mengembangkan jaringan jalan yang aman, nyaman dan efisien, yang memungkinkan tingkat konektivitas yang tinggi dan mendukung transportasi tak-bermotor, dalam rangka meningkatkan produktivitas ekonomi dan memfasilitasi pertumbuhan ekonomi lokal;

(h) menggunakan perencanaan kota dan wilayah untuk merancang lingkungan perumahan dengan kepadatan yang memadai melalui pembangunan dari dalam lingkungan (infi/1) atau strategi perluasan yang sengaja direncanakan untuk menggerakkan skala ekonomi, mengurangi kebutuhan perjalanan dan biaya penyediaan layanan, serta memungkinkan terciptanya system transportasi umum yang hemat biaya.

C.      Perencanaan Kota dan Wilayah dan Lingkungan Hidup

1.      Prinsip-prinsip:

(a) Perencanaan kota dan wilayah menyediakan kerangka tata ruang untuk melindungi dan mengelola lingkungan alam dan terbangun untuk kota dan wilayah , termasuk keanekaragaman hayati, tanah dan sumber daya alam, dan untuk memastikan pembangunan yang terpadu dan berkelanjutan;

(b) Perencanaan kota dan wilayah memberikan sumbangan bagi peningkatan keamanan manusia

dengan memperkuat ketangguhan lingkungan dan sosial ekonomi, meningkatkan mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim serta meningkatkan pengelolaan resiko bencana alam dan lingkungan.

2.      Pemerintah Nasional

bekerja sama dengan bidang-bidang pemerintahan lain dan mitra terkait, diharapkan dapat:

(a) menetapkan standar dan peraturan untuk perlindungan air, udara dan sumber daya alam lainnya, lahan pertanian , ruang terbuka hijau , titik­titik rawan dalam ekosistem dan keanekaragaman hayati serta pengelolaannya secara berkelanjutan.

(b) mempromosikan perencanaan kota dan wilayah , meningkatkan kesaling­lengkapan atau komplementaritas urban-rural dan ketahanan pangan , memperkuat hubungan dan sinergi antar-kota, dan memadukan perencanaan kota dengan pengembangan wilayah guna memastikan kohesi wilayah di tingkat wilayah-kota, termasuk di daerah­daerah lintas batas;

(c) meningkatkan penilaian dampak lingkungan melalui pendayagunaan dan pemanfaatan teknik-teknik dan metode yang tepat dan menerapkan langkah-langkah regulasi dan system insentif;

(d) mempromosikan kota yang kompak, mengatur dan mengontrol perkembangan perkotaan yang acak, mengembangkan strategi kapadatan lahan secara progresif yang dikombinasikan dengan regulasi terhadap pasar tanah, mengoptimalkan penggunaan ruang kota , mengurangi biaya infrastruktur dan permintaan untuk transportasi, dan membatasi tapak ekologis kawasan perkotaan agar dapat secara efektif mengatasi tantangan perubahan iklim;

(e) memastikan bahwa rencana kota dan  wilayah dapat mengatasi kebutuhan layanan untuk mengembangkan energi berkelanjutan , dengan tujuan untuk meningkatkan akses pada energi bersih , mengurangi konsumsi bahan bakar fosil dan mengembangkan secara tepat energi campuran , termasuk efisiensi energi di gedung-gedung, industri dan jasa transportasi multimoda.

3.      Pemerintah Daerah

bekerja sama dengan bidang-bidang pemerintahan lain dan mitra terkait, diharapkan dapat:

(a) merumuskan rencana kota dan wilayah sebagai kerangka mitigasi dan adaptasi dalam menanggapi perubahan iklim dan untuk meningkatkan ketangguhan permukiman, terutama yang terletak di kawasan informal dan rawan ;

(b) mengatur dan mengadopsi bentuk dan pola pengembangan perkotaan rendah karbon yang efisien sebagai kontribusi untuk meningkatkan efisiensi energi dan memperbanyak akses dan pemanfaatan sumber energi terbarukan ;

(c) menempatkan pelayanan penting perkotaan, infrastruktur dan pengembangan perumahan di

kawasan berisiko rendah, dan memukimkan kembali, dengan cara partisipatif dan sukarela, mereka yang tinggal di daerah berisiko tinggi ke lokasi yang lebih tepat;

(d) menilai implikasi dan potensi dampak perubahan iklim dan mempersiapkan kelangsungan fungsi-fungsi utama perkotaan pada saat terjadi bencana atau krisis;

(e) menggunakan perencanaan kota dan wilayah sebagai rencana aksi untuk meningkatkan akses ke pelayanan air bersih dan sanitasi serta mengurangi polusi udara dan jumlah air yang terbuang sia-sia;

(f) menerapkan perencanaan kota dan wilayah untuk mengidentifikasi, merevitalisasi, melindungi dan menghasilkan ruang hijau publik yang berkualitas tinggi yang memiliki nilai khusus secara ekologis atau sebagai warisan alam, mengintegrasikan kontribusi dari sektor swasta dan organisasi masyarakat sipil dalam usaha tersebut, dan untuk menghindari terbentukan kawasan­

panas atau heat islands pada kota, melindungi keanekaragaman hayati lokal dan mendukung terciptanya ruang hijau publik multifungsi, seperti lahan basah untuk resapan dan penampungan air hujan;

(g) mengidentifikasi dan memahami nilai lingkungan terbangun yang mengalami kerusakan dengan maksud untuk dapat melakukan revitalisasi, mengambil manfaat dari aset yang ada, dan memperkuat identitas sosialnya;

(h) mengintegrasikan pengelolaan limbah padat dan cair dan melakukan daur ulang dalam perencanaan tata ruang, termasuk lokasi tempat pembuangan sampah dan situs daur ulang ;

(i) berkolaborasi dengan penyedia layanan , pengembang lahan, dan pemilik tanah untuk memperkuat hubungan antara perencanaan tata ruang dan perencanaan sektoral serta meningkatkan koordinasi dan sinergi lintas sektor di antara berbagai pelayanan seperti air bersih , saluran limbah dan sanitasi , energi dan listrik, telekomunikasi dan transportasi;

(j) mendorong pembangunan, penambahan komponen dan manajemen "bangunan hijau" dengan memberikan insentif dan disinsentif, serta memantau dampak ekonomi yang terjadi;

(k) merancang jalan raya yang mempergiatkan berjalan kaki, berkendaraan tak bermotor dan pemakaian angkutan umum, serta menanam pohon untuk keteduhan dan penyerapan karbon dioksida.

 

 

 

 

Sumber : Panduan lnternasional tentang Perencanaan Kola dan Wilayah Oleh Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah Kementerian PUPR