Tampilkan postingan dengan label Pedestrian. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pedestrian. Tampilkan semua postingan

Senin, 13 Maret 2023

PEMANFAATAN PRASARANA DAN SARANA RUANG PEJALAN KAKI DI KAWASAN PERKOTAAN

Pola pemanfaatan ruang pejalan kaki mengacu pada kebijakan formal yang telah dikeluarkan, sehingga legalitas pemanfaatannya tidak menyimpang dari ketentuan yang berlaku. Setiap pemanfaatan ruang pejalan kaki diatur berdasarkan jenis kegiatan, waktu pemanfaatan, jumlah pengguna, dan ketentuan teknis yang harus dipenuhi.

Ruang pejalan kaki memiliki fungsi utama sebagai sirkulasi bagi pejalan kaki, selain itu dimanfaatkan untuk berbagai macam kegiatan dan fungsi ruang luar bagi masyarakat sekitar.

1.     Aktivitas Pemanfaatan Ruang yang Diperbolehkan

Aktivitas pemanfaaatan ruang yang diperbolehkan adalah:

a) Interaksi Sosial Aktivitas sosial antar pengguna kawasan, seperti: berbincang-bincang, mendengarkan, memperhatikan, duduk, makan, minum.

b) Sirkulasi bagi Difabel Aktivitas sirkulasi para penyandang cacat dari satu tempat ke tempat lainnya.

c) Zona Bagian Depan Gedung (Building frontage zone) Zona ini dapat dimanfaatkan sebagai area masuk (entrance) bangunan, area perluasan aktivitas dari dalam bangunan ke ruang luar bangunan, dan area transisi aktivitas dari dalam bangunan ke bagian luar bangunan.

2.     Aktivitas Pemanfaatan Ruang yang Dilarang

Aktivitas kendaraan bermotor tidak diperbolehkan memanfaatkan fasilitas di ruang pejalan kaki.

3.     Aktivitas Pemanfaatan Ruang yang Diperbolehkan dengan Syarat

a)    Kegiatan Usaha Kecil Formal (KUKF)

Aktifitas jual beli yang dilakukan di dalam ruang pejalan kaki dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi kawasan jika tertata dengan baik, tetapi dapat menimbulkan permasalahan jika ruang pejalan kaki tersebut tidak tertata dengan baik.

Persyaratan pemanfaatan KUKF:

- Jarak bangunan ke area berdagang adalah 1,5 – 2,5 meter, agar tidak menganggu sirkulasi pejalan kaki.

- Lebar pedestrian sekurang-kurangnya 5 meter dan lebar area berjualan maksimal 3 meter, atau 1:1,5 antara lebar jalur pejalan kaki dengan lebar area berdagang.

- Ada organisasi tertentu yang mengelola keberadaan KUKF.

- Untuk jenis KUKF tertentu, waktu berdagang diluar waktu kegiatan aktif gedung/bangunan di depannya.



b)    Aktivitas Pameran Sementara di Ruang Terbuka

Aktivitas pameran sementara di ruang terbuka atau outdoor display dapat dilakukan jika lebar ruang pejalan kaki minimal 5 meter dan lebar area berjualan maksimal 3 meter atau 1:2 antara lebar jalur pejalan kaki dengan lebar area pameran. Dengan asumsi pengunjung pameran memanfaatkan separuh lebar jalur pejalan kaki yang ada.

 


4.     Fasilitas Bersepeda

Fasilitas bersepeda mencakup:

a)    Aktivitas olahraga bersepeda diperbolehkan, jika kondisi luasan jaringan pejalan kaki memungkinkan, yaitu dengan lebar pedestrian minimal 5 meter.

b)    Pada kondisi volume pejalan kaki tinggi, harus disediakan satu jalur khusus untuk bersepeda, dengan cara memperlebar trotoar sampai dengan 2 meter, untuk memisahkan jalur bersepeda dengan jalur lalu lintas yang berdekatan.

Lebar tipikal untuk tipe yang bervariasi dari berbagai fasilitas sepeda ditunjukan dalam gambar 4.3.

Pada umumnya kecepatan bersepeda adalah 10–20 kilometer/jam. Bila memungkinkan kecepatan minimal 20 kilometer/jam, jika:

a)    Ruang dapat dirancang untuk bersepeda dengan kecepatan 30 kilometer/jam sehingga dapat secara mudah diakomodir tanpa peningkatan yang signifikan.

b)    Kecepatan minimum yang diinginkan melebihi 20 kilometer/jam, maka lebar jalur bersepeda dapat diperlebar 0.6 meter hingga 1.0 meter.

 


 


 

 

Sumber: Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan

Senin, 11 Juli 2022

PEDESTRIAN Dl INDONESIA

 Salah satu tujuan utama penataan kota dari pendekatan urban landscape adalah bagaimana kota dapat ditata dengan memberikan keindahan dan kenyamanan yang optimal bagi penduduk dan penghuni kota tersebut. Keindahan kota tidak hanya terwujud dari tersedianya hutan kota dan taman kota yang bisa memberikan suasana alami pada kawasan yang didominasi manmade landscape, tetapi juga harus dapat diwujudkan pada Kawasan yang bisa dikembangkan untuk green infrastructure kota, seperti pada kawasan sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) maupun sepanjang jalur rransportasi, baik jalur kereta api maupun jalur kendaraan. Pada jalur transportasi kendaraan umum, secara khusus kita mengenal jalur pejalan kaki. Di jalur ini penghuni kota memanfaarkan jalur pejalan kaki arau pedestrian sebagai bagian yang sangat vital dalam kehidupan sehari-hari masyarakat urban.

Pedestrian berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata pedos  (berarti 'kaki'), sehingga pedestrian dapat diartikan sebagai 'orang yang berjalan kaki' di atas jalan setapak. Jalan setapak sendiri berarti media diatas bumi yang memudahkan manusia untuk 'berjalan'. Dengan demikian dapat didefinisikan pedestrian adalah 'orang yang berjalan di jalan yang memberikan ruang bagi pergerakan manusia dari satu ritik ke titik lainnya dengan menggunakan moda jalan kaki'.

Berjalan kaki sendiri merupakan alar penghubung antara moda-moda transportasi yang lain, seperti pentingnya moda berjalan kaki untuk berpindah dari moda transportasi kereta menuju moda transportasi busway. Di samping itu berjalan kaki juga merupakan sarana transportasi yang menghubungkan satu kawasan dengan kawasan lainnya, seperti pada kawasan perdagangan, kawasan pemukiman dan kawasan budaya. Dilihat dari kecepatannya, moda berjalan kaki memiliki kecepatan yang rendah sehingga pejalan kaki dapat mengamati lingkungan sekitar secara detil.

Pedestrian sendiri dalam arti luas memiliki definisi yang heragam. Tulisan ini menyoroti kawasan pedestrian dengan perkerasan yang terletak pada kanan-kiri fasilitas jalan kendaraan bermotor, atau lebih dikenal dengan istilah trotoirlsidewalk. Dalam konteks urban environment, kondisi pedestrian menjadi isu yang cukup penting dalam percepatan perwujudan kota hijau. Kawasan pedestrian sangat berperan dalam membentuk koridor hijau di kota. Pada penataan streetscape, keterhubungan antara fasilitas jalan dan pedestrian merupakan hal yang tak terpisahkan dan harus dikembangkan dengan pendekatan urban ecology. Dengan demikian saran ini juga dapat menjadi solusi isu besar tentang pemanasan global dan perubahan iklim.

Moda transportasi jalan merupakan sebuah kawasan yang sangat berpengaruh pada pemanasan global, karena emisi kendaraan menjadi salah satu sumber penyebab utama. Keberadaan ruang terbuka hijau (RTH) sepanjang jalan dan pedestrian dapat diarahkan bagi upaya untuk mengendalikan polusi udara yang berlebihan melalui penanaman spesies pepohonan yang tepat. Selain sebagai pembatas antara moda kendaraan dan moda pedestrian, RTH ini juga dapat menjadi pembatas yang melindungi pej alan kaki dari kemungkinan bahaya kendaraan bermotor. Sel ain itu, RTH ini juga dapat meningkatkan kenyamanan pejalan kaki dalam menikmati kawasan pedestrian dengan efek reduksi panas dan radiasi matahari melalui tajuk-tajuk pohon yang menaunginya.

PEDESTRIAN Dl KOTA-KOTA INDONESIA

Di Indonesia, perhatian dari instansi yang berwenang maupun dari penduduk sendiri terhadap konsep pedestrian yang aman dan nyaman bagi penduduk kota masih sangat rendah. Kepedulian para pemangku kepentingan terhadap pentingnya menata dan memanfaatkan pedestrian yang manusiawi masih sangat lemah. Kenikmatan berjalan kaki masih belum menjadi kebutuhan penduduk kota itu sendiri. lni terbukti dari kurangnya partisipasi penduduk menjaga dan memelihara kawasan pedestrian di sekitar rumahnya. Kondisi udara tropis yang secara alamiah panas dan udara perkotaan yang pengap akibat polusi asap kendaraan di jalan, memberikan suasana yang sangat tidak nyaman bagi pengguna pedestrian, bahkan menjadi mimpi buruk bagi warga kota itu sendiri.

Keberadaan PKL di kawasan pedestrian juga menjadi salah satu hal yang meresahkan pejalan kaki perkotaan Indonesia. Berbagai pedagang yang menjajakan jualan menghalangi kenyamanan pengguna pedestrian untuk bisa berjalan menuju tujuannya. Di samping itu PKL menambah panas dan pengapnya area jika pedestrian digunakan untuk memasak makanan jualannya. Dampak pemanfaatakn kawasan pedestrian umuk aktivitas PKL juga menambah daftar kekumuhan yang menimbulkan bau tak sedap pada jalan setapak serta menciptakan pemandangan yang kurang layak.

Bahkan pada sebagian sudut kota, pedestrian dimanfaatkan sebagai tempat bermalam kelompok masyarakat marjinal di perkotaan. Keadaan ini menimbulkan suasana yang sangat tidak aman dan tidak nyaman bagi penduduk kota, bahkan memberikan kesan yang tidak manusiawi bagi penghuni kota. Catatan buruk mengenai pedestrian berrambah ketika Sebagian besar pengguna motor roda dua memanfaatkan pedestrian untuk menghindari kemacetan yang semakin menggila di kota-kota besar di Indonesia.

Lebih ironis lagi ketika sebagian besar dari moda transportasi kita tidak menyediakan pedestrian menjadi bagian dari system transporrasi, sehingga keamanan pejalan kaki menjadi hal yang sangat terabaikan. Buruknya sistem draenase di jalan, mengakibatkan kualitas tapak yang rendah di pededestrian.

MENUJU PEDESTRIAN YANG IDEAL

Berbagai upaya harus dilakukan agar pedestrian yang aman dan nyaman bagi penduduk kota segera terwujud. Ketersediaan pedestrian yang baik diiringi dengan penyediaan moda transportasi umum yang nyaman, akan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Dengan demikian secara berrahap perwujudan kota hijau menjadi kenyataan dari berbagai sekror, termasuk dari aspek penyediaan pedestrian yang nyaman.

Di beberapa kota negara lain yang tertata baik seperti Tokyo, Osaka, Berlin, Taipei, dan Singapura, pedestrian tidak hanya disediakan bagi pengguna jalan kaki, tetapi juga bagi pengguna sepeda sebagai moda transportasi yang hemat energi. Di negara maju, pedestrian juga ditata dengan memperhatikan berbagai  signage bagi penduduk difabel seperri penyandang tunanetra maupun pengguna kursi roda. Perancangan menggunakan dinamika tekstur jalan setapak, hingga disain bentuk dan warnanya memberikan kenyamanan bagi pejalan kaki yang memiliki keterbatasan tersebut.

Banyak pelajaran menarik yang bisa dipetik dari penataan pedestrian yang sangat baik di kota-kota tersebut. Di anraranya adalah perencanaan pedestrian yang memperhatikan kenyamanan pejalan kaki dengan perbedaan umur. Perencanaan streetscape dilakukan dengan sangat seksama, sehingga kelelahan pengguna jalan menjadi pertimbangan dalam meletakkan bangku-bangku dengan disain unik pada jalur pedestrian. Peletakan bangku di kawasan pedestrian untuk pejalan kaki manula diletakkan dengan rentang jarak yang berbeda dengan peletakan bangku untuk balita di kawasan yang sama. Jarak peletakan bangku untuk manula di rancang lebih berdekatan dibandingkan dengan jarak bangku unruk usia remaja/dewasa dan balita. Ukuran bangku pun menjadi perhatian perancang pedestrian. Pengalaman ini memberikan ilustrasi betapa kenyamanan penduduk. kota sebagai pengguna utama pedestrian harus menjadi perhatian utama dalam merancang kawasan perkotaan, khususnyakawasan pedestrian.

Keamanan pejalan kaki di kawasan pedestrian juga menjadi hal yang sangat penting, baik keamanan dari aspek kejahatan maupun dari aspek kesehatan. Unruk mencegah tindak kejahatan pada pengguna pejalan kaki di malam hari, maka Kawasan pedestrian harus dilengkapi dengan pencahayaan yang memadai. Pencahayaan ini juga menjadi sarana mempercantik kota di malam hari.

Semenrara iru untuk mengatasi masalah kesehatan, antara jalur pejalan kaki dan kendaraan mobil perlu diberi penghalang dengan koridor hijau yang dapat mereduksi polusi kendaraan. Selain pepohonan yang dapat mereduksi Pb, SOx dan NOx, maka komposisi shrubs dan ground cover juga dapat menambah keindahan kota pada kawasan streetscape.

Saar ini, rata-rata perkotaan di Indonesia belum memperhatikan pedestrian sebagai unsur penting dalam menciptakan kota yang manusiawi. Pedestrian adalah aspek penting untuk menciptakan active city, dimana penduduknya aktif secara fisik dalam berkegiatan. Karena itu, sudah saatnya pedestrian menjadi salah satu prioritas perencanaan perkotaan Indonesia.

 

 

 

Sumber: Oleh Alinda Medrial Zain dalam KOTA INDONESIA BERKELANJUTAN UNTUK SEMUA penerbit Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Penataan Ruang