Tampilkan postingan dengan label Lansekap. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Lansekap. Tampilkan semua postingan

Minggu, 12 Maret 2023

Ruang Terbuka Hijau (RTH) dalam Lansekap

a.     Pengertian Lansekap

Lansekap diartikan sebagai wajah dan karakter lahan atau tapak dari permukaan bumi dengan segala kehidupannya dan apa saja yang ada di dalamnya baik yang bersifat alami maupun buatan. Lanskap diartikan sebagai lahan yang luas, sedangkan yang berskala kecil diistilahkan sebagai taman (garden).

Menurut Suharto (1994), lanskap mencakup semua elemen pada tapak, baik elemen alami (natural landscape), elemen buatan (artificial landscape) dan penghuni /makhluk hidup yang ada di dalamnya. Penataan lanskap yang baik diperlukan untuk mewujudkan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang indah dipandang mata.

Terdapat dua aspek penting yang perlu diperhatikan dalam desain lansekap, yaitu aspek fungsi dan aspek estetika.

• Aspek fungsi memberikan penekanan pada kegunaan atau kemanfaatan dari benda atau elemen yang dirancang.

• Aspek estetika menekankan pada usaha untuk menghasilkan suatu nilai keindahan visual yang diperoleh melalui garis, bentuk, warna, dan tekstur.

Elemen lanskap pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Elemen lembut atau alamiah (softscape) adalah istilah yang digunakan untuk unsur-unsur material yang berasal dari alam. Elemen softscape merupakan elemen yang dominan, terdiri dari tanaman atau pepohonan dan air permukaan.

2. Elemen keras atau buatan (hardscape) adalah unsur-unsur material buatan atau elemen selain vegetasi yang dimaksudkan adalah benda-benda pembentuk taman, terdiri dari bangunan, gazebo, kursi taman, kolam ikan, pagar, pergola, air mancur, lampu taman, batu, kayu, dan lain sebagainya.

b.    Pengertian RTH

Dalam bentangan lanskap terdapat Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang juga berdampingan dengan Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH). RTH merupakan area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Sementara, RTNH merupakan ruang terbuka di wilayah kota/kawasan perkotaan yang tidak termasuk dalam kategori RTH, yaitu berupa lahan yang diperkeras maupun yang berupa badan air.

RTH terdiri dari tiga terminologi, yaitu:

1. Ruang, semakin besar taman maka semakin besar manfaat ekologisnya. Tetapi hal ini masih memerlukan studi lebih lanjut.

2. Terbuka, RTH sepatutnya memiliki fungsi sosial setelah RTH terbangun/beroperasi. Ketika RTH sudah dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, indeks kepuasan pengguna dapat diukur apakah masyarakat sebagai pengguna sudah merasa puas dalam memanfaatkan RTH.

3. Hijau, berkaitan dengan fungsi ekologis.

RTH ditinjau dari aspek kepemilikannya dibagi menjadi RTH publik dan RTH privat:

1. RTH Publik, RTH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum, antara lain berupa taman kota; taman pemakaman umum; dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, serta pantai.

2. RTH Privat, RTH yang dimiliki dan dikelola oleh swasta/masyarakat, antara lain berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan.

RTH ditinjau dari aspek aktivitas manusia didalamnya terbagi menjadi dua jenis, yaitu RTH aktif dan RTH pasif:

1. RTH Pasif, RTH yang ditujukan untuk konservasi dimana kepadatan hijaunya cenderung tinggi antara 90-100% dan tidak mengundang unsurunsur kegiatan manusia di dalamnya. Contoh RTH pasif dapat berupa pulau, jalan, taman untuk rekreasi aktif dan pasif.

2. RTH Aktif, RTH yang ditujukan untuk ruang publik tempat masyarakat dapat berkegiatan secara aktif. Tidak hanya sekedar ruang terbuka publik, namun juga menampung kegiatan masyarakat. Contoh RTH aktif misalnya plaza dan tempat bermain.

 

c.     Aturan RTH di Indonesia

Terdapat beberapa aturan RTH di Indonesia yang dapat menjadi acuan dalam penyelenggaraan ruang terbuka hijau, yaitu sebagai berikut:

Undang-Undang (UU) No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Undang-Undang ini mengamanatkan proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30 % dari luas wilayah kota di mana 20 %-nya merupakan RTH publik.

Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung diubah dengan UU No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja

Pengaturan bangunan gedung bertujuan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional dan sesuai dengan tata bangunan gedung yang serasi dan selaras dengan lingkungannya.

Peraturan Menteri PU No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum RTBL Pedoman Umum RTBL

berfungsi sebagai dokumen pengendali pembangunan dalam penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan untuk suatu lingkungan/kawasan tertentu supaya memenuhi kriteria perencanaan tata bangunan dan lingkungan. Pedoman ini mengatur tentang Program Bangunan dan Lingkungan, Rencana Umum dan Panduan Rancangan (termasuk di antaranya KDB, KLB, KDH, Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau), serta Rencana Investasi.

Peraturan Menteri PU No. 05 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan

Permen PU No. 05 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan ini bertujuan untuk mendorong kebutuhan ekologis (menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air). Dalam peraturan ini diatur mengenai standar penyediaan RTH, kriteria penyediaan vegetasi serta arahan pemanfaatan RTH. Menurut Permen ini, tanaman tepi pada jalur hijau jalan harus memenuhi fungsi di antaranya sebagai peneduh, penyerap polusi, peredam kebisingan, dan pemecah angin.

Peraturan Menteri PU No. 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) di Kawasan Perkotaan

Pedoman yang ini bertujuan untuk mendorong penyediaan RTH sebagai pembentuk ruang yang berkualitas untuk beraktivitas, baik sosial maupun budaya. Pedoman ini mengatur standar penyediaan RTH, kriteria penyediaan perkerasan, serta arahan pemanfaatan RTNH.

Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-1733- 2004 mengenai Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan.

Penggolongan sarana RTH di lingkungan perumahan berdasarkan kapasitas pelayanannya terhadap sejumlah penduduk adalah sebagai berikut:

• Setiap unit Rukun Tetangga (RT) atau kawasan berpenduduk 250 jiwa dibutuhkan minimal 1 unit taman untuk memberikan kesegaran pada kota, baik udara segar maupun cahaya matahari, sekaligus tempat bermain anak-anak;

• Setiap unit Rukun Warga (RW) atau kawasan berpenduduk 2.500 jiwa diperlukan sekurangkurangnya satu daerah terbuka berupa taman, di samping daerah-daerah terbuka yang telah ada pada tiap kelompok 250 penduduk, yang berfungsi sebagai taman tempat main anak-anak dan lapangan olah raga kegiatan olah raga;

• Setiap unit kelurahan atau kawasan berpenduduk 30.000 jiwa diperlukan taman dan lapangan olahraga untuk melayani kebutuhan kegiatan penduduk di area terbuka, seperti pertandingan olah raga, upacara, serta kegiatan lainnya;

• Setiap unit kecamatan atau kawasan berpenduduk 120.000 jiwa, harus memiliki sekurang-kurangnya 1 (satu) lapangan hijau terbuka yang berfungsi sebagai tempat pertandingan olahraga, upacara, serta kegiatan lainnya yang membutuhkan tempat yang luas dan terbuka.



d.    Fungsi RTH

RTH dalam perkotaan dapat berfungsi ekologis, sosial budaya, estetika, dan ekonomi.

Fungsi Ekologi

RTH merupakan ‘paru-paru’ kota atau wilayah. Tumbuhan dan tanaman hijau dapat menyerap karbondioksida (CO2 ), menambah oksigen, menurunkan suhu udara dengan keteduhan dan kesejukan tanaman, menjadi area resapan air, serta meredam kebisingan. Beberapa fungsi ekologi RTH pada lansekap antara lain:

1. Perlindungan terhadap radiasi matahari

2. Perlindungan terhadap angin

3. Perlindungan terhadap suhu

4. Perlindungan terhadap polusi

5. Perlindungan terhadap erosi

6. Perlindungan terhadap pandangan/visual (glare)

Fungsi Sosial Budaya

RTH dapat menjadi ruang tempat warga dapat bersilaturahmi dan berekreasi. Anak-anak mendapatkan ruang untuk bermain. RTH juga dapat menjadi wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari alam.

Fungsi estetika

Keberadaan RTH dapat menciptakan suasana serasi dan simbang antara area terbangun dan tidak terbangun. Selain itu keberadaan RTH juga dapat meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota, baik pada skala mikro, halaman rumah, lingkungan permukiman, maupun makro (lansekap kota secara keseluruhan), yang dapat menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota.

Fungsi ekonomi

Jenis-jenis tanaman tertentu punya nilai jual dan nilai konsumsi seperti tanaman bunga, buah, daun, dan sayur-mayur.

e.     Elemen-elemen Perancangan RTH

Perancangan RTH didasarkan pada pertimbangan perwujudan keselarasan antara bangunan gedung dengan lingkungan sekitarnya, sehingga infrastruktur yang kaku dapat dilunakan dengan unsur hijau. Perancangan RTH juga dilakukan untuk mengantisipasi pertumbuhan dan perkembangan kota agar tercipta keselarasan antara ruang terbangun dan ruang hijau.

Perancangan RTH tidak mutlak hanya unsur vegetatif (pepohonan) saja, namun dapat ditambahkan aktivitas pendukung agar tercipta RTH yang aktif sesuai dengan peluang pengembangan ruang terbuka tersebut. Perancangan RTH perlu memperhatikan elemenelemen seperti fungsi RTH, peran RTH dalam kontrol parameter tertentu, dan jenis tanaman yang sesuai dengan kontrol parameter tersebut.

Dominasi unsur vegetatif tetap perlu diperhatikan agar terdapat pembeda dengan perencanaan ruang terbuka yang lain (Krisnawati, 2012). RTH dibangun dari kumpulan vegetasi yang perlu direncanakan kesesuaian terhadap lokasi dan peruntukannya. Persyaratan umum tanaman untuk RTH perkotaan yaitu:

 





Sumber: PANDUAN PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU Oleh KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Tahun 2022