Tampilkan postingan dengan label Kota Hijau. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kota Hijau. Tampilkan semua postingan

Minggu, 09 Maret 2025

Kota Hijau Bukan Hanya RTH

Green city, atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai kota hijau, memiliki banyak padanan kata yang lain, misalnya ecological city (kota yang berwawasan lingkungan), serta sustainable city (kota yang berkelanjutan ). Demikian menurut pendapat Hadi Susilo Arifin, Ketua Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, lnstitut Pertanian Bogor.



Menurut Hadi, selama ini masyarakat menganggap bahwa kota hijau identik dengan ruang terbuka hijau (RTH). Pandangan tersebut tidak sepenuhnya salah. Namun, yang harus dipahami adalah RTH hanya salah satu dari sekian banyak hal yang harus dilakukan untuk mewujudkan kota hijau.

Konsep utama dari kota hijau adalah 3 penghematan, yakni hemat energi, hemat lahan, dan hemat bahan/material. Menurut International Environmental Technology Center, ada 18 indikator yang terbagi ke dalam 3 tahap untuk mewujudkan kota hijau.

Tahap pertama adalah promotion of eco office yang memiliki 7 indikator, yaitu penghematan energi, penghematan air, pengurangan sampah padat, pengembangan daur ulang, konsep hijau yang aman, konservasi air dan udara yang bersih, serta pengendalian bahan kimia.

Tahap yang kedua, yaitu promotion of eco project. Tahap ini terdiri atas 6 indikator, yakni penggunaan material ramah lingkungan, penggunaan alat yang ramah lingkungan, penggunaan barang daur ulang, pembangunan infrastruktur hijau, pengembangan teknologi hijau/ berwawasan lingkungan, serta mem - promosikan penghijauan.

Tahap ketiga adalah green city planning (perencanaan kota hijau), terdiri atas 5 indikator, yaitu adanya panduan ten - tang infrastruktur ke-PU-an yang bersifat hijau, panduan untuk perumahan hijau, meningkatkan transportasi pub - lik, terutama pembangunan Mass Rapid Transit (MRT), peningkatan capacity building (kemampuan dan kesadaran masyarakat), serta sistem manajemen lingkungan (Environmental Management System/EMS) yang terintegrasi.

Perencanaan dan pengelolaan tata ruang kota-kota di Indonesia seharusnya bersifat terintegrasi. Pun, jika berbicara tentang kota hijau, kita tidak hanya memikirkan kota saja ( eco city), tetapi juga memikirkan desa (eco village). Jangan sekali-kali perencanaan itu bersifat terpisah. Tidak mungkin kita membangun kota hijau jika hanya mengutak -atik satu kawasan saja. Kita memerlukan sesuatu yang komprehensif . Misalnya, kita tidak akan bisa membangun Jakarta sebagai kota hijau jika tidak didukung daerahdaerah di sekitarnya, baik Tangerang, Bogor, Depok, maupun Bekasi.

Sejauh ini, kebijakan dan perencanaan tata ruang kota -kota di Indonesia secara praktis memang belum mengarah ke kota hijau. Jikapun ada, maka kebijakan tersebut hanya terbatas pada sektor tertentu saja. Misalnya , penyediaan RTH sesuai amanat UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007. Konsep kota hijau juga dicoba diterapkan dalam pembangunan beberapa kota baru/ kota satelit, tetapi itu pun hanya sebatas slogan dan penyediaan RTH saja. Pada skala kota, memang sudah ada kampanye car free day maupun kampanye bike to work. Tetapi, kampanye tersebut kurang didukung dengan penyediaan sarana dan prasarana yang memadai , misalnya pembangunan jalur sepeda, MRT, dan sebagainya.

Di kota-kota besar yang sudah mapan, upaya untuk mewujudkan kota hijau memang akan menghadapi banyak kendala, baik kendala secara bio-fisik, sosial, maupun ekonomi, dan terutama budaya masyarakat. Di tengah masyarakat kita masih berkembang budaya egoisme , istilahnya "asal tidak di halaman rumah saya" {Not In My Back Yard/NIMBY). Mereka kurang peduli dengan kondisi lingkungan sekitar , pokoknya yang penting rumah mereka sendiri bersih. Seharusnya masyarakat tidak bersikap menutup mata seperti itu, sebab pembangunan kota hijau adalah menyangkut masalah budaya dan perilaku masyarakatnya.

Untuk kota -kota yang relatif kecil/baru , seharusnya pembangunannya bisa direncanakan dan dikelola dengan baik, selama ada komitmen yang terintegrasi dari pemerintah, pihak swasta, serta penduduk kota. Di daerah-daerah, masyarakat cenderung lebih peduli kepada lingkungan karena mereka memiliki kearifan lokal yang berhubungan dengan adat istiadat atau kepercayaan setempat. Dengan adanya kearifan lokal tersebut, mereka punya zonasi pemanfaatan lingkungan , terutama hutan .

Upaya untuk mewujudkan kota hijau harus didukung penuh oleh komitmen tiga pihak, yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat . Pemerintah harus memiliki good will untuk menjalankan apa yang disebut dengan eco politic. Yaitu, politik -politik yang mengarah ke pelestarian lingkungan, misalnya melalui UU yang pro terhadap ramah lingkungan. Saat ini, kebijakan yang menga - rah ke tujuan tersebut sudah ada, tetapi masih perlu ditingkatkan lagi jumlah dan implementasinya . Pemerintah juga mesti seger:a mengevaluas i tata ruang kota dengan benar dan akurat sesuai dengan standar dan peraturan yang ada. Selain itu, perlu adanya komitmen tinggi dalam penyusunan rencana penataan dan pengelolaan kota yang ramah lingkungan untuk jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.

Selanjutnya, pemer intah harus melaksanakan penegakan hukum . Konkretnya, memberi sanksi bagi setiap pelanggaran dan sebaliknya, memberikan reward bagi masyarakat yang patuh. Dari sisi teknis, pemerintah bisa mengurangi laju perubahan tata guna lahan yang tidak berpihak pada kelestarian lingkungan dan melakukan kon - solidasi lahan bagi ruang-ruang kota yang kurang teratur, serta mendesain green network dengan koridor hijau maupun koridor biru. Hal lain yang perlu dilakukan adalah menerapkan manajemen limbah secara terintegrasi dan mengimplementasikan konsep green infrastructure, green building, serta green industry.

Perusahaan swasta juga perlu mengambil peran. Salah satunya adalah dengan menjalankan kegiatannya secara pro hijau. Mereka juga harus mematuhi peraturan yang ada dengan disiplin tinggi serta berkontribusi dalam menyediakan lahan untuk ruang terbuka hijau dan ruang terbuka biru. Pemerintah memang yang membuat peraturan, tetapi perusahaan merupakan salah satu pihak yang menjalankannya, apakah itu dengan corporate social responsibility {CSR), penyediaan taman dan RTH, serta penggunaan bahan bangunan dan material yang ramah lingkungan.

Last but not least, masyarakat harus berperan aktif dalam pembangunan kota hijau. Oleh karena itu, perlu adanya pemberdayaan ··masyarakat. Sebab, pada dasarnya masyarakat sebenarnya punya kekuatan jika mereka mau. Jangan bersikap acuh tak acuh jika peme - rintah memberikan bimbingan ataupun bantuan.

Masyarakat perlu berpikir global, tidak hanya berpikir tentang dirinya sendiri saja {budaya NIMBY). Konsep pro hijau harus dipraktekkan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari, misalnya hemat energi, hemat lahan, dan hemat bahan. Selain itu, adalah penting untuk selalu mematuhi peraturan yang ada serta penerapan semboyan hidup sehat.

 

 

 

 

Sumber : Oleh Hadi Susilo Arifin Dalam KIPRAH Volume 40 September-Oktober 2010

Jumat, 21 Februari 2025

Mewujudkan Kota Hijau Berkelanjutan

“Tidak dapat dipungkiri bahwa kawasan perkotaan memiliki peran penting dalam pembangunan nasional dan daerah. Tentu saja konsep dan perencanaan tata ruang yang bagus tidaklah cukup. Yang tidak kalah penting adalah konsistensi implementasi pemanfaatan ruang untuk mewujudkan struktur dan pola ruang sesuai dengan rencana dan pengendalian pemanfaatan ruang”.

Saat ini, perkembangan kawasan perkotaan menjadi sangat cepat yang diindikasikan dengan pesatnya pertumbuhan penduduk. Dalam periode 1950-1990, jumlah penduduk kota di dunia telah meningkat lebih kurang tiga kali lipat, yaitu dari 730 juta jiwa menjadi 2,3 miliar jiwa . Antara tahun 1990 hingga tahun 2020, angka pertumbuhan penduduk ini akan menjadi dua kali lipat, melampaui 4,6 miliar jiwa.

Pada saat ini sekitar 43% penduduk dunia tinggal di perkotaan. Di Indonesia, pada periode 2000-2005 tingkat pertumbuhan penduduk secara nasional sebesar 1,98 % per tahun dibandingkan dengan angka pertumbuhan penduduk kota sebesar 5,98 % per tahun.

Pesatnya pertumbuhan penduduk di perkotaan semakin menambah berat beban perkotaan serta memperluas perkembangan kawasan, terutama di daerah pinggiran kota besar dan metropolitan.



Permasalahan Perkotaan

Pertumbuhan kota secara cepat tersebut secara langsung berimplikasi pada pembangunan infrastruktur dasar dan pelayanan publik. Permasalahan infrastruktur, seperti kurangnya layanan air bersih, sistem sanitasi, dan pemenu - han penyediaan perumahan, serta transportasi yang tidak memadai dalam mendukung pemenuhan kebutuhan pertumbuhan penduduk perkotaan menjadi penyebab utama timbulnya berbagai masalah di perkotaan.

Hal tersebut juga melengkapi permasalahan lanjutan, seperti kemacet - an, permukiman kumuh, kemiskinan, menurunnya kualitas lingkungan perko - taan, luasan ruang terbuka hijau yang semakin menurun, serta berbagai permasalahan lainnya yang semakin menambah kompleksitas permasalahan perkotaan.

Pengelolaan kawasan perkotaan cenderung mengalami tantangan yang berat akibat arus urbanisasi, sementara di satu sisi daya dukung lingkungan dan sosial juga mengalami penurunan. Alih guna lahan (konversi) dari lahan pertanian maupun ruang terbuka hijau menjadi kawasan terbangun menjadi tantangan tersendiri.

Berdasar data BPS (2003) , tingkat kon - versi lahan pertan ian di Indonesia rata - rata mencapai 150 ribu hektar setiap tahunnya. Sedangkan penurunan luas ruang terbuka hijau dalam 30 tahun terakhir ini, terutama pada kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung , Surabaya, dan Medan , dari sekitar 35% di awal 1970-an menjadi kurang dari 10% saat ini.

Perubahan Iklim

Perubahan iklim yang merupakan isu global adalah akibat dari peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer bumi yang dihasilkan berbagai kegiatan manusia, terutama penggunaan bahan bakar fosil dan alih fungsi lahan. Dampak perubahan iklim makin terasa terutama pada dekade terakhir, seperti perubahan pola cuaca, banjir, longsor, kenaikan muka air laut, dan sebagainya. Dampak perubahan iklim tersebut tidak hanya merusak kualitas lingkungan, namun juga membahayakan kesehatan manusia , kegiatan ekonomi, sosial-budaya, serta infrastruktur .

Kota Hijau Berkelanjutan

Kota hijau pada dasarnya memiliki pengertian sebagai kota yang berwawasan lingkungan hidup yang pengembangan kotanya dimaksudkan untuk dapat menjaga kelestarian dan keberadaan berbagai sumber daya yang menunjang kehidupan, mengingat kota dengan wilayah sekitarnya merupakan satu kesatuan sistem geografis yang memiliki hubungan timbal -balik dan ketergantungan.



Kota hijau adalah kota yang berkelan - jutan, baik secara lingkungan fisik, ekonomi , sosial-budaya , maupun tata kelola (governance). Keberlanjutan metabolisme kota dengan pembangunannya harus dapat memenuhi kebutuhan -kebutuhan masa kini tanpa membahayakan kemampuan generasi masa depan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri.

Pola pembangunan yang hanya menekankan pada pertumbuhan ekonomi cenderung mengarah pada pemanfa - atan sumber daya alam dan lingkungan yang kurang terkendali. Kota memiliki keterbatasan daya dukung baik lingkungan maupun sosial, jika dieksploitasi terus-menerus akan mengakibatkan bencana lingkungan dan krisis ekologi. Untuk itu dalam mengelola segenap potensi sumber daya alam tersebut harus dilakukan secara bijak dan penuh kehati-hatian.

Kawasan perkotaan dalam konsep lingkungan hidup adalah merupakan suatu kawasan yang tercipta dari berlangsungnya proses interaksi antara manusia (lingkungan hidup sosial) dengan sumber daya alam (lingkungan hidup alam) yang terejawantah dalam lingkungan binaan manusia (built environment). Konsep tiga roda antara lingkungan hidup alam, lingkungan hidup sosial, dan lingkungan hidup binaan manusia tersebut tidak boleh tersegregasi, namun harus dalam satu kesatuan dan keutuhan sistem.

Peran Penataan Ruang

Berbagai permasalahan perkotaan membutuhkan pendekatan yang tepat, yaitu dengan mengedepankan prinsipprinsip pembangunan berkelanjutan. Harus disadari bahwa kota kita masingmasing memiliki karakteristik yang unik, sehingga kondisi ini membutuhkan pendekatan pengembangan perkotaan yang berbasis kebutuhan dan kemampuan dan potensi yang dimiliki masingmasing kota.



Pengembangan infrastruktur perkotaan harus memasukkan aspek keber - lanjutan sebagai prasyarat utama pembangunan. Dibutuhkan kebijakan dan program yang jelas serta sumber daya yang memadai. Tidak kalah pentingnya adalah keterlibatan dan dukungan segenap pihak dalam penyelenggaraan pembangunan perkotaan .

Penataan ruang memiliki peran yang sangat siginfikan sebagai instrumen dalam rangka mewujudkan kota hijau yang berkelanjutan . Dalam rencana tata ruang kota, diatur hal-hal yang terkait perwujudan kota hijau yang berkelanjutan, seperti pengaturan pusat- pusat kegiatan yang berjenjang dan berhirarki serta pembagian peran dan fungsi pada kota-kota di kawasan metropolitan, kompaksi perkotaan dengan mendekat - kan fungsi dan aktivitas sehingga pola pergerakan menjadi lebih efisien .

Ada juga konservasi terhadap kawasan lindung, penyediaan jalur dan ruang evakuasi bencana, pertimbangan daya dukung lingkungan, pengembangan infrastruktur perkotaan sebagai instrumen pengendalian pemanfaatan ruang, pengembangan sistem jaringan trans - portasi publik dan jalur pejalan kaki, penataan dan pengelolaan sektor informal serta pelestarian terhadap kawasan bersejarah perkotaan .

Selanjutnya, dalam rencana tata ruang kota ditetapkan target ruang terbuka hijau sebesar 30% dari luas kota, di mana proporsi 30% ini merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan sistem hidrologi dan sistem mikroklimat maupun sistem ekologis lain. Hal ini akan meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan oleh masyarakat serta sekaligus meningkatkan estetika kota .

Kendala dalam Mewujudan Kota Hijau Berkelanjutan

Tidak mudah memang mewujudkan kota hijau yang berkelanjutan. Beragam kendala menjadi faktor penghambat, antara lain kurangnya pemahaman dan peran masyarakat dalam upaya perwujudan kota hijau, belum optimalnya kapasitas kelembagaan serta rendahnya kerja sama dan koordinasi antarsektor dalam pengelolaan lingkungan hidup, peningkatan jumlah penduduk perkotaan dan urbanisasi, pembangunan yang berorientasi fisik dan ekonomi, tingginya pendanaan serta terbatasnya lahan perkotaan dalam mewujudkan ruang terbuka hijau sebesar 30% dari luas kota.

Ada pula persepsi bahwa penerapan konstruksi hijau cenderung membuat biaya pembarigunan menjadi lebih mahal. Pada tahap investasi awal penerapan konstruksi hijau memang cenderung lebih mahal 30%-40 % yang disebabkan oleh harga bahan material ramah lingkungan dan hemat energi yang memang relatif lebih mahal, rencana tata ruang belum sepenuhnya dijadikan acuan dalam pembangunan perkotaan, tingginya pendanaan serta terbatasnya lahan perkotaan dalam mewujudkan ruang terbuka hijau.

Ditambah lagi perkembangan kawasan perkotaan cenderung bersifat ekspansif dan menunjukkan gejala urban sprawl yang semakin tidak terkendali, pengalihfungsian kawasan pertanian subur di pinggiran kota, peningkatan ketergantungan pada kendaraan bermotor, dan kurang optimalnya pengawasan oleh aparat dalam mendukung tertib pemanfaatan ruang.



Strategi Cerdas dan lnovatif

Diperlukan strategi yang cerdas, bijak, dan inovatif dalam rangka kota hijau berkelanjutan, ialah adanya kompaksi perkotaan, yaitu strategi pengembangan kota dengan meningkatkan kawasan terbangun dan kepadatan penduduk perumahan, mengintensifkan kegiatan ekonomi, sosial dan budaya perkotaan, memanipulasi ukuran, bentuk dan struktur perkotaan, serta sistem permukiman untuk mencapai manfaat keberlanjutan lingkungan sosial dan global, yang diperoleh dari pemusatan fungsi -fungsi perkotaan, dan penggunaan lahan campuran/mixed land use (Jenk, 2000 ) .

Kemudian, pentingnya mendorong pengembangan sistem transportasi publik antarmoda yang terintegrasi dan hemat energi. Selanjutnya penerapan lnte//egent Building System (JBS) atau sistem bangunan cerdas yang efisien dalam penggunaan energi serta meningkatkan penggunaan teknologi dan bahan bangunan yang ramah lingkungan.

Menghijaukan atap juga dapat mengurangi efek urban heat island (suhu wilayah kota yang lebih tinggi yang mempengaruhi daerah pedesaan, terutama karena meluasnya permukaan keras yang menyerap radiasi matahari).

Jangan dilupakan kearifan lokal, nilainilai kearifan lokal, budaya, sosial, kesejarahan, tradisi yang tercermin dalam arsitektur tradisional dapat menjadi rujukan dalam perancangan arsitektur di masa depan yang ramah lingkungan dan hemat energi. Terakhir adalah penerapan green construction yang merupakan sebuah pola tatanan infrastruktur yang dilakukan mulai dari proses perencanaan, perancangan, pelaksanaan, pemakaian, hingga daur ulangnya meng - gunakan energi seminimal mungkin .

Upaya peran strategis dan dukungan sektor-sektor harus diselenggarakan secara terpadu dan berkelanjutan berbasis pengembangan wilayah dengan instrumen penataan ruang. Melalui penerapan prinsip keterpaduan tersebut, diharapkan aka·n tercipta pola dan struktur ruang wilayah yang efisien dan efektif yang dicapai secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan. Untuk itu diperlukan komitmen dan konsitensi yang kuat dan sungguh-sungguh dalam menyelenggarakan penataan ruang, baik pada tingkat nasional, provinsi, kabupaten maupun kota sehingga dapat terwujud ruang kota yang nyaman, produktif dan berkelanjutan ke depan.

 

 

 

Sumber : Oleh Taufan Madiasworo dalam Volume40 • KIPRAH Tahun 2010

Rabu, 05 Februari 2025

Kota Selain Direncanakan, Harus Pula Dirancang

 

Peringatan Hari Tata Ruang 2010 mengangkat tema Smart Green City Planning atau Perencanaan Cerdas Mewujudkan Kota Hijau, yakni mengedepankan kepentingan perencanaan kota hijau secara cerdas melalui pertimbangan ekonomi lingkungan , sosial budaya dan tata kelola secara berkelanjutan . Penyelenggaraan Hari Tata Ruang ini juga bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan apresiasi publik serta para pemangku kepen - tingan terhadap penataan ruang . Bagaimanakah tanggapan dari Direktur Jenderal Penataan Ruang Kementerian PU, Imam S. Ernawi, mengenai hal tersebut ? Berikut intisari wawancara KIPRAH dengan beliau .

Peringatan Hari Tata Ruang tahun ini mengangkat tema Smart Green City Planning. Apa yang melatarbelakangi diangkatnya tema tersebut?

Perkembangan kota yang tidak terkelola dengan baik akan cenderung tidak terkendali dan mengakibatkan persoalan turunan seperti kemacetan lalu lintas, tumbuhnya kawasan-kawasan kumuh perkotaan dan lainnya. lni disebut sebagai urban paradox, yaitu kota yang diharapkan menciptakan kesejahteraan sebagai engine of growth justru melahirkan kantong -kantong kemiskinan baru . Kota itu selain direncanakan harus pula dirancang pemanfaatan dan pengendaliannya . Untuk itu, perlu draf Rencana Tata Ruang Wilayah atau RTRW dan Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) yang memuat rencana makro dan mikro arah perkembangan suatu kota. lsu-isu tersebut memperlihatkan bahwa kualitas penataan ruang, terutama pengendalian yang kita upayakan selama ini masih sangat terbatas. Untuk itulah , ke depan kita harus lebih memberikan perhatian terhadap aspek pemanfaatan dan pengendalian ruang untuk menjamin keberlanjutan kawasan perkotaan kita .

Apakah kebijakan dan perencanaan tata ruang kota-kota di Indonesia saat ini sudah mengarah ke green city?

Saat ini kebijakan dan arah perencanaan kota - kota di Indonesia telah mengarah pada green city concept. Hal ini dapat ditunjukkan dari aspek perencanaan. Rencana tata ruang kota-kota di Indonesia yang saat ini tengah didorong (percepatan) penyelesaian perdanya, telah merujuk pada UU Penataan Ruang serta pedoman terkait, seperti Permen No. 17 tahun 2009 tentang Pedoman RTRW Kota yang mensyaratkan beberapa hal pokok berkaitan dengan kebijakan dan strategi perwujudan kota hijau, seperti pertimbangan terhadap daya dukung lingkungan, perlindungan terhadap kawasan lindung, pengaturan pusat-pusat kegiatan yang berjenjang dan berhierarki serta pembagian peran dan fungsi pada kota-kota metropolitan, pengembangan jaringan sistem transportasi umum dan jalur khusus pejalan kaki, pengembangan RTH minimal 30% dari luas kota dan pengembangan jaringan infrastruktur seperti jaringan air minum, serta pengolahan sampah dan air limbah.

Namun demikian, perwujudan kota-kota ke arah kota hijau tidak hanya pada aspek perencanaan saja namun juga pada aspek pemanfaatan dan pengendalian tata ruang sebagai suatu siklus yang berkepanjangan. Perencanaan tata ruang dengan konsep yang baik namun juga dalam pelaksanaan/ pemanfaatan dan pengendaliannya tidak berjalan sesuai rencana tidak akan dapat tercapai juga kota hijau yang menjadi harapan kita bersama.

Apa saja yang menjadi indikator dari perencanaan tata ruang untuk mewujud - kan kota hijau?

Menurut hemat saya, terdapat beberapa indikator dari perencanaan tata ruang untuk mewujudkan kota hijau. Diantaranya, aspek ekonomi yang berarti kemampuan untuk memanfaatkan sumber daya lokal atau regional secara produktif bagi kesejahteraan masyarakat untuk jangka panjang tanpa merusak sumber daya alam. Ada juga aspek lingkungan terkait pada dampak dari proses produksi dan konsumsi kota dan terkait pada daya dukung lingkungan, termasuk di dalamnya konsep zero waste, konsep zero run off, infrastruktur hijau, transportasi hijau, RTH seluas 30% dari luas kota, green building, dan partisipasi masyarakat.

Lalu ada aspek sosial budaya. Dimensi ini berupa intervensi yang memungkinkan kesetaraan akses dan hak-hak atas sumber-sumber alam dan modal terutama bagi kaum miskin dan terpinggirkan. Terakhir adalah aspek tata kelola terkait dengan kualitas sistem tata pemerintahan yang mengatur hubungan dan tindakan-tindakan pelbagai pelaku-pelaku dari aspek di atas dalam rangka mewujudkan kota hijau yang berkelanjutan.

Sejauh mana target serta pencapaian perencanaan kota hijau yang diterapkan di Indonesia, terutama RTH dan infrastruktur hijau?

Pencapaian RTH di kota-kota di Indonesia beragam, seperti kota-kota di pulau Jawa yang sangat padat dimana ketersediaan lahan terbatas, maka proses pencapaian luas RTH 30% dilakukan secara bertahap, baik dengan penyediaan lahan maupun dengan penerapan teknologi tinggi. Sementara itu, kota - kota di luar Jawa, dimana masih banyak lahan hijaunya, maka lahan hijau tersebut harus dipertahankan dan ditingkatkan kualitasnya . Saat ini 419 kota dan kabupaten sedang melakukan konsultasi perubahan draf RTRW 2010-2030 ke tingkat pusat yang diharapkan selesai tahun 2011. Langkah ini perlu diikuti dengan penyesuaian langkah dan waktu yang diperlukan untuk mencapainya.

Beberapa contoh studi kasus dalam penyediaan RTH seperti di DKI Jakarta dan Kata Bandung adalah pengembalian fungsi RTH yang ditandai dengan dibongkarnya SPBU di semua jalur hijau kota, di Surakarta dengan mengembalikan fungsi sempadan yang digunakan oleh PKL dan permukiman kumuh, dan lain sebagainya.

Apa saja kendala dalam mewujudkan kota hijau di Indonesia?

Kendalanya dapat dicermati dalam beberapa aspek. Pertama, turbinlakwas (pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan). Peraturan perlu dilengkapi dengan peraturan turunan yang sifatnya lebih detail, pembinaan terkait belum optimalnya kapasitas kelembagaan, pelaksanaan Rencana Tata Ruang belum sepenuhnya digunakan sebagai acuan pembangunan dan Pengawasan dari aparat pun kurang optimal. Kedua aspek ekonomi, terutama masalah tingginya pendanaan dan terbatasnya lahan perkotaan. Kemudian, aspek sosial dimana ada perilaku sebagian masyarakat yang kontraproduktif dan destruktif, serta kurangnya pemahaman masyarakat. Kemudian aspek lingkungan, terkait peningkatan jumlah penduduk dan pembangunan yang cenderung berorientasi ekonomi. Lalu, aspek tata kelola yang mana masih rendahnya kerja sama dan koordinasi antarsektor. Terakhir, aspek spasial, terkait perkembangan kawasan kota yang cenderung ekspansif dan menunjukkan gejala urban sprawl yang tak terkendali.

Bagaimanakah peran Petugas Penyidik Tata Ruang?

Peran penyidik tata ruang adalah melakukan pembinaan penegakan hukum melalui sosialisasi peraturan perundangan mengenai tata ruang, melakukan penyelidikan apabila terdapat dugaan penyalahgunaan fungsi ruang dan melaksanakan penyidikan tindak pidana penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam pasal 69 sampai dengan pasal 73 UU nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, apabila ditemukan pelanggaran rencana tata ruang, pemanfaatan tata ruang tidak sesuai dengan izin, pelanggaran perizinan pemanfaatan tata ruang, penutupan akses dan penerbitan izin tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

 

 

 

Sumber : Oleh Imam S. Ernawi: Dalam KIPRAH Volume 40/ September-Oktober Tahun 2010