LSD memiliki peran penting bagi ketahanan pangan nasional. Oleh karena itu, segala bentuk pembangunan yang akan menggunakan LSD diharuskan untuk tetap menjaga kelestarian Ekosistem LSD. Hal ini dimaksudkan agar ketahanan pangan nasional dapat tetap terjaga meskipun dilaksanakan pembangunan pada lokasi yang telah ditetapkan sebagai LSD tersebut. Selain sebagai pedoman atau acuan untuk melakukan verifikasi dalam rangka perubahan Peta LSD, panduan penyelesaian juga dapat dijadikan sebagai pedoman atau acuan bagi penerbitan KKPR, PTP, Izin, dan Hak Atas Tanah.
A.
Panduan Penyelesaian dalam rangka Penyempurnaan
Data Peta Lahan Sawah yang Dilindungi
Panduan
penyelesaian dalam rangka penyempurnaan data Peta LSD dimaksudkan untuk
memperbaiki data pada Peta LSD yang telah ditetapkan berdasarkan Keputusan
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor
1589/SKHK.02.01/XII/2021 tanggal 16 Desember 2021 tentang Penetapan Peta Lahan
Sawah yang Dilindungi pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat, Provinsi
Banten, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Bali, dan Provinsi Nusa Tenggara
Barat. Panduan penyelesaian tersebut terdiri atas:
1. Jika
dalam Peta LSD ditetapkan sebagai LSD namun kondisi di lapangan bukan berupa
lahan sawah (antara lain: perbukitan, lahan tegalan, badan air, cagar budaya,
lahan tanaman keras, dan tambak garam), maka dapat dikeluarkan dari LSD.
2. Jika LSD
terdampak oleh perubahan batas daerah atau terdapat kesalahan delineasi batas
daerah, maka tetap dipertahankan sebagai LSD dengan dilakukan perbaikan atau
penyesuaian delineasi batas daerah sesuai dengan:
a. peraturan
perundang-undangan mengenai pembentukan daerah yang bersangkutan; dan
b. peta
batas daerah yang ditetapkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan di
bidang pemerintahan dalam negeri.
B.
Panduan Penyelesaian Lahan Sawah yang
Dilindungi yang Sesuai dengan Kawasan/Zona Tanaman Pangan dalam Rencana Tata
Ruang
Panduan
penyelesaian LSD yang sesuai dengan kawasan/zona tanaman pangan dalam RTR
dimaksudkan untuk mempertahankan keberadaan LSD. Panduan penyelesaian tersebut
terdiri atas:
1. Jika LSD
sesuai dengan kawasan/zona tanaman pangan dalam RTR namun di atasnya terdapat
bangunan dan/atau urukan yang dibuat setelah ditetapkannya LSD, maka:
a. tetap
dipertahankan sebagai LSD; dan
b. pemilik
bangunan dan/atau urukan dapat dikenai sanksi administratif sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan.
2. Jika LSD
sesuai dengan kawasan/zona tanaman pangan dalam RTR namun kemudian di atasnya
terbit KKPR, Izin, Konsesi, PTP, dan/atau Hak Atas Tanah nonpertanian setelah
ditetapkannya LSD, maka tetap dipertahankan sebagai LSD.
3. Jika LSD
sesuai dengan kawasan/zona tanaman pangan dalam RTR namun di atasnya telah
terdapat bangunan dan/atau urukan yang tidak memiliki KKPR atau Izin sebelum
ditetapkannya LSD, maka:
a. tetap
dipertahankan sebagai LSD; dan
b. pemilik
bangunan dan/atau urukan dapat dikenai sanksi administratif sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan.
4. Jika LSD
sesuai dengan kawasan/zona tanaman pangan dalam RTR namun di atasnya terdapat
Penetapan Lokasi/izin lokasi yang masih berlaku/KKPR PSN atau Jaringan
Infrastruktur, maka dapat dikeluarkan dari LSD dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. dilakukan
delineasi terhadap lahan yang terdapat Penetapan Lokasi/izin lokasi yang masih
berlaku/KKPR PSN atau Jaringan Infrastruktur tersebut dan mempertahankan lahan
di luar delineasi sebagai LSD; dan
b. dikenakan
kewajiban untuk menerapkan rekayasa teknis untuk menjaga kelestarian Ekosistem
LSD.
5. Jika LSD
sesuai dengan kawasan/zona tanaman pangan dalam RTR namun di atasnya terdapat
Hak Atas Tanah nonpertanian sebelum ditetapkannya LSD, maka dapat dikeluarkan
dari LSD dengan ketentuan sebagai berikut:
a. dilakukan
delineasi terhadap lahan yang terdapat Hak Atas Tanah nonpertanian tersebut dan
mempertahankan lahan di luar delineasi sebagai LSD; dan
b. dikenakan
kewajiban untuk menerapkan rekayasa teknis untuk menjaga kelestarian Ekosistem
LSD.
Kondisi
sebagaimana disebutkan pada angka 1 dan angka 3 termasuk dalam kategori
pelanggaran pemanfaatan ruang yang akan ditindaklanjuti dengan proses
penertiban pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
C.
Panduan Penyelesaian Lahan Sawah yang
Dilindungi yang Tidak Sesuai dengan Kawasan/Zona Tanaman Pangan dalam Rencana
Tata Ruang
Panduan
penyelesaian LSD yang tidak sesuai dengan kawasan/zona tanaman pangan dalam RTR
dimaksudkan untuk menyelesaikan keterlanjuran kondisi faktual di atas LSD.
Panduan penyelesaian tersebut terdiri atas:
1. Jika LSD
berada di sekitar Saluran Irigasi Premium dan/atau berada dalam jangkauan
pelayanan Saluran Irigasi Premium, maka tetap dipertahankan sebagai LSD.
2. Jika LSD
beririgasi teknis namun di atasnya telah terdapat bangunan dan/atau urukan
sebelum ditetapkannya LSD, maka dapat dikeluarkan dari LSD dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. dilakukan
delineasi terhadap lahan yang terdapat bangunan dan/atau urukan tersebut dan
mempertahankan lahan di luar delineasi sebagai LSD;
b. tidak
dilakukan perluasan bangunan dan/atau urukan pada lahan tersebut;
c. dilakukan
penerapan rekayasa teknis untuk menjaga fungsi Saluran Irigasi Teknis; dan d.
dikenakan kewajiban untuk menjaga kelestarian Ekosistem LSD.
3. Jika LSD
beririgasi teknis, luasnya ≤ 5.000 m2, dan keberadaannya terkurung bangunan
pada 3 (tiga) sisi sebelum ditetapkannya LSD, maka dapat dikeluarkan dari LSD
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. dilakukan
delineasi terhadap lahan tersebut dan mempertahankan lahan di luar delineasi
sebagai LSD;
b. dilakukan
penerapan rekayasa teknis untuk menjaga fungsi Saluran Irigasi Teknis; dan c.
dikenakan kewajiban untuk menjaga kelestarian Ekosistem LSD.
4. Jika LSD
beririgasi teknis namun di atasnya terdapat Penetapan Lokasi/izin lokasi yang
masih berlaku/KKPR PSN atau Jaringan Infrastruktur, maka dapat dikeluarkan dari
LSD dengan ketentuan sebagai berikut:
a. dilakukan
delineasi terhadap lahan yang terdapat Penetapan Lokasi/izin lokasi yang masih
berlaku/KKPR PSN atau Jaringan Infrastruktur tersebut dan mempertahankan lahan
di luar delineasi sebagai LSD;
b. dilakukan
penerapan rekayasa teknis untuk menjaga fungsi Saluran Irigasi Teknis; dan c.
dikenakan kewajiban untuk menjaga kelestarian Ekosistem LSD.
5. Jika LSD
beririgasi teknis namun di atasnya terdapat Kawasan Industri inisiatif
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang Izinnya telah terbit sebelum
ditetapkannya LSD, maka dapat dikeluarkan dari LSD dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. dilakukan
delineasi terhadap lahan yang terdapat Kawasan Industri tersebut dan
mempertahankan lahan di luar delineasi sebagai LSD;
b. dilakukan
penerapan rekayasa teknis untuk menjaga fungsi Saluran Irigasi Teknis; dan c.
dikenakan kewajiban untuk menjaga kelestarian Ekosistem LSD.
6. Jika LSD
beririgasi teknis namun di atasnya telah terbit KKPR, Izin, Konsesi, PTP,
dan/atau Hak Atas Tanah nonpertanian sebelum ditetapkannya LSD, maka dapat
dikeluarkan dari LSD dengan ketentuan sebagai berikut:
a. dilakukan
delineasi terhadap lahan yang telah terbit KKPR, Izin, Konsesi, PTP, dan/atau
Hak Atas Tanah nonpertanian tersebut dan mempertahankan lahan di luar delineasi
sebagai LSD;
b. dilakukan
penerapan rekayasa teknis untuk menjaga fungsi Saluran Irigasi Teknis; dan c.
dikenakan kewajiban untuk menjaga kelestarian Ekosistem LSD.
7. Jika LSD
beririgasi teknis namun di atasnya telah terbit Hak Atas Tanah pertanian
sebelum ditetapkannya LSD, maka tetap dipertahankan sebagai LSD.
8. Jika LSD
beririgasi teknis namun lahannya telah dikuasai atau dimiliki secara sah oleh
pelaku usaha sebelum ditetapkannya LSD, maka dapat dikeluarkan dari LSD dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. dilakukan
delineasi terhadap lahan yang telah dikuasai atau dimiliki secara sah oleh
pelaku usaha tersebut dan mempertahankan lahan di luar delineasi sebagai LSD;
b. dilakukan
penerapan rekayasa teknis untuk menjaga fungsi Saluran Irigasi Teknis; dan c.
dikenakan kewajiban untuk menjaga kelestarian Ekosistem LSD.
9. Jika LSD
beririgasi teknis namun di atasnya terdapat penetapan wilayah relokasi akibat
bencana alam, maka dapat dikeluarkan dari LSD dengan ketentuan sebagai berikut:
a. dilakukan
delineasi terhadap lahan yang terdapat penetapan wilayah relokasi akibat
bencana alam tersebut dan mempertahankan lahan di luar delineasi sebagai LSD;
b. dilakukan
penerapan rekayasa teknis untuk menjaga fungsi Saluran Irigasi Teknis; dan
c. dikenakan
kewajiban untuk menjaga kelestarian Ekosistem LSD.
10. Jika LSD
tidak beririgasi teknis dan memiliki produktivitas ≥ 6 (enam) ton per hektar
per panen namun di atasnya telah terdapat bangunan dan/atau urukan sebelum
ditetapkannya LSD, maka dapat dikeluarkan dari LSD dengan ketentuan:
a. dilakukan
delineasi terhadap lahan yang terdapat bangunan dan/atau urukan tersebut dan
mempertahankan lahan di luar delineasi sebagai LSD;
b. tidak
dilakukan perluasan bangunan dan/atau urukan pada lahan tersebut; dan
c. dikenakan
kewajiban untuk menerapkan rekayasa teknis untuk menjaga kelestarian Ekosistem
LSD.
11. Jika LSD
tidak beririgasi teknis, luasnya ≤ 5.000 m2, dan terkurung bangunan pada 3
(tiga) sisi sebelum ditetapkannya LSD, maka dapat dikeluarkan dari LSD.
12. Jika LSD
tidak beririgasi teknis dan memiliki produktivitas ≥ 6 (enam) ton per hektar
per panen namun di atasnya terdapat Penetapan Lokasi/izin lokasi yang masih
berlaku/KKPR PSN atau Jaringan Infrastruktur, maka dapat dikeluarkan dari LSD
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. dilakukan
delineasi terhadap lahan yang terdapat Penetapan Lokasi/izin lokasi yang masih
berlaku/KKPR PSN atau Jaringan Infrastruktur tersebut dan mempertahankan lahan
di luar delineasi sebagai LSD; dan
b. dikenakan
kewajiban untuk menerapkan rekayasa teknis untuk menjaga kelestarian Ekosistem
LSD.
13. Jika LSD
tidak beririgasi teknis dan memiliki produktivitas ≥ 6 (enam) ton per hektar
per panen namun di atasnya terdapat Kawasan Industri inisiatif Pemerintah Pusat
atau Pemerintah Daerah yang Izinnya telah terbit sebelum ditetapkannya LSD,
maka dapat dikeluarkan dari LSD dengan ketentuan sebagai berikut:
a. dilakukan
delineasi terhadap lahan yang terdapat Kawasan Industri tersebut dan
mempertahankan lahan di luar delineasi sebagai LSD; dan
b. dikenakan
kewajiban untuk menerapkan rekayasa teknis untuk menjaga kelestarian Ekosistem
LSD.
14. Jika LSD
tidak beririgasi teknis dan memiliki produktivitas ≥ 6 (enam) ton per hektar
per panen namun di atasnya telah terbit KKPR, Izin, Konsesi, PTP, dan/atau Hak
Atas Tanah nonpertanian sebelum ditetapkannya LSD, maka dapat dikeluarkan dari
LSD dengan ketentuan sebagai berikut:
a. dilakukan
delineasi terhadap lahan yang telah terbit KKPR, Izin, Konsesi, PTP, dan/atau
Hak Atas Tanah nonpertanian tersebut dan mempertahankan lahan di luar delineasi
sebagai LSD; dan
b. dikenakan
kewajiban untuk menerapkan rekayasa teknis untuk menjaga kelestarian Ekosistem
LSD.
15. Jika LSD
tidak beririgasi teknis dan memiliki produktivitas ≥ 6 (enam) ton per hektar
per panen namun di atasnya terdapat penetapan wilayah relokasi akibat bencana
alam, maka dapat dikeluarkan dari LSD dengan ketentuan sebagai berikut:
a. dilakukan
delineasi terhadap lahan yang terdapat penetapan wilayah relokasi akibat
bencana alam tersebut dan mempertahankan lahan di luar delineasi sebagai LSD;
dan
b. dikenakan
kewajiban untuk menerapkan rekayasa teknis untuk menjaga kelestarian Ekosistem
LSD.
16. Jika LSD
terdampak akibat kondisi alam (antara lain: intrusi air laut, abrasi, dan
penurunan muka tanah) sehingga secara fungsional tidak dapat lagi dipertahankan
sebagai LSD, maka dapat dikeluarkan dari LSD.
17. Jika LSD
berada dalam rencana pengembangan wilayah yang diprioritaskan pembangunan atau
perwujudannya dalam RTR, maka dapat dikeluarkan dari LSD dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. dilakukan
delineasi terhadap lahan yang berada dalam rencana pengembangan wilayah yang
diprioritaskan pembangunan atau perwujudannya dalam RTR tersebut dan
mempertahankan lahan di luar delineasi sebagai LSD;
b.
menetapkan rencana pengembangan wilayah dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga)
tahun;
c. rencana
pengembangan wilayah sebagaimana dimaksud pada huruf b dilengkapi dengan surat
pernyataan kesanggupan dari kepala daerah untuk mewujudkan rencana pengembangan
wilayah, bukti komitmen investasi, nama investor, dan rencana pembangunan; dan
d. dikenakan
kewajiban untuk menerapkan rekayasa teknis untuk menjaga kelestarian Ekosistem
LSD.
18. Jika LSD
berada dalam kawasan hutan, maka dapat dipertahankan sebagai LSD sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan di bidang kehutanan.
Dalam hal
LSD secara fungsional tidak dapat lagi dipertahankan sebagai LSD berdasarkan
hasil kajian dan rekomendasi dari Forum Penataan Ruang Daerah, maka dapat
dikeluarkan dari LSD.
D.
Tata Cara Pelaksanaan Verifikasi dalam rangka
Perubahan Peta Lahan Sawah yang Dilindungi
Verifikasi
dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah (melalui perangkat daerah yang membidangi
urusan penataan ruang) dengan melibatkan Kantor Pertanahan, instansi terkait,
dan Forum Penataan Ruang Daerah. Rincian tata cara pelaksanaan verifikasi dalam
rangka perubahan Peta LSD dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Tata Cara
Identifikasi
a.
Identifikasi dilaksanakan oleh perangkat daerah yang membidangi urusan penataan
ruang.
b. Dalam
pelaksanaan identifikasi, perangkat daerah yang membidangi urusan penataan
ruang dapat berkoordinasi dengan perangkat daerah/instansi terkait.
c. Dalam
pelaksanaan identifikasi yang berkaitan dengan data pertanahan, perangkat
daerah yang membidangi urusan penataan ruang berkoordinasi dengan Kantor
Pertanahan.
d.
Identifikasi terdiri atas:
1)
identifikasi KKPR, Izin, Konsesi, PTP, Penetapan Lokasi, dan/atau Hak Atas
Tanah di atas LSD;
2)
identifikasi alih fungsi LSD; dan
3)
identifikasi kawasan/zona tanaman pangan dalam RTR
e.
Identifikasi bertujuan untuk mengetahui faktor yang dipertimbangkan sebagai
pengurang atau penambah terhadap luasan LSD. f. Faktor pengurang luasan LSD,
antara lain:
1) PTP yang
diterbitkan sebelum ditetapkannya LSD;
2) Hak Atas
Tanah nonpertanian yang diterbitkan sebelum ditetapkannya LSD;
3) KKPR yang
diterbitkan sebelum ditetapkannya LSD;
4) Izin atau
Konsesi yang diterbitkan sebelum ditetapkannya LSD;
5) bangunan
dan/atau urukan yang telah ada sebelum ditetapkannya LSD;
6) luasan
LSD ≤ 5.000 m2 dan keberadaannya terkurung bangunan pada 3 (tiga) sisi;
7) Penetapan
Lokasi/izin lokasi yang masih berlaku/KKPR PSN;
8)
pembangunan Jaringan Infrastruktur;
9) Kawasan
Industri inisiatif Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang Izinnya telah
terbit sebelum ditetapkannya LSD;
10)
penetapan wilayah relokasi akibat bencana alam;
11) LSD
secara fungsional tidak dapat lagi dipertahankan sebagai LSD berdasarkan hasil
kajian dan rekomendasi dari Forum Penataan Ruang Daerah;
12) rencana
pengembangan wilayah yang diprioritaskan pembangunan atau perwujudannya dalam
jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun; dan
13)
kesalahan basis data Peta LSD.
g. Faktor
penambah luasan LSD, antara lain:
1) lahan
sawah dengan produktivitas ≥ 3 (tiga) ton per hektar per panen yang belum
terdelineasi;
2) cetak
sawah baru; dan
3)
pembangunan jaringan/saluran irigasi baru.
h.
Identifikasi dilakukan melalui:
1)
pengumpulan data; dan
2) survei
lapangan.
i.
Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan datadata yang berkaitan dengan
usulan perubahan Peta LSD, antara lain:
1) data
Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT)/foto udara kabupaten/kota;
2) data
spasial dan tekstual LSD kabupaten/kota;
3) data
spasial dan tekstual RTR;
4) data
spasial dan/atau tekstual kawasan hutan;
5) data
spasial dan/atau tekstual KKPR, Izin, dan/atau Konsesi yang terbit di atas LSD;
6) data
spasial dan/atau tekstual PTP yang terbit di atas LSD;
7) data
spasial dan/atau tekstual Hak Atas Tanah yang terbit di atas LSD;
8) data
spasial dan/atau tekstual Penetapan Lokasi PSN;
9) data
spasial dan/atau tekstual Jaringan Infrastruktur;
10) data
spasial dan/atau tekstual daerah irigasi;
11) data
spasial dan/atau tekstual Saluran Irigasi Premium;
12) data
spasial dan/atau tekstual Saluran Irigasi Teknis;
13) data
spasial dan/atau tekstual produktivitas lahan sawah; dan
14) data
pendukung lainnya yang diperlukan.
j. Survei
lapangan dilakukan untuk mengetahui kebenaran data yang telah dikumpulkan,
kondisi fisik LSD aktual, dan pemanfaatan LSD aktual yang dapat dipertimbangkan
sebagai faktor pengurang atau faktor penambah luasan LSD.
k. Survei
lapangan dilaksanakan dengan melakukan pemantauan atau pemeriksaan lapangan
(ground check survey). Dalam survei lapangan, dilakukan beberapa kegiatan,
antara lain:
1)
pengecekan lokasi dan luas LSD (baik yang sesuai dengan kawasan/zona tanaman
pangan dalam RTR maupun yang tidak sesuai dengan kawasan/zona tanaman pangan
dalam RTR);
2)
pengecekan lokasi dan kondisi jaringan/saluran irigasi LSD;
3)
pengecekan produktivitas LSD per hektar per panen;
4)
pengecekan indeks pertanaman LSD;
5)
pengecekan kondisi fisik LSD;
6)
pengecekan lokasi PSN;
7)
pengecekan lokasi Jaringan Infrastruktur;
8)
pengecekan lokasi lahan sawah dengan produktivitas ≥ 3 (tiga) ton per hektar
per panen yang belum terdelineasi (jika ada); dan/atau
9)
pengecekan lokasi cetak sawah baru (jika ada).
2. Tata Cara
Analisis Hasil Identifikasi
a. Analisis
hasil identifikasi dilaksanakan oleh perangkat daerah yang membidangi urusan
penataan ruang.
b. Dalam
pelaksanaan analisis hasil identifikasi, perangkat daerah yang membidangi
urusan penataan ruang dapat berkoordinasi dengan perangkat daerah/instansi
terkait.
c. Dalam
pelaksanaan analisis hasil identifikasi yang berkaitan dengan data pertanahan,
perangkat daerah yang membidangi urusan penataan ruang berkoordinasi dengan
Kantor Pertanahan.
d. Analisis
hasil identifikasi dilakukan dengan pengolahan data spasial dan tekstual
berdasarkan hasil identifikasi.
e. Analisis
hasil identifikasi dilakukan dengan:
1) Melakukan
penapisan melalui proses tumpang susun (overlay) Peta LSD dengan peta RTR (baik
yang dalam proses revisi teknis, persetujuan substansi, maupun yang telah
ditetapkan dengan peraturan daerah/peraturan kepala daerah) untuk menghasilkan:
a) LSD yang
sesuai dengan kawasan/zona tanaman pangan dalam RTR; dan
b) LSD yang
tidak sesuai dengan kawasan/zona tanaman pangan dalam RTR
2) Terhadap
LSD yang tidak sesuai dengan kawasan/zona tanaman pangan dalam RTR, dilakukan
analisis dan penapisan lebih lanjut terhadap:
a) pemenuhan
kriteria LSD sebagai berikut:
(1) berada
di sekitar Saluran Irigasi Premium dan/atau berada dalam jangkauan pelayanan
Saluran Irigasi Premium;
(2)
beririgasi teknis;
(3) memiliki
produktivitas ≥ 6 (enam) ton per hektar per panen; dan
(4) indeks
penanaman minimal 2 (dua);
b) faktor
pengurang luasan LSD;
c) faktor
penambah luasan LSD (jika ada); dan
d) dokumen
pendukung.
3. Tata Cara
Klarifikasi
a.
Klarifikasi dilaksanakan oleh perangkat daerah yang membidangi urusan penataan
ruang dengan melibatkan Kantor Pertanahan, perangkat daerah/instansi terkait,
dan Forum Penataan Ruang Daerah.
b.
Klarifikasi dilakukan terhadap analisis hasil identifikasi.
c.
Klarifikasi bertujuan untuk memperoleh data dan informasi terkini tentang LSD
serta untuk menggali informasi dan masukan terkait LSD kepada pemangku
kepentingan.
d.
Klarifikasi dilaksanakan melalui Focus Group Discussion (FGD).
e.
Klarifikasi menghasilkan kesepakatan berupa:
1) LSD yang
akan dipertahankan;
2) LSD yang
tidak akan dipertahankan; dan
3) LSD yang
akan ditambahkan (jika ada).
f. Hasil
klarifikasi dituangkan dalam bentuk berita acara.
Sumber: PETUNJUK TEKNIS PENYELESAIAN KETIDAKSESUAIAN
LAHAN SAWAH YANG DILINDUNGI DENGAN RENCANA TATA RUANG, KESESUAIAN KEGIATAN
PEMANFAATAN RUANG, IZIN, KONSESI, DAN/ATAU HAK ATAS TANAH Nomor :
5/Juknis-HK.02/VI/2022 Tanggal : 14 Juni 2022, KEMENTERIAN AGRARIA DAN
TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL