Tampilkan postingan dengan label KKPR. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label KKPR. Tampilkan semua postingan

Selasa, 05 Maret 2024

Penerbitan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagai Acuan dalam Pelayanan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang

Setelah terbitnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi UndangUndang (UUCK) dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (PP 21/2021), dalam mendukung penguatan ekonomi nasional, salah satu upaya yang dilakukan yaitu mendorong kemudahan perizinan dan peningkatan investasi. Penyederhanaan persyaratan dasar perizinan berusaha salah satunya dilakukan melalui layanan penerbitan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) oleh Kementerian ATR/BPN. Sebagai layanan persyaratan dasar perizinan untuk kegiatan berusaha dimohonkan melalui sistem Online Single Submission Risk Base Approach (OSSRBA) yang dikelola oleh Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Untuk pelaku Usaha Mikro dan Kecil (UMK) diberikan kemudahan dengan menyampaikan pernyataan mandiri yang sudah tersedia dalam Sistem OSS-RBA bahwa lokasi usaha telah sesuai dengan tata ruang. Sistem elektronik juga sedang dikembangkan oleh Kementerian ATR/BPN dalam mendorong kemudahan pelaksanaan KKPR untuk kegiatan nonberusaha dan kegiatan yang bersifat strategis nasional.

Pelaksanaan KKPR diatur lebih operasional dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 13 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sinkronisasi Program Pemanfaatan Ruang (Permen ATR/Ka.BPN 13/2021). Terhadap substansi pengaturan KKPR, dibagi menjadi 3 (tiga) jenis yaitu KKPR untuk kegiatan berusaha, kegiatan nonberusaha, dan kegiatan yang bersifat strategis nasional. Penerbitan KKPR dilakukan melalui 3 (tiga) mekanisme, yakni Konfirmasi KKPR (KKKPR), Persetujuan KKPR (PKKPR), dan Rekomendasi (RKKPR). KKPR diterbitkan melalui mekanisme KKKPR jika terdapat kesesuaian antara Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang telah terintegrasi dengan Sistem OSS-RBA dengan rencana lokasi kegiatan pemanfaatan ruang. Sementara itu, KKPR diterbitkan melalui mekanisme PKKPR jika rencana lokasi kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan Rencana Tata Ruang (RTR) selain RDTR. Selanjutnya, KKPR diterbitkan melalui mekanisme RKKPR jika rencana kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan kebijakan nasional yang bersifat strategis dan belum diatur dalam RTR dengan mempertimbangkan asas dan tujuan penyelenggaraan penataan ruang.

Untuk lebih mendetailkan pengaturan dalam Permen ATR/Ka.BPN 13/2021, Direktorat Jenderal Tata Ruang telah menetapkan tiga Petunjuk Teknis (Juknis), yaitu Juknis Pelaksanaan Persetujuan KKPR (PKKPR) untuk Kegiatan Berusaha Nomor: 6/Juknis-PF.01/ VIII/2023, Juknis Pelaksanaan KKPR untuk Kegiatan yang Bersifat Strategis Nasional secara Non-elektronik Nomor: 10/Juknis-PF.01/XI/2023, serta Juknis Pelaksanaan KKPR untuk Kegiatan Nonberusaha secara Non-elektronik Nomor: 13/ Juknis-PF.01/XII/2023. Ketiga Juknis ini menjelaskan secara lebih detail terkait ketentuan pendaftaran, penilaian dokumen usulan kegiatan pemanfaatan ruang, dan penerbitan dalam pelaksanaan KKPR. Penyusunan Juknis ini dimaksudkan sebagai acuan bagi pemerintah pusat (termasuk instansi vertikal Kementerian ATR/BPN) dan Pemerintah Daerah maupun pemangku kepentingan lainnya untuk memahami pelaksanaan KKPR baik untuk kegiatan berusaha, kegiatan nonberusaha, maupun kegiatan yang bersifat strategis nasional. KKPR untuk kegiatan berusaha dimohonkan pelaku usaha Non Usaha Mikro Kecil (NonUMK), yang merupakan usaha milik Warga Negara Indonesia (WNI) atau Warga Negara Asing (WNA), baik orang perseorangan maupun badan usaha, dengan modal usaha lebih dari 5 miliar rupiah di luar bangunan/gedung dan lahan. KKPR untuk kegiatan berusaha diterbitkan dalam bentuk KKKPR atau PKKPR. Selain KKPR yang diterbitkan berdasarkan lokasi usaha yang sesuai dengan RTR, Sistem OSS-RBA akan memeriksa dan menyetujui PKKPR secara otomatis untuk lokasi kegiatan usaha dengan kondisi tertentu seperti dalam Pasal 181 Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Perizinan Usaha Berbasis Risiko (PP 5/2021). Ruang lingkup Juknis PKKPR untuk Kegiatan Berusaha meliputi pelaksanaan PKKPR yang diterbitkan berdasarkan RTR atau PKKPR dengan penilaian. Sedangkan KKPR untuk kegiatan nonberusaha dimohonkan perseorangan atau badan hukum dengan kegiatan meliputi:

a. Kegiatan pemanfaatan ruang yang membutuhkan perizinan nonberusaha;

b. Kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak membutuhkan perizinan berusaha dan/atau Nomor Induk Berusaha (NIB);

c. Kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak bertujuan komersial dan tidak menghasilkan keuntungan;

d. Kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak bersifat strategis nasional atau obyek vital nasional; dan/ atau

e. Kegiatan pemanfaatan ruang yang sumber dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan/atau dana Corporate Social Responsibility (CSR).

Selanjutnya mengenai KKPR untuk kegiatan yang bersifat strategis nasional dimohonkan oleh menteri, kepala lembaga, gubernur, bupati, atau wali kota. Kegiatan yang bersifat strategis ditetapkan dengan peraturan perundangundangan, meliputi:

a. Proyek Strategis Nasional (PSN) melalui Perpres Nomor 109 Tahun 2020 (Perubahan Ketiga) dan Permenko Bidang Perekonomian Nomor 8 Tahun 2023 (Perubahan Keempat);

b. Proyek Prioritas Strategis (Major Project) melalui Perpres Nomor 18 Tahun 2020 tentang RPJMN 2020-2024;

c. Objek Vital Nasional melalui Peraturan Menteri/ Keputusan Menteri yang menetapkan Objek Vital Nasional; dan/atau

d. Kegiatan yang ditetapkan dalam Instruksi Presiden, Keputusan Presiden, dan/ atau Peraturan Presiden tentang Percepatan Pembangunan.

1. Pendaftaran

Pada tahap pendaftaran, dijelaskan dalam ketiga Juknis ini mengenai kelengkapan dan kualitas dokumen usulan pemanfaatan ruang yang wajib dipenuhi oleh pelaku usaha/pemohon saat mengajukan permohonan KKPR, meliputi ketentuan koordinat lokasi, kebutuhan luas lahan pemanfaatan ruang, informasi penguasaan tanah, informasi jenis usaha, informasi bangunan eksisting, informasi rencana bangunan baru, jumlah bangunan yang direncanakan, rencana jumlah lantai bangunan, rencana luas lantai bangunan, rencana teknis bangunan/ rencana induk kawasan, validasi dokumen usulan pemanfaatan ruang, serta perbaikan dokumen usulan pemanfaatan ruang. Khusus pada Juknis Pelaksanaan PKKPR untuk kegiatan Berusaha dan Juknis Pelaksanaan KKPR untuk Kegiatan yang Bersifat Strategis Nasional secara Non-elektronik dijelaskan pula mengenai pembayaran biaya layanan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk KKPR Berusaha dan KKPR yang bersifat strategis nasional.

2. Penilaian Dokumen Usulan Kegiatan Pemanfaatan Ruang

Muatan Juknis Pelaksanaan KKPR untuk Kegiatan Berusaha mengatur mengenai mekanisme penilaian PKKPR. Penilaian dengan mekanisme KKKPR diberikan berdasarkan kesesuaian dokumen usulan kegiatan pemanfaatan ruang dengan RDTR yang telah terintegrasi dengan Sistem OSS-RBA. Dalam Juknis pelaksanaan PKKPR untuk Kegiatan Berusaha, pada tahap penilaian dijelaskan mengenai ketentuan penilaian terhadap RTR yang dilakukan dengan menggunakan asas berjenjang dan komplementer dengan mengkaji kegiatan pemanfaatan ruang secara bertahap dan menyeluruh mulai dari RTRW kabupaten/ kota, RTRW provinsi, RTR KSN, RTR pulau/kepulauan, sampai dengan RTRWN. Selanjutnya terdapat pengaturan mengenai penilaian terhadap aspek pertanahan, penilaian terhadap aspek kebijakan sektor, dan dalam penilaian PKKPR untuk Kegiatan Berusaha oleh Pemerintah Daerah diatur mengenai pembahasan Forum Penataan Ruang (FPR). Selain itu, pada bagian tahap penilaian juga diatur pada Juknis mengenai ketentuan penyusunan hasil penilaian dokumen usulan pemanfaatan ruang, penentuan masa berlaku dan tujuan PKKPR untuk kegiatan Berusaha, penyusunan peta penerbitan PKKPR, penyusunan finalisasi konsep PKKPR, serta penerbitan surat perintah setor kurang bayar biaya layanan dalam hal terjadi kondisi yang mengharuskan pelaku usaha melakukan pembayaran tambahan biaya layanan PNBP. Pada tahap penilaian dalam Juknis pelaksanaan KKPR untuk Kegiatan NonBerusaha, dokumen usulan kegiatan pemanfaatan ruang yang berada dalam delineasi RDTR yang telah terintegrasi dengan Sistem OSS-RBA dilakukan melalui mekanisme KKKPR.

Sedangkan dokumen usulan kegiatan pemanfaatan ruang yang berada di luar delineasi RDTR yang telah terintegrasi dengan Sistem OSS-RBA penilaian dilakukan melalui mekanisme PKKPR. Penilaian dokumen usulan kegiatan pemanfaatan ruang kegiatan nonberusaha melalui KKKPR dilakukan melalui kajian terhadap RDTR yang telah terintegrasi dengan Sistem OSS-RBA berdasarkan kesesuaian lokasi usulan kegiatan pemanfaatan ruang dengan RDTR. Sementara itu, penilaian dokumen usulan kegiatan pemanfaatan ruang dengan mekanisme PKKPR dilakukan terhadap RTR selain RDTR dengan menggunakan asas berjenjang dan komplementer melalui kajian usulan kegiatan pemanfaatan ruang secara bertahap dan/ atau menyeluruh mulai dari RTRW kabupaten/kota, RTRW provinsi, RTR KSN, RTR pulau/ kepulauan, sampai dengan RTRWN. Selain itu terdapat pengaturan terhadap aspek pertanahan, penilaian terhadap aspek kebijakan sektor. Dalam penilaian PKKPR untuk Kegiatan nonberusaha oleh Pemerintah Daerah diatur juga mengenai pembahasan FPR. Selain itu Juknis ini mengatur terkait ketentuan penyusunan hasil penilaian dokumen usulan pemanfaatan ruang, penentuan masa berlaku dan tujuan KKPR, penyusunan peta penerbitan KKPR, serta penyusunan finalisasi konsep KKPR.

Mengenai tahap penilaian dalam Juknis pelaksanaan KKPR untuk Kegiatan yang Bersifat Strategis Nasional secara Non-elektronik, terdapat ketentuan penilaian dokumen usulan kegiatan pemanfaatan ruang melalui mekanisme KKKPR, PKKPR dan RKKPR untuk kegiatan yang bersifat strategis nasional. Penilaian KKKPR dilakukan melalui kajian terhadap RDTR yang telah terintegrasi dengan Sistem OSS-RBA berdasarkan kesesuaian lokasi rencana kegiatan pemanfaatan ruang dengan RDTR. Sedangkan penilaian dokumen usulan kegiatan pemanfaatan ruang melalui mekanisme PKKPR dilakukan melalui kajian dengan menggunakan asas berjenjang dan komplementer dengan cara mengkaji rencana kegiatan pemanfaatan ruang secara bertahap dan/atau menyeluruh dengan RTR yang dimulai dari RTRW kabupaten/ kota, RTRW provinsi, RTR KSN, RTR pulau/kepulauan, sampai dengan RTRWN.

Kajian terhadap seluruh muatan RTR dilakukan secara komprehensif sampai teridentifikasi muatan pengaturan dalam RTR yang dapat menjadi acuan dalam penerbitan KKPR. Jika dokumen usulan kegiatan pemanfaatan ruang tidak diatur atau tidak sesuai dengan RTR, Dokumen usulan kegiatan pemanfaatan ruang diproses melalui mekanisme RKKPR dengan melakukan kajian terhadap dokumen prastudi kelayakan dan memastikan bahwa muatan yang tercantum dalam dokumen prastudi kelayakan selaras dengan tujuan penyelenggaraan penataan ruang. Prastudi kelayakan merupakan kajian yang dilakukan untuk menilai kelayakan dengan mempertimbangkan paling sedikit aspek hukum, teknis, ekonomi, keuangan, pengelolaan risiko, lingkungan, dan sosial. Juknis ini juga mengatur mengenai penilaian terhadap aspek pertanahan dan sektor, penyusunan peta penerbitan KKPR, ketentuan persyaratan pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang, serta penerbitan surat perintah setor kurang bayar biaya layanan dalam hal terjadi kondisi yang mengharuskan pemohon melakukan pembayaran tambahan biaya layanan PNBP, penyusunan finalisasi konsep KKPR untuk kegiatan yang bersifat strategis nasional serta penentuan masa berlaku dan tujuan KKPR untuk kegiatan yang bersifat strategis nasional.

3. Penerbitan

Dalam Juknis pelaksanaan PKKPR untuk Kegiatan Berusaha dan Juknis Pelaksanaan KKPR untuk Kegiatan Nonberusaha secara Non-elektronik, untuk kegiatan berusaha dan nonberusaha kewenangan Pemerintah Pusat, penerbitan KKPR dilakukan oleh Menteri melalui Direktur Jenderal Tata Ruang. Sedangkan untuk kegiatan berusaha dan nonberusaha kewenangan Pemerintah Daerah, penerbitan KKPR dilakukan oleh Kepala Daerah melalui OPD yang menangani Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Sedangkan pada Juknis pelaksanaan KKPR untuk Kegiatan yang Bersifat Strategis Nasional secara Non-elektronik penerbitan KKPR hanya dilakukan oleh Menteri melalui Direktur Jenderal Tata Ruang. Pada tahap penerbitan, dijelaskan pada Juknis pelaksanaan PKKPR untuk Kegiatan Berusaha mengenai atribut pengisian hasil penilaian PKKPR untuk kegiatan berusaha pada portal Gistaru-KKPR sampai pengiriman dokumen PKKPR untuk kegiatan berusaha ke dalam Sistem OSS-RBA. Atribut yang perlu diisi diantaranya yaitu: 1. Koordinat geografis; 2. Nomor Pertimbangan Teknis Pertanahan (PTP); 3. Nomor peraturan; 4. Luas tanah yang disetujui; 5. Jenis peruntukan pemanfaatan ruang; 6. Kode Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) (5 digit); 7. Judul KBLI; 8. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum; 9. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) maksimum; 10. Indikasi Program pemanfaatan ruang; 11. Persyaratan pemanfaatan KKPR; 12. Informasi Tambahan Apabila tersedia; 13. File Lampiran Peta; 14. Keterangan Peta; 15. File Lampiran Persetujuan KKPR; 16. Status (memuat keputusan disetujui atau ditolak); dan 17. Alasan Ditolak (apabila permohonan ditolak).

Sedangkan ketentuan pada Juknis Pelaksanaan KKPR untuk Kegiatan Nonberusaha secara Non-elektronik, dokumen KKPR yang diterbitkan paling sedikit memuat: 1. Nama Pemohon; 2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); 3. Alamat Pemohon; 4. Nomor Telepon; 5. E-mail; 6. Sumber Pendanaan; 7. Jenis Kegiatan; 8. Lokasi Kegiatan; 9. Luas Tanah; 10. Kedalaman / Ketinggian Minimal yang Dimohon; 11. Kedalaman / Ketinggian Maksimal yang Dimohon; dan 12. Rencana Teknis Bangunan dan/atau Rencana Induk Kawasan.

Pada Juknis Pelaksanaan KKPR untuk Kegiatan yang Bersifat Strategis Nasional secara Nonelektronik, dokumen KKPR yang diterbitkan paling sedikit memuat seperti ketentuan pada kegiatan nonberusaha dengan menambahkan kode KBLI, judul KBLI, dan dokumen prastudi kelayakan (untuk penerbitan RKKPR).

 


 

 

 

Sumber : Oleh Corry Agustina, ST., MSc. , Ayi Fajarwati, S.T., M.T. , Hetti Trianti S.T., MSE., MPP. , R. Septiansa Anggoro Saputro, S.Kom. , dan Muhammad Fakhriansyah, S.P.W.K Dalam BULETIN PENATAAN RUANG Edisi III | November - Desember 2023

Kamis, 11 Mei 2023

Penilaian Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR)

BERDASARKAN laporan dari World Bank p a d a t a h u n 2019, pertumbuhan ekonomi nasional dilaporkan mengalami penurunan dan akan terus melemah seiring dengan menurunnya transaksi ekonomi global. Pada kesempatan yang sama, World Bank menyarankan solusi alih-laih mengurangi CAD (Current Account Defisit), Pemerintah harus meningkatkan FDI (Foreign Direct Investment)/ investasi luar negeri yang mampu menciptakan lapangan k e r j a , d a n t i d a k d a p a t mengeluarkan investasinya ke luar negeri dengan mudah. Namun disayangkan, investasi luar negeri tersebut enggan untuk masuk ke Indonesia.

Tingginya jumlah penduduk dan ketersediaan tenaga kerja, membuat Indonesia menjadi negara yang masih diminati untuk investasi; dengan Pulau Jawa sebagai d e s t i n a s i i n v e s t a s i y a n g dianggap paling menjanjikan. Meskipun demikian, terdapat beberapa faktor yang dianggap m e n g h a l a n g i d a t a n g n y a i n v e s t a s i k e I n d o n e s i a . Berdasarkan laporan World Bank, aturan yang saling tumpang tindih, tingginya biaya dan rumitnya perizinan berusaha di Indonesia, menjadi salah satu faktor penghambat pertumbuhan ekonomi dan investasi nasional.

Selain aturan pokoknya yang diatur melalui Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah, banyak peraturan turunan yang mengatur terkait dengan ke t e n t u a n p e r i z i n a n d a n menyebabkan banyaknya proses perizinan dan pintu yang harus dilalui oleh setiap investor atau pelaku usaha. Kondisi tersebut m e n d o r o n g p e m e r i n t a h Indonesia untuk melakukan s e r a n g k a i a n p e r u b a h a n kebijakan, diantaranya adalah melakukan sinkronisasi dan simplifikasi peraturan perizinan berusaha yang dituangkan d a l a m b e n t u k p e rat u ra n perundang-undangan, yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Sasaran perubahan kebijakan yang dimuat melalui UU Nomor 11/2020 tersebut, diantaranya adalah kebijakan i z i n p e m a n f a a t a n r u a n g dan pertimbangan teknis pertanahan yang disimplifikasi menjadi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang.

KKPR dan Penilaian Pelaksanaan KKPR

Sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) adalah kesesuaian antara rencana kegiatan Pemanfaatan Ruang dengan Rencana Tata Ruang. Penerapan KKPR sebagai sebuah perizinan, dituangkan dalam bentuk Konfirmasi KKPR, Persetujuan KKPR, atau Rekomendasi KKPR. Setiap orang atau badan usaha dapat mengajukan K o n f i r m a s i , Persetujuan atau Rekomendasi KKPR, melalui lembaga p e n g e l o l a d a n p e n y e l e n g g a r a O n l i n e S i n g l e Submission (OSS), yang merupakan lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan d i b i d a n g penanaman modal, serta sistem elektronik Kementerian ATR/BPN yang sampai dengan saat ini masih dalam tahap pengembangan. OSS sendiri dilaksanakan secara elektronik, dan memungkinkan setiap orang untuk melakukan proses pengajuannya secara mandiri dan otomatis, dengan mengajukan dokumendokumen yang dipersyaratkan, serta membuat surat pernyataan mandiri.

Penilaian pelaksanaan K e s e s u a i a n K e g i a t a n Pemanfaatan Ruang sendiri, merupakan bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, yang dilaksanakan beriringan dengan penilaian pernyataan mandiri, yang dibuat oleh pelaku Usaha Mikro dan Kecil (UMK), untuk memastikan:

a. Kepatuhan pelaksanaan ketentuan KKPR; dan

b. Pemenuhan p r o s e d u r perolehan konfirmasi, persetujuan a t a u rekomendasi KKPR

Penilaian pelaksanaan tersebut dilakukan selama pembangunan, dan setelah dilakukannya pembangunan atau pemanfaatan ruang. Pe n i l a i a n p e l a k s a n a a n ketentuan KKPR, dimaksudkan untuk memastikan kepatuhan pelaksanaan dalam memenuhi ketentuan KKPR. Sebagaimana dijabarkan dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/Kepala BPN) N o m o r 1 3 Ta h u n 2 0 2 1 tentang Pelaksanaan KKPR dan Sinkronisasi Program Pemanfaatan Ruang, ketentuan KKPR tersebut diantaranya memuat lokasi kegiatan (1) Jenis kegiatan pemanfaatan ruang (2) Koefisien d a s a r bangunan (3) Koefisien lantai bangunan (4) Ketentuan tata bangunan (5) Persyaratan p e l a k s a n a a n k e g i a t a n pemanfaatan ruang, dan (6) Apabila ditemukan adanya ke t i d a k s e s u a i a n , p e l a ku kegiatan diharuskan melakukan penyesuaian. Apabila tidak dipatuhi, pelaku kegiatan dapat dikenai sanksi berdasarkan peraturan perundangundangan.

Pelaksanaan penilaian k e p a t u h a n p e l a k s a n a a n ketentuan KKPR tersebut m e r u p a k a n ke w e n a n g a n Menteri ATR/Kepala BPN. Meskipun demikian, Menteri AT R / K e p a l a B P N d a p a t mendelegasikan kewenangan tersebut kepada gubernur, bupati, atau wali kota sesuai dengan kewenangannya.

Berbeda dengan penilaian kepatuhan pelaksanaan k e t e n t u a n K K P R , penilaian prosedur perolehan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dilakukan untuk memastikan kepatuhan pelaku pembangunan atau pemohon, terhadap tahapan dan persyaratan perolehan K e s e s u a i a n K e g i a t a n Pemanfaatan Ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Apabila ditemukan adanya kesalahan prosedur, maka konfirmasi, persetujuan, atau rekomendasi KKPR dianggap batal demi hukum. Pembatalan terhadap konfirmasi, persetujuan, atau rekomendasi KKPR juga dapat dilakukan apabila terjadi perubahan Rencana Tata Ruang yang mengakibatkan menjadi tidak sesuainya KKPR tersebut. Apabila terdapat kerugian, maka instansi pemerintah yang menerbitkan KKPR wajib mengganti kerugian terhadap pelaku pembangunan atau pemohon.



Teknik Penilaian Pelaksanaan KKPR

Teknik penilaian pelaksanaan KKPR dalam PP 21/2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang belum mengatur secara rinci. Meskipun demikian, kita dapat membagi teknik penilaian pelaksanaan KKPR berdasarkan objek penilaiannya. Mengacu pada jenis objek yang perlu dinilai, secara umum kita dapat membaginya dalam 3 metode sebagai berikut:

a. Metode analisis spasial;

b. Metode kuantitatif; dan

c. Metode analisis formil/ kesesuaian dan kelengkapan administrasi.

Metode analisis spasial kita terapkan pada analisis atau penilaian terhadap lokasi ruang, koefisien dasar bangunan, ketentuan tata bangunan, dan/ atau persyaratan pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang lainnya yang merujuk pada dimensi spasial, seperti koefisien dasar hijau atau koefisien ruang terbuka. Lokasi ruang memerlukan analisis spasial dengan melakukan penampalan terhadap data dasar. Dengan m e l a k u k a n p e n a m p a l a n , sekurang-kurangnya kita dapat mengetahui secara jelas kesesuaian lokasi terhadap KKPR, dengan menguji data lokasi eksisting terhadap data spasial peta administrasi, maupun peta bidang tanah yang sebelumnya diajukan oleh pemohon.

Untuk penilaian koefisien dasar bangunan, ketentuan tata bangunan, dan/atau persyaratan pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang lainnya, analisis spasial dapat digunakan untuk mengetahui secara pasti dimensi ruang yang digunakan. Analisis ini didahului dengan dilakukan pengukuran p a d a b i d a n g t a n a h d a n bangunan yang dimohonkan pada data spasial peta, dan dihitung menggunakan kaidah penghitungan yang diatur dalam peraturan perundangundangan terkait. Misalnya, untuk koefisien dasar bangunan dihitung dengan menggunakan rumus luas lantai bangunan dibagi dengan luas bidang tanah, dan dikali dengan 100%. Hasil penghitungan tersebut kemudian kita bandingkan dengan ketentuan dalam KKPR yang telah diperoleh. Meskipun demikian, teknik penilaian ini tidak harus menggunakan pendekatan analisis spasial karena data yang diperoleh tidak hanya dapat diukur melalui data spasial peta, namun juga dapat dilakukan dengan metode pengukuran langsung.

M e t o d e k u a n t i t a t i f , diterapkan pada penilaian terhadap koefisien lantai bangunan, koefisien dasar bangunan, ketentuan tata bangunan, dan persyaratan p e l a k s a n a a n k e g i a t a n pemanfaatan ruang lainnya seperti ketentuan khusus terhadap kontruksi minimum b a n g u n a n t e rt e n t u , at a u p e l a y a n a n j a s a t e r t e n t u c o n t o h n y a l i m p a s a n a i r maksimum yang diperbolehkan dan kapasitas daur ulang air baku yang dipersyaratkan. Metode ini juga dilakukan secara berbeda bergantung pada objek yang dinilai. Penghitungan terhadap koefisien lantai bangunan, tentu berbeda dengan metode penghitungan t e r h a d a p l i m p a s a n a i r maksimum yang diperbolehkan. Metode-metode ini secara khusus perlu melihat rujukan pada peraturan perundangundangan lainnya. Sebagai contoh, metode koefisien lantai bangunan dihitung dengan cara menghitung seluruh lantai bangunan, dibagi dengan luas lahan atau luas kawasan perencanaan.

Adapun metode analisis f o r m i l / k e s e s u a i a n d a n kelengkapan administrasi, digunakan untuk menilai k e s e s u a i a n k e g i a t a n pemanfaatan ruang, proses p e r o l e h a n K K P R , s e r t a p e m e n u h a n t e r h a d a p persyaratan pelaksanaan kegiatan pemanfaatan seperti kewajiban tambahan untuk membangun sarana prasarana. Proses analisis ini hanya menggunakan penilaian visual dan matriks perbandingan, untuk membandingkan antara ada dan tidaknya dokumen, sama dan tidaknya kegiatan yang dilaksanakan, atau telah dilaksanakan atau belum dilaksanakannya perintah atau kewajiban yang dicantumkan dalam KKPR.

Perlu kita ketahui, penilaian p e l a k s a n a a n K K P R p a d a Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, serupa dengan teknik penilaian terhadap persyaratan i z i n p e m a n f a at a n r u a n g . Persyaratan izin pemanfaatan ruang sebagaimana diatur dalam peraturan sebelumnya, mencakup ketentuan terhadap batas sempadan, Koefisien Lantai Bangunan (KLB), Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisien Dasar Hijau (KDH), fungsi bangunan, fungsi lahan, dan penyediaan fasilitas umum atau fasilitas sosial. Mengacu pada ketentuan tersebut, disusun pedoman teknik penilaiannya, yang dituangkan sebagai bagian dari Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 17 Tahun 2017 tentang Audit Tata Ruang. Sebelum kemudian ditentukan peraturan baru yang mencabut peraturan menteri tersebut dan mengubah teknik penilaiannya, maka teknik penilaian pada peraturan menteri tersebut seharusnya dapat digunakan sebagai acuan.



Proses Monitoring dan Penilaian Pelaksanaan KKPR

Dalam melakukan penilaian pelaksanaan KKPR, artinya perlu dilakukan monitoring d a n p e n i l a i a n t e r h a d a p seluruh pemohon atau pelaku pembangunan yang telah mendapatkan konfirmasi, persetujuan, atau rekomendasi KKPR. Dengan didorongnya penerapan sistem OSS pada pengajuan permohonan KKPR, dan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk mengajukan izin, maka objek penilaian KKPR akan meningkat secara masif. Oleh karenanya, perlu dibuat sistem monitoring yang baik, untuk mendukung pelaksanaan penilaian KKPR. Sistem penilaian KKPR perlu dibuat secara terintegrasi dalam satu ekosistem, transparan, dan mudah dimonitor.

Berdasarkan PP Nomor 2 1 Ta h u n 2 0 2 1 t e n t a n g Penyelenggaraan Penataan Ruang, kewenangan penilaian pelaksanaan KKPR saat ini hanya menjadi kewenangan Menteri ATR/Kepala BPN. Meskipun memiliki kantor perwakilan di Provinsi dan Kabupaten/Kota, tugas ini terlalu berat untuk dapat ditangani sendirian oleh sebuah lembaga kementerian/badan. Untuk itu, perlu segera dilakukan delegasi kewenangan terhadap gubernur, bupati, dan wali kota agar dapat melaksanakan fungsi-fungsi tersebut. Dalam hal ini, pemerintah daerah juga memiliki kepentingan sekaligus tanggung jawab untuk melaksanakan fungsi-fungsi pengendalian pemanfaatan r u a n g , d a n m e n j a m i n terwujudnya rencana tata ruang yang telah disusun.

Organisasi yang dimiliki pemerintah daerah yang m e l i n g ku p i h i n g g a l e v e l kelurahan atau desa, tentu memiliki keunggulan dalam melaksanakan proses-proses penilaian baik pada saat dilaksanakan pembangunan, maupun pasca pembangunan atau pemanfaatan. Namun h a l t e r s e b u t j u g a p e r l u didukung dengan pemahaman, pengetahuan, dan ketrampilan d a l a m m e l a k s a n a k a n penilaian tersebut. Untuk m e n d a p a t k a n n y a , p e r l u d i l a k u k a n r e k r u t m e n SDM berkualitas dengan memanfaatkan lulusan-lulusan d i b i d a n g p e re n c a n a a n , arsitektur, maupun teknik sipil, maupun pengadaan pelatihanpelatihan dan penyusunan modul standar yang rinci. Dengan demikian, pelaksanaan penilaian pelaksanaan KKPR dapat terlaksana dengan baik, dan pemanfaatan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.


Sumber: Penulis Dr. Andi Renald, S.T., M.T, Muhammad Amin Cakrawijaya, S.T., M.T. Dalam BULETIN PENATAAN RUANG EDISI 4 | JULI - AGUSTUS 2021

Sabtu, 04 Maret 2023

Menjadi Salah Satu Syarat Perizinan, KKPR Harus Diproses Paling Awal

KEMENTERIAN Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui Direktorat Jenderal Tata Ruang menyelenggarakan Klinik Penguatan Layanan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) untuk Pulau Sumatera, Pulau Jawa-Bali, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku, dan Pulau Papua di Jakarta, Senin (6/12/22).

Kegiatan ini diselenggarakan untuk menyebarluaskan pemahaman tentang proses bisnis perizinan berusaha dan melaksanakan tahap validasi KKPR kepada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang membidangi tata ruang. Selain itu kegiatan ini juga dimaksudkan untuk menjaring permasalahan pelaksanaan KKPR di daerah melalui Sistem Online Single Submission-Risk Based Approach (OSS-RBA).

Membuka acara tersebut, Direktur Jenderal Tata Ruang, Gabriel Triwibawa mengungkapkan bahwa KKPR merupakan kebijakan dan istilah baru dari peraturan turunan Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK). Ia juga mengungkapkan bahwa peraturan turunan UUCK yakni, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang maupun Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 13 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sinkronisasi Program Pemanfaatan Ruang mengamanatkan bahwa setiap kegiatan pemanfaatan ruang harus terlebih dahulu mendapatkan suatu evaluasi agar kegiatan yang akan dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang (RTR).



"Poin pertama yang perlu kita pahami bersama adalah bahwa KKPR ini bukan sebuah perizinan, melainkan persyaratan dasar perizinan," ujar Gabriel Triwibawa. Lebih lanjut, Gabriel memaparkan bahwa terdapat dua makna KKPR.

"Makna pertama hampir sama dengan izin lokasi, untuk perolehan tanah. Makna yang kedua adalah untuk pemanfaatan ruang," lugasnya.

Disampaikan pada paparan Gabriel, bahwa penerbitan KKPR mempunyai tiga mekanisme. Yang pertama, melalui konfirmasi, mekanisme ini dapat dilakukan apabila daerah tersebut sudah memiliki RDTR (Rencana Detail Tata Ruang) yang terintegrasi dengan OSS. Kedua, melalui penilaian, mekanisme ini dapat dilakukan apabila terdapat rencana tata ruang lain yang tidak terdapat pada RDTR yang telah terbit. Ketiga, melalui rekomendasi, mekanisme ini dapat dilakukan pada Proyek Strategis Nasional (PSN) dengan persyaratan tambahan yang harus dilengkapi.

Pada kesempatan tersebut, Direktur Sinkronisasi Pemanfaatan Ruang, Eko Budi Kurniawan menyampaikan paparannya bahwa selain KKPR, terdapat dua persyaratan dasar perizinan lainnya yakni, Persetujuan Lingkungan dan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). "KKPR merupakan salah satu dari tiga persyaratan perizinan. KKPR merupakan persyaratan dasar perizinan yang harus diproses paling awal, tidak paralel dengan Persetujuan Lingkungan, maupun Persetujuan Bangunan Gedung," papar Eko Budi Kurniawan.

Ia juga menyatakan bahwa KKPR merupakan salah satu persyaratan dasar perizinan dalam proses pengadaan tanah "Proses pengurusan KKPR berada di awal, yaitu pada proses perencanaan, sebelum penetapan lokasi (penlok), karena penlok ini acuannya adalah KKPR," tuturnya. Turut disampaikan bahwa KKPR merupakan single reference untuk pemanfaatan ruang.

Selain dihadiri oleh Direktur Jenderal Tata Ruang, Gabriel Triwibawa, dan Direktur Sinkronisasi, Pemanfaatan Ruang Eko Budi Kurniawan, acara ini juga diisi oleh beberapa pembicara dan penanggap, di antaranya, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Albertien Enang Pirade, serta Jabatan Fungsional Penata Ruang Ahli Utama, Abdul Kamarzuki, Sufrijadi, dan Dodi Slamet Riyadi.

Selain melakukan diskusi dan tanya jawab, para peserta rapat juga melakukan simulasi dan pelaksanaan validasi KKPR.

 

 

Sumber: BULETIN PENATAAN RUANG Edisi VI | November - Desember 2022

Sabtu, 26 Maret 2022

Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) (Berdasarkan Permen ATR Nomer 21 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Pengawasan Penataan Ruang)

 


1.      Pengendalian Pemanfaatan Ruang dilaksanakan untuk mendorong terwujudnya Tata Ruang sesuai dengan RTR. Pengendalian Pemanfaatan Ruang dilaksanakan untuk mendorong setiap Orang agar:

a. menaati RTR yang telah ditetapkan;

b. memanfaatkan Ruang sesuai dengan RTR; dan

c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan KKPR.

2.       Pengendalian Pemanfaatan Ruang dilakukan melalui:

a. penilaian pelaksanaan KKPR dan Pernyataan Mandiri Pelaku UMK;

b. penilaian perwujudan RTR;

c. pemberian Insentif dan Disinsentif;

d. pengenaan Sanksi Administratif; dan

e. penyelesaian Sengketa Penataan Ruang.

3.       Pengawasan Penataan Ruang diselenggarakan untuk:

a. menjamin tercapainya tujuan Penyelenggaraan Penataan Ruang;

b. menjamin terlaksananya penegakan hukum bidang Penataan Ruang; dan

c. meningkatkan kualitas Penyelenggaraan Penataan Ruang.

4.       Penilaian pelaksanaan KKPR sebagaimana dilaksanakan untuk memastikan:

a. kepatuhan pelaksanaan ketentuan KKPR; dan

b. pemenuhan prosedur perolehan KKPR.

Penilaian pelaksanaan KKPR  dilakukan terhadap seluruh dokumen KKPR yang diterbitkan berupa:

a. KKKPR;

b. PKKPR; dan

c. RKKPR.

Penilaian pelaksanaan KKPR menggunakan dokumen KKPR dan data pendukung yang diperoleh dari:

a. Sistem OSS, untuk KKPR berusaha; dan

b. sistem elektronik yang diselenggarakan oleh Menteri, untuk KKPR nonberusaha dan KKPR yang bersifat strategis nasional.

Penilaian pelaksanaan KKPR dapat dilaksanakan melalui system elektronik. Dapat disinkronisasikan atau diintegrasikan dengan sistem elektronik penerbitan KKPR yang diselenggarakan oleh Sistem OSS dan/atau Menteri.

5.       Penilaian kepatuhan pelaksanaan ketentuan KKKPR dilakukan dengan menilai kesesuaian kegiatan Pemanfaatan Ruang pada lokasi kegiatan dengan ketentuan yang termuat dalam dokumen KKKPR.  Ketentuan yang termuat dalam dokumen KKKPR terdiri atas:

a. lokasi kegiatan;

b. jenis kegiatan Pemanfaatan Ruang;

c. KDB;

d. KLB;

e. ketentuan tata bangunan;

f. persyaratan pelaksanaan kegiatan Pemanfaatan Ruang; dan

g. informasi tambahan.

6.       Penilaian kesesuaian lokasi kegiatan dilaksanakan dengan menilai kesesuaian lokasi kegiatan Pemanfaatan Ruang di lapangan dengan lokasi kegiatan yang termuat dalam dokumen KKKPR. Penilaian kesesuaian lokasi kegiatan dapat menggunakan:

a. alat Global Positioning System (GPS);

b. peta pendukung;

c. citra satelit resolusi tinggi dengan waktu perekaman yang paling baru;

d. citra perekaman foto, radar dengan pesawat, atau unmanned aerial vehicle dengan waktu perekaman yang paling baru; dan/atau

e. alat ukur lainnya.

Lokasi kegiatan dinilai sesuai dalam hal lokasi kegiatan Pemanfaatan Ruang di lapangan sesuai dengan lokasi kegiatan yang termuat dalam dokumen KKKPR.

7.       Penilaian kesesuaian jenis kegiatan Pemanfaatan Ruang dilaksanakan dengan menilai kesesuaian jenis kegiatan Pemanfaatan Ruang pada lokasi kegiatan dengan ketentuan jenis kegiatan Pemanfaatan Ruang yang termuat dalam dokumen KKKPR. Penilaian kesesuaian jenis kegiatan dilakukan melalui survei atau pemeriksaan pada lokasi kegiatan. Jenis kegiatan Pemanfaatan Ruang dinilai sesuai dalam hal jenis kegiatan Pemanfaatan Ruang pada lokasi

kegiatan sesuai dengan ketentuan jenis kegiatan Pemanfaatan Ruang yang termuat dalam dokumen KKKPR. Penilaian kesesuaian KDB dilaksanakan dengan menilai kesesuaian KDB pada lokasi kegiatan dengan ketentuan KDB yang termuat dalam dokumen KKKPR. Penilaian kesesuaian KDB dilakukan melalui survei dan pengukuran pada lokasi kegiatan. Pengukuran pada lokasi kegiatan dapat menggunakan:

a. alat Global Positioning System (GPS);

b. pita ukur; dan/atau

c. alat ukur lainnya.

KDB dinilai sesuai dalam hal KDB pada lokasi kegiatan tidak melebihi ketentuan KDB yang termuat dalam dokumen KKKPR.

8.       Penilaian kesesuaian KLB dilaksanakan dengan menilai kesesuaian KLB pada lokasi kegiatan dengan ketentuan KLB yang termuat dalam dokumen KKKPR. Penilaian kesesuaian KLB  dilakukan melalui survei dan pengukuran pada lokasi kegiatan. Pengukuran pada lokasi kegiatan dapat menggunakan:

a. alat Global Positioning System (GPS);

b. pita ukur; dan/atau

c. alat ukur lainnya.

KLB dinilai sesuai dalam hal KLB pada lokasi kegiatan tidak melebihi ketentuan KLB yang termuat dalam dokumen KKKPR.

9.       Penilaian kesesuaian ketentuan tata bangunan dilaksanakan dengan menilai kesesuaian kegiatan Pemanfaatan Ruang pada lokasi kegiatan dengan ketentuan tata bangunan yang termuat dalam dokumen KKKPR.  Penilaian kesesuaian ketentuan tata bangunan dilakukan melalui survei dan pengukuran pada lokasi kegiatan. Pengukuran pada lokasi kegiatan dapat menggunakan:

a. alat Global Positioning System (GPS);

b. pita ukur; dan/atau

c. alat ukur lainnya.

Ketentuan tata bangunan dinilai sesuai dalam hal kegiatan Pemanfaatan Ruang pada lokasi kegiatan sesuai dengan ketentuan tata bangunan yang termuat dalam dokumen KKKPR.

10.   Penilaian kesesuaian persyaratan pelaksanaan kegiatan Pemanfaatan Ruang dilaksanakan dengan menilai pemenuhan persyaratan pelaksanaan kegiatan Pemanfaatan Ruang yang termuat dalam dokumen KKKPR oleh pemegang KKKPR. Penilaian kesesuaian persyaratan pelaksanaan kegiatan Pemanfaatan Ruang dilakukan melalui survei atau pemeriksaan pada lokasi kegiatan. Persyaratan pelaksanaan kegiatan Pemanfaatan Ruang dinilai sesuai dalam hal persyaratan pelaksanaan kegiatan Pemanfaatan Ruang yang termuat dalam dokumen KKKPR dipenuhi oleh pemegang KKKPR.

11.   Penilaian kesesuaian informasi tambahan dilaksanakan dengan menilai kesesuaian kegiatan Pemanfaatan Ruang pada lokasi kegiatan dengan ketentuan informasi tambahan yang termuat dalam dokumen KKKPR. Penilaian kesesuaian informasi tambahan dilakukan melalui survei atau pemeriksaan pada lokasi kegiatan. Informasi tambahan dinilai sesuai dalam hal kegiatan Pemanfaatan Ruang pada lokasi kegiatan sesuai dengan ketentuan informasi tambahan yang termuat dalam dokumen KKKPR.

12.   Penilaian kepatuhan pelaksanaan ketentuan PKKPR dilakukan dengan menilai kesesuaian kegiatan Pemanfaatan Ruang pada lokasi kegiatan dengan ketentuan yang termuat dalam dokumen PKKPR.  Ketentuan yang termuat dalam dokumen PKKPR terdiri atas:

a. lokasi kegiatan;

b. jenis peruntukan Pemanfaatan Ruang;

c. KDB;

d. KLB;

e. indikasi program Pemanfaatan Ruang;

f. persyaratan pelaksanaan kegiatan Pemanfaatan Ruang; dan

g. informasi tambahan.

13.   Ketentuan penilaian kesesuaian lokasi kegiatan 6 berlaku secara mutatis mutandis terhadap penilaian kesesuaian lokasi kegiatan dalam rangka penilaian kepatuhan pelaksanaan ketentuan PKKPR.

14.   Penilaian kesesuaian jenis peruntukan Pemanfaatan Ruang dilaksanakan dengan menilai kesesuaian kegiatan Pemanfaatan Ruang pada lokasi kegiatan dengan ketentuan jenis peruntukan Pemanfaatan Ruang yang termuat dalam dokumen PKKPR. Penilaian kesesuaian jenis peruntukan Pemanfaatan Ruang dilakukan melalui survei atau pemeriksaan pada lokasi kegiatan. Jenis peruntukan Pemanfaatan Ruang dinilai sesuai dalam hal kegiatan Pemanfaatan Ruang pada lokasi kegiatan sesuai dengan ketentuan jenis peruntukan

Pemanfaatan Ruang yang termuat dalam dokumen PKKPR.

15.   Ketentuan penilaian kesesuaian KDB berlaku secara mutatis mutandis terhadap penilaian kesesuaian KDB dalam rangka penilaian kepatuhan pelaksanaan ketentuan PKKPR. Ketentuan penilaian kesesuaian KLB berlaku secara mutatis mutandis terhadap penilaian kesesuaian KLB dalam rangka penilaian kepatuhan pelaksanaan ketentuan PKKPR.

16.   Penilaian indikasi program Pemanfaatan Ruang dilaksanakan dengan menilai kesesuaian kegiatan Pemanfaatan Ruang pada lokasi kegiatan dengan ketentuan indikasi program Pemanfaatan Ruang yang termuat dalam dokumen PKKPR. Penilaian kesesuaian indikasi program Pemanfaatan Ruang dilakukan melalui survei atau pemeriksaan pada lokasi kegiatan. Indikasi program Pemanfaatan Ruang dinilai sesuai dalam hal kegiatan pemanfaatan Ruang pada lokasi kegiatan sesuai dengan ketentuan indikasi program

Pemanfaatan Ruang yang termuat dalam dokumen PKKPR.

17.   Ketentuan penilaian kesesuaian persyaratan pelaksanaan kegiatan Pemanfaatan Ruang berlaku secara mutatis mutandis terhadap penilaian kesesuaian persyaratan pelaksanaan kegiatan Pemanfaatan Ruang dalam rangka penilaian kepatuhan pelaksanaan ketentuan PKKPR. Ketentuan penilaian kesesuaian informasi tambahan berlaku secara mutatis mutandis terhadap penilaian kesesuaian informasi tambahan dalam rangka penilaian kepatuhan pelaksanaan ketentuan PKKPR. 

18.   Ketentuan penilaian kepatuhan pelaksanaan ketentuan PKKPR berlaku secara mutatis mutandis terhadap penilaian kepatuhan pelaksanaan ketentuan RKKPR.

19.   Dalam penilaian kepatuhan pelaksanaan ketentuan KKPR, dapat dilakukan penilaian dampak yang ditimbulkan dari kegiatan Pemanfaatan Ruang. Penilaian dampak dilakukan berdasarkan:

a. laporan atau pengaduan Masyarakat;

b. temuan oleh petugas yang membidangi Penataan Ruang;

c. hasil pertimbangan Forum Penataan Ruang; atau

d. publikasi hasil penelitian ahli/pakar.

Penilaian dampak dilakukan terhadap KKKPR dan PKKPR. Penilaian dampak dilakukan dalam periode pasca pembangunan. Penilaian dampak yang ditimbulkan  terdiri atas penilaian dampak terhadap:

a. kerawanan sosial;

b. gangguan keamanan;

c. kerusakan lingkungan hidup; dan/atau

d. gangguan terhadap fungsi objek vital nasional.

Penilaian dampak dilakukan dengan penyusunan kajian dampak, risiko, dan nilai tambah dari pelaksanaan kegiatan Pemanfaatan Ruang. Penyusunan kajian dampak, risiko, dan nilai tambah dapat dibantu oleh ahli/pakar. Penyusunan kajian dampak, risiko, dan nilai tambah paling sedikit memuat:

a. besarnya jumlah manusia dan luas wilayah penyebaran dampak;

b. intensitas dan lamanya dampak berlangsung;

c. sifat kumulatif dampak;

d. rekomendasi pengurangan dampak;

e. jangka waktu pelaksanaan rekomendasi;

f. ada atau tidaknya nilai tambah akibat kegiatan Pemanfaatan Ruang; dan

g. peniadaan eksternalitas negatif akibat kegiatan Pemanfaatan Ruang.

Pembiayaan penyusunan kajian dampak, risiko, dan nilai tambah dapat berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah. Penyusunan kajian dampak, risiko, dan nilai tambah dilaksanakan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja.

20.   Penilaian terhadap dampak yang ditimbulkan dari kegiatan Pemanfaatan Ruang dapat melibatkan Masyarakat di sekitar lokasi kegiatan yang terkena dampak dari kegiatan Pemanfaatan Ruang. Masyarakat yang terkena dampak dapat memberikan saran, pendapat, atau tanggapan.

21.   Penilaian kepatuhan pelaksanaan ketentuan KKPR dilakukan pada periode:

a. selama pembangunan; dan

b. pasca pembangunan.

22.   Penilaian pada periode selama pembangunan dilakukan untuk memastikan kepatuhan pelaksanaan ketentuan KKPR selama pembangunan. Penilaian pada periode selama pembangunaan dilakukan paling lambat 2 (dua) tahun sejak diterbitkannya dokumen KKPR. Dalam hal pembangunan belum dilakukan hingga akhir tahun kedua, penilaian pada periode selama pembangunan dapat dilakukan hingga berakhirnya masa berlaku KKPR.

23.   Penilaian pada periode pasca pembangunan dilakukan untuk memastikan kepatuhan hasil pembangunan dengan ketentuan yang termuat dalam dokumen KKPR. Penilaian pada periode pasca pembangunan dilakukan:

a. setelah pembangunan fisik mencapai 100% (serratus persen); dan/atau

b. 3 (tiga) tahun setelah diterbitkannya dokumen KKPR. 

24.   Hasil penilaian kepatuhan pelaksanaan ketentuan KKPR berupa:

a. patuh; atau

b. tidak patuh.

Hasil penilaian kepatuhan pelaksanaan ketentuan KKPR dituangkan dalam bentuk berita acara yang memuat data tekstual dan data spasial. Data tekstual merupakan data dalam bentuk narasi dan/atau tabulasi. Data spasial merupakan data dalam bentuk peta.

25.   Dalam hal hasil penilaian selama periode pembangunan ditemukan ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang termuat dalam dokumen KKPR, pemegang KKPR diharuskan melakukan penyesuaian dengan ketentuan yang termuat dalam dokumen KKPR. Dalam hal hasil penilaian pasca pembangunan ditemukan ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang termuat dalam dokumen KKPR, dilakukan pengenaan Sanksi Administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

26.   Menteri dapat membatalkan KKPR yang diterbitkan oleh gubernur atau bupati/wali kota dalam hal kegiatan Pemanfaatan Ruang menimbulkan dampak dan/atau peniadaan eksternalitas negatif akibat kegiatan Pemanfaatan Ruang tidak dilakukan. Gubernur atau bupati/wali kota dapat membatalkan KKPR yang telah diterbitkan dalam hal kegiatan Pemanfaatan Ruang menimbulkan dampak dan/atau peniadaan eksternalitas negatif akibat kegiatan Pemanfaatan Ruang tidak dilakukan.

27.   Penilaian pemenuhan prosedur perolehan KKPR dilakukan dalam hal:

a. hasil penilaian kepatuhan pelaksanaan ketentuan KKPR terdapat ketidakpatuhan; atau

b. hasil penilaian kepatuhan pelaksanaan ketentuan KKPR terdapat kepatuhan namun menimbulkan dampak sebagaimana dimaksud diatas. Penilaian pemenuhan prosedur perolehan KKPR dilakukan untuk memastikan kepatuhan pemegang KKPR/pelaku pembangunan/pemohon terhadap tahapan dan persyaratan perolehan KKPR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penilaian pemenuhan prosedur perolehan KKPR dilakukan oleh aparat pengawas intern pemerintah. Hasil penilaian pemenuhan prosedur perolehan KKPR dituangkan dalam bentuk berita acara.

28.   (1) Hasil penilaian pelaksanaan KKPR merupakan hasil penilaian kepatuhan pelaksanaan ketentuan KKPR.  Dalam hal dilakukan penilaian pemenuhan prosedur perolehan KKPR, hasil penilaian pelaksanaan KKPR memuat juga hasil penilaian pemenuhan prosedur perolehan KKPR. Hasil penilaian pelaksanaan KKPR ditetapkan melalui:

a. keputusan Menteri, untuk penilaian pelaksanaan KKPR yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat;

b. keputusan gubernur, untuk penilaian pelaksanaan KKPR yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah provinsi; dan

c. keputusan bupati/wali kota, untuk penilaian pelaksanaan KKPR yang dilaksanakan oleh

Pemerintah Daerah kabupaten/kota.

Penetapan hasil penilaian pelaksanaan KKPR oleh Menteri dapat didelegasikan kepada Direktur Jenderal. Penetapan hasil penilaian pelaksanaan KKPR oleh gubernur dan oleh bupati/wali kota dapat didelegasikan kepada kepala Perangkat Daerah yang membidangi Penataan Ruang.

29.   Dokumen KKPR yang diterbitkan dan/atau diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang benar, batal demi hukum.

30.   Pemegang KKPR dapat mengajukan permohonan keberatan terhadap hasil penilaian pelaksanaan KKPR. Pengajuan permohonan keberatan wajib dilengkapi dengan kajian dampak, risiko, dan nilai tambah dari pelaksanaan kegiatan Pemanfaatan Ruang. Kajian dampak, risiko, dan nilai tambah dilakukan oleh ahli/pakar. Pembiayaan penyusunan kajian dampak, risiko, dan nilai tambah dibebankan kepada pemohon. Kajian dampak, risiko, dan nilai tambah terdiri atas perubahan:

a. peruntukan Ruang;

b. intensitas Pemanfaatan Ruang;

c. tata bangunan; dan/atau

d. persyaratan Pemanfaatan Ruang.

Kajian dampak, risiko, dan nilai tambah terhadap perubahan dilakukan melalui:

a. kajian peniadaan atau penghilangan risiko atau eksternalitas negatif; dan

b. kajian nilai tambah.

31.   Pengajuan permohonan keberatan diajukan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya. Pengajuan permohonan keberatan dilakukan paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja setelah hasil penilaian pelaksanaan KKPR ditetapkan dan diterima oleh pemegang KKPR. Terhadap permohonan keberatan , Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota melakukan penilaian. Dalam melakukan penilaian Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota dapat meminta pertimbangan kepada Forum Penataan Ruang. Pertimbangan disampaikan oleh Forum Penataan Ruang kepada Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota paling lama 20 (dua puluh) hari kerja setelah adanya permintaan dari Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota. Berdasarkan hasil penilaian dan/atau pertimbangan, Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota menetapkan:

a. mengabulkan permohonan keberatan;

b. mengabulkan sebagian permohonan keberatan; atau

c. menolak permohonan keberatan.

Penetapan hasil penilaian permohonan keberatan dapat disertai dengan ketentuan pemberian Disinsentif.

32.   Dalam hal pengajuan permohonan keberatan dikabulkan atau dikabulkan sebagian, pemegang KKPR dapat melanjutkan kegiatan Pemanfaatan Ruang sesuai dengan hasil penilaian permohonan keberatan dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal pengajuan permohonan keberatan tidak dikabulkan, pemegang KKPR dikenakan Sanksi Administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 Catatan: Untuk Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang  (KKPR) mengacu pada Permen ATR Nomer 13 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sinkronisasi Program Pemanfaatan Ruang.

 

 

 

 

 

 

Sumber: Permen ATR Nomer 21 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Pengawasan Penataan Ruang, Klik Disini