Tampilkan postingan dengan label Alih Fungsi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Alih Fungsi. Tampilkan semua postingan

Senin, 18 Juli 2022

STRATEGI PENGENDALIAN ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH

UNDANG-UNDANG No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) telah lebih dari satu dekade diundangkan namun masih belum terasa dampaknya. Hal yang menjadi salah satu penyebab adalah sebagian besar Pemerintah Daerah belum menetapkan Peraturan Daerah (Perda) tentang LP2B sehingga alih fungsi lahan pertanian pangan khususnya sawah menjadi non sawah semakin meningkat dengan pesat dari tahun ke tahun. Hal ini berpotensi dapat mempengaruhi produksi padi nasional dan mengancam ketahanan pangan nasional.

Dalam rangka mengendalikan alih fungsi lahan sawah diperlukan adanya upaya dan kebijakan yang mendasar dari Pemerintah baik di Pusat dan Daerah agar perlindungan LP2B menjadi semakin efektif. Oleh karena itu, pada tanggal 6 September 2019 telah ditetapkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah. Pengendalian alih fungsi lahan sawah merupakan salah satu strategi peningkatan kapasitas produksi padi dalam negeri, sehingga perlu dilakukan percepatan penetapan peta lahan sawah yang dilindungi dan pengendalian alih fungsi lahan sawah sebagai program strategis  nasional. Sedangkan tujuan dari Perpres ini adalah:

a.  Mempercepat penetapan peta lahan sawah yang dilindungi dalam rangka memenuhi dan menjaga ketersediaan lahan sawah untuk mendukung kebutuhan pangan nasional;

b.  Mengendalikan alih fungsi lahan sawah yang semakin pesat;

c.  Memberdayakan petani untuk menekan terjadinya alih fungsi lahan sawah; dan

d. Menyediakan data dan informasi lahan sawah untuk bahan penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan.

Berdasarkan Perpres tersebut,pengendalian alih fungsi lahansawah merupakan tugas lintaskementerian/ lembaga negara yaitu Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/ Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kementerian Pertanian, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Kementerian Keuangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Badan Informasi Geospasial (BIG). Kementerian/Lembaga tersebut mempunyai peran dan kewenangan masing-masing yang diatur dalam Perpres tersebut sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

Kementerian ATR/ BPN yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria, pertanahan, dan tata ruang mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pengendalian alih fungsi lahan sawah. Peran tersebut diantaranya yaitu:

a. Melakukan verifikasi lahan sawah terhadap data pertanahan dan tata ruang;

b.  Sebagai Ketua Harian Tim Terpadu Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah, Menteri ATR/Kepala BPN menetapkan Peta Lahan Sawah Dilindungi (LSD);

c. Melakukan pengendalian terhadap integrasi Peta LSD ke dalam Peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW);

d. Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap alih fungsi pada lahan yang telah ditetapkan sebagai LSD maupun LP2B; dan

e. Melakukan  penertiban terhadap pelanggaran alih fungsi lahan.

 

BAGAN ALUR PENGENDALIAN FUNGSI LAHAN

 


Penetapan lahan sawah dilindungi diawali dengan Verifikasi Lahan Sawah yang dilakukan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG), Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dan Kementerian Pertanian. Hasil verifikasi oleh kemeterian/ lembaga tersebut dilanjutkan dengan proses sinkronisasi oleh Tim Terpadu yang dipimpin Menko Perekonomian. Berdasarkan usulan Tim Terpadu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional menetapkan Peta Lahan Sawah Dilindungi (LSD) per kabupaten/ kota dengan skala 1:5.000.

Peta LSD digunakan sebagai bahan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya dalam penetapan LP2B pada rencana tata ruang wilayah dan rencana rinci tata ruang. Pada tahun 2020, penetapan LSD akan dilakukan pada kabupaten/kota di delapan provinsi yaitu Bali, Banten, D.I.Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Sumatera Barat. Sejumlah 12 provinsi (Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan) yang telah diverifikasi pada tahun 2019 dilanjutkan dengan klarifikasi kepada Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Pada 13 provinsi lainnya (Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua) akan dilakukan verifikasi lahan sawah terhadap data pertanahan dan tata ruang. Dengan demikian, pada tahun 2020, seluruh lahan sawah di Indonesia telah terverifikasi sehingga pada tahun berikutnya dapat ditetapkan lahan sawah dilindungi pada seluruh kabupaten/kota.

 

 

Sumber: TIM PENGENDALIAN AFLS Dalam BULETIN PENATAAN RUANG EDISI 3 | MEI - JUNI 2020

Sabtu, 16 Juli 2022

FASILITASI PENERTIBAN (FASTIB) ALIH FUNGSI RTH MENJADI PERUMAHAN

TELAH dilaksanakan kegiatan Fasilitasi Penertiban untuk penanganan kasus indikasi pelanggaran pemanfaatan ruang terbuka hijau (RTH) menjadi perumahan di Kelurahan Sukamenanti, Kecamatan Kedaton, Kota Bandar Lampung. Dalam kegiatan yang diselenggarakan pada tanggal 16-17 Juli 2019 tersebut dibuka dan dipimpin oleh Kasubdit Penertiban Pemanfaatan Ruang Wilayah I, Stevanus Eko Pramuji di Hotel Emersia Bandar Lampung.

Fasilitasi Penertiban

Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Dalam rangka mewujudkan penataan ruang yang berdaya guna, berkualitas, dan berkelanjutan perlu dilakukan pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang akuntabel dan dapat dipertanggungjawabkan.

Dalam perjalanannya, meski proses penataan ruang direncanakan dengan kajian ilmiah yang sedemikian rupa ternyata dalam penyelenggaraannya banyak pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana. Salah satu contohnya yakni pemanfaatan RTH menjadi perumahan di Kelurahan Sukamenanti, Kecamatan Kedaton, Kota Bandar Lampung. Upaya implementasi penataan ruang yang tertib diwujudkan melalui pengendalian pemanfaatan ruang.

Kegiatan Fastib dilakuka dalam rangka penegakan hukum dengan mendorong Pemerintah Daerah untuk menerapkan sanksi administratif di daerah. Kegiatan ini merupakan tindak sosialisasi, pencegahan, sekaligus peringatan demi meningkatkan kesadaran masyarakat, pemerintah dan semua pihak dalam mewujudkan tertib ruang dengan memaksimalkan fungsi kinerja PPNS Penataan Ruang.

Kronologis Singkat

Kegiatan Fastib di Kota Bandar Lampung ini bermula dari temuan PPNS Penataan Ruang pada saat kegiatan pemasangan plang terhadap indikasi pelanggaran pemanfaatan ruang berupa aktivitas penambangan yang dilakukan pada kawasan RTH. Pada saat kegiatan berlangsung, terlihat adanya pembangunan perumahan di kawasan Kelurahan Sukamenanti.

Proses Fastib di Kota Bandar Lampung

Pada saat artikel ini ditulis, perkembangan kegiatan fastib sudah sampai pada proses pengiriman surat peringatan dari Pemerintah Daerah kepada pengembang agar menghentikan kegiatan tersebut. “Pertemuan hari ini guna menindaklanjuti surat peringatan dan sebagai langkah tindak lanjut dari kegiatan fastib di kota Bandar Lampung. Diharapkan dari pertemuan hari ini mendapat kesepakatan tindak lanjut setelah adanya surat peringatan” Ucap Stevanus.

Menurut Sekretaris Dinas Perumahan dan Pemukiman Kota Bandar Lampung, Hairul Akmal, pihak pengembang telah mengirimkan surat balasan terkait surat peringatan tersebut. Dalam suratnya, pengembang berjanji akan menghentikan pembangunan namun meminta solusi kepada Pemerintah Daerah Kota Bandar Lampung terkait bangunan yang telah berdiri, mengingat banyak masyarakat yang ingin memiliki hunian di perumahan tersebut.

Pada saat tim Subdit Penertiban Pemanfaatan Ruang Wilayah I melakukan survei ke lapangan, terlihat pembangunan sudah dihentikan, ada sekitar 29 rumah sudah terbangun (17/7).

Hasil dari pertemuan tersebut disepakati bahwa Kementerian ATR/BPN akan mengeluarkan surat rekomendasi kepada Pemerintah Kota Bandar Lampung untuk melakukan pembongkaran terhadap bangunan yang sudah berdiri disertai pencabutan izin yang telah diberikan karena pemberian izin tidak sesuai dengan rencana tata ruang

 

 

Sumber: Oleh STEVANUS EKO PRAMUJI, S.SOS., MSI dan VIORIZZA SUCIANI PUTRI, SH Dalam BULETIN PENATAAN RUANG  EDISI 4 | JULI - AGUSTUS 2019