Peringatan
Hari Tata Ruang 2010 mengangkat tema Smart Green City Planning atau Perencanaan
Cerdas Mewujudkan Kota Hijau, yakni mengedepankan kepentingan perencanaan kota
hijau secara cerdas melalui pertimbangan ekonomi lingkungan , sosial budaya dan
tata kelola secara berkelanjutan . Penyelenggaraan Hari Tata Ruang ini juga
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan apresiasi publik serta para pemangku
kepen - tingan terhadap penataan ruang . Bagaimanakah tanggapan dari Direktur
Jenderal Penataan Ruang Kementerian PU, Imam S. Ernawi, mengenai hal tersebut ?
Berikut intisari wawancara KIPRAH dengan beliau .
Peringatan Hari Tata Ruang tahun ini mengangkat tema Smart
Green City Planning. Apa yang melatarbelakangi diangkatnya tema tersebut?
Perkembangan
kota yang tidak terkelola dengan baik akan cenderung tidak terkendali dan
mengakibatkan persoalan turunan seperti kemacetan lalu lintas, tumbuhnya
kawasan-kawasan kumuh perkotaan dan lainnya. lni disebut sebagai urban paradox,
yaitu kota yang diharapkan menciptakan kesejahteraan sebagai engine of growth
justru melahirkan kantong -kantong kemiskinan baru . Kota itu selain
direncanakan harus pula dirancang pemanfaatan dan pengendaliannya . Untuk itu,
perlu draf Rencana Tata Ruang Wilayah atau RTRW dan Rencana Detail Tata Ruang
Kota (RDTRK) yang memuat rencana makro dan mikro arah perkembangan suatu kota.
lsu-isu tersebut memperlihatkan bahwa kualitas penataan ruang, terutama
pengendalian yang kita upayakan selama ini masih sangat terbatas. Untuk itulah
, ke depan kita harus lebih memberikan perhatian terhadap aspek pemanfaatan dan
pengendalian ruang untuk menjamin keberlanjutan kawasan perkotaan kita .
Apakah kebijakan dan perencanaan tata ruang kota-kota di
Indonesia saat ini sudah mengarah ke green city?
Saat
ini kebijakan dan arah perencanaan kota - kota di Indonesia telah mengarah pada
green city concept. Hal ini dapat ditunjukkan dari aspek perencanaan. Rencana
tata ruang kota-kota di Indonesia yang saat ini tengah didorong (percepatan)
penyelesaian perdanya, telah merujuk pada UU Penataan Ruang serta pedoman
terkait, seperti Permen No. 17 tahun 2009 tentang Pedoman RTRW Kota yang
mensyaratkan beberapa hal pokok berkaitan dengan kebijakan dan strategi
perwujudan kota hijau, seperti pertimbangan terhadap daya dukung lingkungan,
perlindungan terhadap kawasan lindung, pengaturan pusat-pusat kegiatan yang
berjenjang dan berhierarki serta pembagian peran dan fungsi pada kota-kota
metropolitan, pengembangan jaringan sistem transportasi umum dan jalur khusus
pejalan kaki, pengembangan RTH minimal 30% dari luas kota dan pengembangan
jaringan infrastruktur seperti jaringan air minum, serta pengolahan sampah dan
air limbah.
Namun
demikian, perwujudan kota-kota ke arah kota hijau tidak hanya pada aspek
perencanaan saja namun juga pada aspek pemanfaatan dan pengendalian tata ruang
sebagai suatu siklus yang berkepanjangan. Perencanaan tata ruang dengan konsep
yang baik namun juga dalam pelaksanaan/ pemanfaatan dan pengendaliannya tidak
berjalan sesuai rencana tidak akan dapat tercapai juga kota hijau yang menjadi
harapan kita bersama.
Apa saja yang menjadi indikator dari perencanaan tata ruang
untuk mewujud - kan kota hijau?
Menurut
hemat saya, terdapat beberapa indikator dari perencanaan tata ruang untuk
mewujudkan kota hijau. Diantaranya, aspek ekonomi yang berarti kemampuan untuk
memanfaatkan sumber daya lokal atau regional secara produktif bagi
kesejahteraan masyarakat untuk jangka panjang tanpa merusak sumber daya alam.
Ada juga aspek lingkungan terkait pada dampak dari proses produksi dan konsumsi
kota dan terkait pada daya dukung lingkungan, termasuk di dalamnya konsep zero
waste, konsep zero run off, infrastruktur hijau, transportasi hijau, RTH seluas
30% dari luas kota, green building, dan partisipasi masyarakat.
Lalu
ada aspek sosial budaya. Dimensi ini berupa intervensi yang memungkinkan
kesetaraan akses dan hak-hak atas sumber-sumber alam dan modal terutama bagi
kaum miskin dan terpinggirkan. Terakhir adalah aspek tata kelola terkait dengan
kualitas sistem tata pemerintahan yang mengatur hubungan dan tindakan-tindakan
pelbagai pelaku-pelaku dari aspek di atas dalam rangka mewujudkan kota hijau
yang berkelanjutan.
Sejauh mana target serta pencapaian perencanaan kota hijau
yang diterapkan di Indonesia, terutama RTH dan infrastruktur hijau?
Pencapaian
RTH di kota-kota di Indonesia beragam, seperti kota-kota di pulau Jawa yang
sangat padat dimana ketersediaan lahan terbatas, maka proses pencapaian luas
RTH 30% dilakukan secara bertahap, baik dengan penyediaan lahan maupun dengan
penerapan teknologi tinggi. Sementara itu, kota - kota di luar Jawa, dimana
masih banyak lahan hijaunya, maka lahan hijau tersebut harus dipertahankan dan
ditingkatkan kualitasnya . Saat ini 419 kota dan kabupaten sedang melakukan
konsultasi perubahan draf RTRW 2010-2030 ke tingkat pusat yang diharapkan
selesai tahun 2011. Langkah ini perlu diikuti dengan penyesuaian langkah dan
waktu yang diperlukan untuk mencapainya.
Beberapa
contoh studi kasus dalam penyediaan RTH seperti di DKI Jakarta dan Kata Bandung
adalah pengembalian fungsi RTH yang ditandai dengan dibongkarnya SPBU di semua
jalur hijau kota, di Surakarta dengan mengembalikan fungsi sempadan yang
digunakan oleh PKL dan permukiman kumuh, dan lain sebagainya.
Apa saja kendala dalam mewujudkan kota hijau di Indonesia?
Kendalanya
dapat dicermati dalam beberapa aspek. Pertama, turbinlakwas (pengaturan,
pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan). Peraturan perlu dilengkapi dengan
peraturan turunan yang sifatnya lebih detail, pembinaan terkait belum
optimalnya kapasitas kelembagaan, pelaksanaan Rencana Tata Ruang belum
sepenuhnya digunakan sebagai acuan pembangunan dan Pengawasan dari aparat pun
kurang optimal. Kedua aspek ekonomi, terutama masalah tingginya pendanaan dan
terbatasnya lahan perkotaan. Kemudian, aspek sosial dimana ada perilaku
sebagian masyarakat yang kontraproduktif dan destruktif, serta kurangnya
pemahaman masyarakat. Kemudian aspek lingkungan, terkait peningkatan jumlah
penduduk dan pembangunan yang cenderung berorientasi ekonomi. Lalu, aspek tata
kelola yang mana masih rendahnya kerja sama dan koordinasi antarsektor.
Terakhir, aspek spasial, terkait perkembangan kawasan kota yang cenderung
ekspansif dan menunjukkan gejala urban sprawl yang tak terkendali.
Bagaimanakah peran Petugas Penyidik Tata Ruang?
Peran
penyidik tata ruang adalah melakukan pembinaan penegakan hukum melalui
sosialisasi peraturan perundangan mengenai tata ruang, melakukan penyelidikan
apabila terdapat dugaan penyalahgunaan fungsi ruang dan melaksanakan penyidikan
tindak pidana penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam pasal 69 sampai dengan
pasal 73 UU nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, apabila ditemukan
pelanggaran rencana tata ruang, pemanfaatan tata ruang tidak sesuai dengan
izin, pelanggaran perizinan pemanfaatan tata ruang, penutupan akses dan
penerbitan izin tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
Sumber : Oleh Imam S. Ernawi: Dalam KIPRAH Volume 40/ September-Oktober Tahun 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar