RENCANA Detail Tata Ruang (RDTR) menjadi dokumen penting dalam peningkatan investasi yang mulai dikemukakan sejak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik. Pelaku usaha wajib memiliki izin usaha yang diterbitkan oleh Lembaga Online Single Submission (OSS). Izin usaha diterbitkan setelah lembaga OSS menerbitkan salah satunya adalah izin lokasi berdasarkan komitmen. Jika lokasi yang dimohonkan pelaku usaha sudah sesuai dengan RDTR, izin lokasi dapat diberikan tanpa komitmen. PP Nomor 24 tahun 2018 yang sudah diperbaharui dengan PP No. 5 tahun 2021 tentang Penyelenggaran Perizinan Berbasis Risiko ini memberikan ruang kemudahan untuk berinvestasi apabila lokasi usaha sudah memiliki RDTR, sehingga RDTR menjadi dokumen yang sangat penting untuk perizinan berusaha.
Terbitnya
Undang-undang Cipta Kerja (UUCK) menguatkan Rencana Tata Ruang sebagai panglima
dari proses investasi di Indonesia. RDTR menjadi ujung tombak referensi dalam
proses perizinan sehingga dibutuhkan penyediaan RDTR dengan kualitas yang baik.
Percepatan penyediaan RDTR ini menjadi program utama dalam memberikan kepastian
untuk peningkatan investasi. Beberapa terobosan yang dilakukan melalui UUCK dan
peraturan turunannya yaitu PP No. 21 tahun 2021 dan Peraturan Menteri
ATR/Kepala BPN No. 11 tahun 2021 terhadap percepatan penyediaan RDTR antara
lain:
1.
Batasan waktu penyelesaian RDTR menjadi 12 bulan yang meliputi 8 bulan untuk
proses penyusunan dan 4 bulan untuk proses penetapan.
2.
RDTR ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) yang menjadi
kewenangan Wali Kota/Bupati yang proses penetapannya tidak perlu melalui proses
pembahasan dengan legislatif yang dapat memakan waktu cukup lama.
3.
Pemberian surat persetujuan substansi sebagai syarat penerbitan Perkada RDTR
memiliki batas waktu 20 hari kerja setelah dilakukan pembahasan lintas sektor.
4.
Wali Kota/Bupati hanya memiliki waktu 1 (satu) bulan untuk menetapkan Perkada
RDTR pasca penerbitan surat persetujuan substansi dari Kementerian ATR/BPN.
5.
Adanya kepastian RDTR akan ditetapkan sebagai peraturan dengan pengambilalihan
penetapan RDTR menjadi Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN apabila dalam 1 bulan
RDTR tidak ditetapkan menjadi Perkada.
Sebagai
dasar pemberian izin melalui sistem OSS, dukungan standar basis data untuk
proses digitalisasi sangat dibutuhkan. RDTR yang disusun harus menyesuaikan
dengan standar basis data sehingga dapat dibaca oleh sistem OSS. Standar basis
data untuk penyusunan RDTR telah diatur dalam Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN
No. 14 tahun 2021. Selain itu, dukungan pemanfaatan teknologi informasi juga
telah dikembangkan dengan berbagai platform online, seperti GISTARU, RTR online
dan RDTR interaktif.
Peningkatan
jumlah RDTR ini tidak terlepas dari berbagai pihak, baik dari pemerintah daerah
maupun pemerintah pusat, seperti Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
yang berkepentingan terhadap peningkatan ekonomi, Badan Informasi Geospasial
selaku walidata peta dasar skala besar, Kementerian Lingkungan Hdup dan
Kehutanan berkaitan dengan Kajian Lingkungan Hidup Strategis, Kementerian
Keuangan yang memberikan dana tambahan, Kantor Staf Presiden dan juga Komisi
Pemberantasan Korupsi. Kementerian ATR/BPN sebagai pembina penataan ruang di
daerah berkewajiban untuk mengawal penyelesaian RDTR hingga diintegrasikan
dengan sistem OSS dengan kualitas yang baik.
RDTR dan Sistem OSS
Berdasarkan
PP Nomor 5 tahun 2021, pelaksanaan perizinan berusaha berbasis risiko dilakukan
secara elektronik dan terintegrasi melalui sistem OSS. Terdapat tiga subsistem
dari sistem OSS, yaitu subsistem pelayanan informasi, susbsistem perizinan
berusaha, dan subsistem pengawasan. Dalam subsistem pelayanan informasi, sistem
OSS menyediakan informasi dalam memperoleh perizinan berusaha berbasis risiko
yang diantaranya memuat KBLI, rencana tata ruang dan juga persyarataan dasar
yang meliputi KKPR, persetujuan bangunan gedung, dan sertifikat laik fungsi
serta persetujuan lingkungan. Mengacu kepada pengaturan PP Nomor 5 tahun 2021,
RDTR mempunyai peran dalam percepatan investasi yaitu:
1.
RDTR menyediakan informasi awal pelaku usaha terkait lokasi kegiatan usaha yang
dimohonkan (subsistem pelayanan informasi OSS)
2.
RDTR membantu percepatan perizinan berusaha OSS RBA. Konfirmasi KKPR dapat
diterbitkan secara otomatis pada lokasi dimana sudah tersedia RDTR terintegrasi
dengan OSS
Untuk
dapat menjadi dasar penerbitan konfirmasi KKPR, ada proses yang perlu dilakukan
terlebih dahulu yaitu mengintegrasikan RDTR yang sudah ditetapkan ke dalam
sistem OSS. Proses integrasi ini belum sepenuhnya dipahami oleh berbagai pihak,
terutama pemerintah daerah yang akan melakukan integrasi tersebut.
Mekanisme
integrasi RDTR dengan sistem OSS RBA, secara substansi sudah dimulai sejak
penyusunan RDTR. Salah satu proses yang perlu dilakukan dalam integrasi RDTR ke
dalam sistem OSS adalah melakukan digitalisasi muatan RDTR (Intensitas
Pemanfaatan Ruang, Ketentuan Tata Bangunan, ITBX, dan Peta). Digitalisasi
dilakukan oleh pemerintah daerah dengan bimbingan dari Kementerian ATR/BPN c.q.
Direktorat Jenderal Tata Ruang. Proses digitalisasi muatan RDTR sudah dimulai
sejak surat persetujuan substansi RDTR ditandatangani oleh Menteri ATR/kepala
BPN, c.q. Direktur Jenderal Tata Ruang. Setelah proses digitalisasi selesai,
proses integrasi ke dalam sistem OSS mulai dilakukan. Proses integrasi
dilakukan oleh kementerian investasi/BKPM setelah melakukan uji coba terlebih
dahulu. Berikut alur integrasi RDTR dengan sistem OSS RBA:
Perkembangan
integrasi RDTR antara GISTARU-RDTR Interaktif dengan OSS RBA, masih jauh dari
yang diharapkan. Sampai dengan bulan Februari 2024, jumlah RDTR yang telah
terintegrasi dengan sistem OSS baru 210 RDTR. Kecepatan integrasi RDTR OSS
belum dapat mengimbangi terbitnya Perkada RDTR. Hal ini tentunya menjadi
tantangan ke depan bagaimana proses integrasi bisa dilakukan secara lebih cepat
dan efisien, mengikuti kecepatan proses penyelesaian RDTR di daerah.
RDTR dan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI)
Konfirmasi
KKPR yang diterbitkan oleh sistem OSS – RBA tidak terlepas dari jenis kegiatan
usaha yang akan dimohonkan. Tabel ITBX adalah tabel yang mengatur berbagai
jenis kegiatan usaha yang dapat diizinkan (I), diizinkan bersyarat (B),
diizinkan terbatas (T) atau dilarang (X) pada zona/sub zona pola ruang.
Kegiatan usaha yang diatur dalam tabel ITBX RDTR untuk sistem OSS-RBA ini
mengacu kepada jenis kegiatan usaha berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha
Indonesia (KBLI) yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik.
KBLI
merupakan pengklasifikasian aktivitas/kegiatan ekonomi Indonesia yang
menghasilkan produk/ output, berupa barang maupun jasa, berdasarkan lapangan
usaha. KBLI disusun berdasarkan Internasional Standard Industrial
Classification of All Economic Activities (ISIC) yang diterbitkan oleh United
Nations of Statistical Division (UNSD). KBLI disempurnakan paling cepat 5 tahun
sekali atau jika ada rujukan internasional terbaru. KBLI terakhir diterbitkan
adalah KBLI 2020 (Peraturan BPS No. 2/2020).
Ruang
lingkup klasifikasi KBLI terbatas pada unit yang terlibat dalam aktivitas
ekonomi, yang ditandai adanya input, proses produksi, dan menghasilkan output.
Dalam klasifikasi, seluruh data dikelompokkan ke dalam kelas-kelas yang
sehomogen seusai kaidah atau standar tertentu. Kegiatan yang memiliki proses
yang sama, baik menggunakan mesin atau manual dalam memproduksi barang atau
jasa, dikelompokkan bersama dalam satu kode KBLI. Struktur pengkodean KBLI
terbagi atas: Kategori (Alfabet), Golongan pokok (2 digit), Golongan (3 digit),
Sub golongan (4 digit) dan Kelompok (5 digit).
Contoh
struktur Pengkodean KBLI 2020 sebagai berikut :
Penyusun
RDTR perlu memahami dan memperhatikan jenis kegiatan usaha atau kodefikasi
kegiatan berusaha dalam KBLI 2020. Strukturisasi data, terminologi,
karakteristik/sifat, kebutuhan ruang, dan aturan sektoral terkait pada setiap
KBLI kegiatan menjadi penting di dalam pengaturan pada tiap-tiap alokasi ruang.
Untuk kode KBLI yang dimuat dalam tabel ITBX, sebaiknya menggunakan KBLI digit
5. Namun, sistem OSS masih bisa membaca kode KBLI sampai digit 3.
RDTR
terintegrasi OSS menjadi dasar pemberian KKKPR sudah menjadi peraturan yang
harus dilalui dalam proses perizinan. Perizinan berbasis sistem OSS bertujuan
mengurangi peluang indikasi korupsi dalam bidang perizinan. Adanya sistem OSS
dapat mereduksi waktu proses perizinan berusaha sehingga diharapkan dapat
mempercepat ralisasi investasi.
Memperhatikan
jumlah pertambahan jumlah RDTR terintegrasi OSS yaitu 210 RDTR (status Februari
2024), juga diikuti dengan peningkatan jumlah KKKPR yang terbit sampai dengan
awal tahun 2024 sejumlah 191.277 K-KKPR. Dengan pertambahan jumlah KKKPR,
diharapkan RDTR ikut membantu percepatan investasi.
Dinamika
pembangunan menjadi salah satu tantangan dari RDTR. Terdapat beberapa daerah
yang mengajukan permohonan untuk perubahan muatan RDTR sebelum satu tahun
Perkada tersebut ditetapkan. Sebagian besar perubahan yang diinginkan
disebabkan adanya pengaturan peraturan zonasi khususnya tabel ITBX yang kurang
lengkap pada suatu RDTR yang menyebabkan permohonan KKKPR tertolak.
Terhadap
daerah yang mengajukan permohonan perubahan, sejauh ini yang sudah dilakukan
untuk mengakomodir permohonan investasi tersebut adalah: (a) Jika jenis
kegiatan yang dimohonkan sudah diatur dalam RDTR, meskipun tidak muncul kode
KBLI-nya, akan dilakukan mapping KBLI dan mengubah Data Base Peraturan Zonasi
(DBPZ). (b) Jika jenis kegiatan dimohonkan sama sekali tidak diatur dalam RDTR,
harus dilakukan revisi RDTR. Tantangan selanjutnya adalah beberapa RDTR yang
disusun tidak mengikuti pengaturan dari RTRWK yang berlaku saat itu (tidak
compliance).
RDTR
merupakan pendetailan dari RTRWK yang seyogyanya pengaturan dari RDTR sejalan
dengan RTRWK yang berlaku. Permasalahan akan muncul ketika revisi RTRWK
diindikasikan bahwa muatan dalam RDTR yang disusun menjadi sebuah pemutihan.
Pelanggaran yang mungkin terjadi belum sempat ditindaklanjuti dengan
penyelesaian pelanggarannya, namun sudah dilegalkan dengan adanya RDTR.
Sehingga dalam penyusunan RDTR perlu kehati-hatian dan memperhatikan hasil
audit yang pernah dilakukan.
Strategi untuk RDTR yang Berkualitas di Masa Mendatang
1.
Strategi kedepan terkait dengan data, yaitu:
• mendorong
pemanfaatan data IGT kebijakan satu peta;
• mendorong
walidata untuk menyediakan IGT penyusunan RDTR;
• percepatan
penyediaan peta dasar skala 1:5.000;
• mendorong
pengembangan Big Data yang sudah menggunakan sharing data dari K/L.
2.
Strategi ke depan terkait proses integrasi RDTR
ke dalam sistem OSS:
•
Penyederhanaan proses dan prosedur integrasi RDTR ke dalam sistem OSS serta
sosialisasi secara intensif kepada pemerintah daerah terkait mekanisme
integrasi RDTR ke dalam sistem OSS;
• Perlunya
penyesuaian daftar kegiatan RDTR dengan KBLI OSS, dibutuhkan pedoman matriks
alokasi ruang antara kegiatan ruang RDTR dengan kode KBLI pada masing – masing
sektor. Dalam proses penyusunan RDTR perlu mencantumkan jenis kegiatan usaha
(KBLI) mempertimbangkan prospek investasi melibatkan DPMPTSP
•
Peningkatan algoritma logic d a n pengembangan fitur sehingga sistem OSS dapat
membaca secara utuh muatan RDTR: peningkatan algoritma logic untuk permohonan
yang lebih kompleks (contoh: multi KBLI pada satu lokasi yang memiliki RDTR,
lintas zona RDTR dan non RDTR, multi ketentuan khusus pada satu lokasi)
•
Penyesuaian data dan informasi yang mendukung memastikan tampilnya seluruh
ketentuan terkait ITBX dalam produk KKKPR, perlu standarisasi format inputan
data
•
Peningkatan kapasitas infrastruktur digital: peningkatan kapasitas
infrastruktur digital dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih optimal
serta migitasi risiko bila layanan KKKPR RDTR OSS tidak berjalan.
3.
Untuk mengoptimalkan RDTR agar mampu memberikan
kepastian dalam proses investasi, kualitas RDTR perlu ditingkatkan. Strategi
untuk meningkatkan kualitas dilakukan dengan:
• RDTR harus
disusun dengan analisis berbasis rencana (bukan eksisting) berdasarkan kondisi
wilayah secara spasial,
•
mengoptimalisasi peruntukan lahan dengan mempertimbangkan pertambahan nilai
lahan,
• m e l a ku
k a n a n a l i s i s o p t i m a s i K B L I berdasarkan analisis potensi
investasi berbasis skenario,
•
optimalisasi pengaturan ITBX dan penerapan teknik pengaturan zonasi.
Di
masa mendatang diharapkan RDTR dapat menjadi lebih mudah dipahami dan hasil
yang berkualitas dan didukung dengan sistem OSS yang optimal. KKKPR yang
diterbitkan sesuai dengan apa yang diatur dalam RDTR dan tidak menimbulkan
konflik di kemudian hari. Peran RDTR dalam peningkatan investasi dan
pengembangan wilayah semakin jelas menunjukan tata ruang adalah panglima
pembangunan.
Sumber : oleh Reny Windyawati, ST, MSc dalam BULETIN
Penataan Ruang Edisi I | Januari - April 2024
Tidak ada komentar:
Posting Komentar