Sabtu, 10 Agustus 2024

PROTOTIPE RDTR HASIL TERJEMAHAN SPASIAL DARI STANDAR-STANDAR

Pengantar

Mengaplikasikan SNI 03 1733 Tahun 2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan dan Konsep Garden City menghasilkan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Wilayah Perencanaan (WP) berbentuk lingkaran sempurna dengan radius 3 km seluas 2.828,57 Ha, yang melayani penduduk skala kecamatan berjumlah 120.000 jiwa. Komposisinya meliputi Ruang Terbuka Hijau (RTH) seluas 848,57 Ha (24%), Badan Jalan dan Infrastruktur seluas 565,71 Ha (21%), Perumahan seluas 1,206,55 Ha (42%), Fasos/ Fasum dan Pekantoran seluas 53,03 Ha (2%), Perdagangan Jasa seluas 30,32 Ha (1%), dan Lahan Cadangan seluas 124,39 Ha (10%).

Prototipe RDTR sesuai dengan Standar Permukiman

Pijakan paling awal dalam penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) adalah dengan mengetahui titik pusat kegiatan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang nantinya akan didetailkan kembali pada RDTR beserta estimasi proyeksi penduduknya pada 20 (dua puluh) tahun ke depan. Berdasarkan SNI 03 1733 Tahun 2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan dan pedoman-pedoman penyusunan rencana tata ruang: Megapolis dalam RTRW ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dengan penduduk di atas 1 Juta jiwa, seperti: Jakarta, Surabaya, Medan, Bandung, Semarang, dan Makassar. Metropolis dalam RTRW ditetapkan sebagai PKN atau Pusat Kegiatan Wilayah ( P K W ) b e r u p a k o t a - k o t a administratif dengan jumlah penduduk mulai 480.000 jiwa sampai dengan 999.999 jiwa. Pusat Kecamatan Perkotaan yang berfungsi melayani kegiatan skala kabupaten atau antar kecamatan dalam RTRW ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL) dengan jumlah penduduk mulai 120.000 jiwa sampai dengan 479.999 jiwa. Pusat Kelurahan yang melayani kegiatan antar kelurahan/desa dalam RTRW ditetapkan sebagai Pusat Pelayanan Kawasan (PPKaw) dengan penduduk mulai 30.000 jiwa sampai dengan 119.999 jiwa. Pusat Rukun Warga (RW) dalam RTRW ditetapkan sebagai Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) dengan penduduk mulai 2.500 jiwa sampai dengan 29.999 jiwa. Pendetailan rencana pola ruang pada titik-titik pusat kegiatan meliputi pengaturan jarak/radius dan luas beserta kebutuhan jaringan prasarananya dapat mengacu SNI 03 1733 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pe r e n c a n a a n L i n g k u n g a n Perumahan di Perkotaan. Lingkup SNI ini bekerja paling tajam untuk “mengisi” kebutuhan sumber daya buatan pada level PKL dan turunan hierarkinya, yakni PPKaw, dan PPL.

Penetapan Rencana Konstelasi Hierarki Titik Pusat Pelayanan dan Hierarki Jaringan Jalan

Sebuah titik pusat pelayanan b e r w u j u d l i n g k a r a n u t u h s e m p u r n a d i l a p a n g a n merupakan bentuk paling ideal dari Wilayah Perencanaan (WP) karena radius elayanannya mampu menjangkau merata k e s e l u r u h W P. M a k s u d penyusunan prototipe RDTR ini adalah untuk menguji tingkat spasialisasi konstelasi titik pusat pelayanan sesuai Pedoman Penyusunan RDTR (Permen ATR/Ka BPN Nomor 11 Tahun 2021), standar hierarki jaringan pergerakan sekunder yang menghubungkannya (PP Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan) dan “isian” standar rencana pola ruang dan jaringan prasarana lainnya sesuai dengan Standar Permukiman Perkotaan (SNI 03 1733 2004) sesuai dengan input jumlah penduduk yang direncanakan. Prototipe Titik Pusat Pelayanan d a n J a r i n g a n Pe rg e r a k a n direncanakan dengan kriteria sebagai berikut:

• Pusat Kecamatan Perkotaan dengan Proyeksi Penduduk: 120.000 Jiwa (SNI 03 1733 2004 Standar Permukiman Perkotaan)

• Konsep Rencana: 1 PPK Skala Kecamatan dan 6 SPPK Skala Kelurahan

• Luas WP = Luas Lingkaran Pelayanan Kota Kecamatan Radius 3 Km (SNI 03 1733 2004 Standar Permukiman Perkotaan) = 2.828,57 Ha

• R a d i u s P P K , S P P K , P L d a n H i e r a r k i S P U d a n Perdagangan Jasa dibuat berjarak 1-3 Km sesuai SNI.

• Arteri Sekunder didesain dengan lebar daerah milik jalan (DAMIJA) 2 x 38,5 meter

• Kolektor Sekunder didesain dengan lebar DAMIJA 2 x 29,2 meter

• Lokal Sekunder didesain dengan lebar DAMIJA 2 x 12 meter

• L i n g k u n g a n S e k u n d e r didesain dengan lebar DAMIJA 2 x 6,5 meter

Daya Tampung dan Arahan Komposisi Distribusi Peruntukan Ruang Utama

Diasumsikan WP berbentuk lingkaran ini hanya memiliki satu kelas daya tampung yakni daya tampung sedang dan dengan planning knowledge kita rencanakan menjadi Green City yang berkontribusi pada ruang publik (RTH + Infrastruktur) sebesar 45% (±1.300 Ha), 45% untuk Perumahan + Fasos + Fasum (±1.300 Ha) dan 10% untuk peruntukan lainnya (cadangan pengembangan).


Penetapan Rencana Jaringan Prasarana dan Rencana Pola Ruang

Konsep rencana jaringan prasarana dan sumber daya buatan sebagai berikut:

• Desain Kota merupakan miniaturisasi dari Garden City yang diusung oleh Ebenezer Howard dengan ukuran blok 1-2 hektar.

• Rasio Luas Perumahan berbanding Ruang Publik (RTH dan Infrastruktur) adalah 40:50. Sisa 10% untuk lahan cadangan perkembangan (negotiated development)

• Luas Ruang Infrastruktur yang diwakili oleh Badan Jalan mengikuti American Urban Standard yakni 20%.

• Kebutuhan (Sarana Pelayanan Umum (SPU) dan Perdagangan Jasa untuk standar 120.000 jiwa dihitung berdasarkan SNI, menghasilkan 2% untuk SPU dan Perkantoran, dan 1% untuk Perdagangan Jasa.

• Luas RTH mengikuti Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yakni RTH Publik sebesar 20%. Radius dan Luas Taman Kota di PPK dan Taman Kecamatan di SPPK mengikuti SNI dan Permen ATR/BPN Nomor 14 Tahun 2022 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan RTH.

 


 

 

 

Sumber: Oleh : YUDHA PERDANA, ST.,MT Dalam BULETIN Penataan Ruang Edisi I | Januari - April 2024

Rabu, 07 Agustus 2024

MENGUKUR PERAN RDTR DALAM PENINGKATAN INVESTASI DAN PENGEMBANGAN WILAYAH

RENCANA Detail Tata Ruang (RDTR) menjadi dokumen penting dalam peningkatan investasi yang mulai dikemukakan sejak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik. Pelaku usaha wajib memiliki izin usaha yang diterbitkan oleh Lembaga Online Single Submission (OSS). Izin usaha diterbitkan setelah lembaga OSS menerbitkan salah satunya adalah izin lokasi berdasarkan komitmen. Jika lokasi yang dimohonkan pelaku usaha sudah sesuai dengan RDTR, izin lokasi dapat diberikan tanpa komitmen. PP Nomor 24 tahun 2018 yang sudah diperbaharui dengan PP No. 5 tahun 2021 tentang Penyelenggaran Perizinan Berbasis Risiko ini memberikan ruang kemudahan untuk berinvestasi apabila lokasi usaha sudah memiliki RDTR, sehingga RDTR menjadi dokumen yang sangat penting untuk perizinan berusaha.

Terbitnya Undang-undang Cipta Kerja (UUCK) menguatkan Rencana Tata Ruang sebagai panglima dari proses investasi di Indonesia. RDTR menjadi ujung tombak referensi dalam proses perizinan sehingga dibutuhkan penyediaan RDTR dengan kualitas yang baik. Percepatan penyediaan RDTR ini menjadi program utama dalam memberikan kepastian untuk peningkatan investasi. Beberapa terobosan yang dilakukan melalui UUCK dan peraturan turunannya yaitu PP No. 21 tahun 2021 dan Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN No. 11 tahun 2021 terhadap percepatan penyediaan RDTR antara lain:

1. Batasan waktu penyelesaian RDTR menjadi 12 bulan yang meliputi 8 bulan untuk proses penyusunan dan 4 bulan untuk proses penetapan.

2. RDTR ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) yang menjadi kewenangan Wali Kota/Bupati yang proses penetapannya tidak perlu melalui proses pembahasan dengan legislatif yang dapat memakan waktu cukup lama.

3. Pemberian surat persetujuan substansi sebagai syarat penerbitan Perkada RDTR memiliki batas waktu 20 hari kerja setelah dilakukan pembahasan lintas sektor.

4. Wali Kota/Bupati hanya memiliki waktu 1 (satu) bulan untuk menetapkan Perkada RDTR pasca penerbitan surat persetujuan substansi dari Kementerian ATR/BPN.

5. Adanya kepastian RDTR akan ditetapkan sebagai peraturan dengan pengambilalihan penetapan RDTR menjadi Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN apabila dalam 1 bulan RDTR tidak ditetapkan menjadi Perkada.

Sebagai dasar pemberian izin melalui sistem OSS, dukungan standar basis data untuk proses digitalisasi sangat dibutuhkan. RDTR yang disusun harus menyesuaikan dengan standar basis data sehingga dapat dibaca oleh sistem OSS. Standar basis data untuk penyusunan RDTR telah diatur dalam Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN No. 14 tahun 2021. Selain itu, dukungan pemanfaatan teknologi informasi juga telah dikembangkan dengan berbagai platform online, seperti GISTARU, RTR online dan RDTR interaktif.



Peningkatan jumlah RDTR ini tidak terlepas dari berbagai pihak, baik dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat, seperti Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian yang berkepentingan terhadap peningkatan ekonomi, Badan Informasi Geospasial selaku walidata peta dasar skala besar, Kementerian Lingkungan Hdup dan Kehutanan berkaitan dengan Kajian Lingkungan Hidup Strategis, Kementerian Keuangan yang memberikan dana tambahan, Kantor Staf Presiden dan juga Komisi Pemberantasan Korupsi. Kementerian ATR/BPN sebagai pembina penataan ruang di daerah berkewajiban untuk mengawal penyelesaian RDTR hingga diintegrasikan dengan sistem OSS dengan kualitas yang baik.

RDTR dan Sistem OSS

Berdasarkan PP Nomor 5 tahun 2021, pelaksanaan perizinan berusaha berbasis risiko dilakukan secara elektronik dan terintegrasi melalui sistem OSS. Terdapat tiga subsistem dari sistem OSS, yaitu subsistem pelayanan informasi, susbsistem perizinan berusaha, dan subsistem pengawasan. Dalam subsistem pelayanan informasi, sistem OSS menyediakan informasi dalam memperoleh perizinan berusaha berbasis risiko yang diantaranya memuat KBLI, rencana tata ruang dan juga persyarataan dasar yang meliputi KKPR, persetujuan bangunan gedung, dan sertifikat laik fungsi serta persetujuan lingkungan. Mengacu kepada pengaturan PP Nomor 5 tahun 2021, RDTR mempunyai peran dalam percepatan investasi yaitu:

1. RDTR menyediakan informasi awal pelaku usaha terkait lokasi kegiatan usaha yang dimohonkan (subsistem pelayanan informasi OSS)

2. RDTR membantu percepatan perizinan berusaha OSS RBA. Konfirmasi KKPR dapat diterbitkan secara otomatis pada lokasi dimana sudah tersedia RDTR terintegrasi dengan OSS

Untuk dapat menjadi dasar penerbitan konfirmasi KKPR, ada proses yang perlu dilakukan terlebih dahulu yaitu mengintegrasikan RDTR yang sudah ditetapkan ke dalam sistem OSS. Proses integrasi ini belum sepenuhnya dipahami oleh berbagai pihak, terutama pemerintah daerah yang akan melakukan integrasi tersebut.

Mekanisme integrasi RDTR dengan sistem OSS RBA, secara substansi sudah dimulai sejak penyusunan RDTR. Salah satu proses yang perlu dilakukan dalam integrasi RDTR ke dalam sistem OSS adalah melakukan digitalisasi muatan RDTR (Intensitas Pemanfaatan Ruang, Ketentuan Tata Bangunan, ITBX, dan Peta). Digitalisasi dilakukan oleh pemerintah daerah dengan bimbingan dari Kementerian ATR/BPN c.q. Direktorat Jenderal Tata Ruang. Proses digitalisasi muatan RDTR sudah dimulai sejak surat persetujuan substansi RDTR ditandatangani oleh Menteri ATR/kepala BPN, c.q. Direktur Jenderal Tata Ruang. Setelah proses digitalisasi selesai, proses integrasi ke dalam sistem OSS mulai dilakukan. Proses integrasi dilakukan oleh kementerian investasi/BKPM setelah melakukan uji coba terlebih dahulu. Berikut alur integrasi RDTR dengan sistem OSS RBA:




Perkembangan integrasi RDTR antara GISTARU-RDTR Interaktif dengan OSS RBA, masih jauh dari yang diharapkan. Sampai dengan bulan Februari 2024, jumlah RDTR yang telah terintegrasi dengan sistem OSS baru 210 RDTR. Kecepatan integrasi RDTR OSS belum dapat mengimbangi terbitnya Perkada RDTR. Hal ini tentunya menjadi tantangan ke depan bagaimana proses integrasi bisa dilakukan secara lebih cepat dan efisien, mengikuti kecepatan proses penyelesaian RDTR di daerah.



RDTR dan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI)

Konfirmasi KKPR yang diterbitkan oleh sistem OSS – RBA tidak terlepas dari jenis kegiatan usaha yang akan dimohonkan. Tabel ITBX adalah tabel yang mengatur berbagai jenis kegiatan usaha yang dapat diizinkan (I), diizinkan bersyarat (B), diizinkan terbatas (T) atau dilarang (X) pada zona/sub zona pola ruang. Kegiatan usaha yang diatur dalam tabel ITBX RDTR untuk sistem OSS-RBA ini mengacu kepada jenis kegiatan usaha berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik.

KBLI merupakan pengklasifikasian aktivitas/kegiatan ekonomi Indonesia yang menghasilkan produk/ output, berupa barang maupun jasa, berdasarkan lapangan usaha. KBLI disusun berdasarkan Internasional Standard Industrial Classification of All Economic Activities (ISIC) yang diterbitkan oleh United Nations of Statistical Division (UNSD). KBLI disempurnakan paling cepat 5 tahun sekali atau jika ada rujukan internasional terbaru. KBLI terakhir diterbitkan adalah KBLI 2020 (Peraturan BPS No. 2/2020).

Ruang lingkup klasifikasi KBLI terbatas pada unit yang terlibat dalam aktivitas ekonomi, yang ditandai adanya input, proses produksi, dan menghasilkan output. Dalam klasifikasi, seluruh data dikelompokkan ke dalam kelas-kelas yang sehomogen seusai kaidah atau standar tertentu. Kegiatan yang memiliki proses yang sama, baik menggunakan mesin atau manual dalam memproduksi barang atau jasa, dikelompokkan bersama dalam satu kode KBLI. Struktur pengkodean KBLI terbagi atas: Kategori (Alfabet), Golongan pokok (2 digit), Golongan (3 digit), Sub golongan (4 digit) dan Kelompok (5 digit).

Contoh struktur Pengkodean KBLI 2020 sebagai berikut :

Penyusun RDTR perlu memahami dan memperhatikan jenis kegiatan usaha atau kodefikasi kegiatan berusaha dalam KBLI 2020. Strukturisasi data, terminologi, karakteristik/sifat, kebutuhan ruang, dan aturan sektoral terkait pada setiap KBLI kegiatan menjadi penting di dalam pengaturan pada tiap-tiap alokasi ruang. Untuk kode KBLI yang dimuat dalam tabel ITBX, sebaiknya menggunakan KBLI digit 5. Namun, sistem OSS masih bisa membaca kode KBLI sampai digit 3.

Tantangan Implementasi RDTR Sebagai Dasar Perizinan

RDTR terintegrasi OSS menjadi dasar pemberian KKKPR sudah menjadi peraturan yang harus dilalui dalam proses perizinan. Perizinan berbasis sistem OSS bertujuan mengurangi peluang indikasi korupsi dalam bidang perizinan. Adanya sistem OSS dapat mereduksi waktu proses perizinan berusaha sehingga diharapkan dapat mempercepat ralisasi investasi.

Memperhatikan jumlah pertambahan jumlah RDTR terintegrasi OSS yaitu 210 RDTR (status Februari 2024), juga diikuti dengan peningkatan jumlah KKKPR yang terbit sampai dengan awal tahun 2024 sejumlah 191.277 K-KKPR. Dengan pertambahan jumlah KKKPR, diharapkan RDTR ikut membantu percepatan investasi.



Dinamika pembangunan menjadi salah satu tantangan dari RDTR. Terdapat beberapa daerah yang mengajukan permohonan untuk perubahan muatan RDTR sebelum satu tahun Perkada tersebut ditetapkan. Sebagian besar perubahan yang diinginkan disebabkan adanya pengaturan peraturan zonasi khususnya tabel ITBX yang kurang lengkap pada suatu RDTR yang menyebabkan permohonan KKKPR tertolak.

Terhadap daerah yang mengajukan permohonan perubahan, sejauh ini yang sudah dilakukan untuk mengakomodir permohonan investasi tersebut adalah: (a) Jika jenis kegiatan yang dimohonkan sudah diatur dalam RDTR, meskipun tidak muncul kode KBLI-nya, akan dilakukan mapping KBLI dan mengubah Data Base Peraturan Zonasi (DBPZ). (b) Jika jenis kegiatan dimohonkan sama sekali tidak diatur dalam RDTR, harus dilakukan revisi RDTR. Tantangan selanjutnya adalah beberapa RDTR yang disusun tidak mengikuti pengaturan dari RTRWK yang berlaku saat itu (tidak compliance).

RDTR merupakan pendetailan dari RTRWK yang seyogyanya pengaturan dari RDTR sejalan dengan RTRWK yang berlaku. Permasalahan akan muncul ketika revisi RTRWK diindikasikan bahwa muatan dalam RDTR yang disusun menjadi sebuah pemutihan. Pelanggaran yang mungkin terjadi belum sempat ditindaklanjuti dengan penyelesaian pelanggarannya, namun sudah dilegalkan dengan adanya RDTR. Sehingga dalam penyusunan RDTR perlu kehati-hatian dan memperhatikan hasil audit yang pernah dilakukan.

Strategi untuk RDTR yang Berkualitas di Masa Mendatang

1.     Strategi kedepan terkait dengan data, yaitu:

• mendorong pemanfaatan data IGT kebijakan satu peta;

• mendorong walidata untuk menyediakan IGT penyusunan RDTR;

• percepatan penyediaan peta dasar skala 1:5.000;

• mendorong pengembangan Big Data yang sudah menggunakan sharing data dari K/L.

2.     Strategi ke depan terkait proses integrasi RDTR ke dalam sistem OSS:

• Penyederhanaan proses dan prosedur integrasi RDTR ke dalam sistem OSS serta sosialisasi secara intensif kepada pemerintah daerah terkait mekanisme integrasi RDTR ke dalam sistem OSS;

• Perlunya penyesuaian daftar kegiatan RDTR dengan KBLI OSS, dibutuhkan pedoman matriks alokasi ruang antara kegiatan ruang RDTR dengan kode KBLI pada masing – masing sektor. Dalam proses penyusunan RDTR perlu mencantumkan jenis kegiatan usaha (KBLI) mempertimbangkan prospek investasi melibatkan DPMPTSP

• Peningkatan algoritma logic d a n pengembangan fitur sehingga sistem OSS dapat membaca secara utuh muatan RDTR: peningkatan algoritma logic untuk permohonan yang lebih kompleks (contoh: multi KBLI pada satu lokasi yang memiliki RDTR, lintas zona RDTR dan non RDTR, multi ketentuan khusus pada satu lokasi)

• Penyesuaian data dan informasi yang mendukung memastikan tampilnya seluruh ketentuan terkait ITBX dalam produk KKKPR, perlu standarisasi format inputan data

• Peningkatan kapasitas infrastruktur digital: peningkatan kapasitas infrastruktur digital dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih optimal serta migitasi risiko bila layanan KKKPR RDTR OSS tidak berjalan.

3.     Untuk mengoptimalkan RDTR agar mampu memberikan kepastian dalam proses investasi, kualitas RDTR perlu ditingkatkan. Strategi untuk meningkatkan kualitas dilakukan dengan:

• RDTR harus disusun dengan analisis berbasis rencana (bukan eksisting) berdasarkan kondisi wilayah secara spasial,

• mengoptimalisasi peruntukan lahan dengan mempertimbangkan pertambahan nilai lahan,

• m e l a ku k a n a n a l i s i s o p t i m a s i K B L I berdasarkan analisis potensi investasi berbasis skenario,

• optimalisasi pengaturan ITBX dan penerapan teknik pengaturan zonasi.

Di masa mendatang diharapkan RDTR dapat menjadi lebih mudah dipahami dan hasil yang berkualitas dan didukung dengan sistem OSS yang optimal. KKKPR yang diterbitkan sesuai dengan apa yang diatur dalam RDTR dan tidak menimbulkan konflik di kemudian hari. Peran RDTR dalam peningkatan investasi dan pengembangan wilayah semakin jelas menunjukan tata ruang adalah panglima pembangunan.

 


 

 

 

 

 

Sumber : oleh Reny Windyawati, ST, MSc dalam BULETIN Penataan Ruang Edisi I | Januari - April 2024