Kamis, 14 Maret 2024

KONSEP RAMAH LINGKUNGAN DALAM PERENCANAAN TOILET DI KAWASAN WISATA

Pendahuluan

Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki banyak kekayaan berupa keindahan alami yang mampu menarik wisatawan mancanegara untuk datang berwisata. Pada tahun 2019 tercatat ada 1,5 miliar kunjungan wisatawan asing ke Indonesia, jumlah ini juga mengalami peningkatan sebesar 4% dari tahun sebelumnya. Kegiatan pariwisata merupakan salah satu sektor ekonomi unggulan yang mampu mendorong pendapatan ekonomi, pembangunan daerah dan membuka lapangan pekerjaan. Sektor pariwisata mampu menyumbang US$ 7,6 triliun atau 10,2% dari PDB global dan mampu membuka 292 juta lapangan pekerjaan (Elysia & Wihadanto, 2020).

Dalam meningkatkan pertumbuhan pariwisata tentunya diperlukan dukungan fasilitas umum yang memadai di setiap objek wisata. Kemudahan akses terhadap fasilitas umum perlu menjadi perhatian untuk mendukung pengembangan kawasan pariwisata. Salah satu fasilitas penting guna mendukung kegiatan pariwisata adalah fasilitas sanitasi, karena mampu menghadirkan pelayanan yang nyaman kepada pengunjung objek wisata. Semakin nyaman fasilitas sanitasi di kawasan tujuan wisata maka semakin meningkat wisatawan untuk dapat berwisata di kawasan tersebut (Subuh & Soamole, 2021). Selain itu fasilitas sanitasi pada tempat umum diperlukan untuk menjaga kesehatan dan agar terhindar penyebaran penyakit menular.

Salah satu sarana sanitasi yang penting di suatu objek wisata adalah sarana toilet atau jamban umum. Toilet umum adalah sarana yang disediakan untuk wisatawan yang berkunjung ke sebuah objek wisata. Penggunanya sangat beragam sehingga dapat menjadi tempat penyebaran penyakit apabila tidak terawat dengan baik dan tidak sehat. Terlebih lagi ketika sedang terjadi wabah Covid-19, memungkinkan penyebaran virus sangat cepat (Bagiastra & Damayanti, 2021).

Penyediaan sarana dan prasarana toilet umum di suatu objek wisata perlu memperhatikan konsep ramah lingkungan. Penerapan konsep ramah lingkungan memiliki banyak manfaat, yang utamanya adalah untuk menjaga kelestarian lingkungan di objek wisata tersebut. Konsep ramah lingkungan yang diterapkan di suatu bangunan, pada dasarnya harus dirancang secara menyeluruh atau memperhitungkan hubungan timbal balik dengan lingkungannya (Pane & Suryono, 2012). Selain itu, pembangunan toilet umum di kawasan wisata yang berbasis kearifan lokal dapat memberikan nilai tambah terhadap objek wisata tersebut.

Penerapan konsep ramah lingkungan dalam perencanaan toilet di kawasan wisata perlu dilakukan untuk mendukung pemenuhan sarana dan prasarana sanitasi di suatu objek wisata. Tidak cukup dengan penyediaan sarana yang standar, tetapi perlu didukung dengan penerapan konsep yang mendukung kawasan wisata serta meminimalisir dampak lingkungan dengan diterapkannya teknologi pengolahan limbah. Untuk itu diperlukan kajian terhadap konsep ramah lingkungan pada fasilitas toilet umum di kawasan wisata khususnya terhadap pengolahan limbahnya. Penyediaan toilet yang mempunyai desain ramah lingkungan, diharapkan mampu mendukung kegiatan pariwisata dan meningkatkan daya tarik wisatawan.

Konsep Ramah Lingkungan pada Toilet Umum

Sebuah kawasan wisata perlu mendapatkan layanan toilet umum yang nyaman, sehat, memiliki nilai estetika, dan terpelihara dengan baik. Toilet umum, selain berfungsi sebagai tempat buang air besar dan buang air kecil, juga menjadi tempat membasuh tangan. Kebersihannya mencerminkan budaya bangsa (Bagiastra & Damayanti, 2021).

Kehadiran kawasan wisata juga harus memperhatikan kondisi lingkungan dan mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan dari kegiatan pariwisata tersebut. Pengurangan dampak negatif terhadap lingkungan di kawasan wisata salah satunya dapat dilakukan dengan penyediaan infrastruktur toilet umum menggunakan konsep ramah lingkungan. Istilah ramah lingkungan menunjukkan bahwa konsep yang digunakan pada desain toilet umum tidak berdampak negatif terhadap lingkungan. Toilet umum yang ramah lingkungan menggunakan material dan produk yang memiliki dampak positif atau tidak berdampak negatif terhadap lingkungan. Produk yang ramah lingkungan adalah produk yang terbarukan, dapat didaur ulang, dan produk yang saat digunakan tidak merusak lingkungan (Ali, Lestari, & Putri, 2020).

Penerapan konsep ramah lingkungan pada toilet umum dapat diimplementasikan dengan menggunakan teori desain biophilic yang menciptakan ruang sehat. Konsepnya mengurangi pengaruh panas sehingga lingkungan lebih nyaman dan sehat secara fisik maupun psikis (Zakiyaturrahmah, Nugroho, & Pramesti, 2017). Desain biophilic serupa tetapi tidak sama dengan bangunan hijau (green building). Konsep bangunan hijau hanya berorientasi pada bangunan gedung, sedangkan desain biophilic lebih luas lagi. Menurut teori, desain biophilic dinilai dapat mereduksi kesan-kesan negatif pada toilet umum karena sifatnya yang menjadikan alam sebagai elemen dalam meningkatkan kualitas ruang dan manusia sebagai penggunanya. Desain biophilic dapat dikelompokkan menjadi tiga fokus yaitu, hubungan langsung dengan komponen alam atau “nature in the space”, keberadaan atau eksistensi alam atau “natural analogies”, dan wujud bentang alam atau “nature of the space” (Balai Litbang Perumahan Wilayah I Medan, 2020). Namun, perancangan desain toilet umum pada kawasan wisata yang paling sesuai dengan konsep ramah lingkungan adalah konsep desain biophilic yang berfokus langsung dengan komponen alam (nature in the space). Terdapat beberapa komponen utama pada hubungan langsung tersebut, yaitu melalui hubungan visual dan tidak visual, hubungan dengan suhu, aliran udara, air, dan cahaya (Zakiyaturrahmah dkk, 2017). Hubungan langsung dapat dilakukan dengan melihat objeknya misalnya pintu, jendela, posisi tempat cuci tangan, kloset, dan urinal. Hubungan langsung dapat juga dilakukan dengan mendengar, merasakan, atau mencium aroma tertentu. Cahaya lampu dapat dilihat sedangkan perubahan suhu, aliran udara, hanya dapat dirasakan.

Dengan demikian, perancangan toilet umum pada kawasan wisata yang menggunakan konsep biophilic design nature in the space pada prinsipnya dapat menggunakan hubungan-hubungan tersebut (Balai Litbang Perumahan Wilayah I Medan, 2020). Elaborasi tema dalam perancangan ini diuraikan dalam Tabel 1.


Menurut Wibowo (2017), dalam merancang toilet umum terdapat empat komponen utama yang perlu dipertimbangkan. Keempat komponen tersebut adalah alokasi luasan area hijau tidak terbangun, pengendalian konsumsi listrik, sistem pengolahan air limbah, dan pengelolaan sampah. Keempatnya, dapat diarahkan pada perencanaan yang memperhatikan konsep ekologis.

Atap bangunan (green roof) dan dinding bangunan (green wall), dapat dimanfaatkan untuk menambah luasan area hijau. Pengolahan sampah memperhatikan konsep pengelolaan yang memberikan nilai tambah bagi penghuninya. Sedangkan efisiensi penggunaan energi/listrik dapat dilakukan dengan pemanfaatan teknologi bahan bangunan. Pada penerapan toilet umum yang ramah lingkungan, sistem sanitasi didesain dengan memperhatikan penghematan dan ketersediaan air bersih. Penghematan air dilakukan dengan pemanfaatan air hujan atau grey water sebagai flushing toilet dan menyiram tanaman. Pengolahan grey water dilakukan dengan pengolahan air limbah menggunakan teknologi pengolahan air limbah konvensional atau portable, tangki septik, dan constructed wetland (Ali et al., 2020).

Pembagian area dalam desain lingkungan toilet umum perlu mempertimbangkan pembagian area kering dan area basah. Hal tersebut akan mempengaruhi kenyamanan pengguna serta meningkatkan estetika yang sangat penting dalam mendesain toilet umum di kawasan wisata. Gambar 1, adalah ilustrasi desain area toilet umum karya Restroom Association Singapore (2018).



Pembangunan toilet umum di kawasan wisata ramah lingkungan dapat diintegrasikan dengan budaya setempat yang unik. Adanya keunikan tersebut diharapkan dapat menambah daya tarik pengunjung wisata. Penggunaan material bangunan dan tanaman setempat untuk mengisi area hijau tapak toilet umum, dapat meningkatkan partisipasi masyarakat untuk memeliharanya. Apabila partisipasi masyarakat semakin meningkat, maka semakin besar kontribusinya terhadap keberlanjutan pemeliharaan toilet umum. Oleh karena itu, desain toilet umum yang menjadi bagian infrastruktur permukiman, perlu mempertimbangkan penggunaan sumber daya setempat.

Sistem Pengelolaan Limbah Toilet Umum Kawasan Wisata

Komponen dasar namun vital dalam industri pariwisata yang dapat memberikan kesan dalam pengalaman wisata adalah ketika wisatawan harus menggunakan toilet umum. Toilet umum adalah ruangan atau bilik yang digunakan bersama oleh semua orang untuk buang air kecil dan besar yang terdiri dari setidaknya kloset yang dilengkapi dengan atau tanpa tempat duduk (duduk atau jongkok) dan terhubung ke sistem pengolahan air limbah. Toilet umum harus bersih, dilengkapi dengan berbagai fasilitas dan aksesoris, berlokasi nyaman, terawat dan dilengkapi dengan sistem pengelolaan limbah dan sampah yang baik (The ASEAN Secretariat, 2016).

Air limbah dari toilet umum termasuk kategori air limbah rumah tangga karena berasal dari kegiatan manusia. Kualitasnya tidak jauh berbeda dengan air limbah yang berasal dari toilet keluarga, tetapi volumenya berbeda tergantung jumlah penggunanya. Fraksi cairan air limbah, jauh lebih besar dari fraksi padatannya yaitu 99,9% berbanding 0,1%. Sebesar 70% dari padatan tersebut adalah zat organik, dan sisanya adalah zat anorganik. Zat organik antara lain adalah lemak, protein, dan karbohidrat, sedangkan zat anorganik antara lain grit, logam dan garam (Dinas Lingkungan Hidup Kota Surabaya, 2019). Kriteria sistem pengelolaan lingkungan pada toilet umum mengacu pada adanya sistem pengelolaan limbah dan pengolahan air yang tepat sesuai dengan standar yang berlaku. Studi pengelolaan air limbah yang berkelanjutan, diperlukan pendekatan holistik yang mempertimbangkan dampak lingkungan dan biaya dari sistem yang akan digunakan. Pakar dan pembuat kebijakan sering menggunakan analisis biaya/manfaat untuk memilih sistem air limbah. Dalam pemilihan sistem pengolahan, digunakan beberapa indikator antara lain pembuangan limbah untuk badan air, jumlah lumpur yang dihasilkan, penggunaan energi listrik, serta investasi dan biaya operasional-pemeliharaan yang digunakan.

Konsep pengelolaan air limbah toilet umum yang berkelanjutan perlu dirancang dengan memaksimalkan penggunaan air siklus daur ulang. Sumber air yang dapat dimanfaatkan yaitu air hujan dan penggunaan kembali air olahan greywater. Pendekatan penelitian toilet sistem berbasis air daur ulang masih belum umum di Indonesia dan belum diizinkan untuk beberapa daerah yang memiliki kondisi seperti tanah yang dianggap tidak cocok untuk pembuangan limbah langsung di kawasan. Pengelolaan air limbah yang berkelanjutan dianalisis melalui pendekatan yang efisien untuk penggunaan air melalui sistem daur ulang (Ali et al., 2020). Daur ulang air dapat menghemat listrik dan bahan kimia, bahkan diketahui bahwa penggunaan air limbah daur ulang dapat mengurangi penggunaan air bersih hingga 50% (Jenseen, Vrale, & Lindholm, 2007). Aspekaspek desain yang dikaji dalam makalah ini meliputi sistem pengelolaan air bersih dan air limbah, fasilitas, kebersihan dan keamanan.

Toilet umum harus terhubung ke saluran pembuangan khusus yang sudah tersedia untuk pengolahan air limbah domestik skala kawasan. Namun, apabila tidak memungkinkan tersambung dengan saluran pembuangan skala kawasan, maka perlu mempertimbangkan penggunaan instalasi pengolahan sekunder. Jenis sistem dan metode pengelolaan limbah harus ditentukan oleh karakteristik lokasi dan diatur sesuai dengan pedoman yang ada untuk pembuangan dan penanganan limbah. Air limbah dari toilet, khususnya grey water, memiliki potensi besar untuk diolah menjadi air daur ulang yang dapat digunakan sebagai sumber air bersih yang tidak dapat diminum. Dengan memanfaatkan daur ulang air limbah grey water sebagai sumber pasokan air lainnya, jumlah air tanah atau air permukaan digunakan dapat diminimalkan secara signifikan (Jenseen, et al., 2007). Grey water yang diolah dapat digunakan kembali sebagai flush untuk toilet dan urinal.

Instalasi sistem perpipaan harus mempertimbangkan untuk dipasang dengan cara yang mencegah arus balik. Perlengkapan pipa harus dipasang dengan cara memudahkan akses untuk dibersihkan dan perbaikan serta harus dipasang dengan pengaturan yang tepat. Perlengkapan harus dalam kondisi baik, memiliki permukaan yang halus, tidak berpori dan tidak ada potensi penumpukan kotoran yang sulit untuk dilakukan pembersihan. Perlengkapan di toilet umum harus tahan lama dan berkualitas yang diharapkan sesuai dengan standar yang berlaku. Perlengkapan di toilet umum harus terhubung ke saluran pembuangan tahan korosi (The ASEAN Secretariat, 2016). Sementara alternatif teknologi pengolahan air limbah dapat dipilih sesuai dengan karakteristik pengolahan serta kondisi lingkungan dengan mempertimbangkan aksesibilitas dan kemudahan operasional-pemeliharaan (Firdaus et al., 2020).

Kesimpulan

Toilet umum kawasan wisata beserta instalasi pengolahan limbahnya merupakan salah satu infrastruktur pendukung kawasan wisata yang seringkali luput dari perhatian, baik dalam tahap perencanaan hingga pengelolaannya. Penerapan konsep ramah lingkungan pada perencanaan kawasan wisata termasuk dalam penyediaan toilet umum akan mampu memberi nilai tambah terhadap suatu kawasan wisata. Konsep ramah lingkungan dapat diimplementasikan dengan menggunakan material/produk yang ramah lingkungan (tidak memiliki dampak negatif pada lingkungan). Kemudian, desain arsitektur bangunan dapat menggunakan prinsip hubungan langsung dengan alam seperti pengaturan pencahayaan alami, penggunaan material alam, dan pemanfaatan vegetasi untuk meningkatkan estetika bangunan. Dengan mempertimbangkan aspek teknis dan prinsip arsitektur bangunan ramah lingkungan, maka adanya toilet umum ramah lingkungan di kawasan wisata berkontribusi mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dari aktivitas pariwisata.

Penyediaan instalasi pengolahan limbah domestik yang tepat guna pada toilet umum telah mampu meminimalisir potensi pencemaran lingkungan terhadap kawasan wisata, yang akan berdampak pada kenyamanan pengunjung serta keberlanjutan kawasan wisata itu sendiri. Siklus pengelolaan air berkelanjutan, yang memanfaatkan limbah terolah menjadi air bersih yang digunakan kembali dapat meningkatkan keberlanjutan lingkungan. Beberapa instalasi pengolahan air limbah setempat yang pernah diterapkan di fasilitas umum dapat diterapkan kedepannya oleh stakeholder yang berkepentingan dalam penyediaan infrastruktur di kawasan wisata. Adanya toilet wisata yang ramah lingkungan diharapkan mampu memberikan kenyamanan kepada wisatawan sehingga dapat meningkatkan daya tarik wisatawan lainnya untuk berkunjung ke objek wisata tersebut.

 

 

 

 

 

Sumber : Oleh Ryo Teguh Sukarto, Tanjung Mega Dwi Puspita Dalam BUNGA RAMPAI INFRASTRUKTUR PERMUKIMAN DI KAWASAN WISATA, Penerbit Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Tahun 2023

Tidak ada komentar: