Pendahuluan
Sebagai
negara kepulauan, Indonesia memiliki banyak kekayaan berupa keindahan alami
yang mampu menarik wisatawan mancanegara untuk datang berwisata. Pada tahun
2019 tercatat ada 1,5 miliar kunjungan wisatawan asing ke Indonesia, jumlah ini
juga mengalami peningkatan sebesar 4% dari tahun sebelumnya. Kegiatan
pariwisata merupakan salah satu sektor ekonomi unggulan yang mampu mendorong
pendapatan ekonomi, pembangunan daerah dan membuka lapangan pekerjaan. Sektor
pariwisata mampu menyumbang US$ 7,6 triliun atau 10,2% dari PDB global dan
mampu membuka 292 juta lapangan pekerjaan (Elysia & Wihadanto, 2020).
Dalam
meningkatkan pertumbuhan pariwisata tentunya diperlukan dukungan fasilitas umum
yang memadai di setiap objek wisata. Kemudahan akses terhadap fasilitas umum
perlu menjadi perhatian untuk mendukung pengembangan kawasan pariwisata. Salah
satu fasilitas penting guna mendukung kegiatan pariwisata adalah fasilitas
sanitasi, karena mampu menghadirkan pelayanan yang nyaman kepada pengunjung
objek wisata. Semakin nyaman fasilitas sanitasi di kawasan tujuan wisata maka
semakin meningkat wisatawan untuk dapat berwisata di kawasan tersebut (Subuh
& Soamole, 2021). Selain itu fasilitas sanitasi pada tempat umum diperlukan
untuk menjaga kesehatan dan agar terhindar penyebaran penyakit menular.
Salah
satu sarana sanitasi yang penting di suatu objek wisata adalah sarana toilet
atau jamban umum. Toilet umum adalah sarana yang disediakan untuk wisatawan
yang berkunjung ke sebuah objek wisata. Penggunanya sangat beragam sehingga
dapat menjadi tempat penyebaran penyakit apabila tidak terawat dengan baik dan
tidak sehat. Terlebih lagi ketika sedang terjadi wabah Covid-19, memungkinkan
penyebaran virus sangat cepat (Bagiastra & Damayanti, 2021).
Penyediaan
sarana dan prasarana toilet umum di suatu objek wisata perlu memperhatikan
konsep ramah lingkungan. Penerapan konsep ramah lingkungan memiliki banyak
manfaat, yang utamanya adalah untuk menjaga kelestarian lingkungan di objek
wisata tersebut. Konsep ramah lingkungan yang diterapkan di suatu bangunan,
pada dasarnya harus dirancang secara menyeluruh atau memperhitungkan hubungan
timbal balik dengan lingkungannya (Pane & Suryono, 2012). Selain itu,
pembangunan toilet umum di kawasan wisata yang berbasis kearifan lokal dapat
memberikan nilai tambah terhadap objek wisata tersebut.
Penerapan
konsep ramah lingkungan dalam perencanaan toilet di kawasan wisata perlu
dilakukan untuk mendukung pemenuhan sarana dan prasarana sanitasi di suatu
objek wisata. Tidak cukup dengan penyediaan sarana yang standar, tetapi perlu
didukung dengan penerapan konsep yang mendukung kawasan wisata serta
meminimalisir dampak lingkungan dengan diterapkannya teknologi pengolahan
limbah. Untuk itu diperlukan kajian terhadap konsep ramah lingkungan pada
fasilitas toilet umum di kawasan wisata khususnya terhadap pengolahan
limbahnya. Penyediaan toilet yang mempunyai desain ramah lingkungan, diharapkan
mampu mendukung kegiatan pariwisata dan meningkatkan daya tarik wisatawan.
Konsep Ramah Lingkungan pada Toilet Umum
Sebuah
kawasan wisata perlu mendapatkan layanan toilet umum yang nyaman, sehat,
memiliki nilai estetika, dan terpelihara dengan baik. Toilet umum, selain
berfungsi sebagai tempat buang air besar dan buang air kecil, juga menjadi
tempat membasuh tangan. Kebersihannya mencerminkan budaya bangsa (Bagiastra
& Damayanti, 2021).
Kehadiran
kawasan wisata juga harus memperhatikan kondisi lingkungan dan mengurangi
dampak negatif yang ditimbulkan dari kegiatan pariwisata tersebut. Pengurangan
dampak negatif terhadap lingkungan di kawasan wisata salah satunya dapat
dilakukan dengan penyediaan infrastruktur toilet umum menggunakan konsep ramah
lingkungan. Istilah ramah lingkungan menunjukkan bahwa konsep yang digunakan
pada desain toilet umum tidak berdampak negatif terhadap lingkungan. Toilet
umum yang ramah lingkungan menggunakan material dan produk yang memiliki dampak
positif atau tidak berdampak negatif terhadap lingkungan. Produk yang ramah
lingkungan adalah produk yang terbarukan, dapat didaur ulang, dan produk yang
saat digunakan tidak merusak lingkungan (Ali, Lestari, & Putri, 2020).
Penerapan
konsep ramah lingkungan pada toilet umum dapat diimplementasikan dengan
menggunakan teori desain biophilic yang menciptakan ruang sehat. Konsepnya
mengurangi pengaruh panas sehingga lingkungan lebih nyaman dan sehat secara
fisik maupun psikis (Zakiyaturrahmah, Nugroho, & Pramesti, 2017). Desain
biophilic serupa tetapi tidak sama dengan bangunan hijau (green building).
Konsep bangunan hijau hanya berorientasi pada bangunan gedung, sedangkan desain
biophilic lebih luas lagi. Menurut teori, desain biophilic dinilai dapat
mereduksi kesan-kesan negatif pada toilet umum karena sifatnya yang menjadikan
alam sebagai elemen dalam meningkatkan kualitas ruang dan manusia sebagai
penggunanya. Desain biophilic dapat dikelompokkan menjadi tiga fokus yaitu,
hubungan langsung dengan komponen alam atau “nature in the space”, keberadaan
atau eksistensi alam atau “natural analogies”, dan wujud bentang alam atau
“nature of the space” (Balai Litbang Perumahan Wilayah I Medan, 2020). Namun,
perancangan desain toilet umum pada kawasan wisata yang paling sesuai dengan
konsep ramah lingkungan adalah konsep desain biophilic yang berfokus langsung
dengan komponen alam (nature in the space). Terdapat beberapa komponen utama
pada hubungan langsung tersebut, yaitu melalui hubungan visual dan tidak
visual, hubungan dengan suhu, aliran udara, air, dan cahaya (Zakiyaturrahmah
dkk, 2017). Hubungan langsung dapat dilakukan dengan melihat objeknya misalnya
pintu, jendela, posisi tempat cuci tangan, kloset, dan urinal. Hubungan
langsung dapat juga dilakukan dengan mendengar, merasakan, atau mencium aroma
tertentu. Cahaya lampu dapat dilihat sedangkan perubahan suhu, aliran udara,
hanya dapat dirasakan.
Dengan
demikian, perancangan toilet umum pada kawasan wisata yang menggunakan konsep
biophilic design nature in the space pada prinsipnya dapat menggunakan
hubungan-hubungan tersebut (Balai Litbang Perumahan Wilayah I Medan, 2020).
Elaborasi tema dalam perancangan ini diuraikan dalam Tabel 1.
Atap
bangunan (green roof) dan dinding bangunan (green wall), dapat dimanfaatkan
untuk menambah luasan area hijau. Pengolahan sampah memperhatikan konsep
pengelolaan yang memberikan nilai tambah bagi penghuninya. Sedangkan efisiensi
penggunaan energi/listrik dapat dilakukan dengan pemanfaatan teknologi bahan
bangunan. Pada penerapan toilet umum yang ramah lingkungan, sistem sanitasi
didesain dengan memperhatikan penghematan dan ketersediaan air bersih.
Penghematan air dilakukan dengan pemanfaatan air hujan atau grey water sebagai
flushing toilet dan menyiram tanaman. Pengolahan grey water dilakukan dengan
pengolahan air limbah menggunakan teknologi pengolahan air limbah konvensional
atau portable, tangki septik, dan constructed wetland (Ali et al., 2020).
Pembagian
area dalam desain lingkungan toilet umum perlu mempertimbangkan pembagian area
kering dan area basah. Hal tersebut akan mempengaruhi kenyamanan pengguna serta
meningkatkan estetika yang sangat penting dalam mendesain toilet umum di
kawasan wisata. Gambar 1, adalah ilustrasi desain area toilet umum karya
Restroom Association Singapore (2018).
Pembangunan
toilet umum di kawasan wisata ramah lingkungan dapat diintegrasikan dengan
budaya setempat yang unik. Adanya keunikan tersebut diharapkan dapat menambah
daya tarik pengunjung wisata. Penggunaan material bangunan dan tanaman setempat
untuk mengisi area hijau tapak toilet umum, dapat meningkatkan partisipasi
masyarakat untuk memeliharanya. Apabila partisipasi masyarakat semakin meningkat,
maka semakin besar kontribusinya terhadap keberlanjutan pemeliharaan toilet
umum. Oleh karena itu, desain toilet umum yang menjadi bagian infrastruktur
permukiman, perlu mempertimbangkan penggunaan sumber daya setempat.
Sistem Pengelolaan Limbah Toilet Umum Kawasan Wisata
Komponen
dasar namun vital dalam industri pariwisata yang dapat memberikan kesan dalam
pengalaman wisata adalah ketika wisatawan harus menggunakan toilet umum. Toilet
umum adalah ruangan atau bilik yang digunakan bersama oleh semua orang untuk
buang air kecil dan besar yang terdiri dari setidaknya kloset yang dilengkapi
dengan atau tanpa tempat duduk (duduk atau jongkok) dan terhubung ke sistem
pengolahan air limbah. Toilet umum harus bersih, dilengkapi dengan berbagai
fasilitas dan aksesoris, berlokasi nyaman, terawat dan dilengkapi dengan sistem
pengelolaan limbah dan sampah yang baik (The ASEAN Secretariat, 2016).
Air
limbah dari toilet umum termasuk kategori air limbah rumah tangga karena
berasal dari kegiatan manusia. Kualitasnya tidak jauh berbeda dengan air limbah
yang berasal dari toilet keluarga, tetapi volumenya berbeda tergantung jumlah
penggunanya. Fraksi cairan air limbah, jauh lebih besar dari fraksi padatannya
yaitu 99,9% berbanding 0,1%. Sebesar 70% dari padatan tersebut adalah zat
organik, dan sisanya adalah zat anorganik. Zat organik antara lain adalah
lemak, protein, dan karbohidrat, sedangkan zat anorganik antara lain grit,
logam dan garam (Dinas Lingkungan Hidup Kota Surabaya, 2019). Kriteria sistem
pengelolaan lingkungan pada toilet umum mengacu pada adanya sistem pengelolaan
limbah dan pengolahan air yang tepat sesuai dengan standar yang berlaku. Studi
pengelolaan air limbah yang berkelanjutan, diperlukan pendekatan holistik yang
mempertimbangkan dampak lingkungan dan biaya dari sistem yang akan digunakan.
Pakar dan pembuat kebijakan sering menggunakan analisis biaya/manfaat untuk
memilih sistem air limbah. Dalam pemilihan sistem pengolahan, digunakan
beberapa indikator antara lain pembuangan limbah untuk badan air, jumlah lumpur
yang dihasilkan, penggunaan energi listrik, serta investasi dan biaya
operasional-pemeliharaan yang digunakan.
Konsep
pengelolaan air limbah toilet umum yang berkelanjutan perlu dirancang dengan
memaksimalkan penggunaan air siklus daur ulang. Sumber air yang dapat
dimanfaatkan yaitu air hujan dan penggunaan kembali air olahan greywater.
Pendekatan penelitian toilet sistem berbasis air daur ulang masih belum umum di
Indonesia dan belum diizinkan untuk beberapa daerah yang memiliki kondisi
seperti tanah yang dianggap tidak cocok untuk pembuangan limbah langsung di
kawasan. Pengelolaan air limbah yang berkelanjutan dianalisis melalui
pendekatan yang efisien untuk penggunaan air melalui sistem daur ulang (Ali et
al., 2020). Daur ulang air dapat menghemat listrik dan bahan kimia, bahkan
diketahui bahwa penggunaan air limbah daur ulang dapat mengurangi penggunaan
air bersih hingga 50% (Jenseen, Vrale, & Lindholm, 2007). Aspekaspek desain
yang dikaji dalam makalah ini meliputi sistem pengelolaan air bersih dan air
limbah, fasilitas, kebersihan dan keamanan.
Toilet
umum harus terhubung ke saluran pembuangan khusus yang sudah tersedia untuk
pengolahan air limbah domestik skala kawasan. Namun, apabila tidak memungkinkan
tersambung dengan saluran pembuangan skala kawasan, maka perlu mempertimbangkan
penggunaan instalasi pengolahan sekunder. Jenis sistem dan metode pengelolaan
limbah harus ditentukan oleh karakteristik lokasi dan diatur sesuai dengan
pedoman yang ada untuk pembuangan dan penanganan limbah. Air limbah dari
toilet, khususnya grey water, memiliki potensi besar untuk diolah menjadi air
daur ulang yang dapat digunakan sebagai sumber air bersih yang tidak dapat
diminum. Dengan memanfaatkan daur ulang air limbah grey water sebagai sumber
pasokan air lainnya, jumlah air tanah atau air permukaan digunakan dapat
diminimalkan secara signifikan (Jenseen, et al., 2007). Grey water yang diolah
dapat digunakan kembali sebagai flush untuk toilet dan urinal.
Instalasi
sistem perpipaan harus mempertimbangkan untuk dipasang dengan cara yang
mencegah arus balik. Perlengkapan pipa harus dipasang dengan cara memudahkan
akses untuk dibersihkan dan perbaikan serta harus dipasang dengan pengaturan
yang tepat. Perlengkapan harus dalam kondisi baik, memiliki permukaan yang
halus, tidak berpori dan tidak ada potensi penumpukan kotoran yang sulit untuk
dilakukan pembersihan. Perlengkapan di toilet umum harus tahan lama dan
berkualitas yang diharapkan sesuai dengan standar yang berlaku. Perlengkapan di
toilet umum harus terhubung ke saluran pembuangan tahan korosi (The ASEAN
Secretariat, 2016). Sementara alternatif teknologi pengolahan air limbah dapat
dipilih sesuai dengan karakteristik pengolahan serta kondisi lingkungan dengan
mempertimbangkan aksesibilitas dan kemudahan operasional-pemeliharaan (Firdaus
et al., 2020).
Kesimpulan
Toilet
umum kawasan wisata beserta instalasi pengolahan limbahnya merupakan salah satu
infrastruktur pendukung kawasan wisata yang seringkali luput dari perhatian,
baik dalam tahap perencanaan hingga pengelolaannya. Penerapan konsep ramah
lingkungan pada perencanaan kawasan wisata termasuk dalam penyediaan toilet
umum akan mampu memberi nilai tambah terhadap suatu kawasan wisata. Konsep
ramah lingkungan dapat diimplementasikan dengan menggunakan material/produk
yang ramah lingkungan (tidak memiliki dampak negatif pada lingkungan).
Kemudian, desain arsitektur bangunan dapat menggunakan prinsip hubungan
langsung dengan alam seperti pengaturan pencahayaan alami, penggunaan material
alam, dan pemanfaatan vegetasi untuk meningkatkan estetika bangunan. Dengan
mempertimbangkan aspek teknis dan prinsip arsitektur bangunan ramah lingkungan,
maka adanya toilet umum ramah lingkungan di kawasan wisata berkontribusi
mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dari aktivitas pariwisata.
Penyediaan
instalasi pengolahan limbah domestik yang tepat guna pada toilet umum telah
mampu meminimalisir potensi pencemaran lingkungan terhadap kawasan wisata, yang
akan berdampak pada kenyamanan pengunjung serta keberlanjutan kawasan wisata
itu sendiri. Siklus pengelolaan air berkelanjutan, yang memanfaatkan limbah
terolah menjadi air bersih yang digunakan kembali dapat meningkatkan
keberlanjutan lingkungan. Beberapa instalasi pengolahan air limbah setempat
yang pernah diterapkan di fasilitas umum dapat diterapkan kedepannya oleh
stakeholder yang berkepentingan dalam penyediaan infrastruktur di kawasan
wisata. Adanya toilet wisata yang ramah lingkungan diharapkan mampu memberikan
kenyamanan kepada wisatawan sehingga dapat meningkatkan daya tarik wisatawan
lainnya untuk berkunjung ke objek wisata tersebut.
Sumber : Oleh Ryo Teguh Sukarto, Tanjung Mega Dwi
Puspita Dalam BUNGA RAMPAI INFRASTRUKTUR PERMUKIMAN DI KAWASAN WISATA, Penerbit
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Tahun 2023