Rabu, 08 November 2023

KEBIJAKAN PENATAGUNAAN TANAH DI KAWASAN LINDUNG

1. Umum

Bahwa sesuai dengan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, definisi kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan, sedangkan definisi kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.

tentang Penatagunaan Tanah dalam Penjelasan Bagian Umum angka romawi I, kebijakan penatagunaan tanah meliputi penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah di kawasan lindung dan kawasan budi daya sebagai pedoman umum penatagunaan tanah di daerah. Kegiatan di bidang pertanahan merupakan satu kesatuan dalam siklus agraria, yang tidak dapat dipisahkan, meliputi pengaturan penguasaan dan pemilikan tanah, penatagunaan tanah, pengaturan hak-hak atas tanah, serta pendaftaran tanah. Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 menyatakan bahwa terhadap tanah dalam kawasan lindung yang belum ada hak atas tanahnya dapat diberikan hak atas tanah, kecuali pada kawasan hutan, dan terhadap tanah dalam kawasan cagar budaya yang belum ada hak atas tanahnya dapat diberikan hak atas tanah tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kecuali pada lokasi situs. Pelaksanaan pendaftaran tanah khususnya di wilayah kawasan lindung masih terdapat perbedaan pendapat oleh para pelaksana pendaftaran tanah di daerah, apakah dapat diberikan suatu hak atas tanah atau tidak. Untuk memberikan kepastian hukum pelayanan pertanahan di daerah, khususnya di wilayah kawasan lindung maka diperlukan kebijakan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional sebagai petunjuk penyelenggaraan kebijakan penatagunaan tanah berupa kegiatan pendaftaran tanah di kawasan lindung.



2. Isi

a. Dalam rangka memberikan kepastian hukum pelayanan pertanahan untuk kegiatan penyelenggaraan kebijakan penatagunaan tanah meliputi penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah di kawasan lindung, maka diperlukan petunjuk penyelenggaraan pendaftaran tanah di kawasan lindung.

b. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.

c. Kawasan lindung meliputi kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya yang mencakup:

1) kawasan bergambut, kawasan resapan air;

2) kawasan perlindungan setempat yang mencakup sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, kawasan sekitar mata air, kawasan terbuka hijau termasuk di dalamnya hutan kota;

3) kawasan suaka alam yang mencakup kawasan cagar alam, suaka margasatwa;

4) kawasan pelestarian alam yang mencakup taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam;

5) kawasan atau bidang tanah cagar budaya;

6) kawasan rawan bencana alam yang mencakup antara lain kawasan rawan letusan gunung berapi, gempa bumi, tanah longsor, serta gelombang pasang dan banjir; dan

7) kawasan lindung lainnya mencakup taman buru, cagar biosfir, kawasan perlindungan plasma nutfah, kawasan pengungsian satwa dan kawasan pantai berhutan bakau.

d. Objek pendaftaran tanah di kawasan lindung sebagaimana huruf c adalah yang berada di luar kawasan hutan.

e. Pendaftaran Tanah di kawasan lindung meliputi pendaftaran tanah pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran tanah.

f. Pendaftaran tanah pertama kali di kawasan lindung meliputi:

1) Pemberian hak atas tanah di kawasan lindung yang berstatus tanah negara, berupa hak atas tanah yang berjangka waktu sesuai dengan subjek hak;

2) Pendaftaran hak atas tanah di kawasan lindung yang berstatus tanah bekas milik adat, berupa hak milik atau hak atas tanah lainnya sesuai dengan subjek hak.

g. Penyelenggaraan pendaftaran tanah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

h. Pendaftaran tanah di kawasan lindung diberikan dengan batasan dan kewajiban berupa RRR (Right, Restriction, and Responsibility) yang dicatat pada buku tanah dan sertipikat, meliputi:

1) Pemegang hak dilarang mendirikan bangunan yang mengurangi fungsi konservasi tanggul, fungsi konservasi sempadan, atau fungsi konservasi lainnya;

2) Penggunaan dan pemanfaatan tanah di kawasan lindung tidak boleh mengganggu fungsi alam, tidak mengubah bentang alam dan ekosistem alami;

3) Pemegang hak dilarang merusak sumber daya alam dan kelestarian kemampuan lingkungan hidup;

4) Pemegang hak diwajibkan memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya dan mencegah kerusakannya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup;

5) Pemegang hak diwajibkan menjaga fungsi konservasi sempadan badan air atau fungsi konservasi lainnya;

6) Penggunaan dan pemanfaatan tanah di kawasan lindung harus sesuai dengan fungsi kawasan dalam rencana tata ruang wilayah;

7) Ketentuan lain sesuai dengan peraturan perundang[1]undangan.

i. Hak Atas Tanah dapat dibatalkan apabila pemegang hak tidak memenuhi ketentuan dan/atau larangan berdasarkan RRR (Right, Restriction, and Responsibility) yang dicatat pada buku tanah dan sertipikat.

j. Pemberian hak atas tanah pada kawasan lindung sesuai dengan rencana tata ruang wilayah yang berlaku.

 

 

Sumber: SURAT EDARAN NOMOR 4/SE-100.PG.01.01/II/2022 / /2022 TENTANG KEBIJAKAN PENATAGUNAAN TANAH DI KAWASAN LINDUNG, Kementerian ATR/BPN.

PENYELESAIAN KETIDAKSESUAIAN LAHAN SAWAH YANG DILINDUNGI (LSD) DENGAN RENCANA TATA RUANG

LSD memiliki peran penting bagi ketahanan pangan nasional. Oleh karena itu, segala bentuk pembangunan yang akan menggunakan LSD diharuskan untuk tetap menjaga kelestarian Ekosistem LSD. Hal ini dimaksudkan agar ketahanan pangan nasional dapat tetap terjaga meskipun dilaksanakan pembangunan pada lokasi yang telah ditetapkan sebagai LSD tersebut. Selain sebagai pedoman atau acuan untuk melakukan verifikasi dalam rangka perubahan Peta LSD, panduan penyelesaian juga dapat dijadikan sebagai pedoman atau acuan bagi penerbitan KKPR, PTP, Izin, dan Hak Atas Tanah.



A.   Panduan Penyelesaian dalam rangka Penyempurnaan Data Peta Lahan Sawah yang Dilindungi

Panduan penyelesaian dalam rangka penyempurnaan data Peta LSD dimaksudkan untuk memperbaiki data pada Peta LSD yang telah ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1589/SKHK.02.01/XII/2021 tanggal 16 Desember 2021 tentang Penetapan Peta Lahan Sawah yang Dilindungi pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Banten, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Bali, dan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Panduan penyelesaian tersebut terdiri atas:

1. Jika dalam Peta LSD ditetapkan sebagai LSD namun kondisi di lapangan bukan berupa lahan sawah (antara lain: perbukitan, lahan tegalan, badan air, cagar budaya, lahan tanaman keras, dan tambak garam), maka dapat dikeluarkan dari LSD.

2. Jika LSD terdampak oleh perubahan batas daerah atau terdapat kesalahan delineasi batas daerah, maka tetap dipertahankan sebagai LSD dengan dilakukan perbaikan atau penyesuaian delineasi batas daerah sesuai dengan:

a. peraturan perundang-undangan mengenai pembentukan daerah yang bersangkutan; dan

b. peta batas daerah yang ditetapkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan di bidang pemerintahan dalam negeri.

 

B.   Panduan Penyelesaian Lahan Sawah yang Dilindungi yang Sesuai dengan Kawasan/Zona Tanaman Pangan dalam Rencana Tata Ruang

Panduan penyelesaian LSD yang sesuai dengan kawasan/zona tanaman pangan dalam RTR dimaksudkan untuk mempertahankan keberadaan LSD. Panduan penyelesaian tersebut terdiri atas:

1. Jika LSD sesuai dengan kawasan/zona tanaman pangan dalam RTR namun di atasnya terdapat bangunan dan/atau urukan yang dibuat setelah ditetapkannya LSD, maka:

a. tetap dipertahankan sebagai LSD; dan

b. pemilik bangunan dan/atau urukan dapat dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

2. Jika LSD sesuai dengan kawasan/zona tanaman pangan dalam RTR namun kemudian di atasnya terbit KKPR, Izin, Konsesi, PTP, dan/atau Hak Atas Tanah nonpertanian setelah ditetapkannya LSD, maka tetap dipertahankan sebagai LSD.

3. Jika LSD sesuai dengan kawasan/zona tanaman pangan dalam RTR namun di atasnya telah terdapat bangunan dan/atau urukan yang tidak memiliki KKPR atau Izin sebelum ditetapkannya LSD, maka:

a. tetap dipertahankan sebagai LSD; dan

b. pemilik bangunan dan/atau urukan dapat dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

4. Jika LSD sesuai dengan kawasan/zona tanaman pangan dalam RTR namun di atasnya terdapat Penetapan Lokasi/izin lokasi yang masih berlaku/KKPR PSN atau Jaringan Infrastruktur, maka dapat dikeluarkan dari LSD dengan ketentuan sebagai berikut:

a. dilakukan delineasi terhadap lahan yang terdapat Penetapan Lokasi/izin lokasi yang masih berlaku/KKPR PSN atau Jaringan Infrastruktur tersebut dan mempertahankan lahan di luar delineasi sebagai LSD; dan

b. dikenakan kewajiban untuk menerapkan rekayasa teknis untuk menjaga kelestarian Ekosistem LSD.

5. Jika LSD sesuai dengan kawasan/zona tanaman pangan dalam RTR namun di atasnya terdapat Hak Atas Tanah nonpertanian sebelum ditetapkannya LSD, maka dapat dikeluarkan dari LSD dengan ketentuan sebagai berikut:

a. dilakukan delineasi terhadap lahan yang terdapat Hak Atas Tanah nonpertanian tersebut dan mempertahankan lahan di luar delineasi sebagai LSD; dan

b. dikenakan kewajiban untuk menerapkan rekayasa teknis untuk menjaga kelestarian Ekosistem LSD.

Kondisi sebagaimana disebutkan pada angka 1 dan angka 3 termasuk dalam kategori pelanggaran pemanfaatan ruang yang akan ditindaklanjuti dengan proses penertiban pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

C.   Panduan Penyelesaian Lahan Sawah yang Dilindungi yang Tidak Sesuai dengan Kawasan/Zona Tanaman Pangan dalam Rencana Tata Ruang

Panduan penyelesaian LSD yang tidak sesuai dengan kawasan/zona tanaman pangan dalam RTR dimaksudkan untuk menyelesaikan keterlanjuran kondisi faktual di atas LSD. Panduan penyelesaian tersebut terdiri atas:

1. Jika LSD berada di sekitar Saluran Irigasi Premium dan/atau berada dalam jangkauan pelayanan Saluran Irigasi Premium, maka tetap dipertahankan sebagai LSD.

2. Jika LSD beririgasi teknis namun di atasnya telah terdapat bangunan dan/atau urukan sebelum ditetapkannya LSD, maka dapat dikeluarkan dari LSD dengan ketentuan sebagai berikut:

a. dilakukan delineasi terhadap lahan yang terdapat bangunan dan/atau urukan tersebut dan mempertahankan lahan di luar delineasi sebagai LSD;

b. tidak dilakukan perluasan bangunan dan/atau urukan pada lahan tersebut;

c. dilakukan penerapan rekayasa teknis untuk menjaga fungsi Saluran Irigasi Teknis; dan d. dikenakan kewajiban untuk menjaga kelestarian Ekosistem LSD.

3. Jika LSD beririgasi teknis, luasnya ≤ 5.000 m2, dan keberadaannya terkurung bangunan pada 3 (tiga) sisi sebelum ditetapkannya LSD, maka dapat dikeluarkan dari LSD dengan ketentuan sebagai berikut:

a. dilakukan delineasi terhadap lahan tersebut dan mempertahankan lahan di luar delineasi sebagai LSD;

b. dilakukan penerapan rekayasa teknis untuk menjaga fungsi Saluran Irigasi Teknis; dan c. dikenakan kewajiban untuk menjaga kelestarian Ekosistem LSD.

4. Jika LSD beririgasi teknis namun di atasnya terdapat Penetapan Lokasi/izin lokasi yang masih berlaku/KKPR PSN atau Jaringan Infrastruktur, maka dapat dikeluarkan dari LSD dengan ketentuan sebagai berikut:

a. dilakukan delineasi terhadap lahan yang terdapat Penetapan Lokasi/izin lokasi yang masih berlaku/KKPR PSN atau Jaringan Infrastruktur tersebut dan mempertahankan lahan di luar delineasi sebagai LSD;

b. dilakukan penerapan rekayasa teknis untuk menjaga fungsi Saluran Irigasi Teknis; dan c. dikenakan kewajiban untuk menjaga kelestarian Ekosistem LSD.

5. Jika LSD beririgasi teknis namun di atasnya terdapat Kawasan Industri inisiatif Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang Izinnya telah terbit sebelum ditetapkannya LSD, maka dapat dikeluarkan dari LSD dengan ketentuan sebagai berikut:

a. dilakukan delineasi terhadap lahan yang terdapat Kawasan Industri tersebut dan mempertahankan lahan di luar delineasi sebagai LSD;

b. dilakukan penerapan rekayasa teknis untuk menjaga fungsi Saluran Irigasi Teknis; dan c. dikenakan kewajiban untuk menjaga kelestarian Ekosistem LSD.

6. Jika LSD beririgasi teknis namun di atasnya telah terbit KKPR, Izin, Konsesi, PTP, dan/atau Hak Atas Tanah nonpertanian sebelum ditetapkannya LSD, maka dapat dikeluarkan dari LSD dengan ketentuan sebagai berikut:

a. dilakukan delineasi terhadap lahan yang telah terbit KKPR, Izin, Konsesi, PTP, dan/atau Hak Atas Tanah nonpertanian tersebut dan mempertahankan lahan di luar delineasi sebagai LSD;

b. dilakukan penerapan rekayasa teknis untuk menjaga fungsi Saluran Irigasi Teknis; dan c. dikenakan kewajiban untuk menjaga kelestarian Ekosistem LSD.

7. Jika LSD beririgasi teknis namun di atasnya telah terbit Hak Atas Tanah pertanian sebelum ditetapkannya LSD, maka tetap dipertahankan sebagai LSD.

8. Jika LSD beririgasi teknis namun lahannya telah dikuasai atau dimiliki secara sah oleh pelaku usaha sebelum ditetapkannya LSD, maka dapat dikeluarkan dari LSD dengan ketentuan sebagai berikut:

a. dilakukan delineasi terhadap lahan yang telah dikuasai atau dimiliki secara sah oleh pelaku usaha tersebut dan mempertahankan lahan di luar delineasi sebagai LSD;

b. dilakukan penerapan rekayasa teknis untuk menjaga fungsi Saluran Irigasi Teknis; dan c. dikenakan kewajiban untuk menjaga kelestarian Ekosistem LSD.

9. Jika LSD beririgasi teknis namun di atasnya terdapat penetapan wilayah relokasi akibat bencana alam, maka dapat dikeluarkan dari LSD dengan ketentuan sebagai berikut:

a. dilakukan delineasi terhadap lahan yang terdapat penetapan wilayah relokasi akibat bencana alam tersebut dan mempertahankan lahan di luar delineasi sebagai LSD;

b. dilakukan penerapan rekayasa teknis untuk menjaga fungsi Saluran Irigasi Teknis; dan

c. dikenakan kewajiban untuk menjaga kelestarian Ekosistem LSD.

10. Jika LSD tidak beririgasi teknis dan memiliki produktivitas ≥ 6 (enam) ton per hektar per panen namun di atasnya telah terdapat bangunan dan/atau urukan sebelum ditetapkannya LSD, maka dapat dikeluarkan dari LSD dengan ketentuan:

a. dilakukan delineasi terhadap lahan yang terdapat bangunan dan/atau urukan tersebut dan mempertahankan lahan di luar delineasi sebagai LSD;

b. tidak dilakukan perluasan bangunan dan/atau urukan pada lahan tersebut; dan

c. dikenakan kewajiban untuk menerapkan rekayasa teknis untuk menjaga kelestarian Ekosistem LSD.

11. Jika LSD tidak beririgasi teknis, luasnya ≤ 5.000 m2, dan terkurung bangunan pada 3 (tiga) sisi sebelum ditetapkannya LSD, maka dapat dikeluarkan dari LSD.

12. Jika LSD tidak beririgasi teknis dan memiliki produktivitas ≥ 6 (enam) ton per hektar per panen namun di atasnya terdapat Penetapan Lokasi/izin lokasi yang masih berlaku/KKPR PSN atau Jaringan Infrastruktur, maka dapat dikeluarkan dari LSD dengan ketentuan sebagai berikut:

a. dilakukan delineasi terhadap lahan yang terdapat Penetapan Lokasi/izin lokasi yang masih berlaku/KKPR PSN atau Jaringan Infrastruktur tersebut dan mempertahankan lahan di luar delineasi sebagai LSD; dan

b. dikenakan kewajiban untuk menerapkan rekayasa teknis untuk menjaga kelestarian Ekosistem LSD.

13. Jika LSD tidak beririgasi teknis dan memiliki produktivitas ≥ 6 (enam) ton per hektar per panen namun di atasnya terdapat Kawasan Industri inisiatif Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang Izinnya telah terbit sebelum ditetapkannya LSD, maka dapat dikeluarkan dari LSD dengan ketentuan sebagai berikut:

a. dilakukan delineasi terhadap lahan yang terdapat Kawasan Industri tersebut dan mempertahankan lahan di luar delineasi sebagai LSD; dan

b. dikenakan kewajiban untuk menerapkan rekayasa teknis untuk menjaga kelestarian Ekosistem LSD.

14. Jika LSD tidak beririgasi teknis dan memiliki produktivitas ≥ 6 (enam) ton per hektar per panen namun di atasnya telah terbit KKPR, Izin, Konsesi, PTP, dan/atau Hak Atas Tanah nonpertanian sebelum ditetapkannya LSD, maka dapat dikeluarkan dari LSD dengan ketentuan sebagai berikut:

a. dilakukan delineasi terhadap lahan yang telah terbit KKPR, Izin, Konsesi, PTP, dan/atau Hak Atas Tanah nonpertanian tersebut dan mempertahankan lahan di luar delineasi sebagai LSD; dan

b. dikenakan kewajiban untuk menerapkan rekayasa teknis untuk menjaga kelestarian Ekosistem LSD.

15. Jika LSD tidak beririgasi teknis dan memiliki produktivitas ≥ 6 (enam) ton per hektar per panen namun di atasnya terdapat penetapan wilayah relokasi akibat bencana alam, maka dapat dikeluarkan dari LSD dengan ketentuan sebagai berikut:

a. dilakukan delineasi terhadap lahan yang terdapat penetapan wilayah relokasi akibat bencana alam tersebut dan mempertahankan lahan di luar delineasi sebagai LSD; dan

b. dikenakan kewajiban untuk menerapkan rekayasa teknis untuk menjaga kelestarian Ekosistem LSD.

16. Jika LSD terdampak akibat kondisi alam (antara lain: intrusi air laut, abrasi, dan penurunan muka tanah) sehingga secara fungsional tidak dapat lagi dipertahankan sebagai LSD, maka dapat dikeluarkan dari LSD.

17. Jika LSD berada dalam rencana pengembangan wilayah yang diprioritaskan pembangunan atau perwujudannya dalam RTR, maka dapat dikeluarkan dari LSD dengan ketentuan sebagai berikut:

a. dilakukan delineasi terhadap lahan yang berada dalam rencana pengembangan wilayah yang diprioritaskan pembangunan atau perwujudannya dalam RTR tersebut dan mempertahankan lahan di luar delineasi sebagai LSD;

b. menetapkan rencana pengembangan wilayah dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun;

c. rencana pengembangan wilayah sebagaimana dimaksud pada huruf b dilengkapi dengan surat pernyataan kesanggupan dari kepala daerah untuk mewujudkan rencana pengembangan wilayah, bukti komitmen investasi, nama investor, dan rencana pembangunan; dan

d. dikenakan kewajiban untuk menerapkan rekayasa teknis untuk menjaga kelestarian Ekosistem LSD.

18. Jika LSD berada dalam kawasan hutan, maka dapat dipertahankan sebagai LSD sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang kehutanan.

Dalam hal LSD secara fungsional tidak dapat lagi dipertahankan sebagai LSD berdasarkan hasil kajian dan rekomendasi dari Forum Penataan Ruang Daerah, maka dapat dikeluarkan dari LSD.

D.   Tata Cara Pelaksanaan Verifikasi dalam rangka Perubahan Peta Lahan Sawah yang Dilindungi

Verifikasi dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah (melalui perangkat daerah yang membidangi urusan penataan ruang) dengan melibatkan Kantor Pertanahan, instansi terkait, dan Forum Penataan Ruang Daerah. Rincian tata cara pelaksanaan verifikasi dalam rangka perubahan Peta LSD dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Tata Cara Identifikasi

a. Identifikasi dilaksanakan oleh perangkat daerah yang membidangi urusan penataan ruang.

b. Dalam pelaksanaan identifikasi, perangkat daerah yang membidangi urusan penataan ruang dapat berkoordinasi dengan perangkat daerah/instansi terkait.

c. Dalam pelaksanaan identifikasi yang berkaitan dengan data pertanahan, perangkat daerah yang membidangi urusan penataan ruang berkoordinasi dengan Kantor Pertanahan.

d. Identifikasi terdiri atas:

1) identifikasi KKPR, Izin, Konsesi, PTP, Penetapan Lokasi, dan/atau Hak Atas Tanah di atas LSD;

2) identifikasi alih fungsi LSD; dan

3) identifikasi kawasan/zona tanaman pangan dalam RTR

e. Identifikasi bertujuan untuk mengetahui faktor yang dipertimbangkan sebagai pengurang atau penambah terhadap luasan LSD. f. Faktor pengurang luasan LSD, antara lain:

1) PTP yang diterbitkan sebelum ditetapkannya LSD;

2) Hak Atas Tanah nonpertanian yang diterbitkan sebelum ditetapkannya LSD;

3) KKPR yang diterbitkan sebelum ditetapkannya LSD;

4) Izin atau Konsesi yang diterbitkan sebelum ditetapkannya LSD;

5) bangunan dan/atau urukan yang telah ada sebelum ditetapkannya LSD;

6) luasan LSD ≤ 5.000 m2 dan keberadaannya terkurung bangunan pada 3 (tiga) sisi;

7) Penetapan Lokasi/izin lokasi yang masih berlaku/KKPR PSN;

8) pembangunan Jaringan Infrastruktur;

9) Kawasan Industri inisiatif Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang Izinnya telah terbit sebelum ditetapkannya LSD;

10) penetapan wilayah relokasi akibat bencana alam;

11) LSD secara fungsional tidak dapat lagi dipertahankan sebagai LSD berdasarkan hasil kajian dan rekomendasi dari Forum Penataan Ruang Daerah;

12) rencana pengembangan wilayah yang diprioritaskan pembangunan atau perwujudannya dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun; dan

13) kesalahan basis data Peta LSD.

g. Faktor penambah luasan LSD, antara lain:

1) lahan sawah dengan produktivitas ≥ 3 (tiga) ton per hektar per panen yang belum terdelineasi;

2) cetak sawah baru; dan

3) pembangunan jaringan/saluran irigasi baru.

h. Identifikasi dilakukan melalui:

1) pengumpulan data; dan

2) survei lapangan.

i. Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan datadata yang berkaitan dengan usulan perubahan Peta LSD, antara lain:

1) data Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT)/foto udara kabupaten/kota;

2) data spasial dan tekstual LSD kabupaten/kota;

3) data spasial dan tekstual RTR;

4) data spasial dan/atau tekstual kawasan hutan;

5) data spasial dan/atau tekstual KKPR, Izin, dan/atau Konsesi yang terbit di atas LSD;

6) data spasial dan/atau tekstual PTP yang terbit di atas LSD;

7) data spasial dan/atau tekstual Hak Atas Tanah yang terbit di atas LSD;

8) data spasial dan/atau tekstual Penetapan Lokasi PSN;

9) data spasial dan/atau tekstual Jaringan Infrastruktur;

10) data spasial dan/atau tekstual daerah irigasi;

11) data spasial dan/atau tekstual Saluran Irigasi Premium;

12) data spasial dan/atau tekstual Saluran Irigasi Teknis;

13) data spasial dan/atau tekstual produktivitas lahan sawah; dan

14) data pendukung lainnya yang diperlukan.

j. Survei lapangan dilakukan untuk mengetahui kebenaran data yang telah dikumpulkan, kondisi fisik LSD aktual, dan pemanfaatan LSD aktual yang dapat dipertimbangkan sebagai faktor pengurang atau faktor penambah luasan LSD.

k. Survei lapangan dilaksanakan dengan melakukan pemantauan atau pemeriksaan lapangan (ground check survey). Dalam survei lapangan, dilakukan beberapa kegiatan, antara lain:

1) pengecekan lokasi dan luas LSD (baik yang sesuai dengan kawasan/zona tanaman pangan dalam RTR maupun yang tidak sesuai dengan kawasan/zona tanaman pangan dalam RTR);

2) pengecekan lokasi dan kondisi jaringan/saluran irigasi LSD;

3) pengecekan produktivitas LSD per hektar per panen;

4) pengecekan indeks pertanaman LSD;

5) pengecekan kondisi fisik LSD;

6) pengecekan lokasi PSN;

7) pengecekan lokasi Jaringan Infrastruktur;

8) pengecekan lokasi lahan sawah dengan produktivitas ≥ 3 (tiga) ton per hektar per panen yang belum terdelineasi (jika ada); dan/atau

9) pengecekan lokasi cetak sawah baru (jika ada).

2. Tata Cara Analisis Hasil Identifikasi

a. Analisis hasil identifikasi dilaksanakan oleh perangkat daerah yang membidangi urusan penataan ruang.

b. Dalam pelaksanaan analisis hasil identifikasi, perangkat daerah yang membidangi urusan penataan ruang dapat berkoordinasi dengan perangkat daerah/instansi terkait.

c. Dalam pelaksanaan analisis hasil identifikasi yang berkaitan dengan data pertanahan, perangkat daerah yang membidangi urusan penataan ruang berkoordinasi dengan Kantor Pertanahan.

d. Analisis hasil identifikasi dilakukan dengan pengolahan data spasial dan tekstual berdasarkan hasil identifikasi.

e. Analisis hasil identifikasi dilakukan dengan:

1) Melakukan penapisan melalui proses tumpang susun (overlay) Peta LSD dengan peta RTR (baik yang dalam proses revisi teknis, persetujuan substansi, maupun yang telah ditetapkan dengan peraturan daerah/peraturan kepala daerah) untuk menghasilkan:

a) LSD yang sesuai dengan kawasan/zona tanaman pangan dalam RTR; dan

b) LSD yang tidak sesuai dengan kawasan/zona tanaman pangan dalam RTR

2) Terhadap LSD yang tidak sesuai dengan kawasan/zona tanaman pangan dalam RTR, dilakukan analisis dan penapisan lebih lanjut terhadap:

a) pemenuhan kriteria LSD sebagai berikut:

(1) berada di sekitar Saluran Irigasi Premium dan/atau berada dalam jangkauan pelayanan Saluran Irigasi Premium;

(2) beririgasi teknis;

(3) memiliki produktivitas ≥ 6 (enam) ton per hektar per panen; dan

(4) indeks penanaman minimal 2 (dua);

b) faktor pengurang luasan LSD;

c) faktor penambah luasan LSD (jika ada); dan

d) dokumen pendukung.

3. Tata Cara Klarifikasi

a. Klarifikasi dilaksanakan oleh perangkat daerah yang membidangi urusan penataan ruang dengan melibatkan Kantor Pertanahan, perangkat daerah/instansi terkait, dan Forum Penataan Ruang Daerah.

b. Klarifikasi dilakukan terhadap analisis hasil identifikasi.

c. Klarifikasi bertujuan untuk memperoleh data dan informasi terkini tentang LSD serta untuk menggali informasi dan masukan terkait LSD kepada pemangku kepentingan.

d. Klarifikasi dilaksanakan melalui Focus Group Discussion (FGD).

e. Klarifikasi menghasilkan kesepakatan berupa:

1) LSD yang akan dipertahankan;

2) LSD yang tidak akan dipertahankan; dan

3) LSD yang akan ditambahkan (jika ada).

f. Hasil klarifikasi dituangkan dalam bentuk berita acara.

 

 

Sumber: PETUNJUK TEKNIS PENYELESAIAN KETIDAKSESUAIAN LAHAN SAWAH YANG DILINDUNGI DENGAN RENCANA TATA RUANG, KESESUAIAN KEGIATAN PEMANFAATAN RUANG, IZIN, KONSESI, DAN/ATAU HAK ATAS TANAH Nomor : 5/Juknis-HK.02/VI/2022 Tanggal : 14 Juni 2022, KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL