a. Pengertian
Lansekap
Lansekap diartikan sebagai wajah dan karakter lahan atau
tapak dari permukaan bumi dengan segala kehidupannya dan apa saja yang ada di
dalamnya baik yang bersifat alami maupun buatan. Lanskap
diartikan sebagai lahan yang luas, sedangkan yang berskala kecil diistilahkan
sebagai taman (garden).
Menurut
Suharto (1994), lanskap mencakup semua elemen pada tapak, baik elemen alami
(natural landscape), elemen buatan (artificial landscape) dan penghuni /makhluk
hidup yang ada di dalamnya. Penataan lanskap yang baik diperlukan untuk
mewujudkan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang indah dipandang mata.
Terdapat dua
aspek penting yang perlu diperhatikan dalam desain lansekap, yaitu aspek fungsi
dan aspek estetika.
• Aspek
fungsi memberikan penekanan pada kegunaan atau kemanfaatan dari benda atau
elemen yang dirancang.
• Aspek
estetika menekankan pada usaha untuk menghasilkan suatu nilai keindahan visual
yang diperoleh melalui garis, bentuk, warna, dan tekstur.
Elemen
lanskap pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Elemen
lembut atau alamiah (softscape) adalah istilah yang digunakan untuk unsur-unsur
material yang berasal dari alam. Elemen softscape merupakan elemen yang
dominan, terdiri dari tanaman atau pepohonan dan air permukaan.
2. Elemen
keras atau buatan (hardscape) adalah unsur-unsur material buatan atau elemen
selain vegetasi yang dimaksudkan adalah benda-benda pembentuk taman, terdiri
dari bangunan, gazebo, kursi taman, kolam ikan, pagar, pergola, air mancur,
lampu taman, batu, kayu, dan lain sebagainya.
b. Pengertian RTH
Dalam
bentangan lanskap terdapat Ruang Terbuka Hijau
(RTH) yang juga berdampingan dengan Ruang
Terbuka Non Hijau (RTNH). RTH merupakan area memanjang/jalur dan/atau
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman,
baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Sementara, RTNH
merupakan ruang terbuka di wilayah kota/kawasan perkotaan yang tidak termasuk
dalam kategori RTH, yaitu berupa lahan yang diperkeras maupun yang berupa badan
air.
RTH terdiri
dari tiga terminologi, yaitu:
1. Ruang, semakin besar taman maka semakin besar
manfaat ekologisnya. Tetapi hal ini masih memerlukan studi lebih lanjut.
2. Terbuka, RTH sepatutnya memiliki fungsi sosial
setelah RTH terbangun/beroperasi. Ketika RTH sudah dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat, indeks kepuasan pengguna dapat diukur apakah masyarakat sebagai
pengguna sudah merasa puas dalam memanfaatkan RTH.
3. Hijau, berkaitan dengan fungsi ekologis.
RTH ditinjau
dari aspek kepemilikannya dibagi menjadi RTH publik dan RTH privat:
1. RTH Publik, RTH yang dimiliki dan dikelola oleh
pemerintah daerah yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum,
antara lain berupa taman kota; taman pemakaman umum; dan jalur hijau sepanjang
jalan, sungai, serta pantai.
2. RTH Privat, RTH yang dimiliki dan dikelola oleh
swasta/masyarakat, antara lain berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik
masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan.
RTH ditinjau
dari aspek aktivitas manusia didalamnya terbagi menjadi dua jenis, yaitu RTH
aktif dan RTH pasif:
1. RTH Pasif, RTH yang ditujukan untuk konservasi
dimana kepadatan hijaunya cenderung tinggi antara 90-100% dan tidak mengundang
unsurunsur kegiatan manusia di dalamnya. Contoh RTH pasif dapat berupa pulau,
jalan, taman untuk rekreasi aktif dan pasif.
2. RTH Aktif, RTH yang ditujukan untuk ruang publik
tempat masyarakat dapat berkegiatan secara aktif. Tidak hanya sekedar ruang
terbuka publik, namun juga menampung kegiatan masyarakat. Contoh RTH aktif
misalnya plaza dan tempat bermain.
c. Aturan RTH di Indonesia
Terdapat
beberapa aturan RTH di Indonesia yang dapat menjadi acuan dalam penyelenggaraan
ruang terbuka hijau, yaitu sebagai berikut:
Undang-Undang
(UU) No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Undang-Undang
ini mengamanatkan proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30 % dari luas
wilayah kota di mana 20 %-nya merupakan RTH publik.
Undang-Undang
No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung diubah dengan UU No. 11 tahun 2020
tentang Cipta Kerja
Pengaturan
bangunan gedung bertujuan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional dan
sesuai dengan tata bangunan gedung yang serasi dan selaras dengan
lingkungannya.
Peraturan
Menteri PU No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum RTBL Pedoman Umum RTBL
berfungsi
sebagai dokumen pengendali pembangunan dalam penyelenggaraan penataan bangunan
dan lingkungan untuk suatu lingkungan/kawasan tertentu supaya memenuhi kriteria
perencanaan tata bangunan dan lingkungan. Pedoman ini mengatur tentang Program
Bangunan dan Lingkungan, Rencana Umum dan Panduan Rancangan (termasuk di
antaranya KDB, KLB, KDH, Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau), serta Rencana
Investasi.
Peraturan
Menteri PU No. 05 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang
Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan
Permen PU
No. 05 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka
Hijau di Kawasan Perkotaan ini bertujuan untuk mendorong kebutuhan ekologis
(menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air). Dalam peraturan ini
diatur mengenai standar penyediaan RTH, kriteria penyediaan vegetasi serta
arahan pemanfaatan RTH. Menurut Permen ini, tanaman tepi pada jalur hijau jalan
harus memenuhi fungsi di antaranya sebagai peneduh, penyerap polusi, peredam
kebisingan, dan pemecah angin.
Peraturan
Menteri PU No. 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang
Terbuka Non Hijau (RTNH) di Kawasan Perkotaan
Pedoman yang
ini bertujuan untuk mendorong penyediaan RTH sebagai pembentuk ruang yang
berkualitas untuk beraktivitas, baik sosial maupun budaya. Pedoman ini mengatur
standar penyediaan RTH, kriteria penyediaan perkerasan, serta arahan
pemanfaatan RTNH.
Standar
Nasional Indonesia (SNI) 03-1733- 2004 mengenai Tata Cara Perencanaan
Lingkungan Perumahan di Perkotaan.
Penggolongan
sarana RTH di lingkungan perumahan berdasarkan kapasitas pelayanannya terhadap
sejumlah penduduk adalah sebagai berikut:
• Setiap
unit Rukun Tetangga (RT) atau kawasan berpenduduk 250 jiwa dibutuhkan minimal 1
unit taman untuk memberikan kesegaran pada kota, baik udara segar maupun cahaya
matahari, sekaligus tempat bermain anak-anak;
• Setiap
unit Rukun Warga (RW) atau kawasan berpenduduk 2.500 jiwa diperlukan
sekurangkurangnya satu daerah terbuka berupa taman, di samping daerah-daerah
terbuka yang telah ada pada tiap kelompok 250 penduduk, yang berfungsi sebagai
taman tempat main anak-anak dan lapangan olah raga kegiatan olah raga;
• Setiap
unit kelurahan atau kawasan berpenduduk 30.000 jiwa diperlukan taman dan
lapangan olahraga untuk melayani kebutuhan kegiatan penduduk di area terbuka,
seperti pertandingan olah raga, upacara, serta kegiatan lainnya;
• Setiap
unit kecamatan atau kawasan berpenduduk 120.000 jiwa, harus memiliki
sekurang-kurangnya 1 (satu) lapangan hijau terbuka yang berfungsi sebagai
tempat pertandingan olahraga, upacara, serta kegiatan lainnya yang membutuhkan
tempat yang luas dan terbuka.
d. Fungsi RTH
RTH
dalam perkotaan dapat berfungsi ekologis, sosial budaya, estetika, dan ekonomi.
Fungsi
Ekologi
RTH
merupakan ‘paru-paru’ kota atau wilayah. Tumbuhan dan tanaman hijau dapat
menyerap karbondioksida (CO2 ), menambah oksigen, menurunkan suhu udara dengan
keteduhan dan kesejukan tanaman, menjadi area resapan air, serta meredam
kebisingan. Beberapa fungsi ekologi RTH pada lansekap antara lain:
1.
Perlindungan terhadap radiasi matahari
2.
Perlindungan terhadap angin
3.
Perlindungan terhadap suhu
4.
Perlindungan terhadap polusi
5.
Perlindungan terhadap erosi
6.
Perlindungan terhadap pandangan/visual (glare)
Fungsi
Sosial Budaya
RTH dapat
menjadi ruang tempat warga dapat bersilaturahmi dan berekreasi. Anak-anak
mendapatkan ruang untuk bermain. RTH juga dapat menjadi wadah dan objek
pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari alam.
Fungsi
estetika
Keberadaan
RTH dapat menciptakan suasana serasi dan simbang antara area terbangun dan
tidak terbangun. Selain itu keberadaan RTH juga dapat meningkatkan kenyamanan,
memperindah lingkungan kota, baik pada skala mikro, halaman rumah, lingkungan
permukiman, maupun makro (lansekap kota secara keseluruhan), yang dapat
menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota.
Fungsi
ekonomi
Jenis-jenis
tanaman tertentu punya nilai jual dan nilai konsumsi seperti tanaman bunga,
buah, daun, dan sayur-mayur.
e. Elemen-elemen Perancangan RTH
Perancangan
RTH didasarkan pada pertimbangan perwujudan keselarasan antara bangunan gedung
dengan lingkungan sekitarnya, sehingga infrastruktur yang kaku dapat dilunakan
dengan unsur hijau. Perancangan RTH juga dilakukan untuk mengantisipasi pertumbuhan
dan perkembangan kota agar tercipta keselarasan antara ruang terbangun dan
ruang hijau.
Perancangan
RTH tidak mutlak hanya unsur vegetatif (pepohonan) saja, namun dapat
ditambahkan aktivitas pendukung agar tercipta RTH yang aktif sesuai dengan peluang
pengembangan ruang terbuka tersebut. Perancangan RTH perlu memperhatikan
elemenelemen seperti fungsi RTH, peran RTH dalam kontrol parameter tertentu,
dan jenis tanaman yang sesuai dengan kontrol parameter tersebut.
Dominasi
unsur vegetatif tetap perlu diperhatikan agar terdapat pembeda dengan
perencanaan ruang terbuka yang lain (Krisnawati, 2012). RTH dibangun dari
kumpulan vegetasi yang perlu direncanakan kesesuaian terhadap lokasi dan
peruntukannya. Persyaratan umum tanaman untuk RTH perkotaan yaitu:
Sumber: PANDUAN
PENATAAN
RUANG
TERBUKA
HIJAU Oleh KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
DAN PERUMAHAN RAKYAT Tahun 2022