Rabu, 14 September 2022

Peran Strategis DPRD dalam Pengaturan Penataan Ruang Pasca UU Cipta Kerja

            DEWAN Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) hingga saat ini dalam kedudukannya pada penyelenggaraan pemerintahan daerah masih belum sepenuhnya dipahami oleh masyarakat. DPRD dianggap sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Hal ini dapat dimaklumi mengingat dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang ditetapkan pada era reformasi, DPRD didefinisikan sebagai Badan Legislatif Daerah sehingga dianggap memiliki kedudukan yang sama dengan DPR RI. Pada penjelasan Pasal 16 ayat 2, dijelaskan bahwa dalam kedudukannya sebagai Badan Legislatif Daerah, DPRD bukan merupakan bagian dari pemerintah daerah. Lebih lanjut dalam penjelasan undang-undang dimaksud, DPRD dipisahkan dari pemerintah daerah dengan maksud untuk lebih memberdayakan DPRD dan meningkatkan pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada rakyat. Oleh karena itu hak-hak DPRD cukup luas dan diarahkan untuk menyerap serta menyalurkan aspirasi masyarakat menjadi kebijakan daerah dan melakukan fungsi pengawasan. Selain itu, dalam proses pengisian anggotanya pun juga sama dengan DPR RI yaitu melalui Pemilihan Umum, sebagaimana dalam Pasal 18 ayat 3 Undang[1]Undang Dasar 1945 bahwa pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui Pemilihan Umum. Dalam Pasal 22E ayat 2 undang-undang dimaksud kembali ditegaskan bahwa Pemilihan Umum diselenggarakan salah satunya untuk memilih anggota DPRD.

Sejalan dengan perkembangan situasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, pengaturan terkait dengan DPRD juga mengalami penyesuaian. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengaturan baru setelah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, definisi DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Pemerintahan daerah sendiri didefinisikan sebagai penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dijelaskan bahwa hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD merupakan hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan. Kedudukan yang setara bermakna bahwa di antara lembaga pemerintahan daerah itu memiliki kedudukan yang sama dan sejajar, artinya tidak saling membawahi. Hal ini tercermin dalam membuat kebijakan daerah berupa Peraturan Daerah. Hubungan kemitraan bermakna bahwa antara Pemerintah Daerah dan DPRD adalah sama-sama mitra sekerja dalam membuat kebijakan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan fungsi masing-masing sehingga antar kedua lembaga itu membangun suatu hubungan kerja yang sifatnya saling mendukung bukan merupakan lawan ataupun pesaing satu sama lain dalam melaksanakan fungsi masing-masing.

Seiring dengan berkembangnya konsepsi penyelenggaraan pemerintahan daerah, melalui pengaturan yang terbaru dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pada ketentuan Pasal 57 ditegaskan bahwa kepala daerah dan DPRD merupakan penyelenggara pemerintahan daerah provinsi dan kabupaten/ kota, keduanya berada dalam “kotak penyelenggara pemerintahan daerah” sebagaimana terlihat dalam diagram pada Gambar 1.





Lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah diamanatkan bahwa DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat provinsi/kabupaten/kota yang mempunyai fungsi pembentukan peraturan daerah provinsi/kabupaten/kota, anggaran dan pengawasan. Ketiga fungsi tersebut dijalankan dalam kerangka representasi rakyat di daerah. Dalam rangka melaksanakan fungsi yang dimaksud, DPRD menjaring aspirasi masyarakat.

Salah satu fungsi DPRD dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah pembentukan peraturan daerah provinsi/kabupaten/kota. Hal ini dilaksanakan dengan cara:

a. Membahas bersama kepala daerah dan menyetujui atau tidak menyetujui rancangan peraturan daerah provinsi/ kabupaten/kota;

b. Mengajukan usul rancangan peraturan daerah provinsi/kabupaten/kota; dan

c. Menyusun program pembentukan peraturan daerah provinsi/kabupaten/ kota bersama kepala daerah.

Pelaksanaan fungsi tersebut tak terkecuali terhadap pembentukan peraturan daerah terkait dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

Sejalan dengan ketentuan tersebut, pada perubahan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan pada peraturan turunannya, dalam penetapan RTRW provinsi/kabupaten/ kota DPRD berperan strategis dalam penyepakatan substansi rancangan peraturan daerah sebelum diajukan ke Menteri ATR/BPN untuk mendapatkan persetujuan substansi. Dalam proses untuk mendapatkan persetujuan substansi dimaksud, DPRD juga dilibatkan dalam pembahasan lintas sektor bersama pemerintah daerah dan pemangku kepentingan terkait. Selain itu, tentunya dalam melaksanakan fungsinya dalam pembentukan peraturan daerah, yaitu melakukan persetujuan bersama kepala daerah atas rancangan peraturan daerah terkait dengan RTRW provinsi/ kabupaten/kota, yang telah mendapatkan persetujuan substansi.

Selanjutnya terkait dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), sesuai dengan amanat perubahan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, bentuk produk hukum RDTR yang semula merupakan peraturan daerah diubah menjadi peraturan kepala daerah. Dengan ditetapkannya RDTR melalui peraturan kepala daerah dimaksud maka mekanisme persetujuan bersama DPRD tidak dilakukan, mengingat mekanisme tersebut hanya terdapat dalam pembentukan peraturan daerah. Perubahan bentuk produk hukum RDTR tersebut meskipun tidak lagi melibatkan DPRD namun perannya dalam proses penetapan RDTR tetap signifikan, sebagai pihak yang harus dilibatkan dalam pelaksanaan konsultasi publik. Selain itu, DPRD juga tetap terlibat dalam pembahasan lintas sector yang diselenggarakan oleh Kementerian ATR/BPN. Hal-hal tersebut secara normatif tertuang dalam ketentuan Pasal 85 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.

Berkenaan penjelasan sebelumnya salah satu fungsi DPRD yang strategis adalah fungsi pengawasan. Hal ini diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap:

a. Pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan kepala daerah;

b. Pelaksanaan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah; dan

c. Pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan laporan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.

Pelaksanaan terhadap pengawasan tersebut termasuk pada pelaksanaan Peraturan Daerah tentang RTRW dan Peraturan Kepala Daerah tentang RDTR. Terkait dengan hal tersebut, khususnya dalam hal Peraturan Kepala Daerah tentang RDTR, meskipun DPRD tidak terlibat dalam proses penetapan namun DPRD tetap memiliki peran strategis untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan dimaksud.

Lebih lanjut dalam ketentuan Pasal 21 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota, pengawasan dapat dilaksanakan melalui:

a. Rapat kerja komisi dengan pemerintah daerah;

b. Kegiatan kunjungan kerja;

c. Rapat dengar pendapat umum; dan

d. Pengaduan masyarakat.

Terhadap pelaksanaan pengawasan melalui rapat kerja komisi dengan pemerintah daerah dan kegiatan kunjungan kerja, dilaksanakan oleh Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) melalui kegiatan evaluasi terhadap efektivitas pelaksanaan peraturan daerah, peraturan kepala daerah, dan pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang lain. Hal evaluasi tersebut dilaporkan kepada Pimpinan DPRD dan diumumkan dalam rapat paripurna.

Berdasarkan penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa DPRD tetap memiliki peran strategis dalam pengaturan penataan ruang pasca ditetapkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Hal ini mengingat selain daripada karena kedudukannya dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, juga fungsinya dalam pembentukan peraturan daerah provinsi/kabupaten/ kota dan pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah.



Sumber: Penulis oleh Ahmad Anshori Wahdy dalam BULETIN PENATAAN RUANG Edisi I | Januari - Februari 2022

Tidak ada komentar: