1. Komponen STBM
Program STBM dilaksanakan melalui proses pelembagaan 3 (tiga)
komponen sanitasi total yang merupakan satu kesatuan yang saling memengaruhi
yaitu:
a). Penciptaan lingkungan yang kondusif;
b). Peningkatan kebutuhan dan permint aan sanitasi; dan
c). Peningkatan penyediaan sanitasi.
Gambar 1. Komponen sanitasi total
Ketiga komponen sanitasi total tersebut menjadi landasan strategi
pelaksanaan untuk pencapaian 5 (lima) pilar STBM.
a.
Penciptaan Lingkungan
yang Kondusif
Komponen ini mencakup advokasi kepada para pemimpin Pemerintah,
Pemerintah Daerah dan pemangku kepentingan dalam membangun komitmen bersama
untuk melembagakan kegiatan pendekatan STBM yang diharapkan akan menghasilkan:
• Komitmen pemerintah daerah menyediakan sumber daya untuk
melaksanakan pendekatan STBM menyediakan anggaran untuk penguatan intitusi ;
• Kebijakan dan peraturan daerah mengenai program sanitasi seperti
SK Bupati, Perda, RPJMP, Renstra, dan lain-lain;
• Terbentuknya lembaga koordinasi yang mengarusutamakan sektor
sanitasi, menghasilkan peningkatan anggaran sanitasi daerah, koordinasi sumber
daya dari pemerintah maupun non-pemerintah;
• Adanya tenaga fasilita tor, pelatih STBM dan kegiatan peningkatan
kapasitas;
• Adanya sistem peman tauan hasil kinerja dan proses pengelolaan
pembelajaran.
b.
Peningkatan Kebutuhan
dan Permintaan Sanitasi
Komponen peningkatan kebutuhan sanitasi merupakan upaya sistematis
untuk mendapatkan perubahan perilaku yang higienis dan saniter, berupa :
• Pemicuan perubahan perilaku;
• Promosi dan kampanye perubahan perilaku higiene dan sanitasi
secara langsung;
• Penyampaian pesan melalui media massa dan media komunikasi
lainnya;
• Mengembangkan komitmen masyarakat dalam perubahan perilaku;
• Memfasilitasi terbentuknya komite/tim kerja masyarakat;
• Mengembangkan mekanisme peng hargaan terhadap masyarakat/institusi
melalui mekanisme kompetisi dan benchmark kinerja daerah.
c.
Peningkatan Penyediaan
Sanitasi
Peningkatan penyediaan sanitasi yang
secara khusus diprioritaskan untuk meningkatkan dan mengembangkan percepatan
penyediaan akses dan layanan sanitasi yang layak dalam rangka membuka dan
mengembangkan pasar sanitasi perdesaan, yaitu :
• Mengembangkan opsi teknologi sarana
sanitasi yang sesuai kebutuhan dan terjangkau; • Menciptakan dan memperkuat
jejaring pasar sanitasi perdesaan;
• Mengembangkan kapasitas pelaku pasar
sanitasi termasuk wirausaha sanitasi lokal;
• Mempromosikan pelaku usaha sanitasi
dalam rangka memberikan akses pelaku usaha sanitasi lokal ke potensi pasar
(permintaan) sanitasi on site
2.
Tahapan Pelaksanaan STBM
Pelaksanaan STBM dilakukan melalui tahapan kegiatan yang melibatkan
seluruh pemangku kepentingan. Keseluruhan tahapan persiapan pelaksanaan STBM di
semua tingkat harus memperhatikan koordinasi lintas sektor dan lintas pemangku
kepentingan, termasuk lintas program pembangunan air minum dan sanitasi,
sehingga keterpaduan dalam persiapan dan pelaksanaan STBM dapat tercapai.
3.
Peran Kelembagaan
Pemerintah kabupaten menjadi pemeran utama dalam pelaksanaan dan
pengembangan program sesuai dengan strategi dan prinsip pendekatan STBM.
Pemerintah Provinsi dan Pusat, memfasilitasi peningkatan kapasitas yang
diperlukan untuk mendukung kegiatan operasional.
Dalam upaya mendapatkan dukungan dari Pemerintah Kabupaten untuk
mengembangkan program STBM, perlu dilakukan roadshow para pengambil keputusan
ditingkat kebijakan dan manajemen program tentang prinsip-prinsip pengembangan
program dengan mengutamakan tidak ada subsidi untuk sarana rumah tangga,
penciptaan lingkungan yang mendukung dan peningkatan pemasaran serta perluasan
supply materials yang terkait dengan sanitasi. Roadmap atau Rencana Strategis
Higiene dan Sanitasi kabupaten yang merupakan pentahapan rencana pengembangan
program STBM sangat diperlukan sebagai acuan untuk pengajuan anggaran APBD
kabupaten melalui mekanisme yang ada seperti Musrenbang dan SKPD.
Pemerintah provinsi bersama pemerintah pusat akan memberikan
bimbingan dalam upaya peningkatan kapasitas dan pelatihan untuk pengembangan
program STBM di tingkat kabupaten yang mengacu pada mekanisme yang ada dan
dokumen pendukung terkait. Provinsi menyusun Rencana Strategis Higiene dan
Sanitasi dengan mempertimbangkan potensi yang ada dan legal dokumen dari Pusat
yang terkait seperti target RPJMN dan MDGs. Pemerintah provinsi menyiapkan
rencana yang didalamnya termasuk koordinasi pelaksanaan STBM tingkat provinsi,
melaksanakaan riset pasar dan karaakter media komunikasi tingkat provinsi,
melakukan kajian lingkungan yang mendukung (enabling environment) pada
kabupaten sasaran dan mengembangkan kemitraan dengan organisasi non pemerintah
(seperti dengan program-program Corporate Social Responsibility).
Pemerintah menyiapkan perangkat dalam upaya mengoperasionalkan
kebijakan nasional STBM dan memfasilitasi penyediaan sumber daya termasuk
pendanaan yang mendukung peningkatan kapasitas pengembangan pendekatan STBM
melalui berbagai alternatif pendanaan, meningkatkatkan kapasitas dan peraangkat
sistim monitoring, menyebar-luaskan dan memfasilitasi produk pengetahuan dan
pembelajaran dan penciptaan sistim insentif.
Keterlibatan pemangku kepentingan lainnya (donor, LSM, swasta,
institusi pendidikan, institusi agama, dll) mendukung upaya Pemerintah dan
Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan program STBM berupa dukungan pembiayaan,
advokasi, dan bantuan teknis. Dukungan yang dilakukan oleh lembaga non pemerintah
ini dapat dilakukan di berbagai tingkatan pemerintahan maupun tahapan
pelaksanaan, sesuai dengan keberadaan dan kapasitas dari pemangku kepentingan.
Dukungan tersebut wajib dikoordinasikan dengan Pemerintah/Pemerintah
Daerah maupun lembaga koordinasi di wilayah setempat agar sejalan serta
bersinergi dengan kebijakan dan strategi nasional STBM.
Peran masyarakat adalah sebagai pelaku utama, motivator dan
fasilitator STBM dalam penyusunan rencana aksi, pelaksanaan, pemantauan dan
evaluasi rencana aksi yang telah tersusun.
4.
Mekanisme dan Koordinasi
4.1 Mekanisme Dukungan Peningkatan Kapasitas
Dukungan dalam rangka peningkatan kapasitas Pemerintah Daerah akan
difasilitasi oleh Pemerintah berdasarkan skala prioritas dan Pemerinah Daerah
bertanggung jawab ata pengembangannya.
Dukungan Pemerintah akan diprioritaskan pada kegiatan persiapan
untuk membangun advokasi lingkungan politik dan kelembagaan yang kondusif,
termasuk pengembangan kapasitas fasilitator dan pelatih tingkat kabupaten.
Pelaksanaan pengembangan kapasitas akan dilakukan melalui pelatihan bertahap
dengan metode yang efektif dan melibatkan lembaga yang mempunyai wewenang
dibidang pendidikan untuk memberikan legalitas dan akreditasi pendidikan yang
berkulitas.
Peningkatan dan perluasan cakupan STBM ke seluruh kabupaten akan
menggunakan alokasi pembiayaan dari Pemerintah Daerah dan sumber daya tenaga
kerja yang telah dikembangkan.
4.2
Tenaga Pelatih dan
Kerangka Kerja Pengembangan Kapasitas
Pengembangan kapasitas melalui berbagai kegiatan sangat diperlukan
dalam upaya mendukung pelaksanaan program STBM.
Tim fasilitator nasional akan dipilih dari kalangan umum, pemerintah
dan swasta, LSM, lembaga penelitian dan akademik, yang akan ditugaskan secara
berkala untuk meningkatkan beragam keterampilan berbeda yang dibutuhkan oleh
pengelola program sanitasi dan higiene serta para pelaksana program STBM.
Dalam upaya melaksanakan kegiatan operasional, dibentuk Sekretariat
STBM yang berfungsi melakukan pemetaan tentang potensi, kebutuhan dan
kesenjangan, berperan sebagai fasilitator untuk menjalankan program peningkatan
kapasitas tim fasilitator berbagai tingkatan, koordinasi kegiatan STBM di pusat
dan melakukan pemantauan perkembangan program, pengelolaan data, informasi dan
pengetahuan.
Kerangka kerja peningkatan kapasitas pembangunan sanitasi perdesaan
akan dikembangkan dengan materi pengembangan kapasitas yang disesuaikan dengan
kebutuhan setiap tingkatan institusi dari mulai provinsi, kabupaten, kecamatan,
puskesmas, sampai tingkat masyarakat.
Di tingkat pusat melalui Sekretariat STBM akan melaksanakan TOT yang
diikuti oleh para praktisi STBM termasuk Pemerintah, LSM yang berminat, Lembaga
Donor, organisasi profesi, swasta, akademik dan lembaga pendidikan yang
berkompeten dan provinsi terpilih. Tim fasilitator ini diharapkan menjadi
sumber fasilitasi pengetahuan, keterampilan dan inovasi intervensi STBM dan
bekerjasama dengan fasilitator provinsi melaksanakan TOT di tingkat kabupaten.
Advokasi dilaksanakan dalam upaya penyebarluasan informasi tentang
kebijakan strategi nasional STBM kepada para pengambil keputusan dan pengelola
program/proyek terkait dan kemungkinan dilakukannya sinergi sumber daya untuk
mendukung upaya STBM yang lebih optimal dan dalam upaya pembentukan pusat
pengembangan (development center) untuk sanitasi.
Pemantauan dan penciptaan lingkungan yang mendukung dilaksanakan
dengan memanfaatkan sistim yang sudah ada, sehingga diharapkan setiap informasi
perkembangan STBM dapat diketahui oleh para pelaku yang berkompeten. Pusat akan
melakukan kerja sama dengan lembaga pendidikan dan lembaga peningkatan sumber
daya manusia, khususnya dalam penyelenggaraan pelatihan yang berkaitan dengan
jabatan fungsional tenaga sanitarian agar output yang dihasilkan dapat
memperoleh nilai kredit dan akreditasi secara legal.
Upaya ini merupakan salah satu bentuk insentive bagi tenaga
sanitarian dalam melaksanakan fungsi dilapangan khususnya yang berkaitan dengan
kegiatan STBM.
Provinsi melalui Pokja AMPL bekerjasama dengan tim fasilitator pusat
dan lembaga pendidik yang telah dilatih akan melaksanakan TOT tingkat kabupaten
yang diikuti oleh lembaga pemerintah daerah yang berkompeten, LSM lokal,
swasta, lembaga pendidikan, organisasi profesi dan puskesmas yang berminat dan
terpilih untuk mengembangkan program STBM di wilayahnya dapat digunakan sebagai
pusat pelatihan. Melakukan advokasi kepada para pengambil keputusan dan
pengelola proyek/kegiatan yang berkaitan dengan /atau kemungkinan dilakukan
sinergi untuk mendukung upaya sanitasi. Melakukan pemantauan terhadap kemajuan
pelaksanaan STBM selaras dengan kebutuhan informasi oleh pusat dan data yang
tersedia di kabupaten. Setiap provinsi yang mempunyai/mengelola lembaga
pendidikan diharapkan dapat melakukan kerjasama untuk menyebarluaskan informasi
dan dukungan sumber daya guna membantu pelaksanaan STBM di daerah. Dalam upaya
menyusun rencana yang terintegrasi, provinsi melakukan konsolidasi dan
koordinasi dengan daerah dan mempertimbangkan sumber daya yang ada termasuk
lembaga pendidikan yang dapat digunakan sebagai pusat pengembangan sanitasi
(development center).
Kabupaten melalui fungsi Pokja AMPL, bekerjasama dengan tim
fasilitator provinsi melaksanakan pelatihan untuk memahami berbagai bidang yang
terkait dengan pelaksanaan kegiatan STBM yang diikuti oleh para pelaksanaan
kegiatan sanitasi di daerah antara lain lembaga pemerintah yang berkompeten,
swasta, LSM lokal, organisasi massa dan sanitarian yang bertugas di wilayah
kabupaten. Advokasi diselenggarakan dengan sasaran para pengambil keputusan dan
pengelola proyek sanitasi atau yang memungkinkan untuk dilakukan sinergi.
Pemantauan kemajuan pelaksanaan dan penyebarluasan informasi dilaksanakan
dengan memanfaatkan sistim yang sudah ada dan mengacu pada kebutuhan informasi
oleh provinsi dan pusat serta prinsip-prinsip pendekatan STBM.
Kecamatan/desa/kelurahan/masyarakat akan dilaksanakan pelatihan
dalam upaya meningkatkan keterampilan untuk melaksanakan proses pemberdayaan
masyarakat melalui perubahan perilaku secara kolektif sehingga terwujudnya
desa/kelurahan sanitasi total dan melakukan pemantauan kemajuan pelaksanaan.
Verifikasi akan dilakukan bila desa/kelurahan telah mencapai indikator pilar 1,
selanjutnya dilakukan bila desa/kelurahan telah mencakup 5 pilar.
4.3
Koordinasi Pelaksanaan
Dalam upaya pelaksanaan mekanisme tersebut diatas, koordinasi
menjadi bagian penting yang wajib dilaksanakan oleh masing-masing peran dan
jenjang wilayah sesuai tugas pokok serta fungsinya (tupoksi).
1. Koordinasi di tingkat Pusat dilaksanakan dengan memanfaatkan
kelembagaan yang sudah ada seperti Pokja AMPL, Tim Pengarah dan Tim Tehnis
kegiatan AMPL. Sekretariat STBM akan melakukan koordinasi operasional
pelaksanaan STBM dan secara berkala melaporkan ke Kementerian Kesehatan untuk
disampaikan ke forum koordinasi AMPL
2. Koordinasi tingkat Provinsi melalui Pokja AMPL / lembaga
koordinasi yang sudah ada. Dinas Kesehatan Propinsi sebagai penanggung jawab
kegiatan STBM menyampaikan kemajuan yang dicapai keforum Pokja AMPL dan
Gubernur.
3. Koordinasi tingkat Kabupaten melalui Pokja AMPL / lembaga
koordinasi yang sudah ada. Dinas Kesehatan Kabupaten sebagai penanggung jawab
kegiatan STBM menyampaikan laporan kemajuan yang telah dicapai keforum AMPL dan
Bupati.
4. Koordinasi tingkat Kecamatan dilaksanakan melalui mekanisme forum
koordinasi kecamatan. Kepala Puskesmas sebagai penanggung jawab kegiatan STBM
melaporkan kemajuan hasil kegiatan ke forum koordinasi yang dipimpin oleh Camat
dan Kepala Pukesmas.
5. Koordinasi tingkat Desa/kelurahan melalui komite yang dibentuk
oleh masyarakat dan melaporkan hasil kemajuan yang telah dicapai keperangkat
desa yang dipimpin oleh kepala Desa, Lembaga Desa dan ke Puskesmas dengan
menggunakan sistem yang ada.
Keterangan
1. Pokja AMPL di Pusat merupakan forum koordinasi tingkat nasional
yang beranggotakan lintas Kementerian terkait antara lain Kementrian Pekerjaan
Umum, Dalam Negeri ( Ditjen PMD dan Bangda ), Kesehatan ( Direktorat Penyehatan
Lingkungan, Pusat Promosi Kesehatan, Pusat Data dan Informasi ), Pendidikan dan
Kebudayaan, dan para pelaku kegiatan AMPL seperti para donor, LSM dan lembaga
internasional
2. Sekretariat STBM di Pusat merupakan unit yang mengelola kegiatan
STBM berkoordinasi dengan Pokja AMPL Nasional. Sekretariat dikoordinir oleh
pejabat dari Kementerian Kesehatan dan beranggotakan dari konsultan yang
direkrut oleh para pendukung Sekretariat. Unit ini bertanggung jawab dan
melaporkan kemajuan yang telah dicapai kepada Kementerian Kesehatan.
3. Pokja AMPL Propinsi merupakan forum koordinasi ditingkat propinsi
yang beranggotakan lintas dinas terkait di propinsi antara lain Dinas Cipta
Karya, Dinas Kesehatan ( Penyehatan Lingkungan, Promosi Kesehatan, Pusat Data
dan Informasi ), Kantor PMD, Bappeda, Dinas Pendidikan dll
4. Pokja AMPL Kabupaten merupakan forum koordinasi di tingkat
kabupaten yang beranggotakan lintas dinas terkait yaitu Dinas Kesehatan, Dinas
Pekerjaan Umum, Kantor PMD, Bappeda, Dias Pendidikan, PKK/BKKBN dll
5. Komite di tingkat desa dan masyarakat adalah unit yang dibentuk
berdasarkan kesepakatan masyarakat yang berfungsi melakukan motivasi,
kreatifitas dan pengawasan terhadap proses pemberdayaan akses terhadap sarana
sanitasi yang sehat melalui perubahan perilaku secara kolektif. Komite
beranggotakan unsur tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, sanitarian,
bidang desa.
5.
Mekanisme Pelaksanaan
STBM pada Setiap Tingkatan
Pemerintah pusat Kementerian Kesehatan sebagai penanggung jawab
kegiatan menjabarkan pelaksanaan STBM sessuai dengan landasan hukum yang
mendukung dan Rencana Strategi Kementerian Kesehatan yang dirinci dalam Roadmap
Sanitasi dengan menyiapkan pedoman pelaksanaan, pedoman tehnis dan modul
pelaksanaan kegiatan, optimalisasi sumber dana sektoral, project nasional,
kemitraan dengan anggaran lain yang terkait untuk mendukung kegiatan, kemitraan
dengan pemangku kepentingan dan pemantauan kemajuan kegiatan termasuk
pengelolaan pengetahuan. Kegiatan akan difokuskan pada peningkatan kapasitas
pemerintah daerah melalui advokasi, pelatihan TOT provinsi dan kabupaten,
pendampingan untuk pengembangan dan perluasan program, pengelolaan pengetahuan,
penyiapan kerangka acuan khususnya terkait dengan studi yang spesifik. Di
tingkat pusat dibentuk Sekretariat STBM yang sumber dayanya akan didukung oleh
para pemangku kepentingan dan berfungsi sebagai pengelola kegiatan STBM secara
terpadu dibawah koordinsi Kementrian Kesehatan. Secara periodik Sekretariat
STBM akan melakukan koordinasi dengan Pokja AMPL pusat dalam upaya konsolidasi
perkembangan program STBM.
Pemerintah provinsi akan memfasilitasi kabupaten yang berminat untuk
mengembangkan program STBM antara lain berkerja sama dengan pusat melakukan
advokasi dan TOT untuk tingkat kabupaten, pendampingan dan fasilitasi yang
dibutuhkan oleh kabupaten, menyelenggarakan riset pemasaran (formative
(perilaku dan preferensi konsumen) dan penilaian rantai supply (supply chain
assessment) , strategi pemasaran dan kampanye komunikasi perubahan perilaku
bedasarkan hasil temuan riset, menyiapkan Katalog Opsi Sanitasi Propinsi
(Informed Choice Catalog) berdarsarkan riset, , evaluasi kinerja kabupaten
dengan sistim pembandingan dan pembelajaran sesuai progres yang telah dicapai,
fasilitasi akses terhadap potensi sumber dana yang ada termasuk dana CSR yang disediakan
oleh perusahaan yang bergerak di wilayah tersedut. Dalam melakukan koordinasi
dengan lembaga yang lain dibentuk Pokja AMPL yang beranggotakan kelembagaan
terkait dan dikoordinir oleh Bappeda provinsi.
Pemerintah kabupaten merupakan pelaku utama dalam upaya pengembangan
STBM karena program sanitasi menjadi salah satu urusan kabupaten. Advokasi para
pengambil keputusan adalah merupakan langkah awal dalam upaya menjaring
peminatan kabupaten dengan melibatkan Bupati, anggota DPRD, Ketua Bappeda dan
SKPD. Pendampingan daerah untuk penyiapkan kelembagaan, penyusunan strategi
pelaksanaan, komitmen daerah untuk penyediaan sumber dana dan sumber daya
dengan kegiatan pokok diseminasi informasi, pengembangan strategi peningkatan
demand dan pemasaran sanitasi termasuk jejaring distribusi, menjaring peminatan
masyarakat, pemicuan dan pemantauan progres di masyarakat serta kompetisi antar
desa atau kecamatan untuk hasil yang dicapai dan dikaitkan dengan sistim
pemberian penghargaan (reward) kepada pelaksana yang telah melakukan usaha
keras dan memiliki keberhasilan (champion).
Untuk kompetisi sumber dana dan sumber daya yang ada di kabupaten
perlu diidentifikasi untuk mendukung kegiatan STBM secara langsung/tidak
langsung. Pembentukan forum koordinasi antar lembaga terkait sangat diperlukan
dalam upaya mendukung sinergi sumber dana, kegiatan, sasaran yang akan dicapai.
Di tingkat kecamatan yang menjadi prioritas dalam intervensi program akan
melakukan diseminasi informasi kepada tokoh masyarakat dan mengumpulkan
peminatan yang disampaikan oleh desa/kelurahan. Berdasarkan peminatan
masyarakat, kecamatan menentukan prioritas intervensi peningkatan demand
melalui metoda pemicuan sesuai strategi pengembangan program STBM.
Keberhasilan lokasi awal pemicuan mencapai ODF dan melakukan
deklarasi yang dihadiri oleh tokoh masyarakat termasuk Bupati akan memotivasi
masyarakat sekitar untuk melakukan replikasi di wilayah lain. Pemantauan
progres melalui pengumpulan data yang disampaikan oleh masyarakat dan
melaksanakan verifikasi secara sistimatis dan berkelanjutan sesuai dengan
indikator masing masing pilar. Pembentukan jejaring pemasaran sanitasi yang
melibatkan penyedia material, pelaku wirausaha sanitasi dan sales diseluruh
pelosok desa/kelurahan akan mempercepat peningkatan akses terhadap berbagai pilar
sanitasi total. Jika memungkinkan , disediakan penghargaan berupa insentif atau
penambahan kredit point kepada fasilitator jika mereka memfasilitasi masyarakat
menjadi ODF. Hal ini akan menjadi ukuran jaminan kualitas kinerja.
Berikut adalah uraian kegiatan dalam pelaksanaan STBM pada setiap
tingkatan:
1). Persiapan
a. Penyiapan dokumen pendukung NSPK (Norma, Standar, Pedoman,
Kriteria)
Pemerintah pusat menyiapkan dokumen NSPK dalam bentuk Pedoman
Pelaksanaan serta dokumen penunjang lainnya dan didiseminasikan ke seluruh
provinsi di Indonesia.
b. Kelembagaan
Tingkat Pusat dibentuk Sekretariat STBM yang berperan melakukan
koordinasi kegiatan STBM dan lebih fokus pada pengembangan konsep kepemimpinan
dan pendampingan secara substantif dalam upaya membangun kapasitas kelembagaan
yang berkesinambungan secara sistimatis, mekanisme yang tepat dan standar yang
terukur melalui :
• Pengelolaan kegiatan selaras dengan strategi yang telah
ditetapkan;
• Memberikan bantuan teknis peningkatan kapasitas terhadap lembaga
yang membutuhkan;
• Menyusun laporan hasil pelaksanaan dan kemajuan yang telah dicapai
kepada lembaga terkait melalui Kementerian Kesehatan;
• Monitoring terhadap kemajuan yang telah dicapai dengan menggunakan
metoda pembandingan (monitoring akses kepada sarana sanitasi yang layak seperti
yang diperlukan untuk target nasional dan penilaian kinerja kegiatan STBM
melalui benchmarking).
Sekretariat juga berfungsi sebagai forum koordinasi para pelaku STBM
baik dari lintas sektor antara lain Kementerian Kesehatan ( Direktorat PL,
Promosi Kesehatan, Pusat Informasi Data, Bapelkes, UKS), Kemendagri,
Kementerian PU, Bappenas maupun mitra swasta di tingkat Nasional, koordinasi
dengan Pokja AMPL
c. Advokasi awal dan komunikasi kepada pemerintah daerah
Sesuai Undang-Undang no 32 tahun 2004 tentang otonomi daerah pasal
13 tentang Urusan Daerah dan dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah nomor 38
tahun 2007, lampiran Bidang Kesehatan bahwa urusan sanitasi menjadi kewajiban
dan tanggung jawab pemerintah daerah kabupaten.
Selaras dengan Undang undang tersebut Pemerintah Daerah menjadi
pelaksana utama STBM, oleh karena itu diperlukan advokasi Pemerintah kepada
Pemerintah Provinsi dan Kabupaten. Advokasi ini bertujuan agar pemerintah
daerah memahami dan berkomitmen mengembangkan program sanitasi dengan
pendekatan STBM. Pelaksanaan kegiatan advokasi dapat dimulai dari tingkat
Nasional dengan sasaran seluruh Gubernur dan dilanjutkan advokasi ke tingkat
propinsi dengan sasaran seluruh Bupati.
Sosialisasi juga diperlukan untuk perluasan dan pengembangan
kegiatan dengan sasaran utama adalah lintas sektor, lintas program, dan mitra
di tingkat pusat dan Pemerintah Daerah. Kegiatan sosialisasi dapat dilakukan
melalui: Roadshow, Fasilitasi/pendampingan, Bantuan Teknis dan Lokakarya.
Dalam kegiatan advokasi dan sosialisasi kepada pemangku kepentingan,
disampaikan mengenai substansi kegiatan dan kebijakan/ peraturan yang
mendukung.
Materi materi advokasi akan meliputi:
1. Keputusan atau Peraturan Menteri Kesehatan nomor
852/Kepmenkes/2008 tentang STBM
2. Pembelajaran dari hasil penerapan STBM secara skala besar di
Propinsi Jawa Timur
3. Hasil –hasil penelitian global yang menerangkan kenapa Indonesia
memilih STBM sebagai pendekatan nasional sanitasi berbasis masyarakat.
Paket advokasi yang disiapkan oleh Sekretariat STBM akan membawa
pesan advokasi dan sosialisasi berupa:
1.
Mengapa bidang sanitasi perlu
diprioritas kan oleh Pemerintah Daerah.
• Akses sanitasi saat ini di Indonesia dibandingkan dengan target
MDG nasional dan RPJMN. Dari target akses sebesar 55,6% pada tahun 2015, akses
masyarakat pada jamban keluarga yang layak pada tahun 2010 baru sebesar 38,4%.
Terdapat kesenjangan sebesar 17% dalam sisa waktu 3 tahun (2012-2015).
Sementara dalam RPJMN 2010 – 2014, mentargetkan bahwa pada akhir tahun 2014,
tidak akan ada lagi masyarakat Indonesia yang melakukan praktik buang air besar
sembarangan (BABS).
• Temuan penelitian tentang dampak terhadap ekonomi Indonesia akibat
sanitasi buruk adalah kehilangan nilai ekonomi sebesar Rp. 56 Trillun, secara
rata-rata setiap kabupaten sebesar Rp. 110 milyar per tahun
• Temuan studi dari pengembalian hasil ekonomi (economic returns)
dari pembangunan sanitasi. Dukungan terhadap signifikansi capaian,
target/outcome, misalnya meningkatkan derajat kesehatan, menurunkan tingkat
kemiskinan/meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
• Pendekatan terdahulu yang menyediakan subsidi paket jamban secara
gratis telah gagal untuk meningkatkan akses kepada jamban sehat dan tidak
berkelanjutan atau memungkinkan dalam skala massif , Pemerintah Indoensia
kemudian mengembangkan strategi nasional STBM pada tahun 2008 yang lebih fokus
pada perubahan perilaku hygiene dan saniter secara luas oleh masyarakat ,
dengan cepat dan , efisien (cost-effective).
2.
Pengembangan kapasitas STBM
m e r u p a kan sebuah kesempatan propinsi dan kabupaten untuk mempelajari
bagaimana melaksanakan pendekatan STBM , seperti CLTS dan pemasaran sanitasi
untuk melaksanakan pembangunan sanitasi berbasis masyarakat dalam skala besar
dan menjadikan mereka bebas dari praktik BABS.
Pelaksanaan kegiatan STBM yang sudah
dilakukan di beberapa daerah menunjukan hasil yang cukup menjanjikan.
3.
Pengembangan pendekatan
STBM pada skala besar, diperlukan dukungan pengembangan kapasitas dan instrumen
pelaksanaan yang akan disiapkan secara terintegrasi antara Pemerintah dan
Pemerintah Daerah
2) Mengembangkan peningkatan kapasitas institusi
Pada langkah awal Pemerintah akan memfasilitasi peningkatan
kapasitas Pemerintah Daerah akan disediakan berdasarkan skala prioritas dan
kepeminatan. Setelah itu diharapkan pengembangan kapasitas sepenuhnya menjadi
tanggung jawab pemerintah daerah. Dukungan pembiayaan akan diprioritaskan untuk
kegiatan persiapan dalam membangun advokasi lingkungan politik dan kelembagaan
yang kondusif, termasuk kapasitas pembangunan fasilitator dan pelatih tingkat
kabupaten.
Pelaksanaan pengembangan kapasitas akan
diberikan melalui kombinasi berbagai pendekatan termasuk pelatihan secara
bertahap, pendampingan, kajian pembelajaran (melaui pertemuan atau kunjungan),
pengelolaan pengetahuan melalui media elektronik dan media lainnya.
Pada langkah awal, Pemerintah melalui
Sekretariat STBM menyiapkan Tim Fasilitator nasional yang akan dipilih dari
kalangan umum, pemerintah dan swasta, LSM, lembaga penelitian dan akademik. Tim
akan dipanggil secara berkala guna meningkatkan keterampilan yang berbeda
sesuai kebutuhan pengelola program sanitasi dengan pendekatan STBM di daerah.
Tim fasilitator nasional ini disiapkan melalui TOT tingkat Nasional dan
selanjutnya akan menjadi nara sumber dan pelatih di tingkat Provinsi. Peserta
TOT di tingkat provinsi akan menjadi pelatih dan nara sumber pelatihan
fasilitator di tingkat kabupaten
Peserta pelatihan di tingkat kabupaten
terdiri dari para pelaku STBM di tingkat kabupaten dan kecamatan, termasuk
diantaranya para pelaku/fasilitator lapangan seperti petugas Puskesmas
(Sanitarian, Promkes, Bidan dll) atau stakeholder lain di tingkat kecamatan.
Sebagian peserta pelatihan tingkat kabupaten, terutama yang berpotensi dan
berkemampuan dapat menjadi pelatih atau narasumber untuk perluasan STBM ke
wilayah yang lebih luas di Kabupaten.
Di tingkat pusat, peningkatan kapasitas
institusi dalam melaksanakan kegiatan STBM akan dilakukan kepada semua pihak
yang berpotensi untuk melaksanakan STBM yaitu lintas kementerian/lembaga,
lintas program, dan mitra di tingkat pusat. Pada tahap berikutnya dukungan
pusat diprioritaskan untuk membangun kapasitas kelembagaan di provinsi dan
kabupaten.
Substansi peningkatan kapasitas didasarkan
pada hasil penilaian kebutuhan yang tentu saja berbeda bagi masing-masing
daerah. Tetapi secara umum meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Kapasitas teknis, misalnya teknologi
tepat guna untuk sarana sanitasi; pengelolaan air minum rumahtangga,
pengelolaan sampah dan limbah cair domestik;
2. Kemampuan fasilitasi, terkait upaya
perubahan perilaku higiene dan sanitasi masyarakat;
3. Kemampuan advokasi bagi para pelaku STBM
terkait dengan upaya perluasan pelaksanaan STBM;
4. Pengelolaan kegiatan STBM, termasuk
penyusunan dokumen perencanaan, pembiayaan, dan lain-lain.
Metode dan kegiatan dalam peningkatan
kapasitas:
1. Melalui ToT (Training of Trainer);
2. Lokakarya evaluasi pembelajaran;
3. Studi banding kepada daerah yang telah
berhasil;
4. Pelatihan untuk peningkatan pengetahuan,
sikap dan ketrampilan;
5. Pendampingan/bantuan teknis; 6.
Membangun dengan sistim kopetisi dan insentif, dan lain-lain.
3) Mengembangkan sistem pemantauan dan evaluasi
Sistem pemantauan dan evaluasi secara
nasional diperlukan untuk dapat selalu melakukan pemuthakiran data perkembangan
pelaksanaan dan hasil kegiatan STBM. Hal ini terkait dengan upaya dan proses
pencapaian target MDGs maupun RPJMN. Meskipun sistem pemantauan dan evaluasi di
daerah akan cukup bervariasi pelaksanaannya, berdasarkan pengalaman yang ada
dari proyek higiene dan sanitasi di Indonesia, sistem manajemen informasi dari
hasil pemantauan yang akan dikembangkan dan dilembagakan pada lembaga
pemerintah daerah setidaknya memenuhi tolok ukuran dan prinsip-prinsip yang
sama. Pusat memberikan panduan umum sistem pemantauan dan evaluasi beserta
indikator kinerja 5 pilar STBM. Hal ini dilakukan untuk mempermudah
pengelompokkan secara nasional dalam pendataan untuk penyusunan kebijakan
strategi STBM berskala nasional. Panduan diahas secara rinci di Pedoman
Pelaksanaan STBM pada Bab 5.
Pembangunan kapasitas Pemerintah Daerah
perlu disediakan oleh Kementerian Kesehatan termasuk kapasitas bagi pelaksanaan
Sistem Manajemen Informasi daerah berdasarkan data pemantauan masyarakat,
konsolidasi dan penggunaan datanya untuk peningkatan program di tingkat
kabupaten dan provinsi, dan secara rutin terjadi pelaporan data dari masyarakat
ke kabupaten, provinsi hingga tingkat nasional menggunakan inovasi teknologi.
Sebagai contoh adalah pengiriman data berbasis layanan pesan singkat/ SMS .
4) Pengelolaan pengetahuan
Pengalaman dalam melaksanakan STBM di
berbagai daerah akan sangat bervariasi dan satu sama lain dapat saling
memberikan pembelajaran untuk perbaikan dan peningkatan kinerja. Untuk
memfasilitasi terjadinya pertukaran pembelajaran Pemerintah melaksanakan
beberapa kegiatan diantaranya: tinjauan/review pembelajaran bersama, kunjungan
lapangan, dokumentasi dan publikasi.
Review pembelajaran
Review pembelajaran yang dilakukan melalui
pertemuan skala nasional yang diikuti oleh seluruh stakeholder yang
berkompeten dalam pengembangan program sanitasi total dan pemasaran sanitasi.
Proses ini akan melakukan analisa progres yang dicapai, kendala yang dihadapi,
strategi yang dicanangkan, potensi daerah yang dapat dimanfaatkan dalam upaya
melaksanakan strategi yang telah ditetapkan dan penetapan daerah yang dianggap
kampiun sebagai upaya melakukan motivasi terhadap daerah lain.
Kunjungan pembelajaran antar daerah
Pemerintah memfasilitasi kunjungan antar
daerah pelaku STBM untuk saling belajar tentang mekanisme dan proses yang
terjadi di lapangan sehingga dapat dipelajari oleh daerah lain untuk dapat
diadopsi. Mekanisme ini sangat efektif karena pelaku yang berkunjung dapat
melihat langsung di lapangan dan dapat berdialog langsung dengan para
stakeholder kabupaten, kecamatan dan desa/ kelurahan serta masyarakat lain yang
dikunjungi.
Dokumentasi dan publikasi pembelajaran
Dokumentasi dan publikasi pembelajaran
bertujuan untuk memperluas cakupan dan dampak dari kegiatan STBM dan mendukung
kegiatan advokasi kepada stakeholder terkait dari tingkat pusat sampai dengan
masyarakat. Dokumentasi kegiatan, inovasi pelaksanaan dan pencatatan progres
yang telah dicapai merupakan hal yang penting dalam pelaksanaan kegiatan
program STBM. Hal-hal tersebut merupakan bahan publikasi sebagai pembelajaran
dalam pelaksanaan kegiatan kegiatan STBM guna dilakukan sharing dengan
stakeholder yang lain untuk memperkaya pengalaman dan wawasan.
Sumber: PEDOMAN PELAKSANAAN TEKNIS STBM Oleh Kementerian Kesehatan RI