UNDANG-UNDANG No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) telah lebih dari satu dekade diundangkan namun masih belum terasa dampaknya. Hal yang menjadi salah satu penyebab adalah sebagian besar Pemerintah Daerah belum menetapkan Peraturan Daerah (Perda) tentang LP2B sehingga alih fungsi lahan pertanian pangan khususnya sawah menjadi non sawah semakin meningkat dengan pesat dari tahun ke tahun. Hal ini berpotensi dapat mempengaruhi produksi padi nasional dan mengancam ketahanan pangan nasional.
Dalam rangka mengendalikan alih fungsi lahan sawah diperlukan
adanya upaya dan kebijakan yang mendasar dari Pemerintah baik di Pusat dan
Daerah agar perlindungan LP2B menjadi semakin efektif. Oleh karena itu, pada
tanggal 6 September 2019 telah ditetapkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 59
Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah. Pengendalian alih fungsi
lahan sawah merupakan salah satu strategi peningkatan kapasitas produksi padi
dalam negeri, sehingga perlu dilakukan percepatan penetapan peta lahan sawah
yang dilindungi dan pengendalian alih fungsi lahan sawah sebagai program
strategis nasional. Sedangkan tujuan
dari Perpres ini adalah:
a. Mempercepat
penetapan peta lahan sawah yang dilindungi dalam rangka memenuhi dan menjaga
ketersediaan lahan sawah untuk mendukung kebutuhan pangan nasional;
b. Mengendalikan alih
fungsi lahan sawah yang semakin pesat;
c. Memberdayakan petani
untuk menekan terjadinya alih fungsi lahan sawah; dan
d. Menyediakan data dan informasi lahan sawah untuk bahan
penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan.
Berdasarkan Perpres tersebut,pengendalian alih fungsi
lahansawah merupakan tugas lintaskementerian/ lembaga negara yaitu Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/ Badan
Pertanahan Nasional (BPN), Kementerian Pertanian, Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (LHK), Kementerian Keuangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Badan Informasi
Geospasial (BIG). Kementerian/Lembaga tersebut mempunyai peran dan kewenangan
masing-masing yang diatur dalam Perpres tersebut sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
Kementerian ATR/ BPN yang mempunyai tugas menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang agraria, pertanahan, dan tata ruang mempunyai
peranan yang sangat strategis dalam pengendalian alih fungsi lahan sawah. Peran
tersebut diantaranya yaitu:
a. Melakukan verifikasi lahan sawah terhadap data pertanahan
dan tata ruang;
b. Sebagai Ketua
Harian Tim Terpadu Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah, Menteri ATR/Kepala BPN
menetapkan Peta Lahan Sawah Dilindungi (LSD);
c. Melakukan pengendalian terhadap integrasi Peta LSD ke
dalam Peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW);
d. Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap alih fungsi
pada lahan yang telah ditetapkan sebagai LSD maupun LP2B; dan
e. Melakukan penertiban
terhadap pelanggaran alih fungsi lahan.
BAGAN ALUR PENGENDALIAN FUNGSI LAHAN
Penetapan lahan sawah dilindungi diawali dengan Verifikasi
Lahan Sawah yang dilakukan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG), Kementerian Agraria
dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat, dan Kementerian Pertanian. Hasil verifikasi oleh kemeterian/ lembaga
tersebut dilanjutkan dengan proses sinkronisasi oleh Tim Terpadu yang dipimpin Menko
Perekonomian. Berdasarkan usulan Tim Terpadu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Badan
Pertanahan Nasional menetapkan Peta Lahan Sawah Dilindungi (LSD) per kabupaten/
kota dengan skala 1:5.000.
Peta LSD digunakan sebagai bahan Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah sesuai dengan kewenangannya dalam penetapan LP2B pada rencana tata ruang
wilayah dan rencana rinci tata ruang. Pada tahun 2020, penetapan LSD akan
dilakukan pada kabupaten/kota di delapan provinsi yaitu Bali, Banten, D.I.Yogyakarta,
Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Sumatera Barat.
Sejumlah 12 provinsi (Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Jambi,
Bengkulu, Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, Lampung, Kalimantan Barat,
Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan) yang telah diverifikasi pada tahun
2019 dilanjutkan dengan klarifikasi kepada Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Pada 13 provinsi lainnya (Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara,
Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Gorontalo, Sulawesi
Utara, Sulawesi Tenggara, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua) akan
dilakukan verifikasi lahan sawah terhadap data pertanahan dan tata ruang. Dengan
demikian, pada tahun 2020, seluruh lahan sawah di Indonesia telah terverifikasi
sehingga pada tahun berikutnya dapat ditetapkan lahan sawah dilindungi pada
seluruh kabupaten/kota.
Sumber: TIM PENGENDALIAN AFLS Dalam BULETIN PENATAAN RUANG EDISI
3 | MEI - JUNI 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar