1. Penyusunan
Perkiraan Biaya Pekerjaan dilakukan untuk menghasilkan HPP (Harga Perkiraan
Perancang), rencana anggaran biaya, atau HPS (Harga Perkiraan Sendiri).
2.
Penyusunan
Perkiraan Biaya Pekerjaan dilakukan melalui:
a. AHSP (Analisis Harga Satuan Pekerjaan)
adalah perhitungan kebutuhan biaya Tenaga Kerja, bahan, dan peralatan untuk
mendapatkan harga satuan untuk satu jenis pekerjaan tertentu.
b. analisis Biaya Penerapan SMKK (Sistem
Manajemen Keselamatan Konstruksi)
3. AHSP
dilakukan untuk menghasilkan harga satuan pekerjaan, yang merupakan jumlah dari
biaya langsung dan biaya tidak langsung. Dalam hal pekerjaan bersifat lumsum,
besaran harga satuan pekerjaan tidak memperhitungkan biaya tidak langsung.
4. Penyusunan
biaya langsung dilakukan melalui analisis biaya langsung berdasarkan analisis
HSD (Harga Satuan Dasar) dan penghitungan nilai koefisien. Dalam melakukan
analisis biaya langsung mempertimbangkan faktor paling sedikit:
a. lokasi pekerjaan;
b. jarak dari tambang terbuka material (quarry)
ke lokasi pekerjaan, basecamp, asphalt mixing plant, batching plant,
dan/atau pabrik pemecahan batu (stone crushing plant);
c. kondisi jalan ke lokasi pekerjaan;
d. metode kerja yang mempertimbangkan
Keselamatan Konstruksi;
e. rencana detail desain; dan
f.
spesifikasi
teknis.
5. Penghitungan
Analisis HSD dan nilai koefisien dirinci berdasarkan data desain, asumsi sesuai
dengan kaidah keteknikan yang digunakan, dan metode kerja yang berkeselamatan.
6.
Biaya
langsung merupakan jumlah dari biaya:
a. tenaga kerja; terdiri atas Tenaga
Kerja Konstruksi dan tenaga kerja nonterampil.
b. bahan; terdiri atas bahan baku, bahan
olahan, dan bahan jadi.
c. Peralatan, terdiri atas peralatan
mekanis dan semimekanis.
7.
Tenaga
kerja yang diperhitungkan untuk setiap peralatan mekanis paling banyak 2 (dua)
orang.
8. Dalam
hal peralatan mekanis yang digunakan berupa pabrik (plant) dan peralatan
penghamparan, tenaga kerja diperhitungkan sesuai dengan kebutuhan.
9. Biaya
tidak langsung merupakan jumlah dari biaya:
a. Biaya Umum; termasuk biaya perbaikan
dan penanganan dampak dari kecelakaan konstruksi.
b. keuntungan
10. Besaran biaya tidak langsung dihitung
sebesar 10% (sepuluh persen) hingga 15% (lima belas persen) dari biaya langsung
11. Analisis HSD terdiri atas:
a. HSD tenaga kerja;
b. HSD bahan; dan
c. HSD peralatan.
12. HSD tenaga kerja diperoleh dari:
a. ketentuan pemerintah daerah setempat
berupa upah minimum provinsi atau upah minimum kabupaten/kota di luar pajak;
b. Badan Pusat Statistik; atau
c. data hasil survei dan data lainnya
yang dapat dipertanggungjawabkan.
13. HSD tenaga kerja terdiri atas upah
pokok dan tunjangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan dihitung
untuk setiap tenaga kerja.
14. HSD bahan terdiri atas:
a. HSD bahan baku;
b. bahan olahan; dan/atau
c. HSD bahan jadi.
15. HSD bahan diperoleh dari ketentuan
yang terdiri atas:
a. penetapan oleh kementerian/Lembaga
atau pemerintah daerah setempat;
b. data hasil analisis;
c. data hasil survei; atau
d. data lainnya yang dapat
dipertanggungjawabkan.
16. Penyusunan HSD bahan harus dihitung
dengan mengutamakan penggunaan produk dalam negeri, tingkat komponen dalam
negeri, dan produk ramah lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
17. HSD peralatan meliputi biaya pasti
dan biaya operasi.
18. Biaya pasti diperoleh dengan
memperhitungkan:
a. harga pokok alat;
b. nilai sisa alat;
c. faktor angsuran atau pengembalian
modal;
d. biaya pengembalian modal;
e. biaya asuransi alat dan pajak; dan
f.
jumlah
jam kerja alat dalam 1 (satu) tahun.
19. Biaya operasi diperoleh dengan
memperhitungkan:
a. biaya bahan bakar;
b. biaya minyak pelumas dan/atau oli
pemanas;
c. biaya perawatan;
d. biaya perbaikan;
e. upah operator; dan
f.
upah
pembantu operator.
20. Perhitungan biaya operasi dipengaruhi
oleh jumlah jam kerja selama 1 (satu) tahun.
21. Dalam penyusunan HSD peralatan,
faktor efisiensi alat yang tertinggi digunakan untuk memperoleh kapasitas maksimum
peralatan.
22. Analisis biaya langsung dihitung
menggunakan nilai koefisien terdiri atas:
a. Nilai Koefisien Tenaga Kerja
Konstruksi;
b. Nilai Koefisien Bahan; dan
c. Nilai Koefisien Peralatan.
23. Nilai Koefisien Tenaga Kerja
Konstruksi sebagaimana dimaksud pada huruf a dipengaruhi oleh pengalaman dan
tingkat keahlian atau kemampuan menyelesaikan pekerjaan per satuan pengukuran.
24. Nilai Koefisien Bahan sebagaimana
dimaksud pada huruf b dipengaruhi oleh:
a. spesifikasi teknik;
b. faktor kehilangan bahan;
c. faktor konversi volume bahan;
d. kuantitas; dan
e. berat volume atau berat isi bahan.
25. Nilai Koefisien Peralatan dipengaruhi
oleh:
a. kapasitas alat;
b. faktor alat;
c. waktu siklus kerja alat; dan
d. kondisi lapangan.
26. Untuk Pekerjaan Manual, nilai
koefisien Peralatan mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri ini. Sedangkan Untuk
Pekerjaan Mekanis dan Semimekanis, nilai koefisien diperoleh melalui
perhitungan analisis produktivitas dan disesuaikan dengan tipe peralatan,
karakteristik fisik bahan/material, metode kerja yang digunakan, dan kondisi lapangan
pekerjaan.
27. AHSP terdiri atas:
a. AHSP bidang umum;
b. AHSP bidang sumber daya air;
c. AHSP bidang bina marga; dan
d. AHSP bidang cipta karya dan
perumahan.
28. AHSP bidang umum mencakup AHSP yang
berlaku di semua bidang sebagaimana dimaksud huruf b sampai dengan huruf d.
29. AHSP bidang sumber daya air disusun
berdasarkan jenis pekerjaan yang terdiri atas:
a. pekerjaan pintu air dan peralatan
hidromekanik;
b. bendung;
c. jaringan irigasi;
d. pengaman sungai;
e. bendungan dan embung;
f.
pengaman
pantai;
g. infrastruktur rawa; dan
h. infrastruktur air tanah dan air baku.
30. Untuk AHSP bidang sumber daya air,
Biaya Penerapan SMKK menjadi pokok pekerjaan tersendiri pada setiap jenis
pekerjaan.
31. AHSP bidang bina marga sebagaimana
dimaksud pada huruf c disusun untuk pekerjaan jalan, terowongan, dan jembatan
sesuai dengan spesifikasi umum dan spesifikasi khusus jika diperlukan. Spesifikasi
umum terdiri atas:
a. umum;
b. penerapan SMKK;
c. drainase;
d. pekerjaan tanah dan geosintetik;
e. pekerjaan preventif;
f.
perkerasan
berbutir dan perkerasan beton semen;
g. perkerasan aspal;
h. struktur;
i.
rehabilitasi
jembatan;
j.
pekerjaan
harian dan lain-lain; dan
k. pekerjaan pemeliharaan.
32. AHSP bidang cipta karya dan perumahan
sebagaimana dimaksud pada huruf d disusun untuk pekerjaan:
a. persiapan;
b. penerapan SMKK;
c. struktur;
d. arsitektur;
e. mekanikal;
f.
elektrikal;
g. plambing;
h. lansekap dan kawasan;
i.
eksterior
bangunan; dan
j.
lain-lain.
33. Dalam hal AHSP yang diperlukan belum
terdapat pada bidangnya, penyusunan harga satuan pekerjaan menggunakan:
a. AHSP pada kelompok bidang ;
b. referensi lain berdasarkan pendekatan
standar nasional Indonesia; atau
c. perhitungan teknis dan analisis
produktivitas berdasarkan kaidah teknis yang disetujui oleh pimpinan tinggi
madya dan unit organisasi yang membidangi jasa konstruksi.
34. Penggunaan AHSP untuk Pekerjaan
Konstruksi harus disesuaikan dengan spesifikasi teknis dan jenis infrastruktur
yang akan dibangun. Dalam hal Pekerjaan Konstruksi dilaksanakan oleh penyedia,
penggunaaan AHSP dilakukan pada tahap:
a. perancangan; AHSP digunakan untuk
penyusunan HPP.
b. perencanaan pengadaan; AHSP digunakan
untuk penyusunan rencana anggaran biaya.
c. persiapan pengadaan; AHSP digunakan
untuk:
Ø penyusunan dan penetapan HPS;
dan/atau
Ø penghitungan koefisien komponen untuk
penyesuaian harga.
d. pelaksanaan pemilihan penyedia jasa; AHSP
dapat digunakan untuk melakukan evaluasi kewajaran harga dan/atau evaluasi
harga satuan timpang.
e. pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi, AHSP
digunakan untuk negosiasi:
Ø penambahan pokok pekerjaan baru;
Ø penambahan kuantitas pekerjaan lebih
dari 10% (sepuluh persen) dari kuantitas awal; dan/atau
Ø penambahan kuantitas pekerjaan yang
mempunyai harga satuan timpang.
35. Penggunaan AHSP sebagaimana dimaksud diatas
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bidang pengadaan
barang/jasa.
36. Penggunaan AHSP pada Pekerjaan
Konstruksi terintegrasi mengacu pada HSP Pekerjaan Konstruksi sejenis dan/atau tipikal
yang telah dilaksanakan sebelumnya dan disesuaikan dengan kondisi karakteristik
pekerjaan.
37. Penggunaan AHSP pada Pekerjaan
Konstruksi secara swakelola maupun padat karya memperhatikan jenis pekerjaan,
metode pelaksanaan, peralatan, kondisi lapangan, keterampilan, dan kebutuhan
tenaga kerja.
38. Analisis Biaya Penerapan SMKK dilakukan
untuk menghasilkan Biaya Penerapan SMKK yang merupakan biaya tersendiri dan
bukan bagian dari Biaya Umum. Analisis biaya penerapan SMKK dilakukan
berdasarkan:
a. uraian pekerjaan, identifikasi
bahaya, penetapan risiko, dan pengendalian bahaya dalam RKK;
b. pengendalian terkait lalu lintas di
dalam RMLLP, jika ada; dan
c. pengelolaan dan pemantauan lingkungan
hidup di dalam RKPPL, jika ada.
39. Biaya Penerapan SMKK dimasukkan
sebagai pokok pekerjaan tersendiri di dalam suatu Pekerjaan Konstruksi. Biaya
Penerapan SMKK harus dimasukkan dengan besaran sesuai kebutuhan pada:
a. daftar kuantitas dan harga; atau
b. daftar keluaran dan harga.
40. Analisis biaya Penerapan SMKK mengacu
pada ketentuan peraturan perundang-undangan bidang SMKK.
41. Penyusunan HPS menggunakan aplikasi system
informasi HPS yang merupakan bagian dari system informasi jasa konstruksi
terintegrasi. Sistem informasi HPS merupakan sarana dalam bentuk aplikasi basis
data untuk menghitung HPS oleh para pihak yang diberi akses. Pengelolaan
aplikasi sistem informasi HPS dilakukan oleh unit organisasi yang membidangi
jasa konstruksi. Dalam hal aplikasi sistem informasi HPS tidak dapat digunakan,
penghitungan HPS dapat dilakukan dengan cara manual.
Sumber:Permen PUPR Nomor 1 Tahun 2022 Tentang PEDOMAN PENYUSUNAN PERKIRAAN BIAYA PEKERJAAN KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar