Sabtu, 26 Maret 2022

Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) (Berdasarkan Permen ATR Nomer 21 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Pengawasan Penataan Ruang)

 


1.      Pengendalian Pemanfaatan Ruang dilaksanakan untuk mendorong terwujudnya Tata Ruang sesuai dengan RTR. Pengendalian Pemanfaatan Ruang dilaksanakan untuk mendorong setiap Orang agar:

a. menaati RTR yang telah ditetapkan;

b. memanfaatkan Ruang sesuai dengan RTR; dan

c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan KKPR.

2.       Pengendalian Pemanfaatan Ruang dilakukan melalui:

a. penilaian pelaksanaan KKPR dan Pernyataan Mandiri Pelaku UMK;

b. penilaian perwujudan RTR;

c. pemberian Insentif dan Disinsentif;

d. pengenaan Sanksi Administratif; dan

e. penyelesaian Sengketa Penataan Ruang.

3.       Pengawasan Penataan Ruang diselenggarakan untuk:

a. menjamin tercapainya tujuan Penyelenggaraan Penataan Ruang;

b. menjamin terlaksananya penegakan hukum bidang Penataan Ruang; dan

c. meningkatkan kualitas Penyelenggaraan Penataan Ruang.

4.       Penilaian pelaksanaan KKPR sebagaimana dilaksanakan untuk memastikan:

a. kepatuhan pelaksanaan ketentuan KKPR; dan

b. pemenuhan prosedur perolehan KKPR.

Penilaian pelaksanaan KKPR  dilakukan terhadap seluruh dokumen KKPR yang diterbitkan berupa:

a. KKKPR;

b. PKKPR; dan

c. RKKPR.

Penilaian pelaksanaan KKPR menggunakan dokumen KKPR dan data pendukung yang diperoleh dari:

a. Sistem OSS, untuk KKPR berusaha; dan

b. sistem elektronik yang diselenggarakan oleh Menteri, untuk KKPR nonberusaha dan KKPR yang bersifat strategis nasional.

Penilaian pelaksanaan KKPR dapat dilaksanakan melalui system elektronik. Dapat disinkronisasikan atau diintegrasikan dengan sistem elektronik penerbitan KKPR yang diselenggarakan oleh Sistem OSS dan/atau Menteri.

5.       Penilaian kepatuhan pelaksanaan ketentuan KKKPR dilakukan dengan menilai kesesuaian kegiatan Pemanfaatan Ruang pada lokasi kegiatan dengan ketentuan yang termuat dalam dokumen KKKPR.  Ketentuan yang termuat dalam dokumen KKKPR terdiri atas:

a. lokasi kegiatan;

b. jenis kegiatan Pemanfaatan Ruang;

c. KDB;

d. KLB;

e. ketentuan tata bangunan;

f. persyaratan pelaksanaan kegiatan Pemanfaatan Ruang; dan

g. informasi tambahan.

6.       Penilaian kesesuaian lokasi kegiatan dilaksanakan dengan menilai kesesuaian lokasi kegiatan Pemanfaatan Ruang di lapangan dengan lokasi kegiatan yang termuat dalam dokumen KKKPR. Penilaian kesesuaian lokasi kegiatan dapat menggunakan:

a. alat Global Positioning System (GPS);

b. peta pendukung;

c. citra satelit resolusi tinggi dengan waktu perekaman yang paling baru;

d. citra perekaman foto, radar dengan pesawat, atau unmanned aerial vehicle dengan waktu perekaman yang paling baru; dan/atau

e. alat ukur lainnya.

Lokasi kegiatan dinilai sesuai dalam hal lokasi kegiatan Pemanfaatan Ruang di lapangan sesuai dengan lokasi kegiatan yang termuat dalam dokumen KKKPR.

7.       Penilaian kesesuaian jenis kegiatan Pemanfaatan Ruang dilaksanakan dengan menilai kesesuaian jenis kegiatan Pemanfaatan Ruang pada lokasi kegiatan dengan ketentuan jenis kegiatan Pemanfaatan Ruang yang termuat dalam dokumen KKKPR. Penilaian kesesuaian jenis kegiatan dilakukan melalui survei atau pemeriksaan pada lokasi kegiatan. Jenis kegiatan Pemanfaatan Ruang dinilai sesuai dalam hal jenis kegiatan Pemanfaatan Ruang pada lokasi

kegiatan sesuai dengan ketentuan jenis kegiatan Pemanfaatan Ruang yang termuat dalam dokumen KKKPR. Penilaian kesesuaian KDB dilaksanakan dengan menilai kesesuaian KDB pada lokasi kegiatan dengan ketentuan KDB yang termuat dalam dokumen KKKPR. Penilaian kesesuaian KDB dilakukan melalui survei dan pengukuran pada lokasi kegiatan. Pengukuran pada lokasi kegiatan dapat menggunakan:

a. alat Global Positioning System (GPS);

b. pita ukur; dan/atau

c. alat ukur lainnya.

KDB dinilai sesuai dalam hal KDB pada lokasi kegiatan tidak melebihi ketentuan KDB yang termuat dalam dokumen KKKPR.

8.       Penilaian kesesuaian KLB dilaksanakan dengan menilai kesesuaian KLB pada lokasi kegiatan dengan ketentuan KLB yang termuat dalam dokumen KKKPR. Penilaian kesesuaian KLB  dilakukan melalui survei dan pengukuran pada lokasi kegiatan. Pengukuran pada lokasi kegiatan dapat menggunakan:

a. alat Global Positioning System (GPS);

b. pita ukur; dan/atau

c. alat ukur lainnya.

KLB dinilai sesuai dalam hal KLB pada lokasi kegiatan tidak melebihi ketentuan KLB yang termuat dalam dokumen KKKPR.

9.       Penilaian kesesuaian ketentuan tata bangunan dilaksanakan dengan menilai kesesuaian kegiatan Pemanfaatan Ruang pada lokasi kegiatan dengan ketentuan tata bangunan yang termuat dalam dokumen KKKPR.  Penilaian kesesuaian ketentuan tata bangunan dilakukan melalui survei dan pengukuran pada lokasi kegiatan. Pengukuran pada lokasi kegiatan dapat menggunakan:

a. alat Global Positioning System (GPS);

b. pita ukur; dan/atau

c. alat ukur lainnya.

Ketentuan tata bangunan dinilai sesuai dalam hal kegiatan Pemanfaatan Ruang pada lokasi kegiatan sesuai dengan ketentuan tata bangunan yang termuat dalam dokumen KKKPR.

10.   Penilaian kesesuaian persyaratan pelaksanaan kegiatan Pemanfaatan Ruang dilaksanakan dengan menilai pemenuhan persyaratan pelaksanaan kegiatan Pemanfaatan Ruang yang termuat dalam dokumen KKKPR oleh pemegang KKKPR. Penilaian kesesuaian persyaratan pelaksanaan kegiatan Pemanfaatan Ruang dilakukan melalui survei atau pemeriksaan pada lokasi kegiatan. Persyaratan pelaksanaan kegiatan Pemanfaatan Ruang dinilai sesuai dalam hal persyaratan pelaksanaan kegiatan Pemanfaatan Ruang yang termuat dalam dokumen KKKPR dipenuhi oleh pemegang KKKPR.

11.   Penilaian kesesuaian informasi tambahan dilaksanakan dengan menilai kesesuaian kegiatan Pemanfaatan Ruang pada lokasi kegiatan dengan ketentuan informasi tambahan yang termuat dalam dokumen KKKPR. Penilaian kesesuaian informasi tambahan dilakukan melalui survei atau pemeriksaan pada lokasi kegiatan. Informasi tambahan dinilai sesuai dalam hal kegiatan Pemanfaatan Ruang pada lokasi kegiatan sesuai dengan ketentuan informasi tambahan yang termuat dalam dokumen KKKPR.

12.   Penilaian kepatuhan pelaksanaan ketentuan PKKPR dilakukan dengan menilai kesesuaian kegiatan Pemanfaatan Ruang pada lokasi kegiatan dengan ketentuan yang termuat dalam dokumen PKKPR.  Ketentuan yang termuat dalam dokumen PKKPR terdiri atas:

a. lokasi kegiatan;

b. jenis peruntukan Pemanfaatan Ruang;

c. KDB;

d. KLB;

e. indikasi program Pemanfaatan Ruang;

f. persyaratan pelaksanaan kegiatan Pemanfaatan Ruang; dan

g. informasi tambahan.

13.   Ketentuan penilaian kesesuaian lokasi kegiatan 6 berlaku secara mutatis mutandis terhadap penilaian kesesuaian lokasi kegiatan dalam rangka penilaian kepatuhan pelaksanaan ketentuan PKKPR.

14.   Penilaian kesesuaian jenis peruntukan Pemanfaatan Ruang dilaksanakan dengan menilai kesesuaian kegiatan Pemanfaatan Ruang pada lokasi kegiatan dengan ketentuan jenis peruntukan Pemanfaatan Ruang yang termuat dalam dokumen PKKPR. Penilaian kesesuaian jenis peruntukan Pemanfaatan Ruang dilakukan melalui survei atau pemeriksaan pada lokasi kegiatan. Jenis peruntukan Pemanfaatan Ruang dinilai sesuai dalam hal kegiatan Pemanfaatan Ruang pada lokasi kegiatan sesuai dengan ketentuan jenis peruntukan

Pemanfaatan Ruang yang termuat dalam dokumen PKKPR.

15.   Ketentuan penilaian kesesuaian KDB berlaku secara mutatis mutandis terhadap penilaian kesesuaian KDB dalam rangka penilaian kepatuhan pelaksanaan ketentuan PKKPR. Ketentuan penilaian kesesuaian KLB berlaku secara mutatis mutandis terhadap penilaian kesesuaian KLB dalam rangka penilaian kepatuhan pelaksanaan ketentuan PKKPR.

16.   Penilaian indikasi program Pemanfaatan Ruang dilaksanakan dengan menilai kesesuaian kegiatan Pemanfaatan Ruang pada lokasi kegiatan dengan ketentuan indikasi program Pemanfaatan Ruang yang termuat dalam dokumen PKKPR. Penilaian kesesuaian indikasi program Pemanfaatan Ruang dilakukan melalui survei atau pemeriksaan pada lokasi kegiatan. Indikasi program Pemanfaatan Ruang dinilai sesuai dalam hal kegiatan pemanfaatan Ruang pada lokasi kegiatan sesuai dengan ketentuan indikasi program

Pemanfaatan Ruang yang termuat dalam dokumen PKKPR.

17.   Ketentuan penilaian kesesuaian persyaratan pelaksanaan kegiatan Pemanfaatan Ruang berlaku secara mutatis mutandis terhadap penilaian kesesuaian persyaratan pelaksanaan kegiatan Pemanfaatan Ruang dalam rangka penilaian kepatuhan pelaksanaan ketentuan PKKPR. Ketentuan penilaian kesesuaian informasi tambahan berlaku secara mutatis mutandis terhadap penilaian kesesuaian informasi tambahan dalam rangka penilaian kepatuhan pelaksanaan ketentuan PKKPR. 

18.   Ketentuan penilaian kepatuhan pelaksanaan ketentuan PKKPR berlaku secara mutatis mutandis terhadap penilaian kepatuhan pelaksanaan ketentuan RKKPR.

19.   Dalam penilaian kepatuhan pelaksanaan ketentuan KKPR, dapat dilakukan penilaian dampak yang ditimbulkan dari kegiatan Pemanfaatan Ruang. Penilaian dampak dilakukan berdasarkan:

a. laporan atau pengaduan Masyarakat;

b. temuan oleh petugas yang membidangi Penataan Ruang;

c. hasil pertimbangan Forum Penataan Ruang; atau

d. publikasi hasil penelitian ahli/pakar.

Penilaian dampak dilakukan terhadap KKKPR dan PKKPR. Penilaian dampak dilakukan dalam periode pasca pembangunan. Penilaian dampak yang ditimbulkan  terdiri atas penilaian dampak terhadap:

a. kerawanan sosial;

b. gangguan keamanan;

c. kerusakan lingkungan hidup; dan/atau

d. gangguan terhadap fungsi objek vital nasional.

Penilaian dampak dilakukan dengan penyusunan kajian dampak, risiko, dan nilai tambah dari pelaksanaan kegiatan Pemanfaatan Ruang. Penyusunan kajian dampak, risiko, dan nilai tambah dapat dibantu oleh ahli/pakar. Penyusunan kajian dampak, risiko, dan nilai tambah paling sedikit memuat:

a. besarnya jumlah manusia dan luas wilayah penyebaran dampak;

b. intensitas dan lamanya dampak berlangsung;

c. sifat kumulatif dampak;

d. rekomendasi pengurangan dampak;

e. jangka waktu pelaksanaan rekomendasi;

f. ada atau tidaknya nilai tambah akibat kegiatan Pemanfaatan Ruang; dan

g. peniadaan eksternalitas negatif akibat kegiatan Pemanfaatan Ruang.

Pembiayaan penyusunan kajian dampak, risiko, dan nilai tambah dapat berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah. Penyusunan kajian dampak, risiko, dan nilai tambah dilaksanakan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja.

20.   Penilaian terhadap dampak yang ditimbulkan dari kegiatan Pemanfaatan Ruang dapat melibatkan Masyarakat di sekitar lokasi kegiatan yang terkena dampak dari kegiatan Pemanfaatan Ruang. Masyarakat yang terkena dampak dapat memberikan saran, pendapat, atau tanggapan.

21.   Penilaian kepatuhan pelaksanaan ketentuan KKPR dilakukan pada periode:

a. selama pembangunan; dan

b. pasca pembangunan.

22.   Penilaian pada periode selama pembangunan dilakukan untuk memastikan kepatuhan pelaksanaan ketentuan KKPR selama pembangunan. Penilaian pada periode selama pembangunaan dilakukan paling lambat 2 (dua) tahun sejak diterbitkannya dokumen KKPR. Dalam hal pembangunan belum dilakukan hingga akhir tahun kedua, penilaian pada periode selama pembangunan dapat dilakukan hingga berakhirnya masa berlaku KKPR.

23.   Penilaian pada periode pasca pembangunan dilakukan untuk memastikan kepatuhan hasil pembangunan dengan ketentuan yang termuat dalam dokumen KKPR. Penilaian pada periode pasca pembangunan dilakukan:

a. setelah pembangunan fisik mencapai 100% (serratus persen); dan/atau

b. 3 (tiga) tahun setelah diterbitkannya dokumen KKPR. 

24.   Hasil penilaian kepatuhan pelaksanaan ketentuan KKPR berupa:

a. patuh; atau

b. tidak patuh.

Hasil penilaian kepatuhan pelaksanaan ketentuan KKPR dituangkan dalam bentuk berita acara yang memuat data tekstual dan data spasial. Data tekstual merupakan data dalam bentuk narasi dan/atau tabulasi. Data spasial merupakan data dalam bentuk peta.

25.   Dalam hal hasil penilaian selama periode pembangunan ditemukan ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang termuat dalam dokumen KKPR, pemegang KKPR diharuskan melakukan penyesuaian dengan ketentuan yang termuat dalam dokumen KKPR. Dalam hal hasil penilaian pasca pembangunan ditemukan ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang termuat dalam dokumen KKPR, dilakukan pengenaan Sanksi Administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

26.   Menteri dapat membatalkan KKPR yang diterbitkan oleh gubernur atau bupati/wali kota dalam hal kegiatan Pemanfaatan Ruang menimbulkan dampak dan/atau peniadaan eksternalitas negatif akibat kegiatan Pemanfaatan Ruang tidak dilakukan. Gubernur atau bupati/wali kota dapat membatalkan KKPR yang telah diterbitkan dalam hal kegiatan Pemanfaatan Ruang menimbulkan dampak dan/atau peniadaan eksternalitas negatif akibat kegiatan Pemanfaatan Ruang tidak dilakukan.

27.   Penilaian pemenuhan prosedur perolehan KKPR dilakukan dalam hal:

a. hasil penilaian kepatuhan pelaksanaan ketentuan KKPR terdapat ketidakpatuhan; atau

b. hasil penilaian kepatuhan pelaksanaan ketentuan KKPR terdapat kepatuhan namun menimbulkan dampak sebagaimana dimaksud diatas. Penilaian pemenuhan prosedur perolehan KKPR dilakukan untuk memastikan kepatuhan pemegang KKPR/pelaku pembangunan/pemohon terhadap tahapan dan persyaratan perolehan KKPR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penilaian pemenuhan prosedur perolehan KKPR dilakukan oleh aparat pengawas intern pemerintah. Hasil penilaian pemenuhan prosedur perolehan KKPR dituangkan dalam bentuk berita acara.

28.   (1) Hasil penilaian pelaksanaan KKPR merupakan hasil penilaian kepatuhan pelaksanaan ketentuan KKPR.  Dalam hal dilakukan penilaian pemenuhan prosedur perolehan KKPR, hasil penilaian pelaksanaan KKPR memuat juga hasil penilaian pemenuhan prosedur perolehan KKPR. Hasil penilaian pelaksanaan KKPR ditetapkan melalui:

a. keputusan Menteri, untuk penilaian pelaksanaan KKPR yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat;

b. keputusan gubernur, untuk penilaian pelaksanaan KKPR yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah provinsi; dan

c. keputusan bupati/wali kota, untuk penilaian pelaksanaan KKPR yang dilaksanakan oleh

Pemerintah Daerah kabupaten/kota.

Penetapan hasil penilaian pelaksanaan KKPR oleh Menteri dapat didelegasikan kepada Direktur Jenderal. Penetapan hasil penilaian pelaksanaan KKPR oleh gubernur dan oleh bupati/wali kota dapat didelegasikan kepada kepala Perangkat Daerah yang membidangi Penataan Ruang.

29.   Dokumen KKPR yang diterbitkan dan/atau diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang benar, batal demi hukum.

30.   Pemegang KKPR dapat mengajukan permohonan keberatan terhadap hasil penilaian pelaksanaan KKPR. Pengajuan permohonan keberatan wajib dilengkapi dengan kajian dampak, risiko, dan nilai tambah dari pelaksanaan kegiatan Pemanfaatan Ruang. Kajian dampak, risiko, dan nilai tambah dilakukan oleh ahli/pakar. Pembiayaan penyusunan kajian dampak, risiko, dan nilai tambah dibebankan kepada pemohon. Kajian dampak, risiko, dan nilai tambah terdiri atas perubahan:

a. peruntukan Ruang;

b. intensitas Pemanfaatan Ruang;

c. tata bangunan; dan/atau

d. persyaratan Pemanfaatan Ruang.

Kajian dampak, risiko, dan nilai tambah terhadap perubahan dilakukan melalui:

a. kajian peniadaan atau penghilangan risiko atau eksternalitas negatif; dan

b. kajian nilai tambah.

31.   Pengajuan permohonan keberatan diajukan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya. Pengajuan permohonan keberatan dilakukan paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja setelah hasil penilaian pelaksanaan KKPR ditetapkan dan diterima oleh pemegang KKPR. Terhadap permohonan keberatan , Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota melakukan penilaian. Dalam melakukan penilaian Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota dapat meminta pertimbangan kepada Forum Penataan Ruang. Pertimbangan disampaikan oleh Forum Penataan Ruang kepada Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota paling lama 20 (dua puluh) hari kerja setelah adanya permintaan dari Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota. Berdasarkan hasil penilaian dan/atau pertimbangan, Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota menetapkan:

a. mengabulkan permohonan keberatan;

b. mengabulkan sebagian permohonan keberatan; atau

c. menolak permohonan keberatan.

Penetapan hasil penilaian permohonan keberatan dapat disertai dengan ketentuan pemberian Disinsentif.

32.   Dalam hal pengajuan permohonan keberatan dikabulkan atau dikabulkan sebagian, pemegang KKPR dapat melanjutkan kegiatan Pemanfaatan Ruang sesuai dengan hasil penilaian permohonan keberatan dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal pengajuan permohonan keberatan tidak dikabulkan, pemegang KKPR dikenakan Sanksi Administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 Catatan: Untuk Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang  (KKPR) mengacu pada Permen ATR Nomer 13 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sinkronisasi Program Pemanfaatan Ruang.

 

 

 

 

 

 

Sumber: Permen ATR Nomer 21 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Pengawasan Penataan Ruang, Klik Disini

Jumat, 18 Maret 2022

KOORDINASI PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG (Berdasarkan Permen ATR No 15 Tahun 2021)

 

1.       Penyelenggaraan Penataan Ruang diselenggarakan dengan memadukan berbagai kepentingan yang bersifat lintas  sektor,  lintas  wilayah, dan lintas pemangku kepentingan. Dalam perpaduan berbagai kepentingan diperlukan penguatan fungsi koordinasi sebagai upaya untuk meningkatkan kerjasama antarpemangku kepentingan dalam Penyelenggaraan Penataan Ruang. Koordinasi Penyelenggaraan Penataan Ruang dilakukan melalui koordinasi dalam satu wilayah administrasi, koordinasi antardaerah, dan koordinasi antartingkatan pemerintahan.Menteri, gubernur, bupati, atau wali kota menyelenggarakan fungsi koordinasi sesuai dengan kewenangannya.

2.       Koordinasi dalam satu wilayah administrasi merupakan koordinasi antarinstansi dalam masing-masing wilayah administrasi.Koordinasi antardaerah merupakan koordinasi yang dilaksanakan oleh lebih dari satu daerah provinsi atau kabupaten/kota. Koordinasi antartingkatan pemerintahan merupakan koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta antara Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota.

3.       Menteri menjalankan fungsi koordinasi sebagaimana melalui rapat koordinasi dalam rangka pelaksanaan penataan ruang. Gubernur, bupati, atau wali kota menjalankan fungsi koordinasi melalui Forum Penataan Ruang dan pelaksanaan rapat koordinasi.Dalam menjalankan fungsi koordinasi , Menteri dapat melibatkan Forum Penataan Ruang provinsi, kabupaten atau kota, Asosiasi Profesi, Asosiasi Akademisi, dan/atau tokoh Masyarakat. Pelaksanaan rapat koordinasi dilaksanakan untuk merumuskan masukan dan pertimbangan dalam pelaksanaan Penataan Ruang. Rapat koordinasi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

4.       Dalam rangka Penyelenggaraan Penataan Ruang secara partisipatif, Menteri dapat membentuk Forum Penataan Ruang. Pelaksanaan Forum Penataan Ruang di pusat dilakukan dalam hal Menteri membutuhkan pertimbangan terkait pelaksanaan Penataan Ruang di pusat. Pelaksanaan Forum Penataan Ruang di pusat berupa rapat koordinasi yang dipimpin oleh Menteri, Dirjen dan/atau pejabat yang diberikan mandat dan dapat melibatkan unsur terkait sesuai dengan materi pertimbangan yang dibutuhkan. Menteri mendelegasikan pembentukan Forum Penataan Ruang di daerah kepada gubernur, bupati, dan wali kota sesuai dengan kewenangannya.

5.       Forum Penataan Ruang di daerah berdasarkan wilayah kerjanya terdiri atas:

a.       Forum Penataan Ruang provinsi  ditetapkan dengan keputusan gubernur.; dan

b.       Forum Penataan Ruang kabupaten/kota ditetapkan dengan keputusan bupati/ walikota.

6.       Gubernur, bupati, dan wali kota melaporkan kinerja Forum Penataan Ruang di daerah secara berkala kepada Menteri.

7.       Anggota Forum Penataan Ruang di daerah terdiri atas instansi vertikal bidang pertanahan, perangkat daerah, Asosiasi Profesi, Asosiasi Akademisi, dan tokoh Masyarakat.

8.        Anggota Forum Penataan Ruang di daerah yang berasal dari instansi vertikal bidang pertanahan dan perangkat daerah bersifat ex-officio.  Anggota Forum Penataan Ruang di daerah yang berasal dari Asosiasi Profesi ditunjuk oleh ketua Asosiasi Profesi atas permintaan gubernur, bupati, atau wali kota. Anggota Forum Penataan Ruang di daerah yang berasal dari Asosiasi Akademisi ditunjuk oleh ketua Asosiasi Akademisi atas permintaan gubernur, bupati, atau wali kota. Anggota Forum Penataan Ruang di daerah yang berasal dari tokoh Masyarakat ditunjuk oleh gubernur, bupati, atau wali kota. Anggota Forum Penataan Ruang di daerah yang berasal dari unsur Asosiasi Profesi, Asosiasi Akademisi, dan tokoh Masyarakat paling sedikit memiliki pemahaman terhadap:

a.       kondisi dan permasalahan pembangunan setempat;

b.       potensi pengembangan wilayah setempat; dan

c.       kondisi sosial dan budaya Masyarakat setempat.

 

9.       Keanggotaan Forum Penataan Ruang di daerah bagi perwakilan Asosiasi Profesi, Asosiasi Akademisi, dan tokoh Masyarakat berakhir apabila:

a.       meninggal dunia;

b.       mengundurkan diri; atau

c.       keanggotaannya dicabut.

 

10.   Anggota Forum Penataan Ruang di daerah dari unsur Asosiasi Profesi, Asosiasi Akademisi, atau tokoh Masyarakat yang tidak hadir rapat Forum Penataan Ruang di daerah tanpa alasan selama 3 (tiga) kali berturut-turut sehingga dipandang mengganggu kinerja Forum Penataan Ruang di daerah dapat diusulkan untuk diganti berdasarkan hasil rapat Forum Penataan Ruang di daerah. Penggantian anggota Forum Penataan Ruang di daerah berdasarkan Cara Pengangkatannya.

11.   Dalam hal tidak terdapat Asosiasi Profesi, dan/atau Asosiasi Akademisi di daerah, anggota Forum Penataan Ruang di daerah dapat berasal dari Asosiasi Profesi dan/atau Asosiasi Akademisi dari daerah lain.

12.   Struktur organisasi Forum Penataan Ruang di daerah terdiri atas:

a.       ketua merangkap anggota;

b.       wakil ketua merangkap anggota;

c.       sekretaris merangkap anggota; dan

d.       anggota.

13.   Dalam melaksanakan tugasnya, Forum Penataan Ruang di daerah dibantu oleh sekretariat Forum Penataan Ruang di daerah. Dalam hal Forum Penataan Ruang di daerah memerlukan kajian secara lebih mendalam terkait dengan permasalahan Penyelenggaraan Penataan Ruang, Forum Penataan Ruang di daerah dapat membentuk kelompok kerja.

14.   Keanggotaan Forum Penataan Ruang di daerah berlaku selama 5 (lima) tahun sejak ditetapkan dan dapat dilakukan evaluasi sewaktu-waktu. Hasil dari evaluasi anggota Forum Penataan Ruang di daerah dapat dijadikan dasar penetapan atau penggantian keanggotaan Forum Penataan Ruang di daerah.

15.   Ketua Forum Penataan Ruang provinsi sebagaimana dijabat oleh sekretaris daerah provinsi. Wakil ketua Forum Penataan Ruang provinsi dijabat oleh perwakilan Asosiasi Profesi atau Asosiasi Akademisi. Sekretaris Forum Penataan Ruang provinsi dijabat oleh kepala perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan di bidang penataan ruang.

16.   Anggota Forum Penataan Ruang provinsi terdiri dari instansi vertikal di bidang pertanahan dan unsur perangkat daerah yang meliputi:

a.       kepala perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan;

b.       kepala perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan daerah;

c.       kepala perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum;

d.       kepala perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral;

e.       kepala perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian;

f.        kepala perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan;

g.       kepala perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup; dan

h.       kepala kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional.

17.   Jumlah keterwakilan anggota dari unsur Asosiasi Profesi, Asosiasi Akademisi, dan tokoh Masyarakat berjumlah masing-masing 1 (satu) orang.

18.   Ketua Forum Penataan Ruang kabupaten/kota dijabat oleh sekretaris daerah kabupaten/kota. Wakil ketua Forum Penataan Ruang kabupaten/kota dijabat oleh perwakilan Asosiasi Profesi atau Asosiasi Akademisi. Sekretaris Forum Penataan Ruang kabupaten/kota dijabat oleh kepala perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan di bidang penataan ruang.

19.   Anggota Forum Penataan Ruang kabupaten/kota terdiri dari instansi vertikal di bidang pertanahan dan unsur perangkat daerah yang meliputi:

a.       kepala perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan daerah;

b.       kepala perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum;

c.       kepala perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral;

d.       kepala perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian;

e.       kepala perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan;

f.        kepala perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup; dan

g.       kepala kantor pertanahan.

20.   Jumlah keterwakilan anggota dari unsur Asosiasi Profesi, Asosiasi Akademisi, dan tokoh Masyarakat berjumlah masing-masing 1 (satu) orang.

21.   Dalam hal organisasi perangkat daerah provinsi, kabupaten atau kota yang menyelenggarakan urusan di bidang penataan ruang merupakan satu kesatuan dengan bidang pekerjaan umum maka: sekretaris Forum Penataan Ruang di daerah dijabat oleh kepala perangkat daerah yang  menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum  dan bidang penataan ruang; dan Anggota Forum Penataan Ruang di daerah yang berasal dari unsur perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum ditiadakan.

22.   Sekretariat Forum Penataan Ruang di daerah secara ex-officio dilaksanakan oleh perangkat daerah yang melaksanakan urusan pemerintahan di bidang Penataan Ruang. Pembentukan, susunan organisasi, personalia, dan tata kerja Sekretariat Forum Penataan Ruang di daerah diatur lebih lanjut oleh ketua Forum Penataan Ruang di daerah.

23.   Anggota kelompok kerja ditetapkan dengan keputusan ketua Forum Penataan Ruang di daerah.

24.   Anggota kelompok kerja terdiri atas:

a.       anggota Forum Penataan Ruang di daerah yang dipandang memiliki kompetensi terkait dengan substansi yang dibahas dalam kelompok kerja;

b.       asosiasi profesi lainnya terkait Penataan Ruang dan asosiasi akademisi lainnya terkait Penataan Ruang yang dipandang memiliki kompetensi terkait dengan substansi yang dibahas dalam kelompok kerja; dan/atau 

c.       unsur perangkat daerah lainnya yang dipandang perlu terkait dengan substansi yang dibahas dalam kelompok kerja.

25.   Anggota kelompok kerja yang berasal dari asosiasi profesi lainnya ditunjuk oleh ketua/pimpinan asosiasi profesi lainnya atas permintaan ketua Forum Penataan Ruang di daerah.  Anggota kelompok kerja yang berasal dari asosiasi akademisi lainnya ditunjuk oleh pimpinan asosiasi akademisi lainnya atau  pimpinan Lembaga pendidikan tinggi atas permintaan ketua Forum Penataan Ruang di daerah.  Masa penugasan anggota kelompok kerja dinyatakan berakhir setelah hasil kajian dibahas dan diterima oleh Forum Penataan Ruang di daerah.

26.   Asosiasi profesi lainnya dan asosiasi akademisi lainnya merupakan asosiasi yang terkait bidang Penataan Ruang. Asosiasi profesi lainnya dan asosiasi akademisi lainnya yang terkait bidang penataan ruang dapat berasal dari bidang keilmuan:a. arsitek;b. teknik sipil; dan/atau c. bidang keilmuan lainnya yang terkait. Asosiasi profesi lainnya dan asosiasi akademisi lainnya berbentuk badan hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan.

27.   Forum Penataan Ruang di daerah bertugas untuk memberikan pertimbangan kepada gubernur, bupati, atau wali kota dalam Penyelenggaraan Penataan Ruang di wilayahnya. Pertimbangan diberikan berdasarkan permintaan dari gubernur, bupati, atau wali kota. Forum Penataan Ruang di daerah dapat memberikan pertimbangan atas dasar inisiatif sendiri dalam hal pelaksanaan penataan ruang dinilai berpotensi menimbulkan:

a.       kerawanan sosial;

b.       gangguan keamanan;

c.       kerusakan lingkungan hidup; dan/atau

d.       gangguan terhadap fungsi objek vital nasional.

28.   Forum Penataan Ruang provinsi memiliki tugas pada aspek:

a.       perencanaan tata ruang;

b.       pemanfaatan ruang; dan

c.       pengendalian pemanfaatan ruang.

29.   Tugas Forum Penataan Ruang provinsi dalam perencanaan tata ruang meliputi:

a.       memberikan pertimbangan penyusunan RTR provinsi;  

b.       memberikan rekomendasi penyesuaian integrasi materi teknis muatan pengaturan perairan pesisir  dalam rencana tata ruang wilayah provinsi; dan

c.       memberikan pertimbangan penguatan peran Masyarakat dalam penyusunan RTR wilayah provinsi melalui pelaksanaan penjaringan opini publik, forum diskusi, dan konsultasi publik yang meliputi sebagian atau mewakili kondisi seluruh wilayah provinsi.

30.   Tugas Forum Penataan Ruang provinsi dalam pemanfaatan ruang meliputi:

a.       memberikan pertimbangan penanganan dan penyelesaian permasalahan dalam pelaksanaan program dan kegiatan pemanfaatan ruang di daerah provinsi, dan di daerah kabupaten/kota dalam hal diperlukan;

b.       memberikan pertimbangan pelaksanaan sinkronisasi program pemanfaatan ruang dengan menyelaraskan indikasi program utama dengan program sektoral dan kewilayahan;

c.       melakukan kajian dalam rangka penilaian PKKPR untuk kegiatan berusaha dan kegiatan nonberusaha yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi;

d.       melakukan pembahasan hasil kajian, pertimbangan teknis pertanahan dan/atau pertimbangan lainnya yang diperlukan; dan

e.       menyampaikan hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada huruf d kepada gubernur.

31.   Tugas Forum Penataan Ruang provinsi dalam pengendalian pemanfaatan ruang meliputi:

a.       memberikan pertimbangan pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang dan pengawasan ruang, baik di tingkat nasional maupun daerah, dan memberikan pengarahan serta saran pemecahannya; 

b.       memberikan pertimbangan penyelesaian sengketa Penataan Ruang sebagai akibat adanya perbedaan kebijakan pengaturan antarinstansi pemerintah dalam 1 (satu) provinsi; dan

c.       memberikan pertimbangan penyelesaian sengketa Penataan Ruang sebagai akibat adanya perbedaan kebijakan pengaturan antarPemerintah Daerah kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi.

32.   Forum Penataan Ruang kabupaten/kota memiliki tugas pada aspek:

a.       perencanaan tata ruang;

b.       pemanfaatan ruang; dan

c.       pengendalian pemanfaatan ruang.

33.   Tugas Forum Penataan Ruang kabupaten/kota dalam perencanaan tata ruang meliputi:

a.       memberikan rekomendasi dalam hal terdapat kebutuhan untuk melakukan peninjauan Kembali peraturan kepala daerah kabupaten/kota tentang RDTR yang diakibatkan oleh:

b.       perubahan dan penetapan kebijakan nasional yang bersifat strategis dalam peraturan perundang-undangan;

c.       rencana pembangunan dan pengembangan objek vital nasional; dan/atau

d.       lokasinya berbatasan dengan kabupaten/kota di sekitarnya.

e.       memberikan pertimbangan penyusunan RTR kabupaten/kota; dan

f.        memberikan pertimbangan pelibatan peran Masyarakat dalam penyusunan RTR wilayah kabupaten/kota melalui pelaksanaan penjaringan opini publik, forum diskusi, dan konsultasi publik yang meliputi atau mewakili kondisi seluruh wilayah kabupaten/kota.

34.   Tugas Forum Penataan Ruang kabupaten/kota dalam pemanfaatan ruang meliputi:

a.       memberikan pertimbangan penanganan dan penyelesaian permasalahan dalam pelaksanaan program dan kegiatan pemanfaatan ruang di kabupaten/kota dalam hal diperlukan;

b.       memberikan pertimbangan pelaksanaan sinkronisasi program pemanfaatan ruang dengan menyelaraskan indikasi program utama dengan program sektoral dan kewilayahan;

c.       melakukan kajian dalam rangka penilaian PKKPR untuk kegiatan berusaha dan kegiatan nonberusaha yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota;

d.       melakukan pembahasan hasil kajian, pertimbangan teknis pertanahan dan/atau pertimbangan lainnya yang diperlukan; dan

e.       menyampaikan hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada huruf d kepada bupati atau wali kota.

35.   Tugas Forum Penataan Ruang kabupaten/kota dalam pengendalian pemanfaatan ruang  meliputi:

a.       memberikan pertimbangan penetapan bentuk dan mekanisme pemberian  insentif dan  disinsentif dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang daerah kabupaten/kota; 

b.       memberikan pertimbangan penyelesaian sengketa Penataan Ruang sebagai akibat adanya perbedaan kebijakan pengaturan antarinstansi pemerintah dalam 1 (satu) kabupaten/kota; dan

c.       memberikan pertimbangan penetapan tindakan sanksi atas pelanggaran pemanfaatan ruang dan/atau kerusakan fungsi lingkungan.

36.   Forum Penataan Ruang di daerah melaksanakan rapat koordinasi secara berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan. Rapat koordinasi dapat dilaksanakan atas inisiatif Forum Penataan Ruang di daerah atau atas permintaan gubernur, bupati, atau wali kota sesuai dengan kewenangannya. Rapat koordinasi  dipimpin oleh ketua Forum Penataan Ruang di daerah.

37.   Rumusan pertimbangan Forum Penataan Ruang di daerah diputuskan melalui musyawarah. Dalam hal musyawarah tidak tercapai kesepakatan, Forum Penataan Ruang di daerah menyampaikan alternatif pertimbangan Penyelenggaraan Penataan Ruang yang telah dibahas kepada gubernur, bupati, atau wali kota sebagai bahan pertimbangan  pengambilan keputusan. Penyampaian alternatif pertimbangan Penyelenggaraan Penataan Ruang di atas disertai dengan berita acara pembahasan oleh Forum Penataan Ruang di daerah.

38.   Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat dilakukan setelah seluruh anggota diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat serta saran, dan dipandang cukup untuk diterima oleh rapat sebagai sumbangan pendapat dan pemikiran bagi penyelesaian masalah yang sedang dimusyawarahkan.

39.   Kehadiran anggota dari unsur pemerintah dalam rapat koordinasi Forum Penataan Ruang di daerah dapat didelegasikan kepada pejabat lain. Pendelegasian kepada pejabat lain disertai pemberian mandate untuk mengemukakan pendapat dan saran serta mengambil keputusan.

40.   Masukan dan pertimbangan Forum Penataan Ruang di daerah diserahkan kepada gubernur, dan/atau wali kota secara tertulis. Gubernur, bupati, dan/atau wali kota dapat mengambil keputusan yang berbeda dengan rekomendasi Forum Penataan Ruang di daerah yang disertai dengan penjelasan keputusan tersebut.

41.   Segala biaya untuk pelaksanaan tugas Forum Penataan Ruang di daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja daerah dan sumber pembiayaan lainnya yang sifatnya tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sumber: Permen ATR No 15 Tahun 2021 Tentang Koordinasi Penyelenggaraan Penataan Ruang, Klik Disini




PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 15 TAHUN 2021 TENTANG KOORDINASI PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG

 

 

Ketentuan ayat (2) Pasal 8 diubah, sehingga Pasal 8 berbunyi sebagai berikut: Pasal 8

(1) Forum Penaatan Ruang provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a di provinsi ditetapkan dengan keputusan gubernur.

(2) Forum Penataan Ruang kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b di kabupaten/kota ditetapkan dengan keputusan bupati/wali kota.

Ketentuan Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 9

(1) Gubernur, bupati, dan wali kota melaporkan kinerja pelaksanaan tugas Forum Penataan Ruang di daerah secara berkala kepada Menteri.

(2) Laporan kinerja pelaksanaan tugas Forum Penataan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setiap 6 (enam) bulan sejak dibentuknya Forum Penataan Ruang di daerah.

(3) Format laporan kinerja pelaksanaan tugas Forum Penataan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Ketentuan Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 11

(1) Anggota Forum Penataan Ruang di daerah yang berasal dari instansi vertikal bidang pertanahan dan perangkat daerah bersifat melekat pada jabatannya (ex-officio).

(2) Anggota Forum Penataan Ruang di daerah yang berasal dari Asosiasi Profesi dan Asosiasi Akademisi ditunjuk oleh ketua Asosiasi Profesi dan Asosiasi Akademisi atas: a. permintaan gubernur, bupati, atau wali kota; atau b. inisiasi dari Asosiasi Profesi dan Asosiasi Akademisi.

(3) Permintaan gubernur, bupati, atau wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a disampaikan melalui surat permohonan yang ditujukan kepada pengurus pusat Asosiasi Profesi dan Asosiasi Akademisi.

(4) Pengurus pusat Asosiasi Profesi dan Asosiasi Akademisi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memberikan surat balasan kepada gubernur, bupati, atau wali kota paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah diterimanya surat permohonan.

(5) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) pengurus pusat Asosiasi Profesi dan Asosiasi Akademisi tidak memberikan surat balasan, keanggotaan Forum Penataan Ruang yang berasal dari Asosiasi Profesi dan Asosiasi Akademisi ditunjuk oleh gubernur, bupati, atau wali kota.

 (6) Anggota Forum Penataan Ruang di daerah yang berasal dari tokoh Masyarakat ditunjuk oleh gubernur, bupati, atau wali kota.

Ketentuan Pasal 13 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 13

(1) Keanggotaan Forum Penataan Ruang di daerah bagi perwakilan Asosiasi Profesi, Asosiasi Akademisi, dan tokoh Masyarakat berakhir apabila: a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri; atau c. sudah tidak menjadi anggota Asosiasi Profesi atau Asosiasi Akademisi.

(2) Anggota Forum Penataan Ruang di daerah dari unsur Asosiasi Profesi, Asosiasi Akademisi, atau tokoh Masyarakat dapat diusulkan untuk diganti berdasarkan hasil rapat Forum Penataan Ruang di daerah.

(3) Gubernur, bupati, atau wali kota menindaklanjuti hasil rapat Forum Penataan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 20 (dua puluh) hari kerja.

(4) Penggantian anggota Forum Penataan Ruang di daerah berdasarkan ketentuan pada ayat (1) dan ayat (2) mengikuti prosedur sebagaimana diatur dalam Pasal 11.

Ketentuan Pasal 17 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 17

(1) Ketua Forum Penataan Ruang provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a dijabat oleh sekretaris daerah provinsi.

(2) Wakil ketua Forum Penataan Ruang provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a dijabat oleh: a. perwakilan Asosiasi Profesi; b. perwakilan Asosiasi Akademisi; atau c. kepala perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan daerah.

(3) Wakil ketua Forum Penataan Ruang provinsi yang dijabat oleh perwakilan Asosiasi Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, harus memenuhi ketentuan meliputi: a. memiliki lisensi tenaga profesional perencana tata ruang; dan b. tidak berstatus sebagai aparatur sipil negara.

 (4) Dalam hal pengaturan lisensi tenaga profesional perencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a belum ditetapkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, persyaratan sebagai wakil ketua Forum Penataan Ruang provinsi menggunakan sertifikat kompetensi keahlian bidang perencanaan wilayah paling rendah jenjang ahli madya.

(5) Wakil ketua Forum Penataan Ruang provinsi yang dijabat oleh perwakilan Asosiasi Akademisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, harus memenuhi ketentuan meliputi: a. aktif mengajar pada program studi subrumpun keilmuan perencanaan wilayah; dan b. memiliki jabatan akademik paling rendah tingkat lektor dan/atau golongan III/c.

(6) Sekretaris Forum Penataan Ruang provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a dijabat oleh kepala perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penataan ruang.

(7) Anggota Forum Penataan Ruang provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a terdiri dari instansi vertikal di bidang pertanahan dan unsur perangkat daerah yang meliputi: a. kepala perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan; b. kepala perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan daerah; c. kepala perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum; d. kepala perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral; e. kepala perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian; f. kepala perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan;  g. kepala perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup; h. kepala perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penanaman modal; dan i. kepala kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional.

(8) Jumlah keterwakilan unsur Asosiasi Profesi, Asosiasi Akademisi, dan tokoh Masyarakat dalam Forum Penataan Ruang provinsi berjumlah masingmasing 1 (satu) orang.

(9) Anggota Forum Penataan Ruang provinsi dari perwakilan Asosiasi Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (8), harus memiliki sertifikat kompetensi keahlian bidang perencanaan wilayah.

(10) Anggota Forum Penataan Ruang provinsi dari perwakilan Asosiasi Akademisi sebagaimana dimaksud pada ayat (8), harus aktif mengajar pada program studi subrumpun keilmuan perencanaan wilayah.

Ketentuan Pasal 18 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 18

(1) Ketua Forum Penataan Ruang kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b dijabat oleh sekretaris daerah kabupaten/kota.

(2) Wakil ketua Forum Penataan Ruang kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b dijabat oleh: a. perwakilan Asosiasi Profesi; b. perwakilan Asosiasi Akademisi; atau c. kepala perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan daerah.

(3) Wakil ketua Forum Penataan Ruang kabupaten/kota yang dijabat oleh perwakilan Asosiasi Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, harus memenuhi ketentuan meliputi: a. memiliki lisensi tenaga profesional perencana tata ruang; dan b. tidak berstatus sebagai aparatur sipil negara.

 (4) Dalam hal pengaturan lisensi tenaga profesional perencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a belum ditetapkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, persyaratan sebagai wakil ketua Forum Penataan Ruang kabupaten/kota menggunakan sertifikat kompetensi keahlian bidang perencanaan wilayah paling rendah jenjang ahli madya.

(5) Wakil ketua Forum Penataan Ruang kabupaten/kota yang dijabat oleh perwakilan Asosiasi Akademisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, harus memenuhi ketentuan meliputi: a. aktif mengajar pada program studi subrumpun keilmuan perencanaan wilayah; dan b. memiliki jabatan akademik paling rendah tingkat lektor dan/atau golongan III/c.

(6) Sekretaris Forum Penataan Ruang kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b dijabat oleh kepala perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penataan ruang.

(7) Anggota Forum Penataan Ruang kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b terdiri dari instansi vertikal di bidang pertanahan dan unsur perangkat daerah yang meliputi: a. kepala perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan daerah;  b. kepala perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum; c. kepala perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian; d. kepala perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup; e. kepala perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penanaman modal; dan f. kepala kantor pertanahan.

(8) Jumlah keterwakilan unsur Asosiasi Profesi, Asosiasi Akademisi, dan tokoh Masyarakat dalam Forum Penataan Ruang kabupaten/kota berjumlah masing-masing 1 (satu) orang.

(9) Anggota Forum Penataan Ruang kabupaten/kota dari perwakilan Asosiasi Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (8), harus memiliki sertifikat kompetensi keahlian bidang perencanaan wilayah.

(10) Anggota Forum Penataan Ruang kabupaten/kota dari perwakilan Asosiasi Akademisi sebagaimana dimaksud pada ayat (8), harus aktif mengajar pada program studi subrumpun keilmuan perencanaan wilayah. 8. Ketentuan Pasal 22 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 22 Asosiasi profesi lainnya dan asosiasi akademisi lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) dan ayat (4) merupakan asosiasi yang terkait bidang Penataan Ruang dan berbentuk badan hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Ketentuan Pasal 25 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 25 Tugas Forum Penataan Ruang provinsi dalam perencanaan tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a meliputi: a. memberikan pertimbangan penyusunan RTR provinsi; b. memberikan rekomendasi penyesuaian integrasi materi teknis muatan pengaturan perairan pesisir dalam rencana tata ruang wilayah provinsi; c. memberikan pertimbangan penguatan peran Masyarakat dalam penyusunan RTR wilayah provinsi melalui pelaksanaan penjaringan opini publik, forum diskusi, dan konsultasi publik yang meliputi sebagian atau mewakili kondisi seluruh wilayah provinsi; dan d. melakukan pembahasan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku: a. tim koordinasi penataan ruang daerah yang telah dibentuk oleh gubernur, bupati, atau wali kota disesuaikan menjadi Forum Penataan Ruang berdasarkan Peraturan Menteri ini paling lama 6 (enam) bulan sejak Peraturan Menteri ini mulai berlaku; dan b. Forum Penataan Ruang yang telah dibentuk oleh gubernur, bupati, atau wali kota disesuaikan berdasarkan Peraturan Menteri ini paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini mulai berlaku.

Sumber: PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2022 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 15 TAHUN 2021 TENTANG KOORDINASI PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG