Sabtu, 06 Juni 2020

Inovasi dalam Pelayanan Publik dan Model Pembangunan Program Unggulan Pemerintah Daerah

I.                    Tinjauan Tentang Inovasi Dalam Pelayanan Publik
1.       Pengertian Inovasi
Istilah inovasi memang selalu diartikan secara berbeda beda oleh beberapa ahli. Menurut Suryani (2008:304), Inovasi dalam konsep yang luas sebenarnya tidak hanya terbatas pada produk. Inovasi dapat berupa ide, cara-cara ataupun objek yang dipersepsikan oleh seseorang sebagai sesuatu yang baru. Inovasi juga sering dugunakan untuk merujuk pada perubahan yang dirasakan sebagai hal yang baru oleh masyarakat yang mengalami. Namun demikian, dalam konteks pemasaran dan konteks perilaku konsumen inovasi dikaitkan dengan produk atau jasa yang sifatnya baru. Baru untuk merujuk pada produk yang memang benar-benar belum pernah ada sebelumnya di pasar dan baru dalam arti ada hal yang berbeda yang merupakan penyempurnaan atau perbaikan dari produk sebelumnya yang pernah ditemui konsumen di pasar.
Kata inovasi dapat diartikan sebagai “proses” atau “hasil” pengembangan dan atau pemanfaatan atau mobilisasi pengetahuan, keterampilan (termasuk keterampilan teknologis) dan pengalaman untuk menciptakan atau memperbaiki produk, proses yang dapat memberikan nilai yang lebih berarti. Menurut Rosenfeld dalam Sutarno (2012:132), inovasi adalah transformasi pengetahuan kepada produk, proses dan jasa baru, tindakan menggunakan sesuatu yang baru. Sedangkan menurut Mitra pada buku tersebut dan pada halaman yang sama, bahwa inovasi merupakan eksploitasi yang berhasil dari suatu gagasan baru atau dengan kata lain merupakan mobilisasi pengetahuan, keterampilan teknologis dan pengalaman untuk menciptakan produk, proses dan jasa baru. Namun menurut Vontana (2009:20), inovasi adalah kesuksesan ekonomi dan sosial berkat diperkenalkannya cara baru atau kombinasi baru dari cara-cara lama dalam mentransformasi input menjadi output yang menciptakan perubahan besar dalam hubungan antara nilai guna dan harga yang ditawarkan kepada konsumen dan/atau pengguna, komunitas, sosietas dan lingkungan.
Hampir sama dengan inovasi organisasi menurut Sutarno (2012:134-135) yang didefinisikan sebagai cara-cara baru dalam pengaturan kerja, dan dilakukan dalam sebuah organisasi untuk mendorong dan mempromosikan keunggulan kompetitif. Inti dari inovasi organisasi adalah kebutuhan untuk memperbaiki atau mengubah suatu produk, proses atau jasa. Inovasi organisasi mendorong individu untuk berpikir secara mandiri dan kreatif dalam menerapkan pengetahuan pribadi untuk tantangan organisasi. Semua organisasi bisa berinovasi termasuk untuk organisasi perusahaan, rumah sakit, universitas, dan organisasi pemerintahan. Pentingnya nilai, pengetahuan dan pembelajaran dalam inovasi organisasi sangat penting.
Menurut Yogi dalam LAN (2007:115), inovasi biasanya erat kaitannya dengan lingkungan yang berkarakteristik dinamis dan berkembang. Pengertian inovasi sendiri sangat beragam, dan dari banyak perspektif. Menurut Rogers dalam LAN (2007:115) menjelaskan bahwa inovasi adalah sebuah ide, praktik, atau objek yang dianggap baru oleh individu satu unit adopsi lainnya. Sedangkan menurut Damanpour bahwa sebuah inovasi dapat berupa produk atau jasa yang baru, teknologi proses produk yang baru, sistem struktur dan administrasi baru atau rencana baru bagi anggota organisasi.
Menurut Rogers dalam LAN (2007:116) mengatakan bahwa inovasi mempunyai atribut sebagai berikut:
a.       Keuntungan Relatif
Sebuah inovasi harus mempunyai keunggulan dan nilai lebih dibandingkan dengan inovasi sebelumnya. Selalu ada sebuah nilai kebaruan yang melekat dalam inovasi yang menjadi ciri yang membedakannya dengan yang lain.
b.       Kesesuaian
Inovasi juga sebaiknya mempunyai sifat kompatibel atau kesesuaian dengan inovasi yang digantinya. Hal ini dimaksudkan agar inovasi yang lama tidak serta-merta dibuang begitu saja, selain karena alasan faktor biaya yang sedikit, namun juga inovasi yang lama menjadi bagian dari proses transisi ke inovasi terbaru. Selain itu juga dapat memudahkan proses adaptasi dan proses pembelajaran terhadap inovasi itu secara lebih cepat.
c.       Kerumitan
Dengan sifatnya yang baru, maka inovasi mempunyai tingkat kerumitan yang boleh jadi lebih tinggi dibandingkan dengan inovasi sebelumnya. Namun demikian, karena sebuah inovasi menawarkan cara yang lebih baru dan lebih baik, maka tingkat kerumitan ini pada umumnya tidak menjadi masalah penting.
d.       Kemungkinan Dicoba
Inovasi hanya bisa diterima apabila telah teruji dan terbukti mempunyai keuntungan atau nilai dibandingkan dengan inovasi yang lama. Sehingga sebuah produk inovasi harus melewati fase “uji publik”, dimana setiap orang atau pihak mempunyai kesempatan untuk menguji kualitas dari sebuah inovasi.
e.       Kemudahan diamati
Sebuah inovasi harus juga dapat diamati, dari segi bagaimana sebuah inovasi bekerja dan menghasilkan sesuatu yang lebih baik.
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli maka peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa inovasi merupakan suatu penemuan baru yang berbeda dari yang sebelumnya berupa hasil pemikiran dan ide yang dapat dikembangkan juga diimplementasikan agar dirasakan manfaatnya.
Inovasi erat kaitannya teknologi dan informasi, khususnya internet, memiliki peranan penting dalam meningkatkan transparansi. Richard Heeks dalam LAN (2007:98) mengelompokkan manfaat teknologi informasi dan komunikasi dalam dua kelompok, yaitu:
1)      Manfaat pada Tingkat Proses
a.       Menghemat biaya: mengurangi biaya transaksi bagi masyarakat untuk akses ke informasi pemerintah dan mengirim informasi ke pemerintah, mengurangi biaya bagi pemerintah untuk menyediakan informasi.
b.       Menghemat waktu: mempercepat proses internal dan proses pertukaran data dengan instansi lain.
c.       Mengurangi keterbatasan: dimana pun, kapan pun informasi dan layanan pemerintah dapat diakses oleh masyarakat.
d.       Keputusan yang lebih baik: pimpinan dapat mengontrol kinerja stafnya, mengontrol kegiatan, ataupun mengontrol kebutuhan.
2)      Manfaat pada Tingkat Pengelolaan
a.       Mengubah perilaku aparatur: mengurangi interes pribadi dan meningkatkan interes rasional atau nasional. Misalnya dalam mengurangi tindakan korupsi, mengurangi pemalsuan, kerja lebih efektif dan efisien dan perlakuan terhadap masyarakat yang lebih setara dalam pelayanan publik.
b.       Mengubah perilaku masyarakat: partisipasi yang lebih besar terhadap proses pemerintahan dan memperluas kesempatan pemasok untuk ambil bagian dalam pelayanan pengadaan barang atau jasa.
c.       Pemberdayaan: meningkatkan keseimbangan kekuatan antar kelompok, melalui kemudahan, akses ke informasi kepemerintahan. Pemberdayaan aparatur lebih meningkat melalui akses ke informasi yang dibutuhkan mereka dalam menjalankan tugas dan fungsinya, pemberdayaan pemasok melalui akses ke informasi tentang pengadaan barang dan jasa dan pemberdayaan manajer melalui akses ke informasi mengenai stafnya dan sumber daya lainnya.

2.       Jenis-Jenis Inovasi
Menciptakan inovasi harus bisa menentukan inovasi seperti apa yang seharusnya dilakukan dalam meningkatkan pelayanan PT. PLN (Persero) agar inovasi tersebut dapat berguna dan bertahan lama. Jenis-jenis inovasi menurut Robertson dalam Nugroho (2003:395) diharapkan dapat memberikan masukan yang positif dalam menciptakan inovasi layanan PT. PLN, jenis jenis inovasi tersebut antara lain:
a.       Inovasi Terus Menerus
Adalah modifikasi dari produk yang sudah ada dan bukan pembuatan produk yang baru sepenuhnya. Inovasi ini menimbulkan pengaruh yang paling tidak mengacaukan pola perilaku yang sudah mapan. Contohnya, memperkenalkan perubahan model baru, menambahkan mentol pada rokok atau mengubah panjang rokok.
b.       Inovasi Terus Menerus Secara Dinamis
Mungkin melibatkan penciptaan produk baru atau perubahan produk yang sudah ada, tetapi pada umumnya tidak mengubah pola yang sudah mapan dari kebiasaan belanja pelanggan dan pemakaian produk. Contohnya antara lain, sikat gigi listrik, compact disk, makanan alami dan raket tenis yang sangat besar.
c.       Inovasi Terputus
Melibatkan pengenalan sebuah produk yang sepenuhnya baru yang menyebabkan pembeli mengubah secara signifikan pola perilaku mereka. Contohnya, komputer, videocassete recorder.
Menurut Wibisono (2006:113) cara yang paling mudah untuk mendeteksi keberhasilan inovasi adalah melalui pengecekan didapatkannya pelanggan baru (akuisisi pelanggan), pertumbuhan penjualan, loyalitas pelanggan, dan peningkatan marjin keuntungan.
Nugroho (2003:395) berpendapat bahwa kebanyakan produk baru berasal dari bentuk terus menerus. Pada tahun-tahun belakangan adalah modifikasi atau perluasan dari produk yang sudah ada, dengan sedikit perubahan pada pola perilaku dasar yang diminta oleh konsumen. Namun dari jenis-jenis inovasi tersebut, penulis lebih memilih inovasi terus menerus secara dinamis. Karena PT. PLN (Persero) Rayon Way Halim menciptakan inovasi pelayanan publik yang tidak sepenuhnya mengubah secara signifikan produk yang sudah ada sebelumnya namun hanya dengan menambah pola pada produk sebelumnya sehingga terlihat semakin canggih.
Secara umum Rogers yang dikutip oleh Suwarno (2008), menyatakan inovasi mempunyai beberapa atribut atau sejumlah karakteristik atau ciri-ciri sebagai berikut:
a.       Relative advantage (kemanfaatan)
Sebuah inovasi harus mempunyai keunggulan dan nilai lebih dibandingkan dengan inovasi sebelumnya. Selalu ada sebuah nilai kebaruan yang melekat dalam inovasi yang menjadi ciri yang membedakannya dengan yang lain.
b.       Compatibility (kesesuaian)
Inovasi juga sebaiknya mempunyai sifat kompatibel atau kesesuaian dengan inovasi yang digantinya. Hal ini dimaksudkan agar inovasi yang lama tidak serta-merta dibuang begitu saja, selain karena alasan faktor biaya yang tidak sedikit, namun juga inovasi yang lama menjadi bagian dari proses transisi ke inovasi terbaru. Selain itu juga dapat memudahkan proses adaptasi dan proses pembelajaran terhadap inovasi itu secara lebih cepat.
c.       Complexity (kompleksitas)
Dengan sifatnya yang baru, maka inovasi mempunyai tingkat kerumitan yang boleh jadi lebih tinggi dibandingkan dengan inovasi sebelumnya. Namun demikian, karena sebuah inovasi menawarkan cara yang lebih baru dan lebih baik, maka tingkat kerumitan ini pada umumnya tidak menjadi masalah penting.
d.       Triability (aplikasi)
Inovasi hanya bisa diterima apabila telah teruji dan terbukti mempunyai keuntungan atau nilai lebih dibandingkan dengan inovasi yang lama. Sehingga sebuah produk inovasi harus melewati fase “uji publik”, dimana setiap orang atau pihak mempunyai kesempatan untuk menguji kualitas dari sebuah inovasi.
e.       Observability (pengamatan)
Sebuah inovasi harus juga dapat diamati, dari segi bagaimana ia bekerja dan menghasilkan sesuatu yang lebih baik. Inovasi merupakan cara baru untuk menggantikan cara lama dalam mengerjakan atau memproduksi sesuatu.
3.       Pengaplikasian Definisi dari Inovasi
Terdapat empat faktor yang mendasarinya, menurut Nugroho (2003:398), terdiri dari:
a.       Orientasi Produk
Konsumen menyukai produk yang menawarkan kualitas dan performance terbaik serta inovatif. Perusahaan seringkali mendesain produk tanpa input dari customer.
b.       Orientasi Pasar
Kunci untuk mencapai tujuan organisasi terdiri dari penentuan kebutuhan dan keinginan dari target market serta memberikan kepuasan secara lebih baik dibandingkan pesaing. Ada empat faktor yang menjadi landasan utama konsep ini, yaitu:
1)      Penentuan target market secara tepat dan mempersiapkan program pemasaran yang sesuai.
2)      Fokus pada customer needs untuk menciptakan customer satisfaction.
3)      Integrated marketing, setiap bagian atau departement dalam perusahaan bekerja sama untuk melayani kepentingan konsumen yang terdiri dari dua tahap, yaitu: fungsi-fungsi marketing harus terkoordinir dan kerja sama antar departement.
4)      Profitability, profit diperoleh melalui penciptaan nilai pelanggan yang berkualitas, pemuasan akan kebutuhan pelanggan lebih baik daripada pesaing.
c.       Orientasi Organisasi
Adalah menentukan keinginan dan kebutuhan dari target market dan memberikan kepuasan secara lebih baik dibandingkan para pesaing melalui suatu cara yang dapat meningkatkan kesejahteraan konsumen dan masyarakat.
d.       Orientasi Konsumen
Pada prinsipnya dalam penyebaran produk baru (inovasi), konsumen menginginkan produk yang ada tersedia di banyak tempat, dengan kualitas yang tinggi, akan tetapi dengan harga yang rendah sehingga konsumen lebih banyak mengkonsumsi barang dan bahkan sampai pembelian yang berulang-ulang.
Maka dapat disimpulkan bahwa keberhasilan sebuah inovasi ditandai dengan adanya keempat faktor di atas sebagai pendukung. Apabila inovasi yang telah diciptakan oleh suatu organisasi sudah memiliki faktor-faktor tersebut maka akan dapat dinyatakan berhasil.
4.       Klasifikasi Produk
Inovasi sering dihubungkan dengan produk baru. Menurut Sunyoto (2013:9), dari produk yang biasa dibeli konsumen, kita dapat melakukan penggolongan atau klasifikasi mengenai produk. Produk menurut daya tahannya dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
a.       Barang yang tahan lama
Barang yang tahan lama (durable goods) adalah merupakan barang nyata yang biasanya melayani banyak kegunaan, misalnya pakaian, peralatan otomotif, komputer, peralatan bengkel, lemari es, dan sebagainya.
b.       Barang yang tidak tahan lama
Barang yang tidak tahan lama (nondurable goods) adalah merupakan barang nyata yang biasanya dikonsumsi untuk satu atau beberapa kegunaan, misalnya pasta gigi, kuliner, minuman energi, obat generik dan lainnya.
c.       Jasa
Merupakan kegiatan, manfaat atau kegunaan yang ditawarkan untuk dijual, misalnya bengkel sepeda motor, reparasi komputer dan televisi, loundry, jasa angkutan barang, jasa olah data, rental mobil dan sepeda motor, kursus bahasa asing, kursus program komputer, dan lainnya.
5.       Keberhasilan Inovasi
Produk baru yang dibuat perlu diperkenalkan kepada pasar agar produk tersebut diterima dan dipakai secara meluas. Proses mulai dikenalkan hingga digunakan oleh masyarakat secara luas inilah yang disebut proses difusi. Rogers dalam Suryani (2008:305) mendefinisikannya sebagai proses dimana inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu, dalam suatu jangka waktu tertentu diantara anggota suatu sistem sosial. Menurut Rogers dalam difusi ini terdapat beberapa faktor yang menentukan keberhasilan difusi inovasi, yaitu ada empat faktor:
a.       Karakteristik Inovasi (Produk)
Sebuah produk baru dapat dengan mudah diterima oleh konsumen (masyarakat) jika produk tersebut mempunyai keunggulan relatif. Artinya produk baru akan menarik konsumen jika produk tersebut mempunyai kelebihan dibandingkan produk-produk yang sudah ada sebelumnya di pasar. Contohnya, handphone. Dalam waktu yang relatif pendek telah banyak digunakan oleh masyarakat karena produk tersebut mempunyai keunggulan relatif dibandingkan dengan sarana komunikasi sebelumnya.
Faktor produk lain berupa compability juga berpengaruh terhadap hasil inovasi. Produk yang kompatibel adalah produk yang mampu memenuhi kebutuhan, nilai-nilai, dan keinginan konsumen secara konsisten. Faktor ketiga dari karakteristik produk berpengaruh terhadap difusi adalah kompleksitas. Semakin kompleks, semakin sulit mengoperasikannya, semakin tidak menarik konsumen. Konsumen akan memilih produk yang sederhana dan mudah digunakan. Konsumen lebih menarik menggunakan produk yang lebih sederhana dibandingkan dengan produk yang kesulitan dalam pengoperasiannya. Faktor keempat adalah kemampuan untuk dicoba (triability). Produk baru apabila memberikan kemudahan untuk dicoba dan dirasakan oleh konsumen akan menarik bagi konsumen. Dan faktor lain adalah kemampuan untuk dilihat konsumen (observability). Observability lebih menunjuk pada kemampuan produk untuk dapat dikomunikasikan kepada konsumen lainnya. Semakin mudah dilihat dan mampu mengomunikasikan kepada konsumen lain bahwa produk tersebut baru akan semakin menarik karena artinya mampu memberikan petunjuk kepada konsumen lain bahwa dirinya termasuk konsumen yang mengikuti perkembangan.
b.       Saluran Komunikasi
Inovasi akan menyebar pada konsumen yang ada di masyarakat melalui saluran komunikasi yang ada. Suatu produk baru akan dapat dengan segera dan menyebar luas ke masyarakat (konsumen) jika perusahaan memanfaatkan saluran komunikasi yang banyak dan jangkauannya luas seperti media massa dan jaringan interpersonal.
c.       Upaya Perubahan dari Agen
Perusahaan harus mampu mengidentifikasi secara tepat opinion leader yang akan digunakan dan mampu melibatkannya sebagai agen perusahaan untuk mempengaruhi konsumen atau masyarakat dalam menerima dan menggunakan produk baru (inovasi).
d.       Sistem Sosial
Pada umumnya sistem sosial masyarakat modern lebih mudah menerima inovasi dibandingkan dengan masyarakat yang berorientasi pada sistem sosial tradisional karena masyarakat modern cenderung mempunyai sikap positif terhadap perubahan, umumnya menghargai terhadap pendidikan dan ilmu pengetahuan, mempunyai perspektif keluar yang lebih baik dan mudah berinteraksi dengan orang-orang di luar kelompoknya, sehingga mempermudah masukan penerimaan ide-ide baru dalam sistem sosial dan anggotanya dapat melihat dirinya dalam peran yang berbeda-beda.
Penulis menyimpulkan bahwa suatu inovasi dikatakan berhasil maka harus memiliki empat faktor berikut, yaitu: karakteristik, adanya saluran komunikasi, adanya upaya dari agen dan dipengaruhi sistem sosial.
6.       Inovasi Pelayanan Publik
Menurut Yogi dalam LAN (2007:113), Inovasi di sektor publik adalah salah satu jalan atau bahkan breakthrough untuk mengatasi kemacetan dan kebuntuan organisasi di sektor publik. Karakteristik dari sistem di sektor publik kaku harus mampu dicairkan melalui penularan budaya inovasi. Inovasi yang biasanya ditemukan di sektor bisnis kini mulai diterapkan dalam sektor publik. Budaya inovasi harus dapat dipertahankan dan dikembangkan dengan lebih baik. Hal ini tidak terlepas dari dinamika eksternal dan tuntutan perubahan yang sedemikian cepat, yang terjadi di luar organisasi publik. Selain itu perubahan di masyarakat juga begitu penting sehingga demikian, maka sektor publik dapat menjadi sektor yang dapat mengakomodasi dan merespons secara cepat setiap perubahan yang terjadi.
Menurut Yogi dalam LAN (2007) secara khusus inovasi dalam lembaga publik dapat didefinisikan sebagai penerapan (upaya membawa) ide-ide baru dalam implementasi, dicirikan oleh adanya perubahan langkah yang cukup besar, berlangsung lama dan berskala cukup umum sehingga dalam proses implementasinya berdampak cukup besar terhadap organisasi dan tata hubungan organisasi. Inovasi dalam pelayanan publik mempunyai ciri khas, yaitu sifatnya yang intangible karena inovasi layanan dan organisasi tidak semata berbasis pada produk yang dapat dilihat melainkan pada perubahan dalam hubungan pelakunya, yaitu antara service provider dan service receiver (user), atau hubungan antar berbagai bagian di dalam organisasi atau mitra sebuah organisasi.
Menurut Yogi dalam LAN (2007), ditinjau secara lebih khusus, pengertian inovasi dalam pelayanan publik bisa diartikan sebagai prestasi dalam meraih, meningkatkan dan memperbaiki efektivitas, efisiensi dan akuntabilitas pelayanan publik yang dihasilkan oleh inisiatif pendekatan, metodologi dan atau alat baru dalam pelayanan masyarakat. Dengan pengertian ini, inovasi pelayanan publik tidak harus diartikan sebagai upaya menyimpang dari prosedur, melainkan sebagai upaya dalam mengisi menafsirkan dan menyesuaikan aturan mengikuti keadaan setempat.
Proses kelahiran suatu inovasi, bisa didorong oleh bermacam situasi. Secara umum inovasi dalam layanan publik ini bisa lahir dalam bentuk inisiatif, seperti:
1.       Kemitraan dalam penyampaian layanan publik, baik antara pemerintah dan pemerintah, sektor swasta dan pemerintah.
2.       Penggunaan teknologi informasi untuk komunikasi dalam pelayanan publik.
3.       Pengadaan atau pembentukan lembaga layanan yang secara jelas meningkatkan efektivitas layanan (kesehatan, pendidikan, hukum dan keamanan masyarakat).
Maka inovasi pelayanan publik dapat penulis simpulkan sebagai terobosan jenis pelayanan baik yang merupakan ide kreatif original dan/atau adaptasi atau modifikasi yang memberikan manfaat bagi masyarakat. Inovasi pelayanan publik sendiri tidak mengharuskan suatu penemuan baru, tetapi dapat merupakan suatu pendekatan baru yang bersifat kontekstual.
Menurut Halvorsen yang dikutip oleh Suwarno (2008), jenis inovasi di sektor publik dapat juga dilihat dari pembagi tipologi inovasi di sektor publik seperti berikut ini:
a.       A new or improved service (pelayanan baru atau pelayanan yang diperbaiki), misalnya pelayanan kesehatan di rumah sakit.
b.       Process innovation (inovasi proses), misalnya perubahan dalam proses penyediaan pelayanan atau produk.
c.       Administrative innovation (inovasi bersifat administratif), misalnya penggunaan instrumen kebijakan baru sebagai hasil dari perubahan kebijakan.
d.       System innovation (sistem inovasi) adalah sistem baru atau perubahan mendasar dari sistem yang ada dengan mendirikan organisasi baru atau bentuk baru kerja sama dan interaksi.
e.       Conceptual innovation (inovasi konseptual) adalah perubahan dalam outlook, seperti misalnya manajemen air terpadu atau mobility leasing.
f.        Radical change of rationality (perubahan radikal) adalah pergeseran pandangan umum atau mental matriks dari pegawai instansi pemerintah.
Sedangkan Vries, dkk (2015), menyimpulkan dari beberapa ahli bahwa jenis inovasi meliputi:
a.       Process innovation (proses inovasi)
Improvement of quality and technological process innovation product or service innovation efficiency of internal and external processes (proses inovasi merupakan peningkatan kualitas dan efisiensi proses internal dan eksternal).
b.       Administrative process innovation (proses administrasi inovasi)
Creation of new organizational forms, the introduction of new management methods and techniques and new working methods (proses administrasi inovasi merupakan penciptaan bentuk-bentuk organisasi baru, pengenalan metode manajemen baru dan teknik dan metode kerja baru).
c.       Technological process innovation (proses inovasi teknologi)
Creation or use of new technologies, introduced in an organization to render services to users and citizens (proses inovasi teknologi merupakan penciptaan atau penggunaan teknologi baru, diperkenalkan dalam sebuah organisasi untuk memberikan layanan kepada pengguna dan warga).
d.       Product or service innovation (produk atau layanan inovasi)
Creation of new public services or products (produk atau layanan inovasi merupakan penciptaan pelayanan publik baru atau produk).
e.       Governance innovation (inovasi tata kelola)
Development of new forms and processes to address specific societal problems (inovasi tata kelola merupakan pengembangan bentuk-bentuk dan proses baru untuk mengatasi masalah sosial tertentu).
f.        Conceptual innovation (inovasi konseptual)
Introduction of new concepts, frames of reference or new paradigms that help to reframe the nature of specific problems as well as their possible solutions (inovasi konseptual merupakan pengenalan konsep baru, kerangka acuan atau paradigma baru yang membantu untuk membingkai ulang sifat masalah spesifik serta solusi yang mungkin mereka).
Berdasarkan beberapa jenis inovasi di atas, peneliti menyimpulkan jenis inovasi terdiri atas inovasi pelayanan/produk, inovasi proses, inovasi administratif, inovasi konseptual, inovasi teknologi, inovasi tata kelola, dan perubahan radikal/pandangan.

7.       Faktor-Faktor Penghambat Inovasi
Dalam pelaksanaannya menurut Albury dikutip Suwarno (2008), inovasi tidak terjadi secara mulus atau tanpa resistensi. Banyak dari kasus inovasi di antaranya justru terkendala oleh berbagai faktor, antara lain:
a.       Budaya yang tidak menyukai risiko (risk aversion). Hal ini berkenaan dengan sifat inovasi yang memiliki segala risiko, termasuk risiko kegagalan. Sektor publik, khususnya pegawai cenderung enggan berhubungan dengan risiko, dan memilih untuk melaksanakan pekerjaan secara prosedural-administratif dengan risiko minimal.
b.       Secara kelembagaan, karakter unit kerja di sektor publik pada umumnya tidak memiliki kemampuan untuk menangani risiko yang muncul akibat dari pekerjaanya.
c.       Keengganan menutup program yang gagal.
d.       Ketergantungan terhadap figur tertentu yang memiliki kinerja tinggi, sehingga kecenderungan kebanyakan pegawai di sektor publik hanya menjadi follower. Ketika figur tersebut hilang, maka yang terjadi adalah stagnasi dan kemacetan kerja.
e.       Hambatan anggaran yang periodenya terlalu pendek
f.        Hambatan administratif yang membuat sistem dalam berinovasi menjadi tidak fleksibel.
g.       Sejalan dengan itu juga, biasanya penghargaan atas karya karya inovatif masih sangat sedikit. Sangat disayangkan hanya sedikit apresiasi yang layak atas prestasi pegawai atau unit yang berinovasi.
h.       Seringkali sektor publik dengan mudahnya mengadopsi dan menghadirkan perangkat teknologi yang canggih guna memenuhi kebutuhan pelaksanaan pekerjaannya. Namun di sisi lain muncul hambatan dari segi budaya dan penataan organisasi. Budaya organisasi ternyata belum siap untuk menerima sistem yang sebenarnya berfungsi memangkas pemborosan atau inefisiensi kerja.

Menurut Badan Pendidikan dan Pelatihan Daerah Istimewa Yogyakarta (2014), dalam melakukan inovasi banyak kendala atau hambatan yang dihadapi. Bentuk dan sumber hambatan tersebut dapat bermacam-macam. Beberapa penghambat tersebut antara lain adalah:
a.       Pemimpin atau pihak-pihak yang menolak menghentikan program atau membubarkan organisasi yang dinilai telah gagal.
b.       Sangat tergantung kepada high performers bahkan top leader sebagai sumber inovasi.
c.       Walaupun teknologi tersedia, tetapi struktur organisasi dan budaya kerja, serta proses birokrasi yang berbelit-belit menghambat berkembangnya inovasi.
d.       Tidak ada rewards atau insentif untuk melakukan inovasi atau untuk mengadopsi inovasi.
e.       Lemah dalam kecakapan (skills) untuk mengelola risiko atau mengelola perubahan.
f.        Alokasi anggaran yang terbatas dalam sistem perencanaan jangka pendek.
g.       Tuntutan penyelenggaraan pelayanan publik vs beban tugas administratif.
h.       Budaya cari aman, “status quo”, dan takut mengambil risiko dalam birokrasi masih terlalu kuat.
Sedangkan menurut Vries, dkk (2015) inovasi dipengaruhi beberapa faktor-faktor yang dapat mendukung atau menjadi penghambat yang dikategorikan pada empat tingkatan, yaitu:
a.       Tingkat lingkungan, meliputi tekanan lingkungan (misalnya perhatian media/tuntutan publik); partisipasi dalam jaringan; aspek regulasi; kompatibel lembaga/organisasi/negara mengadopsi inovasi yang sama; dan persaingan dengan organisasi lain
b.       Tingkat organisasi meliputi: sumber daya; gaya kepemimpinan; tingkat risiko keengganan/ ruang untuk belajar; insentif/imbalan; konflik; dan struktur organisasi
c.       Tingkat inovasi meliputi kemudahan dalam penggunaan inovasi; keuntungan relatif; kesesuaian; dan trialability.
d.       Tingkat individu/ karyawan meliputi: otonomi karyawan; posisi organisasi; pengetahuan dan keterampilan kerja terkait; kreativitas; aspek demografi; komitmen/kepuasan dengan pekerjaan; perspektif dan norma-norma bersama; inovasi penerimaan; hasil inovasi sektor publik; efektivitas; efisiensi; mitra swasta yang terlibat; warga yang terlibat; dan meningkatkan kepuasan pelanggan.
Berdasarkan faktor-faktor penghambat inovasi dari beberapa ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan inovasi perlu memperhatikan faktor-faktor yang dapat menghambat terlaksananya inovasi. Faktor penghambat ini dapat berasal dari dalam lingkungan organisasi maupun luar lingkungan, perencanaan inovasi itu sendiri dan para pelaksana inovasi (karyawan/pekerja).
Sementara itu, menurut Rogers (2003), inovasi dapat ditunjang oleh beberapa faktor pendukung seperti :
a.       Adanya keinginan untuk mengubah diri, dari tidak bisa menjadi bisa dan dari tidak tahu menjadi tahu.
b.       Adanya kebebasan untuk berekspresi.
c.       Adanya pembimbing yang berwawasan luas dan kreatif
d.       Tersedianya sarana dan prasarana.
e.       Kondisi lingkungan yang harmonis, baik lingkungan keluarga, pergaulan, maupun sekolah.
Berdasarkan faktor-faktor di atas, maka dapat disimpulkan bahwa inovasi dapat terjadi jika terdapat kondisi (baik di dalam maupun lingkungan) yang memberi kesempatan dan mendukung terciptanya inovasi.

II.                  Model Pembangunan Program Unggulan Pemerintah Daerah
1.       Analisis Perkembangan Tipologi Inovasi Program Pemerintah
Dalam menghadapi produktivitas lagging dan penciptaan lapangan kerja, banyak pemerintah OECD mencari sumber sumber baru pertumbuhan dan telah mengakui pentingnya layanan dalam hal ini. Layanan sudah mencapai sekitar 70% dari produk domestik bruto (PDB) dan paling lapangan kerja di seluruh OECD. Layanan juga berkontribusi setengah atau lebih dari semua nilai tambah dalam total ekspor (OECD, 2013).
Batas-batas antara jasa dan manufaktur juga semakin kabur. Memang, produsen sukses sering menggabungkan layanan dengan produk-produk manufaktur dengan cara yang inovatif. Sebagai contoh, selama krisis global, Hyundai berhasil tumbuh pangsa pasar otomotif AS pada bagian dengan memperkenalkan asuransi pendapatan kerugian bagi pembeli. Caterpillar telah memperkenalkan kerangka kerja charging berdasarkan volume material yang dipindahkan oleh mesin nya.
Terlepas dari pertumbuhan secara keseluruhan dalam pelayanan, produktivitas di sektor ini telah meningkat perlahan lahan di banyak negara OECD. Karena berat ekonomi sektor ini, meningkatkan produktivitas jelas merupakan langkah penting dalam mencapai pertumbuhan produktivitas agregat yang lebih tinggi (diakui, bagaimanapun, bahwa, semua sederajat, meningkatkan produktivitas jasa akan memberikan tekanan pada pekerjaan dalam jangka pendek). Oleh karena itu para pembuat kebijakan memberikan perhatian yang lebih besar mempromosikan inovasi dan produktivitas layanan melalui desain kondisi kerangka kerja yang tepat, seperti regulasi dan kebijakan persaingan, dan kebijakan inovasi yang ditargetkan. Analisis OECD menunjukkan bahwa inovasi dalam pelayanan berkaitan positif lapangan kerja dan pertumbuhan omset perusahaan. Selanjutnya, dampak positif dari inovasi layanan yang ditemukan tidak kalah penting dari orang-orang dari jenis lain dari inovasi (OECD, 2015).
Inovasi layanan memiliki beberapa karakteristik tertentu. Jasa perusahaan biasanya berinvestasi kurang dari produsen dalam R & D, tetapi proporsi tinggi perusahaan jasa masih berinovasi. Memang, layanan pengetahuan intensif perusahaan memiliki tingkat inovasi sebanding dengan perusahaan perusahaan di bidang manufaktur berteknologi tinggi. Industri jasa juga cenderung untuk berinovasi dalam interaksi dengan pelanggan, pemasok dan pesaing. Perusahaan jasa juga menggunakan berbagai mekanisme untuk tepat manfaat dari inovasi mereka. Mekanisme ini termasuk perlindungan formal kekayaan intelektual, melalui hak desain, merek dagang, hak cipta dan paten (meskipun paten terjadi terutama pada layanan pengetahuan intensif). Perlindungan Informal juga digunakan, mulai dari klausul kerahasiaan dalam kontrak kerja untuk memimpin-kali dalam siklus inovasi.
Rata-rata, layanan pasar menggunakan sebanyak modal tetap per karyawan sebagai produsen, tapi ibu ini lebih miring ke arah bangunan dan ICT. Industri jasa meningkatkan produktivitas mereka dengan menggabungkan investasi modal tetap dengan aktiva tidak berwujud seperti perangkat lunak komputer, modal manusia, desain dan model bisnis baru. Perbedaan besar ada di seluruh negara dalam skala investasi bisnis di aset tidak berwujud, dan banyak pengaturan kebijakan memainkan peran (OECD, 2013). Sebagian besar Eropa, misalnya, tertinggal Amerika Serikat sehubungan dengan investasi intangible. Kebijakan harus memastikan bahwa kondisi kerangka yang baik ada sehingga memudahkan investasi bisnis di kedua aset berwujud dan tidak berwujud.
Beberapa pekerjaan OECD telah menemukan bahwa perusahaan-perusahaan sektor jasa yang kurang terwakili dalam program inovasi. Kebijakan demikian harus memastikan bahwa perusahaan-perusahaan ini menikmati akses yang sama ke non bentuk berdasarkan R & D dukungan inovasi (OECD, 2015). Di beberapa negara, kebijakan untuk mendukung inovasi telah dikembangkan terutama dari R & D atau perspektif manufaktur. Para pembuat kebijakan perlu memastikan bahwa kebijakan baik disesuaikan dengan karakteristik khusus dari inovasi layanan (misalnya keterlibatan yang lebih langsung dari pengguna) dan ke pasar dan bahwa mereka berurusan dengan kegagalan sistemik yang menghambat inovasi layanan. Kebijakan untuk inovasi layanan mencakup berbagai tujuan strategis (Tabel 1), dari memperkuat kapasitas penelitian publik untuk memajukan pengetahuan di bidang non-teknologi atau yang berhubungan dengan layanan domain, untuk mendorong inovasi layanan oleh perusahaan, untuk memperkuat kapasitas bisnis untuk menerapkan organisasi dan perubahan pemasaran, untuk mendukung kewirausahaan yang inovatif dalam pelayanan, untuk mengadopsi pendekatan yang ditargetkan sektor dengan mendukung industri jasa, dll.
Australia, Austria, Perancis, Jerman, Denmark dan Finlandia adalah contoh negara-negara OECD dengan instrument yang ditargetkan untuk inovasi layanan. Instrumen yang berfokus pada jasa meliputi:
·         Membuat R & D dukungan yang lebih relevan dengan sektor jasa: Di negara-negara, pendekatan yang relevan telah dimasukkan mendirikan R & D program yang berkaitan dengan kebutuhan yang lebih R & D intensif segmen sektor jasa, seperti komputasi, perangkat lunak dan jasa telekomunikasi, dan mempromosikan R & D untuk aplikasi ICT untuk industri jasa seperti perawatan kesehatan, intermediasi keuangan, grosir dan perdagangan ritel.
·         Dukungan untuk aplikasi TIK: bisnis jasa yang terkait dengan TIK telah menerima dukungan yang kuat di banyak negara (misalnya untuk e perdagangan). Dukungan tersebut kadang-kadang memiliki dimensi modal manusia. Misalnya, Kementerian Denmark Sains, Teknologi dan Inovasi telah menerapkan langkah-langkah untuk membantu staf ICT pendidikan pendek siklus yang lebih tinggi (seperti multi-media desainer) untuk mendapatkan kredit terhadap pendidikan universitas.
·         Dukungan untuk industri jasa yang berorientasi, termasuk perangkat lunak.
·         Membina start-up di layanan: perusahaan baru yang efektif berfungsi sebagai platform bereksperimen dengan inovasi sektor layanan (seperti yang mereka lakukan di bidang manufaktur).
·         Mengamankan regulasi transparansi transfer data publik (peta, data meteorologi, dll) untuk penggunaan komersial.
·         Mengintegrasikan inovasi layanan dalam kebijakan untuk jaringan industri yang lebih baik dan penelitian publik (kebijakan komersialisasi).
·         Menyesuaikan kebijakan dan instrumen inovasi dengan sisi permintaan seperti pengadaan publik (Finlandia, Inggris Raya) dan peraturan yang lebih memudahkan layanan inovasi (Swedia, Denmark, Jerman, Inggris Raya).
Seperti banyak instrumen kebijakan untuk layanan yang relatif baru, penilaian dampak jarang terjadi. Kurangnya indikator dan langkah-langkah inovasi layanan juga menghalangi pemahaman tentang dampak dari inovasi layanan dan kebijakan. Tantangan utama bagi pembuat kebijakan adalah untuk mengidentifikasi dan beradaptasi praktik terbaik untuk mempromosikan inovasi layanan. Pengukuran telah membaik, namun masih banyak tantangan:
·         Survei dan pedoman pengukuran harus bersaing dengan meningkatnya kompleksitas bagaimana R & D dan kegiatan inovasi yang diselenggarakan di dalam dan di perusahaan-perusahaan.
·         Cakupan layanan dalam survei inovasi telah meningkat, namun sedikit informasi yang dikumpulkan pada layanan inovasi: pertanyaan baru / indikator harus dikembangkan dan diuji.
·         Selain survei, sumber informasi lainnya harus lebih dieksploitasi (misalnya data administratif).
·         Infrastruktur data untuk menganalisis inovasi layanan berbasis harus diperkuat, dan akses bagi para peneliti untuk data (mikro-data, data sektor publik, dll) harus difasilitasi.
·         Informasi lebih lanjut kuantitatif dan kualitatif diperlukan untuk menginformasikan desain instrumen kebijakan baru atau yang ditingkatkan untuk inovasi layanan.
Selain itu, terdapat juga tren kebijakan terbaru:
·         Dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi pergeseran untuk menyertakan dukungan kebijakan untuk layanan inovasi dalam instrumen utama seperti kredit pajak R & D. Memang, tingkat berputar di nasional kebijakan layanan bertarget antara 2014 16 jauh lebih rendah daripada di daerah kebijakan IMS lain, yang berarti bahwa intervensi kebijakan untuk memperbaharui, merampingkan atau merevisi program kebijakan yang ditargetkan untuk layanan tetap relatif terbatas (Gambar 1). Program baru telah diperkenalkan, terutama dalam mendukung pelayanan kesehatan dan pendidikan.
·         Bahkan, daripada menciptakan instrumen khusus untuk layanan baru, sebagian besar negara OECD sedang dalam proses mengubah lingkup instrumen yang ada. Misalnya, pada tahun 2016 Irlandia diluncurkan Inovasi 2020, sebuah program yang antara tujuan-tujuan lain bertujuan untuk meningkatkan kapasitas di sektor pendidikan tinggi dengan menunjuk peneliti dengan track record yang terbukti penelitian solusi-driven dalam layanan dan proses bisnis, bekerja sama dengan para pemimpin bisnis.
·         Semakin banyak negara juga memiliki beberapa jenis strategi inovasi layanan, baik sebagai bagian dari visi yang lebih luas pada inovasi, atau strategi spesialisasi pintar, atau dalam kaitannya dengan tantangan sosial dan inovasi di sektor publik (Tabel 1). Di Jerman, misalnya, Services Task Force berkaitan dengan berbagai topik, termasuk endowing kursi universitas, mengembangkan "Service buatan Jerman" merek, membangun kualifikasi layanan terkait dan mempromosikan penelitian layanan yang relevan. The Services Task Force termasuk dalam Sains dan Industri Penelitian Union (Forschungsunion Wirtschaft Wissenschaft), yang bertujuan untuk mendukung Strategi High-Tech pemerintah.
·         Insentif pajak juga semakin diperluas untuk mencakup inovasi layanan, seperti di Belanda dan Australia. Di beberapa negara prosedur pengadaan publik sedang dimodifikasi dengan tujuan memacu inovasi layanan.
2.       Lima peran dalam inisiatif inovasi sektor public
Analisis lebih dari 100 inisiatif inovasi menonjol3 berfokus pada tantangan sosial di seluruh Amerika Serikat menegaskan apa yang sudah terkenal: bahwa definisi “inovasi” bervariasi dari satu kelompok ke kelompok lain.
Namun, jika salah satu mengklasifikasikan inisiatif ini berdasarkan apa yang mereka benar-benar berusaha untuk mencapai-yaitu, jika kita mengambil kata “inovasi” dari persamaan-pola mulai muncul. Hampir setiap seperti upaya terlepas dari apakah mereka diluncurkan oleh perusahaan swasta sektor, sebuah organisasi nirlaba, yayasan, individu, atau instansi pemerintah-melibatkan organisasi bermain setidaknya satu dari lima peran kunci:
·         Mengembangkan solusi inovatif
·         Memberikan alat lain atau sumber daya untuk membuat inovasi lebih mudah
·         membuat insentif untuk memacu inovasi
·         Membawa berbagai aktor bersama-sama untuk berkolaborasi melalui proses inovasi
·         Membentuk dan / atau mempertahankan ekosistem inovasi secara keseluruhan
Model inovasi program pelayanan publik dalam hal ini merujuk kepada lima peran ini sebagai Problem Solver, Enabler, Motivator, Convener,dan Integrator.


Gambar 4. Lima Peranan Inovasi Dalam Pelayanan Publik Menurut Holden, et al (2017)

Peran ganda sering penting untuk membuat upaya inovasi sukses, dan masing-masing peran melibatkan penerapan serangkaian tertentu strategi dan pendekatan. Misalnya, dalam kasus pemetaan materi gelap, platform yang Kaggle ini bertindak sebagai Motivator, memberikan insentif keuangan yang diminta pemecah Masalah non-tradisional untuk terlibat. Badan ruang angkasa bertindak sebagai enabler, kontribusi data penting yang memungkinkan O'Leary untuk mengembangkan solusi inovatif.
Mengambil pendekatan berbasis ekosistem untuk inovasi dapat memiliki dampak yang dramatis dalam mengatasi tantangan sosial. Jika masing-masing aktor dalam suatu ekosistem mengerti peran yang tepat dan terlibat dalam strategi yang tepat untuk memenuhi peran ini, seluruh ekosistem dapat berfungsi lebih efektif. Sebuah pemahaman yang jelas tentang peran yang tepat seseorang juga dapat berfungsi sebagai titik awal yang berharga untuk organisasi berharap untuk meluncurkan inisiatif inovasi baru, membantu mereka menggunakan sumber daya seefisien mungkin dan berinteraksi dengan cara yang saling melengkapi dengan aktor lain.
Akhirnya, pendekatan berbasis ekosistem inovasi dapat membantu organisasi menerapkan strategi untuk membangun kapasitas mereka untuk mengisi peran yang dibutuhkan lebih efektif secara berkelanjutan, menciptakan infrastruktur untuk sukses inovasi yang berkelanjutan.
3.       Memilih strategi yang tepat untuk inisiatif inovasi
Memahami lima peran inovasi dan bagaimana mereka cocok bersama-sama dan melengkapi satu sama lain bisa menjadi penting untuk mendorong inovasi di seluruh ekosistem. Meluncurkan salah jenis inisiatif dapat menyebabkan upaya berlebihan, biaya yang tidak perlu, dan hilangnya kesempatan untuk mendukung aktor yang lebih baik diposisikan sebagai Pemecah Masalah atau dalam peran lain. Organisasi yang dapat mengambil manfaat dari pandangan ekosistem kegiatan inovasi mereka umumnya jatuh ke dalam salah satu dari dua kategori besar:
1)      Organisasi dengan model dampak didirikan. Beberapa organisasi telah memiliki peran yang jelas atau set peran mereka bermain ketika mencoba untuk mendorong inovasi. The XPRIZE Foundation, misalnya, kemungkinan tidak akan pernah menyerah perannya sebagai Motivator yang berjalan tantangan hadiah. Demikian pula, Kode Academy, sebuah platform online yang menawarkan kelas coding bebas, pada dasarnya merupakan Enabler, melengkapi individu dengan keterampilan untuk mengembangkan solusi inovatif melalui pemrograman. Tapi sementara organisasi-organisasi seperti tidak mungkin untuk mengubah model dampak inti mereka, mereka masih bisa mendapatkan keuntungan dari memahami peran mereka bermain dan bekerja lebih efektif dalam mengisi peran itu. Dalam lingkungan politik dimana operasi ramping dan kemitraan dengan sektor swasta dihargai, pemerintah dan organisasi nirlaba khususnya bisa mendapatkan keuntungan dari memahami bagaimana untuk terlibat berbagai jenis pelaku dengan cara yang benar. Misalnya, dengan strategi kemitraan pemahaman umum digunakan antara aktor, Motivator mungkin menyadari bahwa nilai lebih dapat dibuat untuk ekosistem jika tim dengan Enabler untuk meluncurkan tantangan data yang terbuka daripada mencoba untuk memulai usaha secara mandiri. Demikian pula, Convener dapat melihat hasilnya langsung melalui kemitraan dengan Enabler untuk menyediakan ruang fisik maupun data yang diperlukan dan alat untuk menjalankan hackathon a.
2)      Organisasi mencari cara untuk membuat dampak terbesar dengan peluncuran inisiatif mereka. Start-up organisasi nirlaba dan organisasi berfokus sosial, program program pemerintah yang baru, dan organisasi mencari untuk menggeser model yang dampaknya juga bisa mendapatkan keuntungan dari mengambil pandangan ekosistem kegiatan inovasi mereka. Untuk kelompok ini, analisis aktor sudah ada dalam ekosistem dapat membantu memandu jenis inisiatif yang dapat memiliki dampak terbesar, mengisi kesenjangan yang ada dan memberikan Pemecah Masalah kemungkinan terbesar keberhasilan (atau dalam beberapa kasus membantu untuk skala solusi terbukti lebih luas). Sebagai contoh, jika Pemecah Masalah sudah berusaha memecahkan tantangan sosial tapi tidak berhasil, mungkin mereka kurang beberapa sumber daya kunci atau sepotong data. Inisiatif baru kemudian bisa fokus pada penyediaan sumber daya itu, bertindak sebagai Enabler daripada meluncurkan upaya yang berlebihan dengan upaya sudah berlangsung oleh aktor lain.
Kedua jenis organisasi dapat memperoleh manfaat dari melakukan analisis yang cermat dari ekosistem sekitarnya tantangan sektor publik tertentu, dan kemudian mengadopsi peran yang tepat atau kombinasi dari peran untuk memaksimalkan nilai bahwa ekosistem menghasilkan.
Lima peran inovasi yang dijelaskan dalam laporan ini tidak berarti saling eksklusif. Dalam banyak kasus, organisasi dapat memilih untuk meluncurkan inisiatif yang mengisi peran ganda secara bersamaan. Sebagai contoh, adalah umum untuk think tank untuk melakukan penelitian dan kemudian mengadakan konferensi untuk melepaskannya kepada pihak yang berkepentingan. Jenis usaha secara bersamaan dapat dianggap baik Enabler dan inisiatif Convener, karena menyediakan Pemecah Masalah dengan informasi baru dan berharga sementara juga membawa bersama-sama aktor yang bisa bekerja sama dalam menggunakan informasi ini. Demikian pula, pemerintah kota yang merilis data dan kemudian menawarkan hadiah kepada warga yang menggunakannya untuk mengembangkan aplikasi mobile baru secara bersamaan melayani dalam peran Enabler dan Motivator, menyediakan baik data penting dan insentif.
Pertanyaan berikut dapat menjadi titik awal bagi organisasi yang ingin mengidentifikasi jenis usaha inovasi yang memungkinkan mereka mengambil peran paling berpengaruh berdasarkan aktor yang sudah ada dalam ekosistem. Pertanyaan pertanyaan ini, yang diilustrasikan pada gambar 3, juga merupakan jenis pertanyaan yang akan ditanyakan Integrator kuat pada awal upaya inovasi untuk menarik berbagai actor dalam ekosistem bersama-sama untuk mengatasi tantangan masyarakat.
4.       Kesimpulan: Analisis Kapasitas Implementasi dan Daya Keberlanjutan Program Inovasi dan Model Pembangunan Kapasitas Program Inovasi Pemerintah Daerah
Hasil analisis dari masing-masing program inovatif daerah tersebut kemudian dibandingkan dengan menggunakan pendekatan strategic triangle. Pendekatan the strategic triangle yang disampaikan oleh Moore (1995) bisa dipinjam untuk menguji kelayakan ide-ide inovasi. Ada tiga elemen yang harus bekerja secara simultan agar sebuah ide inovasi strategis dan besar bisa diimplementasikan untuk mewujudkan perubahan strategis dalam organisasi, yaitu misi dan tujuan yang jelas, dukungan dan legitimasi, serta organisasi dan operasionalisasi. Selanjutnya, ada tiga uji yang perlu dilakukan untuk menilai sebuah ide inovasi atau perubahan bisa dilanjutkan, yaitu ide tersebut secara substantif memiliki nilai (substantively valuable), adanya potensi keberlanjutan baik secara legitimasi dan politik (legitimately and politically sustainable), serta secara teknis operasional dan administratif layak dilakukan (operationally and administratively feasible) (Moore, 1995:71).
Jika kapasitas program dirancang dengan optimal maka akan menghasilkan kemampuan keberlanjutan program yang baik juga, sebaliknya jika kapasitas program mengalami banyak kendala dan hambatan maka akan menghasilkan kemampuan keberlanjutan yang tidak baik. Hal ini yang sekaligus menjadi dasar bahwa suatu model perlu dirancang terlebih dahulu dalam desain program inovatif yang menjadi kebijakan pemerintah daerah, serta tidak hanya sekadar repikatif daerah lain atau meniru program pemerintah pusat.
Model pembangunan kapasitas program inovasi pemerintah daerah bisa dibangun dengan mengadopsi lima peran inovasi, yaitu menjadi pemecah masalah, pemberdaya, motivator, penyelenggara, dan pemersatu. Identifikasi peran itu penting guna menghasilkan usaha inovasi menjadi sukses, serta setiap peran melibatkan penerapan serangkaian seni manajemen dan pendekatan yang khusus. Memakai pendekatan berbasis ekosistem, inovasi bisa menghasilkan akibat dramatis dalam mengatasi tantangan rakyat. Jika setiap aktor pada ekosistem tahu perannya yang sempurna serta terlibat dalam taktik yang sempurna buat memenuhi kiprah ini, ekosistem holistik dapat berfungsi menggunakan lebih efektif. Pemahaman yang jelas tentang peranan yang sempurna dapat menjadi titik awal yang berharga bagi organisasi yang dapat meluncurkan prakarsa inovasi baru, membantu mereka menggunakan sumber daya seefisien mungkin dan berinteraksi secara komplementer dengan aktor lainnya. Pendekatan berbasis ekosistem terhadap inovasi bisa membantu organisasi buat membangun kapasitas mereka untuk mengimplementasi peran yang dibutuhkan secara lebih efektif, menciptakan infrastruktur untuk kesuksesan inovasi yang berkelanjutan. Berikut ialah gambaran model tersebut:



Gambar. Model Pembangunan Kapasitas Pelayanan Publik Berkelanjutan Melalui Program Inovasi Daerah

Model tersebut diawali dari adanya suatu grand desain program inovasi daerah yang memprioritaskan peningkatan kualitas pelayanan publik. Adanya suatu grand desain tadi menjadi landasan strategis bagi organisasi perangkat daerah buat menerjemahkannya menjadi aneka macam kegiatan internal instansi atau kegiatan yang melibatkan jaringan instansi. Bagian ini menjadi dasar visi serta tujuan keberadaan acara tersebut. Pada tahap selanjutnya, dilakukan identifikasi arah dan kepentingan berasal acara inovasi tersebut. Arah serta kepentingan yang tidak sinkron akan membutuhkan bentuk dan mekanisme acara yang tidak sama juga. Sang karena itu, tak semua persoalan di suatu wilayah dapat diselesaikan menggunakan program yang sama. Termin selanjutnya adalah pengujian bentuk program tadi kedalam ekosistem program, dalam hal ini terkait menggunakan kelompok target serta penerima manfaat acara nantinya. Ekosistem yang berbeda akan membutuhkan bentuk program yang tidak selaras pula. Pada hal ini yang dimaksud menggunakan ekosistem program mencakup legitimasi kebijakan, syarat social ekonomi masyarakat serta kondisi politik. Tahap selanjutnya merupakan mempersiapkan rangkaian kapasitas pemda guna mengimplementasi program tadi, syarat kapasitas akan menentukan derajat keberhasilan program inovasi itu nantinya. Program inovasi yang dirancang dengan sangat baik akan berpotensi mengalami kegagalan Jika tidak didukung menggunakan serangkaian kapasitas pemerintah daerah yang memadai. Dengan demikian, sebaiknya sebelum diimplementasikan, baiknya program tersebut dibandingkan menggunakan kelayakan kapasitas yang dimiliki dan bila diklaim belum mampu mendukung acara itu maka perlu dilakukan penguatan kapasitas terlebih dahulu.
Tahap selanjutnya adalah tahap implementasi dan pengendalian program. Pengendalian menjadi bagian yang melekat dalam kegiatan implementasi dimaksudkan agar menciptakan konsistensi pencapaian sasaran dan tujuan program. Seringkali ditemui program inovasi yang baik namun gagal mencapai tingkat yang optimal disebabkan kurangnya komitmen pelaksana yang tercermin dalam konsistensi pelaksanaan program. Tahap akhir adalah evaluasi dan perbaikan program inovasi daerah. Tahap ini merupakan tahap yang menilai keberhasilan atau kegagalan program. Apabila ditemukan kendala yang menyebabkan gagalnya program maka dapat dilakukan perbaikan desain program dan kemudian menjadi bahan bagi penyusunan program inovasi selanjutnya dengan mengacu kepada grand desain program inovasi daerah. Sehingga dapat disimpulkan akan terjadi siklus program inovasi daerah.
Langkah selanjutnya yaitu implementasi dan pengendalian program. Pengendalian sebagai bagian yang menempel pada kegiatan implementasi dimaksudkan supaya menciptakan konsistensi pencapaian target serta tujuan acara. Seringkali ditemui program inovasi yang baik namun gagal mencapai taraf yang optimal ditimbulkan kurangnya komitmen pelaksana yang tercermin pada konsistensi aplikasi program. Tahap akhir yaitu penilaian serta perbaikan program inovasi daerah. Tahap ini ialah tahap yang menilai keberhasilan atau kegagalan program. Bila ditemukan hambatan yang mengakibatkan gagalnya program maka bisa dilakukan perbaikan desain program serta kemudian menjadi bahan bagi penyusunan program inovasi selanjutnya dengan mengacu pada grand desain program inovasi daerah. Sebagai penutup maka dapat disimpulkan akan terjadi siklus program inovasi di daerah.


Disadur dari Buku “ MEMBANGUN INOVASI PEMERINTAH DAERAH ” Ditulis Oleh Simon Sumanjoyo Hutagalung, M.P.A. dan Dr. Dedy Hermawan, M.Si., selengkapnya dapat dilihat DISINI

Tidak ada komentar: