Rabu, 13 Mei 2020

TATA GUNA LAHAN DAN TRANSPORTASI

Dalam sistem transportasi, tata guna lahan merupakan salah satu hal yang mempunyai pengaruh besar. Letak daerah pemukiman, pertanian, industri dll yang berbeda tiap daerah mnghasilkan pola dan karateristik pergerakan/transportasi yang berbeda pula masing-masing daerah. Perubahan dan perkembangan daerah baru akan menimbulkan arus pergerakan orang dan barang, artinya timbul transportasi baru untuk melayani daerah tersebut.Termasuk dalam hal ini adalah pemekaran kota sebagai akibat bertambahnya jumlah penduduk dan aktifitas manusia.
Tata guna lahan merupakan salah satu dari penentu utama pergerakan dan aktifitas dimana aktivitas ini dikenal dengan istilah bangkitan perjalanan (trip generation), yang menentukan fasilitas-fasilitas transportasi apa saja seperti jalan, bus dan sebagainya yang akan dibutuhkan untuk melakukan pergerakan (Khisty dan Lall; 2005; 10). Pola tata guna lahan kota yang sesuai dengan fungsi dan kegiatan penduduk dapat digunakan untuk mengetahui bentuk, karakter atau profil dari perjalanan penduduk kota. Profil atau karakter perjalanan penduduk dapat digunakan untuk mengetahui dan memperkirakan kebutuhan akan transportasi (demand transport).









Gambar 3.1. Hubungan transportasi antar tata guna lahan

Konsep
 Konsep yang digunakan dalam interaksi antara guna lahan dan transportasi adalah seperti berikut. 
A.        → guna lahan dan fasilitas transportasi merupakan sistem tertutup
→ kegiatan guna lahan memerlukan pengadaan prasarana transportasi
→ sedang pengadaan prasarana transportasi mendorong timbulnya kegiatan guna lahan.
B.        → besarnya lalu lintas yang terjadi tergantung tingkat kegiatan guna lahan dan karakteristik fisik fasilitas transportasi.
Dengan demikian seorang Land Use Planner dapat menghidupkan dan mematikan suatu daerah dengan mengubah tata guna lahannya. Pengadaan prasarana dan sarana transportasi memacu timbulnya kegiatan guna lahan tampak pada daerah yang baru dibuka, keramaian / perkembangan terjadi di sekitar jalan baru. Pembuatan jalan baru dapat memacu perkembangan daerah, demikian juga sebaliknya keramian suatu daerah atau pembangunan fasilitas umum baru (mall, pasar, kampus dll) akan menyebabkan dibukanya jalan baru. Oleh karena itu pembangunan fasilitas umum yang baru pada daerah yang sudah padat perlu hati-hati. Sebab akan membangkitkan arus lalulintas. Lebih jauh dapat dilihat lagi pada “land use transportation cycle‟.
Perencanaan sistem interaksi land use dan transportasi ini adalah untuk mencapai keseimbangan yang efisien antara kegiatan guna lahan dan kemampuan transportasi.Dengan kata lain, tidak bisa merencanakan suatu tata guna lahan tanpa sekaligus merencanakan system transportasinya.
Contoh Ploting tata guna lahan;

1.       Explisit
Pada sistem ini tiap jenis peruntukan/kegiatan dibedakan lokasinya;
·         Pemukiman
·         Industri
·         Pertokoan

2.       Mix Land Use
Pada sistem ini tiap kegiatan tidak dibedakan lokasinya, jadi lokasi perumahan, pertokoan dan bahkan industri bisa jadi ada di lokasi yang sama. Konsep dasar yang digunakan adalah orang bekerja sedekat mungkin dengan rumah. Sehingga banyak perumahan pegawai yang satu lokasi dengan kantor tempatnya bekerja. Bahkan secara ekstrem ada bangunan bertingkat dimana lantai teratas untuk perumahan, lantai bawahnya untuk kantor dan lantai dasar untuk super market sedang basement untuk parkir. Kondisi seperti ini banyak terjadi pada daerah daerah pusat perdagangan, perkantoran dimana sering terjadi kemacetan lalulintas dan harga tanah yang sangat mahal sehingga orang memanfaatkan tanah seefisien mungkin (sistim Blok / super blok). Pada skala kecil dikenal istilah rumah-toko (ruko) atau rumah kantor (rukan) yang banyak dijumpai di daerah urban.
Ditinjau dari segi transportasi sistem mix-land-use menguntungkan karena akan mengurangi jumlah pergerakan kendaraan di jalan raya yang pada akhirnya mengurangi kemacetan lalulintas. Mix land use menggambungkan sejumlah tata guna lahan (land use) yang berbeda dalam satu kawasan dengan mampu mengurangi jarak diantara masing-masing tata guna lahan.
Lynn Devereux dalam public transport and land use (2005) menyebutkan beberapa hierarki sebagai akibat dari pengaruh penggunaan lahan yang berbeda dalam konsep mix land use :
a)       Pencampuran tata guna lahan (mix land use) atau pengelompokan toko, rumah dan kantor menjadi satu kawasan komersial dapat membuat penduduknya menjadi lebih nyaman untuk berjalan dari rumah kantor-toko dengan berjalan kaki (pedestrian) atau menggunakan angkutan umum (public transport).
b)      Lokasi perumahan yang dekat ke pusat angkutan umum dengan fasilitas komersil ditambah dengan lingkungan pejalan kaki yang baik dapat mengurangi penggunaan mobil dalam beraktifitas dalam kota.
c)       Kombinasi tata guna lahan dalam skala besar yang mampu menjadi daya tarik pergerakan dalam sebuah kawasan komersial dapat membuat kenyamanan akses bagi pejalan kaki dan dapat menciptakan suasana yang kritis dalam rangka mendukung pelayanan transportasi publik yang efisien.
Mix land use memusatkan aktifitas pekerjaan, pemukiman dan pusat pelayanan dalam satu jaringan. Ciri ciri pembangunan kota baru (new urbanist development) tidak saja membangun jalan untuk kendaraan akan tetapi merencanakan jalan bagi pejalan kaki dengan mengikuti pola jaringan yang mengarah ke pusat perbelanjaan (shopping centre). (Devereux ; 2005). Jalur bagi pejalan kaki (devereux ; 2005) dapat meningkatkan keselamatan bagi pengendara kendaraan. Diamerika utara kesadaran untuk berjalan kaki menuju rumah dari tempat bekerja, atau dari tempat bekerja yang satu dengan yang lainnya merupakan suatu kebudayaan tersendiri yang membentuk new urbanism yang baik. Selain itu penggunaan transportasi publik dalam beraktifitas semakin meningkat karena beberapa faktor pada tabel dibawah :

Tabel 3.1. Faktor efektif penggunaan transportasi publik  

  Faktor internal
Faktor pelengkap
Faktor eksternal
Biaya perjalanan
Frekuensi
Kualitas kendaraan
dll
Pedestrian
Kebijakan parkir
Pengaturan lalu lintas
dll
Sosio-ekonomi
Demografi
Kepadatan
lahan
dll
Sumber : Devereux (2005)
Keberhasilan penggunaan transportasi publik bergantung pada kombinasi ketiga faktor tersebut yang mana faktor internal merupakan pengontrol tingkat pelayanan transportasi publik. Ketiga kategori dapat mengidentifikasi keseimbangan penggunaan transportasi dari moda angkutan mobil berubah/beralih pada moda lainnya.

3.       Guna Lahan Dominasi
Merupakan gabungan dari sistem 1 dan 2. Misalnya suatu lokasi dengan dominasi perumahan, tetapi ada juga pertokoan, bengkel, kantor dll, atau sebaliknya suatu lokasi perkantoran tapi ada toko, bengkel dan pemukiman. Ditinjau dari sisi transportasi hal ini tidak baik, karena misalnya bengkel berkembang maka trotoar akan dipakai untuk kegiatan bengkel dan ini akan mengganggu fungsi dari trotoar sebagai fasilitas pejalan kaki.
Konsep ini menjadi dasar berkembangnya kota mandiri, dengan harapan semua kegiatan yang ada ( bekerja, belanja, bertempat tinggal, belajar dll. ) difasilitasi di kota mandiri sehingga tidak menjadi beban kota yang sudah ada. Berkembangnya juga kota-kota satelit di daerah urban yang diharapkan nantinya berkembang sebagai kota sendiri.

Di Indonesia Kota-kota mandiri tumbuh sebagai akibat dari efek perkembangan kota induk bukan sebagai kota yang direncanakan. Ciri dari kota baru seperti ini adalah jarak lokasi dan kondisi geografisnya sangat dekat dengan Kota Induk Sebagai contoh kota baru yang marupakan efek perkembangan kota Induk adalah depok, bekasi, bogor (kota baru) dan Jakarta (kota induk). Sebaliknya efek perkembangan sangat minim bagi wilayah yang jauh dan dibatasi oleh bentang alam.
Pada pusat kota, nilai sewa lokasi untuk perkantoran sangat mahal, semakin jauh dari pusat kota nilai sewa lokasi semakin murah, hal ini akan berbeda jika di luar kota ada daerah/kota satelit atau kota mandiri. Sebaliknya biaya untuk transportasi semakin dekat dengan tempat bekerja, biaya makin murah. Dengan demikian perlu pertimbangan yang matang bagi pemerintah untuk memberikan izin peruntukan suatu lahan. Sebagai contoh adalah pembangunan fasilitas umum (pusat perbelanjaan) dan lain-lain.
a)       Pembangunan Pusat Perbelanjaan
b)      Penyebaran lokasi “kampus” di sekitar kota / di luar kota akan banyak mengurangi kepadatan kota.
c)       Munculnya lokasi-lokasi perumahan yang lagi marak akan membangkitkan perjalanan.
Penentuan zona-zona dalam tata guna tanah (zona industri, jasa perumahan dsb) sebetulnya merupakan “transport demand” yang perlu dilayani (lihat “land use transportation cycle”).

Disadur dari buku “ Pengantar Sistem dan Perencanaan Transportasi” oleh Rudi Aziz, ST, M.Si dan Asrul, ST, Selengkapnya dapat dilihat disini

Tidak ada komentar: