a. Desa Wisata
PEMBANGUNAN yang baik adalah pembangunan yang
mengikutsertakan masyarakatnya dalam pembangunan itu, sehingga masyarakat paham
yang sedang dan akan dilakukan pemerintahannya untuk mereka. Untuk itu pembangunan
kesehatan di Indonesia yang digagas oleh Kementerian Kesehatan RI berupaya
mengikutsertakan masyarakat dalam membangun kesehatannya. Salah satu cara yang
ditempuh adalah menggagas perlunya menghadirkan sebuah komunitas yang disebut
‘desa siaga’.
Desa Siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan
sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi
masalah-masalah kesehatan, bencana dan kegawat daruratan kesehatan secara
mandiri. Sebuah Desa dikatakan menjadi desa siaga apabila desa tersebut telah
memiliki sekurang-kurangnya sebuah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) (Maing, dkk.
2013). Artinya desa ini diharapkan siaga untuk menghadapi masalah kesehatan,
masalah bencana, dan masalah kegawatdaruratan.
Hal lain yang dilakukan pemerintah lagi yaitu pembentukan
‘kader sehat’ agar kesehatan masyarakat semakin terjangkau penanganannya. Kader
sehat ini tentu akan mendapatkan pelatihan pelatihan tentang berbagai hal yang
berkaitan dengan kesehatan sehingga nantinya kader ini bisa menjembatani
masalah-masalah kesehatan di daerahnya dan mampu memberikan solusinya. Ini
usaha-usaha dari pemerintah agar pemeliharaan kesehatan masyarakat itu dapat
tertangani dengan baik.
Bagaimana dengan penanganan pariwisata di suatu daerah?
Membangun dan mengembangkan pariwisata di suatu daerah tentu didasarkan pada
kecerdasan seorang ‘pemimpin’ untuk melihat kondisi daerahnya. Kalau sumber
daya alam daerahnya terbatas bahkan banyak mendatangkan 9 bahan pokok kebutuhan
masyarakatnya dari luar daerah, sebaiknya meliriklah sektor lain yang bisa
dijadikan lokomotif pembangunan di daerahnya. Apa sektor pembangunan yang bisa
ditangani itu? Jawabnya adalah ‘Sektor Pariwisata’.
Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata (kegiatan
perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang) dan didukung
berbagai fasilitas serta pelayanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha,
Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. Jadi pembangunan sektor ini bisa dijadikan
sebuah inspirasi untuk menghidupkan kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang telah
berjalan selama ini. Contoh adat istiadat yang dijalankan masyarakat setempat
selama ini, tarian-tarian (budaya) yang selalu hidup ditengah-tengah
masyarakat, kebiasaan masyarakat memenuhi kebutuhannya, alam yang memberikan
pemandangan yang indah, laut yang memberikan pesona bagi setiap orang yang
melihatnya atau warisan budaya (seperti Keraton di Jogja), dan sebagainya.
Menghidupkan budaya serta menyajikan alam dan laut yang
indah bagi orang lain (wisatawan), merupakan kejelian dan kecerdasan seorang
pemimpin daerah. Masyarakatnya bangga karena pemimpin menghargai
budaya/kebiasaan masyarakat setempat sekaligus masyarakat mendapatkan tambahan
pendapatan dari pelestarian budaya/kebiasaan itu. Pemerintah akan mendapatkan
penghargaan dari masyarakatnya berkenaan dengan perhatian yang diberikan
seorang pemimpin untuk melestarikan budaya/kebiasaan mereka melalui program
pariwisata sekaligus pemerintah mendapatkan tambahan pendapatan asli daerah
(PAD) dari pajak dan retribusi masuk wilayah objek dan daya tarik wisata. Ini
namanya win-win solution.
Nah, bagaimana menghidupkan budaya/kebiasaan masyarakat
untuk mendukung kepariwisataan daerah? Tentu dengan berbagai cara, salah
satunya yaitu mengadakan lomba antar desa, antar kecamatan, dan antar
kabupaten/kota sehingga masyarakat merasa bangga dan ikut terlibat dalam
pembangunan dan pengembangan pariwisata di daerahnya. Keikutsertaan masyarakat
dalam membangun dan mengembangkan pariwisata daerah akan semakin terlibat,
apabila pemerintah semakin meningkatkan perhatiannya pada masyarakat (desa)
yang berada di sekitar objek dan daya Tarik wisata. Bagaimana cara menunjukkan
perhatian pemerintah pada desa di sekitar lokasi objek dan daya tarik wisata?
Caranya adalah menggagas sebuah desa di daerah itu menjadi
sebuah ‘desa wisata’. Masyarakat yang hidup di desa sekitar objek wisata
diarahkan sebagai desa yang mau menerima pendatang (wisatawan) di daerahnya,
mau menjaga keamanan dan kebersihan, mau berusaha memenuhi kebutuhan wisatawan
seperti penyediaan warung makan yang menjual makanan khas daerahnya, penyediaan
warung souvenir, tersedianya area parkir, tersedianya tempat rekreasi bagi
seseorang dan keluarga, penyewaan tikar dan pemenuhan kebutuhan wisatawan
lainnya.
Desa wisata merupakan kelompok masyarakat yang perlu dibina
pemerintah agar mereka sadar wisata. Desa wisata yang dibina itu adalah
masyarakat yang berada di sekitar lokasi wisata (objek wisata). Desa wisata ini
hendaknya merupakan sebuah kawasan pedesaan yang memiliki beberapa karakteristik
khusus untuk menjadi daerah tujuan wisata. Karakteristik desa wisata itu
seperti penduduknya masih memiliki tradisi dan budaya yang relatif masih asli.
Selain itu, beberapa faktor pendukung seperti makanan khas, sistem pertanian
dan sistem sosial turut mewarnai sebuah kawasan desa wisata.
Seperti yang sudah dijelaskan di atas masyarakat yang dibina
itu didorong untuk turut aktif dalam kegiatan kepariwisataan, seperti terlibat
dalam industri wisata dan penyediaan jasa wisata. Masyarakat didorong untuk berupaya
mengetahui selera wisatawan yang terus menerus berubah dari waktu ke waktu,
sehingga masyarakat (desa wisata) mampu menyuguhkan tawaran wisata yang menarik
untuk dikunjungi. Tanpa didukung kelompok masyarakat sadar wisata sepertinya
sulit untuk mengembangkan sektor pariwisata. Selain itu, pengembangan sumber
daya manusia yang ada di desa wisata itu perlu dilakukan seperti pembentukan
kader-kader wisata. Kader wisata dilatih untuk mampu mengelola dan meningkatkan
sadar wisata di kawasan desa wisata.
Menurut Nuryanti (1993), desa wisata adalah suatu bentuk
integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan
dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan
tradisi yang berlaku. Terdapat dua konsep yang utama dalam komponen desa wisata
: 1. Akomodasi, sebagian dari tempat tinggal para penduduk setempat dan atau
unit-unit yang berkembang atas konsep tempat tinggal penduduk; dan 2. Atraksi,
seluruh kehidupan keseharian penduduk setempat beserta setting fisik lokasi
desa yang memungkinkan berintegrasinya wisatawan sebagai partisipasi aktif
seperti kursus tari, kursus kerajinan khas daerah, bahasa dan lain-lain yang
spesifik.
Fasilitas lain yang masih sangat diperlukan dalam kawasan
desa wisata antara lain adalah sarana transportasi, telekomunikasi (desa
digital), kesehatan, dan juga akomodasi. Khusus untuk sarana akomodasi, desa
wisata bisa juga menyediakan sarana penginapan berupa pondok-pondok wisata
(home stay) yang nyaman dan bersih, sehingga para pengunjung pun turut
merasakan suasana pedesaan yang masih asli. Artinya wisatawan tinggal dalam
atau dekat dengan suasana tradisional, atau mereka belajar tentang kehidupan
pedesaan dan lingkungan setempat.
Penetapan dan pengembangan desa wisata harus direncanakan secara
hati-hati agar dampak yang timbul dapat dikontrol. Di dalam perencanaannya
perlu dilakukan identifikasi secara menyeluruh di masing-masing Kabupaten,
Kota, dan Kecamatan mengenai desa wisata yang memiliki objek dan daya tarik
wisata unggulan dan yang memiliki daya beda yang disebut diferensiasi dengan
objek dan daya tari wisata yang terdapat di wilayah lain, berpotensi untuk
dikembangkan, dan rintisan untuk dijadikan objek dan daya tarik wisata. Lalu
desa wisata itu dikelompokkan dalam kriteria tertentu seperti desa wisata yang
sudah sadar wisata, desa wisata yang agak sadar wisata, dan desa wisata yang
perlu dibangun sadar wisata.
Kriteria untuk menentukan klasifikasi desa wisata bisa
mempertimbangkan beberapa hal seperti kondisi objek dan daya tarik wisata
tersebut, komunitas masyarakat yang menunjukkan siap berpartisipasi mendukung
pariwisata, kondisi jalan menuju objek, keamanan dan kenyamanan pengunjung,
kebersihan lingkungan, pemetaan fasilitas yang mendukung objek dan daya tarik
wisata, ketersediaan fasilitas pendukung dalam memenuhi kebutuhan para
pengunjung. Hal yang menarik pada pengelompokkan desa wisata ini sebagai upaya
untuk mempercepat terbentuknya sadar wisata pada setiap desa yang berada di
sekitar objek dan daya tarik wisata, dan dalam upaya untuk membuat klasifikasi
program kerja pemerintah dalam membangun dan mengembangkan desa wisata di suatu
wilayah.
Pada desa wisata yang sudah sadar wisata, yang memiliki
objek dan daya tarik wisata yang sudah layak dijual, mungkin program kerja yang
bisa dibuat antara lain berkisar mendorong masyarakat untuk terus mengembangkan
usahanya pada pemenuhan berbagai kebutuhan wisatawan serta pembangunan yang
meningkatkan peran masyarakat untuk turut menjaga kelestarian dan pemeliharaan
objek dan daya tarik wisata. Sedang bagi desa wisata yang agak sadar wisata
yang memiliki objek dan daya tarik wisata yang potensial untuk dikembangkan,
mungkin memerlukan program kerja pemerintah berkaitan dengan peningkatan
prasarana dan sarana wisata di kawasan objek dan daya tarik wisata,
melaksanakan program lomba antar desa yang memiliki objek dan daya tarik wisata
menuju objek dan daya tarik wisata yang layak dijual. Untuk desa wisata yang
perlu dibangun sadar wisata, yang memiliki objek dan daya tarik wisata rintisan,
tentu membutuhkan banyak program kerja dari pemerintah agar masyarakat di desa
itu mau turut serta mendukung pemerintah menyediakan objek dan daya tarik
wisata yang layak untuk dikunjungi para wisatawan.
Pada pembentukan desa wisata, sangat dibutuhkan kriteria
yang jelas untuk bisa diklasifikasikan ke dalam desa wisata yang sudah sadar
wisata, desa wisata yang agak sadar wisata dan desa wisata yang perlu dibangun
sadar wisata. Apabila sudah mampu mengklasifikasikan desa wisata, maka dalam
penyusunan program kerja akan mudah dibedakan antara satu desa wisata dengan
desa wisata lainnya, yang disesuaikan dengan klasifikasi desa wisatanya. Khusus
bagi desa wisata yang perlu dibangun sadar wisata, dan mungkin kelompok ini
yang terbesar jumlahnya, diperlukan kerja keras dari Pemerintah
Kabupaten/Pemerintah Kota untuk mensosialisasikan tentang pariwisata serta
hal-hal apa yang dibutuhkan dari masyarakat untuk mewujudkan pariwisata yang
terus berkembang di daerah kita.
Mari berpendapat sejauhmana pentingnya pembentukan desa
wisata di daerah kita. Dan apa saja kriteria yang dibutuhkan untuk membuat
klasifikasi desa wisata itu. Silahkan keluarkan pisau samurainya dari lubuk
hati ya he he.
b. Wisata Alam Buatan
PRODUK wisata alam merupakan salah satu produk wisata terunggul.
Terunggul karena kita menginjakkan kaki di bumi dan mencari nafkah dalamnya.
Alam memang memberikan hasil yang terindah dalam hidup manusia . Memang, kadang
manusia itu serakah, untuk mendapatkan nafkah yang melimpah, mereka dengan
sukacita menggali tanah sedalam-dalamnya untuk mendapatkan emas, tembaga, timah
putih, batubara, dan lain-lain. Penggalian ini tentu menimbulkan kerusakan pada
alam dan lingkungannya bahkan banyak mendatangkan berbagai penyakit bagi
masyarakat yang berada di sekitar lokasi penggalian itu.
Karena alam memberikan sumber makanan dan minuman bagi
manusia, sebaiknya olahlah tanah itu dengan sebaik-baiknya. Seperti Pak Petani,
selalu berupaya mengolah sawahnya dengan baik serta berupaya memeliharanya
supaya bisa memberikan hasil panen yang berlimpah dan terus menerus.
Demikian juga bila tanah itu tidak datar tetapi
berbukit-bukit, apa bisa juga diolah? Pada tanggal 25 Mei 2013 yang lalu
sengaja melihat dari dekat bagaimana cara mengolah tanah yang berbukit bukit.
Tadinya bukit itu hanya dihuni oleh pohon-pohon dan rumput seperti rumput gajah
dan jenis rumput yang lain. Sekilas bukit itu tidak dapat diolah dan jauh dari
hunian manusia. Boleh dikatakan bukit itu seperti berada beberapa kilometer
dari gunung yang agak tinggi dan beberapa kilometer dari hunian masyarakat.
Apabila tidak diolah sepertinya bukit itu ya hanya bertindak sebagai bukit
saja, hanya dipandang sebagai perbukitan dan tidak dapat memberikan sumber
rezeki baik bagi manusia (masyarakat) yang berada di sekitar bukit itu maupun
pemerintah daerah yang mewilayahi perbukitan itu.
Nah, disinilah kelihatan tipe seorang pemimpin yang berjiwa
wirausaha. Bukit yang tadinya hanya baik bila dilihat dari jarak jauh serta
tidak memberikan hasil kepada masyarakat sekitar gunung, tetapi sekarang justru
sangat bagus saat didatangi dan melihat lingkungan dari perbukitan itu. Bukit
itu sekarang sudah ditata dan dikelola sebagai objek dan daya tarik wisata alam
yang sangat menarik. Begitu kita masuk pada jalan yang menuju bukit nan indah
itu, sepanjang perjalanan sekitar puluhan kilometer itu dengan jarak kira-kira
setiap satu kilometer sudah ada warung-warung yang didirikan masyarakat sebagai
tempat untuk menjual berbagai minuman terutama air kelapa muda, berbagai
cemilan atau makanan ringan. Selain itu ada juga yang menjual bensin dan barang
souvenir khas lokal, yang bisa dijadikan oleh-oleh para wisatawan yang
mengunjungi bukit itu yang sudah berubah menjadi sebuah objek dan daya tarik
wisata nan indah.
Pada saat kita mau memasuki kompleks objek dan daya tarik
wisata itu, di sebelah kiri pengunjung sudah berjejer berbagai warung yang
menjual makanan dan minuman. Ada juga yang menjual jasa payung yang bisa disewa
para wisatawan bila cuaca terang atau panas, dan juga bila cuaca mendung atau
hujan. Lalu sebelah kanan menuju bukit tersebut sudah disediakan area parkir
mobil dan sepeda motor dengan berbayar.
Setelah berjalan sekitar 10 meter dan agak mendaki, para
wisatawan yang mau masuk area objek dan daya tarik wisata dipersilahkan mampir
dulu di loket yang sudah tersedia sebagai loket tempat penjualan karcis masuk
objek dan daya tarik wisata. Di sana terlihat beberapa loket penjualan tiket
sehingga wisatawan tidak membutuhkan waktu lama untuk antri beli tiket masuk.
Pada waktu wisatawan menginjakkan kaki masuk objek dan daya
tarik wisata, di sebelah kiri yang merupakan puncak dari bukit yang sudah
diratakan itu sudah ada bangunan. Bangunan gedung tersebut diperuntukkan untuk
pemutaran filem yang ceritanya memuat cerita-cerita rakyat yang telah
berkembang ditengah-tengah masyarakat yang berada di sekitar objek wisata.
Cerita rakyatnya sangat menarik dan dapat menjadi informasi dan pengetahuan
bagi wisatawan mengenai kebiasaan-kebiasaan yang dianut secara turun menurun
oleh masyarakat setempat selama ini. Pengunjung gedung pertunjukkan pada waktu
itu cukup ramai. Saking ramainya, petugas membagi pengunjung dalam beberapa
gelombang disesuaikan dengan daya tampung gedung, sehingga para pengunjung
dapat merasakan kenyamanan pada waktu menyaksikan pemutaran sebuah filem.
Para pengunjung gedung bioskop itu terasa sangat bahagia
setelah keluar dari gedung bioskop. Mereka terlihat bercakap-cakap satu sama
lain dengan mimik yang gembira. Lalu mereka melanjutkan perjalanan sekitar 50
langkah ke depan dengan berjalan menurun. Di situ tanah diratakan lagi, tetapi
di bawahnya telah digali sebagai tempat toilet sebanyak 2 pintu. Karena banyak
pengunjung pada waktu itu membuat pengunjung yang akan melepaskan beban ringan
terpaksa antri untuk bisa menggunakan toilet tersebut. Jangan heran, bila
keluar dari toilet, pengunjung pasti akan memperlihatkan dompetnya
masing-masing untuk mengambil dan menyisihkan dana untuk membayar pemakaian
toilet. Mungkin dana yang terkumpul itu, sebagian digunakan untuk membayar honor
pembersih toilet.
Dua puluh langkah berikutnya dengan jalan menurun, tanah
sudah diratakan lagi. Di situ sudah dibuat lagi sebuah tempat yang bisa
digunakan untuk melihat pemandangan yang indah dengan menyewa alat keker
(teropong). Di tempat itu telah siap juga beberapa juru potret yang siap untuk
memotret para pengunjung yang ingin mengabadikan kenangan indah saat berwisata
di bukit tersebut.
Kondisi bukit itu tidak hanya dibangun dan dipoles sampai
disitu seperti yang diutarakan di atas, tetapi dibangun juga jalan menurun
dengan membangun trap injakan kaki dari tanah menyerupai anak tangga yang
menurun. Ada 3 trap bangunan anak tangga yang menurun menuju tempat warung
kuliner. Trap anak tangga itu dibuat mengarah pada berbagai arah. Satu trap anak
tangga mengarah ke arah selatan, satu trap anak tangga lagi mengarah ke timur,
dan satunya lagi mengarah ke barat. Di setiap ujung trap anak tangga dibuat
sebuah lokasi yang bisa digunakan sebagai tempat untuk melakukan kegiatan
pemotretan pemandangan yang serba hijau sesuai arah trap anak tangga. Luas
lokasi yang terletak di ujung trap anak tangga itu sekitar 2x2 meter.
Bagi wisatawan yang sudah menuruni trap anak tangga
terakhir, yang mengarah ke barat lalu menjumpai warung kuliner pertama. Dan
apabila menelusuri tempat warung kuliner itu bisa mulai dari arah barat ke
timur, jumlahnya kurang lebih sekitar 30 warung kuliner. Warung ini menempati
sebuah lereng sehingga tampaknya seperti warung yang digantung. Di bagian depan
warung merupakan tempat diletakkannya berbagai macam bahan makan dan minum, dan
jalan masuk warung menuju tempat duduk wisatawan dalam posisi lesehan.
Wisatawan yang sudah masuk warung kuliner tersebut bisa memesan jagung bakar
dan aneka makanan dan minuman sesuai yang diinginkan.
Ternyata di warung kuliner inilah para wisatawan bisa
berlama-lama di situ sambil melihat dan menikmati pemandangan nan jauh pada
sisi lereng bukit tersebut. Wisatawan bisa juga memotret pemandangan di sekitar
warung kuliner serta bisa juga berfoto ria di situ. Sungguh indah dan
menyenangkan kondisi warung kuliner di bukit itu. Bila dihayati maka bisa
memberikan kesukacitaan bagi siapa saja yang berkunjung di bukit yang sudah
ditata dan dikelola itu.
Manusia yang sudah bekerja keras selama hari senin sampai
jumat atau hari sabtu, tentu sangat membutuhkan suatu keseimbangan dalam olah
mata dan olah pikiran. Manusia butuh sebuah tempat rekreasi yang bisa
dikunjungi sekeluarga sekaligus mempererat hubungan antar suami isteri dan
anak-anak. Barangkali selama seminggu sudah sibuk sendiri-sendiri, ayah sibuk
bekerja di kantor, ibu sibuk menyiapkan aneka ragam makanan dan minuman
sehari-hari bagi keluarga, sedang anak-anak sudah sibuk bersekolah dan
mengerjakan berbagai pekerjaan rumah (PR) dari Guru di sekolahnya. Kalau
demikian keadaan dalam keluarga sehari-hari, maka sudah sewajarnya keluarga
tersebut perlu mencari dan mengunjungi tempat rekreasi khususnya objek dan daya
tarik wisata alam seperti melakukan perjalanan di bukit yang telah ditata dan
dikelola itu.
Mewujudkan tempat rekreasi bagi keluarga seperti bukit tadi
membutuhkan tangan-tangan dingin serta jiwa wirausaha dari sumber daya manusia
yang bekerja di pemerintahan daerah, terutama pemimpinnya. Membutuhkan jiwa
seni dan desain yang menarik serta berwawasan luas. Sehingga dengan kondisi
seperti itu akan mampu membuat sebuah bukit yang tadinya kurang bermanfaat
menjadi sebuah tempat rekreasi yang banyak memberikan manfaat bagi setiap
pengunjung pada objek dan daya tarik wisata alam buatan tersebut.
Semoga laporan reportase ini, para penikmat dapat
menggambarkan dalam alam pikiran masing-masing mengenai bentuk gambaran dari
objek dan daya tarik wisata alam ini. Kalaupun belum bisa menangkap gambaran
objek dan daya tarik wisata alam ini, bisa saja mencoba menggoreskan pensil
gambar di atas kertas putih yang sudah disiapkan. Hasil dari corat-coret Anda
ini akan memberikan sebuah gambar objek dan daya tarik wisata yang menakjubkan
bila diaplikasikan pada bukit yang berlokasi di sekitar tempat tinggal kita
hehe. Selamat mencoba.
Disadur dari Buku “ Inspirasi Pengembangan Pariwisata Daerah
“ Oleh Drs. Manahati Zebua, M.Kes, MM, selengkapnya dapat dilihat Disini