I.
KONSEP
DASAR RENCANA AKSI REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI
Pengelolaan bencana di Indonesia dipengaruhi oleh
kerangka aksi hyogo pada tahun 2005 dengan memprioritaskan 5 aspek dalam
pengelolaan yang salah satu diantaranya yaitu kesiapsiagaan dan siap tindak
terhadap bencana baik pada saat terjadinya bencana maupun pasca bencana. Pada
Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana disebutkan bahwa
salah satu pengelolaan tahapan pengelolaan bencana yaitu pada tahapan pasca
bencana. Penyelenggaraan pengelolaan yang dilakukan yaitu rehabilitasi dan
rekonstruksi yang dilakukan dalam upaya memperbaiki dampak yang ditimbulkan
akibat kejadian. Meskipun bencana mempunyai sifat ketidakpastian namun perlu
disusun rencana dari setap tahapan pengelolaan bencana sebagai bentuk
kesiapsiagaan masyarakat dan pemerintah dalam menghadapi bencana yang akan
terjadi. Rehabilitasi dan rekonstruksi merupakan dua hal yang saling menunjang
dalam upaya memperbaiki dampak akibat terjadinya bencana. Berdasarkan Perka
BNPB No.17 Tahun 2010 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Rehabilitasi dan
Rekonstruksi, Rehabilitasi dan rekonstruksi mempunyai definisi :
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan
publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana
dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua
aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana
Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan
sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan
maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan
perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya
peran serta masyarakat
Penyelenggaraan
rehabilitasi dan rekonstruksi pada bencana mempunyai beberapa sasaran
substansial yang ditujukan untuk perbaikan beberapa aspek diantaranya:
a) Aspek kemanusiaan, yang antara lain terdiri
dari sosial psikologis, pelayanan kesehatan pelayanan pendidikan, rekonsiliasi
dan resolusi konfl ik, keamanan dan ketertiban, partisipasi dan peran serta
lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat
b) Aspek perumahan dan permukiman, yang terdiri
dari perbaikan lingkungan daerah bencana, pemberian bantuan perbaikan rumah
masyarakat dan pembangunan kembali sarana sosial masyarakat
c) Aspek infrastruktur pembangunan, yang antara
lain terdiri dari perbaikan prasarana dan sarana umum, pemulihan fungsi
pemerintah, pemulihan fungsi pelayanan publik pembangunan kembali sarana dan
prasarana, penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang
lebih baik dan tahan bencana, Peningkatan fungsi pelayanan publik dan
Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat
d) Aspek ekonomi, yang antara lain terdiri
dari pemulihan sosial ekonomi dan budaya peningkatan kondisi sosial, ekonomi
dan budaya, mendorong peningkatan ekonomi lokal seperti pertanian, perdagangan,
industri, parawisata dan perbankan
e) Aspek sosial yang antara lain terdiri
dari pemulihan konstruksi sosial dan budaya pemulihan kearifan dan tradisi
masyarakat, pemulihan hubungan antar budaya dan keagamaan dan pembangkitan
kembali kehidupan sosial budaya masyarakat
f)
Aspek lintas
sektor yang antara lain terdiri dari pemulihan aktivitas/kegiatan yang meliputi
tata pemerintahan dan lingkungan hidup
Dapat dipahami bahwa
pentingnya rehabilitasi dan rekonstruksi dalam pada tahap pasca bencana
sehingga perlu dituangkan kedalam rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi
pasca bencana. Rencana aksi digunakan sebagai pedoman dalam koordinasi dan
pelaksanaan manajemen rehabilitasi dan rekonstruksi. Konsep dalam penyusunan
rehabilitasi dan rekonstruksi diperlukan beberapa masukan dalam tahapan
analisis tahapan dan strategi rehabilitasi dan rekonstruksi yang diterapkan
dalam suatu wilayah. Masukan tersebut diantaranya berupa (i) Pengkajian
penilaian akibat bencana, (ii) Analisis dampak bencana, (iii) serta perkiraan
kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi. Analisis tersebut dapat dituangkan
kedalam rencana aksi yang mempunyai tahapan-tahapan diantaranya (i) Penyusunan
rencana aksi dan penetapan prioritas, (ii) Pengalokasian sumber daya, (iii)
Pelaksanaan, (iv) Pematauan dan evaluasi, (v) dan pelaporan. Tahapan-tahapan
tersebut dituangkan menjadi satu dokumen perencanaan pengelolaan bencana yang
diacu oleh semua pihak dalam rangka pengelolaan bencana pada tahapan pasca
bencana. Sehingga adanya pemahaman dan kesepakatan yang sama dalam melakukan
tindakan pengelolaan bencana.
Rencana aksi penyelenggaraan
rehabilitasi dan rekonstruksi mempunyai jangka waktu dokumen selama tiga tahun
yang berarti perlu adanya perbaikan (revisi) rencana aksi setiap 3 tahun
sekali. Perencanaan rencana aksi ini bersifat hirarkhi yaitu rencana aksi
rehabilitasidi dan rekonstruksi di tingkat nasional, provinsi dan
kabupaten/kota. Perlu adanya sinergi antara rencana aksi rehabilitasi dan
rekonstruksi dengan tingkatan pemerintah diatasnya.
II. TAHAPAN
PENYUSUNAN RENCANA AKSI REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI WILAYAH BENCANA
Tahapan dalam penyusunan
rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi di Indonesia telah dituangkan
kedalam peraturan perka BNPB No.17 Tahun 2010 Tentang Pedoman Umum Penyusunan
Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana. Untuk menjamin efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan, kegiatan
rehabilitasi mengikuti prosedur umum sebagai berikut :
A. Sosialisasi dan Koordinasi
Program
1. Koordinasi jajaran pemerintahan hingga tingkat Desa/Kelurahan
2. Sosialisasi kepada masyarakat umum dan korban.
3. Membangun kebersamaan, solidaritas, dan kerelawanan.
B. Inventarisasi dan
Identifikasi Kerusakan/Kerugian
1. Inventarisasi dan identifikasi tingkat kerusakan/kerugian bencana
dilakukan oleh BNPB dan/atau BPBD dan/atau unsur-unsur lain yang
dikoordinasikan oleh BNPB dan/atau BPBD.
2. Verifikasi atas hasil inventarisasi dan identifikasi kerusakan/
kerugian dapat dilakukan oleh BNPB dan/atau BPBD oleh karena adanya usulan,
masukan, sanggahan dari masyarakat maupun karena timbulnya bencana susulan dan
hal lain yang relevan.
3. Inventarisasi, identifikasi kerusakan/kerugian atau verifikasi atas
hasilnya dilakukan pada pelaksanaan “rapid
assessment” tahap tanggap darurat dan atau rehabilitasi.
C. Perencanaan dan Penetapan
Prioritas
1. Perencanaan dan penetapan prioritas di tingkat masyarakat yang
dilakukan secara partisipatif oleh kelompok masyarakat merupakan masukan
penting bagi program rehabilitasi.
2. Sinkronisasi rencana dan program meliputi : sinkronisasi program
tahapan rehabilitasi, prabencana, tanggap darurat dan rekonstruksi,
sinkronisasi lintas-pelaku, sinkronisasi lintas-sektor, sinkronisasi
lintas-wilayah.
3. Perencanaan, penetapan prioritas dan sinkronisasi program dilakukan
oleh BPBD dan/atau BNPB.
D. Mobilisasi Sumberdaya
Mobilisasi sumberdaya
yang meliputi sumberdaya manusia, peralatan, material dan dana dilakukan dengan
mempertimbangkan sumberdaya yang tersedia. Sumberdaya manusia yang memahami dan
mempunyai ketrampilan secara profesional sangat diperlukan dalam semua proses dan
kegiatan rehabilitasi pascabencana. Sumberdaya yang berupa peralatan, material
dan dana disediakan dan siap dialokasikan untuk menunjang proses rehabilitasi.
E. Pelaksanaan Rehabilitasi
Pelaksanaan rehabilitasi
meliputi kegiatan perbaikan fisik dan pemulihan fungsi non-fisik. Kegiatan
rehabilitasi dilaksanakan di wilayah yang terkena bencana maupun wilayah lain
yang dimungkinkan untuk dijadikan wilayah sasaran kegiatan rehabilitasi.
Kegiatan rehabilitasi dilakukan oleh BNPB jika status bencana adalah tingkat
nasional atau atas inisiatif sendiri BNPB dan atau BPBD untuk status bencana
daerah. Kegiatan rehabilitasi juga dimungkinkan untuk melibatkan banyak
pemangku kepentingan dan masyarakat.
F. Monitoring, Evaluasi, dan
Pelaporan
Pemantauan penyelenggaraan
rehabilitasi pascabencana diperlukan sebagai upaya untuk memantau secara
terus-menerus terhadap proses dan kegiatan rehabilitasi. Pelaksanaan pemantauan
kegiatan rehabilitasi dilakukan oleh unsur pengarah beserta unsur pelaksana
BNPB dan atau BPBD dan dapat melibatkan lembaga/institusi perencanaan di
tingkat nasional dan/atau daerah, sebagai bahan menyeluruh dalam
penyelenggaraan rehabilitasi. Penyusunan laporan penyelenggaraan rehabilitasi
pascabencana dilakukan oleh unsur pengarah dan/atau unsur pelaksana BNPB
dan/atau BPBD. Laporan penyelenggaraan rehabilitasi selanjutnya digunakan untuk
memverifikasi perencanaan program rehabilitasi.
Untuk menjamin
efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan, kegiatan rekonstruksi mengikuti
prosedur umum sebagai berikut :
A. Koordinasi Program
Koordinasi dalam proses
rekonstruksi pasca bencana mencakup:
1.
koordinasi vertikal antara
struktur di tingkat daerah dan tingkat pusat
2.
koordinasi horisontal lintas
sektor
3.
koordinasi dalam kerjasama
internasional
4.
koordinasi dengan organisasi
non-pemerintah, termasuk LSM.
B. Inventarisasi dan
Identifikasi Kerusakan/Kerugian
Sebelum dilaksanakan
penyelenggaraan rekonstruksi, terlebih dahulu dilakukan inventarisasi dan
identifikasi kerugian/ kerusakan (damage and loss assessment/DLA) secara
lengkap, kemudian melakukan kajian kebutuhan (post disaster need
assessment/PDNA) menggunakan informasi dari hasil DLA serta berbagai perkiraan
kebutuhan ke depan, dengan melibatkan berbagai unsur masyarakat dari awal.
C. Perencanaan dan Pemantauan
Prioritas Pembangunan
Perencanaan rekonstruksi
dimulai pada tahap pascabencana dalam rangka menyusun langkah-langkah
sistematis yang harus dilakukan dalam menyelenggarakan proses rekonstruksi yang
bersifat komprehensif dan menyeluruh secara terkoordinasi, dengan memasukkan
unsur-unsur pengurangan risiko bencana (pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan)
sejak dari awal.
D. Mekanisme Penyelenggaraan
Mekanisme penyelenggaraan
terdiri dari:
1.
Kelembagaan
Dalam proses perencanaan
dan implementasi proses rekonstruksi aspek kelembagaan memegang peranan
penting, khususnya dalam rangka menjamin berjalannya proses koordinasi dan
pengelolaan program secara efektif. b. Mekanisme kelembagaan dalam proses
rekonstruksi dikoordinasikan oleh BNPB atau BPBD di tingkat daerah.
2.
Mobilisasi Sumber Daya
Dalam rangka mobilisasi
sumber daya adapun yang perlu dipertimbangkan untuk mendukung proses
rekronstruksi diantaranya adalah:
-
Pengembangan kapasistas
sumberdaya manusia
-
Pengembangan kapasitas
sumberdaya sosial dan ekonomi
3.
Pembiayaan
Dalam merencanakanproses
rekronstruksi dibutuhkan pertimbangan biaya penyelenggaraan rekonstruksi
pascabencana. Pemerintah menggunakan dana penanggulangan bencana yang berasal
dari APBN. Pembiayaan proses proses rekonstruksi dapat pula berasal dari peran
serta swasta, masyarakat serta institusi lain nonpemerintah melalui koordinasi
BNPB atau BPBD untuk tingkat daerah.
E. Pemantauan, Evaluasi dan
Pelaporan
1.
Pemantauan dan Evaluasi
Sistem pemantauan
pelaksanaan rekronstruksi harus dapat memberikan informasi yang transparan dan
akuntabel kepada berbagai stakeholder yang telah terlibat dalam pelaksanaan
rekonstruksi. Bagi pemerintah informasi dari hasi pemantauan kegiatan
rekonstruksi akan memberikan umpan balik untuk secara terus menerus melakukan
evaluasi atas kinerja berbagai institusi yang terlibat dan pemanfaatan dana
secara optimal. Keterlibatan masyarakat dalam proses evaluasi menjadi penting
untuk mengangkat aspirasi dan kebutuhan masyarakat dalam proses rekonstruksi.
2.
Pelaporan
Laporan penyelenggaraan
proses rekonstruksi dilaksanakan melalui paling sedikit tiga (3) jenis
pelaporan selama penyelenggaraan proses rekonstruksi, yaitu :
-
Laporan awal berupa Laporan
Rencana Penyelenggaraan Rekonstruksi yang sudah memuat hasil kajian kerusakan
dan kajian kebutuhan beserta kelengkapan lainnya
-
Laporan Kemajuan pelaksanaan
penyelenggaraan proses rekonstruksi yang disampaikan pada pertengahan
penyelenggaraan proses rekonstruksi.
-
Laporan akhir yang disampaikan
pada akhir penyelenggaraan proses rekonstruksi, termasuk di dalamnya laporan
mengenai hasil monitoring dan evaluasi disusun oleh BNPB dan/atau BPBD untuk
kegiatan rekonstruksi di tingkat daerah, disampaikan kepada Presiden dan/atau
Kepala Wilayah yang terkena bencana, serta untuk konsumsi publik.
III.
PENGKAJIAN
KEBUTUHAN PEMULIHAN WILAYAH BENCANA
1. Prinsip-prinsip dasar dalam Penilaian Kebutuhan Pascabencana
a. Pendekatan partisipatif dengan melibatkan para pihak berkepentingan
dalam prosesnya.
b. Pendekatan berbasis bukti, mengutamakan pengamatan terhadap akibat
dan dampak bencana serta kebutuhan pemulihan yang berbasis bukti.
c. Pendekatan pengurangan risiko bencana, menggunakan cara pandang
pengurangan risiko bencana dalam analisisnya sehingga PDNA dapat mendukung
rehabilitasi dan rekonstruksi yang dapat membangun dengan lebih baik.
d. Pendekatan hak-hak dasar, menggunakan cara pandang berbasis hak-hak
dasar sehingga pengkajian terhadap akibat dan dampak bencana berorientasi pada
pemulihan hak-hak dasar tersebut.
e. Menjunjung tinggi akuntabilitas dalam proses maupun pelaporan hasil
kajian sebagai bentuk tanggungjawab terhadap masyarakat terdampak bencana.
f.
Mendorong proses pendataan,
analisa dan hasilnya berbasis digital dalam format sistem Informasi demi
akurasi dan media pembelajaran
Ruang lingkup PDNA mengacu pada Peraturan Kepala BNPB
No.17 tahun 2010 tentang Pedoman Rehabilitasi dan Rekonstruksi. Substansi
Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi (RENAKSI) disusun dalam kelompok
meliputi aspek – aspek seperti yang terdapat pada pasal 3 ayat (3), yaitu
meliputi kemanusiaan, perumahan dan pemukiman, infrastruktur, ekonomi, sosial
dan lintas sektor.
Dalam
pengkajian kebutuhan pemulihan wilayah bencana antara lain pembangunan,
penggantian, penyediaan bantuan akses, pemulihan fungsi, dan pengurangan
resiko. Keenam substansi rehabilitasi dan rekonstruksi
kemudian dipadukan ke dalam komponen pengkajian akibat bencana sebagai berikut:
SUBSTANSI
|
PENGKAJIAN
AKIBAT
|
||||
Kerusakan
|
Kerugian
|
Gangguan Akses
|
Gangguan
Fungsi
|
Peningkatan
Risiko
|
|
Perumahan
dan Pemukiman
|
Kerusakan rumah dan pemukiman
|
Biaya tambahan untuk hunian sementara
|
Hilangnya rasa aman dan perlindungan
|
Meningkatnya ancaman kekerasan bagi
perempuan dan anak
|
Risiko terkena wabah penyakit meningkat
|
Infrastruktur
Pembangunan
|
Rusaknya infrastruktur publik jalan dan
jembatan
|
Biaya transportasi tambahan
|
Meningkatnya jarak utk mendapatkan
layanan dasar pendidikan dan kesehatan
|
Gangguan fungsi pelayanan pemerintahan
dan proses interaksi dan komunikasi antar komunitas
|
Risiko karena infrastruktur tidak aman
|
Ekonomi
|
Rusaknya aset ekonomi keluarga
|
Kerugian karena hilangnya kesempatan
berusaha
|
Hilangnya pekerjaan
|
Tidak berfungsinya koperasi simpan pinjam
atau lembaga keuangan mikro.
|
Jumlah asset-aset ekonomi yang berisiko meningkat
Dan meningkatnya biaya produksi
|
Sosial
dan Kemanusiaan
|
Rusaknya fasilitas sosial (pendidikan,
kesehatan) dan peribadatan
|
Biaya penyediaan fasilitas sosial
(pendidikan , kesehatan) & peribadatan sementara
|
Tidak adanya biaya untuk kembali bersekolah
atau untuk berobat
|
Organisasi penyedia layanan sosial tidak
berfungsi
|
Risiko akibat tempat pelayanan yang tidak
aman
|
Lintas
Sektor
|
Rusaknya hutan, daerah aliran sungai dan
mata air
|
Biaya tambahan penyediaan air
|
Air bersih tidak tersedia
|
Kelompok masyarakat berbasis hutan tidak
berfungsi
|
Risiko bencana banjir atau kekeringan
|
Sumber: PerKa BNPB No.
15 Tahun 2011
Pengkajian kebutuhan pemulihan pun harus dipadukan dalam
keenam substansi rehabilitasi dan rekonstruksi. Identifikasi kebutuhan pascabencana
juga harus mencakup kebutuhan pemulihan awal, kebutuhan rehabilitasi dan
kebutuhan rekonstruksi. Dengan demikian lingkup PDNA dalam pengkajian kebutuhan
pemulihan adalah sebagai berikut:
Tabel. 2 Contoh
Pemaduan Substansi Rehabilitasi dan Rekonstruksi dalam Pengkajian Kebutuhan
Pemulihan
SUBSTANSI
|
PENGKAJIAN
AKIBAT
|
||||
Kerusakan
|
Kerugian
|
Gangguan Akses
|
Gangguan
Fungsi
|
Peningkatan
Risiko
|
|
Perumahan
dan Pemukiman
|
Rekonstruksi & Rehabilitasi Rumah
|
Penyediaan Hunian Sementara rumah adil
gender
|
Bantuan Alat Rumah Tangga, Rembug warga
untuk desain
|
Pemulihan aktivitas pemerintahan lokal
dan organisasi warga
|
Peraturan Pembangunan Rumah Tahan Bencana
|
Infrastruktur
Pembangunan
|
Pembangunan Jalan, Jembatan dan fasilitas
umum
|
Penyediaan jalan/jembatan sementara
|
Bantuan alat transportasi alternatif
|
Pemulihan Supply untuk Pemerintahan Lokal
|
Rencana Tata Ruang sensitif Pengurangan
Risiko Bencana
|
Ekonomi
|
Pembangunan tempat usaha
|
Program Kredit Berbunga Ringan
|
Bantuan modal untuk Koperasi dan Kelompok
Usaha Bersama
|
Pelatihan Ketrampilan Usaha
|
Rencana Kontinjensi untuk Aset Ekonomi
Berisiko
|
Sosial
dan Kemanusiaan
|
Pembangunan Sarana Pendidikan &
Kesehatan
|
Penyediaan alat belajar mengajar di
sekolah & Alat Medis
|
Penyediaan alat belajar utk siswa,
beasiswa dan layanan kesehatan keliling
|
Penyediaan dan Pelatihan Guru dan Tenaga
Medis
|
Peredaman Risiko di Sekolah & Rumah
Sakit
|
Lintas
Sektor
|
Penanaman Kembali Hutan yang Rusak
|
Insentif untuk pemanfaatan hasil hutan
non kayu
|
Pelatihan Pola Hidup Ramah Lingkungan
|
Penguatan Organisasi Masyarakat Pinggir
Hutan
|
Penyediaan Peta Risiko Bencana
|
Sumber: PerKa BNPB No. 15 Tahun 2011
IV.
PRINSIP,
KEBIJAKAN, DAN STRATEGI REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI
Prinsip, kebijakan dan
strategi dari rehabilitasi dan rekonstruksi merupakan salah satu muatan yang
tercantum di dalam Perka BNPB No.17 Tahun 2010 Tentang Pedoman Umum
Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana. Oleh karena itu,
hal tersebut menjadi pertimbangan penting dalam rangka penyusunan rencana aksi
rehabilitasi dan rekonstruksi. Setiap rencana aksi rehabilitasi dan
rekonstruksi perlu memiliki prinsip, kebijakan dan strategi tersendiri yang
mengacu pada prinsip dasar, kebijakan dan strategi dasar penyelenggaraan
rehabilitasi dan rekonstruksi yang tertuang dalam Perka BNPB.
A. Prinsip
Pada
penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi memiliki beberapa prinsip dasar
guna menciptakan penyelenggaraan pengelolaan pasca bencana yang sesuai dengan
sasaran. Berikut merupakan prinsip dasar rehabilitasi dan rekonstruksi
pascabencana:
1. Merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah dan Pemerintah
2.
Membangun menjadi
lebih baik (build back better) yang
terpadu dengan konsep pengurangan risiko bencana dalam bentuk pengalokasian
dana minimal 10% dari dana rehabilitasi dan rekonstruksi
3.
Mendahulukan
kepentingan kelompok rentan seperti lansia, perempuan, anak dan penyandang
cacat
4.
Mengoptimalkan
sumberdaya daerah
5.
Mengarah pada
pencapaian kemandirian masyarakat, keberlanjutan program dan kegiatan serta
perwujudan tatakelola pemerintahan yang baik
6.
Mengedepankan keadilan
dan kesetaraan gender
B. Kebijakan
Kebijakan penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi
adalah tindakan yang menjadi tujuan dalam penyelenggaraan serta kebijakan yang
diacu dalam rangka penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi. Berikut
merupakan kebijakan penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi:
1. Mendorong eksistensi dan efektivitas operasionalisasi
lembaga BNPB dan atau BPBD beserta pemangku kepentingan lain serta kelompok
masyarakat yang terlibat dalam penanggulangan bencana
2. Mengacu pada dokumen perencanaan nasional dan daerah serta
peraturan dan perundangan sistem perencanaan pembangunan nasional
3. Mengacu pada standart pelayanan minimal yang ditetapkan
pemerintah
4. Mengacu pada rencana tataruang wilayah nasional, provinsi
dan kabupaten/kota yang berlaku
5. Menggunakan pendekatan sosial budaya dan adat istiadat serta
sumberdaya setempat
6. Menggunakan Standart Nasional Indonesia (SNI)
7. Mendorong pemahaman masyarakat akan pengurangan resiko
bencana dan menumbuhkan kesiapsiagaan di daerah ancaman bencana
C. Strategi
Strategi dalam penyelenggaraan
rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana dibagi menjadi dua jenis strategi
yaitu strategi koordinasi yang dapat menunjang pencapaian sasaran dari tindakan yang dilakukan melalui koordinasi antara
lembaga-lembaga yang terlibat serta strategi dalam pelaksanaan rehabilitasi dan
rekonstruksi. Berdasarkan perkA bnpb No.17 Tahn 2010, berikut meruakan strategi
yang dalam digunakan dalam penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi
pascabencana.
1. Strategi koordinasi diiantaranya dilakukan dengan cara :
a. Perwujudan peran dan tanggungjawab Kepala BNPB dan/atau
Kepala BPBD sebagai pelaksana koordinasi umum di tingkat nasional dan/atau
daerah (provinsi/kab/kota)
b. Peran aktif Kementrian/Lembaga di tingkat nasional dan atau
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam mengkoordinasikan hal – hal yang
bersifat teknis.
c. Peran serta internasional sebagai unsur pelengkap yang
digerakkan berdasar permintaan dan kepemimpinan pemerintah.
2. Strategi penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi
dilakukan dengan cara :
a. Pengkajian kebutuhan pasca bencana secara cermat dan akurat
baik meliputi aspek fisik dan aspek pembangunan manusia
b. Penentuan prioritas dan pengalokasian sumberdaya secara
maksimal,komprehensif dan partisipatif termasuk memasukkan sumberdaya lokal
sebagai salah satu bentuk pemulihan aktivitas sosial kemasyarakatan
c. Penyebarluasan informasi atau sosialisasi rencana
pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi secara bertanggungjawab dan membuka
kesempatan semua pemangku kepentingan untuk berperan serta
V.
TABULASI RENCANA AKSI REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI
...................................................
...................................................
....................................................
Sumber: MODUL DIKLAT NON GELAR PERENCANAAN PENANGGULANGAN BENCANA (DISASTER
MANAGEMENT PLANNING), PENYUSUNAN RENAKSI REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI (Build Back Better and
Saver), BAPPENAS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar