Minggu, 12 April 2020

PENYUSUNAN RENAKSI REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI

              I.            KONSEP DASAR RENCANA AKSI REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI
Pengelolaan bencana di Indonesia dipengaruhi oleh kerangka aksi hyogo pada tahun 2005 dengan memprioritaskan 5 aspek dalam pengelolaan yang salah satu diantaranya yaitu kesiapsiagaan dan siap tindak terhadap bencana baik pada saat terjadinya bencana maupun pasca bencana. Pada Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana disebutkan bahwa salah satu pengelolaan tahapan pengelolaan bencana yaitu pada tahapan pasca bencana. Penyelenggaraan pengelolaan yang dilakukan yaitu rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilakukan dalam upaya memperbaiki dampak yang ditimbulkan akibat kejadian. Meskipun bencana mempunyai sifat ketidakpastian namun perlu disusun rencana dari setap tahapan pengelolaan bencana sebagai bentuk kesiapsiagaan masyarakat dan pemerintah dalam menghadapi bencana yang akan terjadi. Rehabilitasi dan rekonstruksi merupakan dua hal yang saling menunjang dalam upaya memperbaiki dampak akibat terjadinya bencana. Berdasarkan Perka BNPB No.17 Tahun 2010 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi, Rehabilitasi dan rekonstruksi mempunyai definisi :
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana

Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat

Penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi pada bencana mempunyai beberapa sasaran substansial yang ditujukan untuk perbaikan beberapa aspek diantaranya:
a)       Aspek kemanusiaan, yang antara lain terdiri dari sosial psikologis, pelayanan kesehatan pelayanan pendidikan, rekonsiliasi dan resolusi konfl ik, keamanan dan ketertiban, partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat
b)      Aspek perumahan dan permukiman, yang terdiri dari perbaikan lingkungan daerah bencana, pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat dan pembangunan kembali sarana sosial masyarakat
c)       Aspek infrastruktur pembangunan, yang antara lain terdiri dari perbaikan prasarana dan sarana umum, pemulihan fungsi pemerintah, pemulihan fungsi pelayanan publik pembangunan kembali sarana dan prasarana, penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana, Peningkatan fungsi pelayanan publik dan Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat
d)      Aspek ekonomi, yang antara lain terdiri dari pemulihan sosial ekonomi dan budaya peningkatan kondisi sosial, ekonomi dan budaya, mendorong peningkatan ekonomi lokal seperti pertanian, perdagangan, industri, parawisata dan perbankan
e)      Aspek sosial yang antara lain terdiri dari pemulihan konstruksi sosial dan budaya pemulihan kearifan dan tradisi masyarakat, pemulihan hubungan antar budaya dan keagamaan dan pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat
f)        Aspek lintas sektor yang antara lain terdiri dari pemulihan aktivitas/kegiatan yang meliputi tata pemerintahan dan lingkungan hidup

Dapat dipahami bahwa pentingnya rehabilitasi dan rekonstruksi dalam pada tahap pasca bencana sehingga perlu dituangkan kedalam rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana. Rencana aksi digunakan sebagai pedoman dalam koordinasi dan pelaksanaan manajemen rehabilitasi dan rekonstruksi. Konsep dalam penyusunan rehabilitasi dan rekonstruksi diperlukan beberapa masukan dalam tahapan analisis tahapan dan strategi rehabilitasi dan rekonstruksi yang diterapkan dalam suatu wilayah. Masukan tersebut diantaranya berupa (i) Pengkajian penilaian akibat bencana, (ii) Analisis dampak bencana, (iii) serta perkiraan kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi. Analisis tersebut dapat dituangkan kedalam rencana aksi yang mempunyai tahapan-tahapan diantaranya (i) Penyusunan rencana aksi dan penetapan prioritas, (ii) Pengalokasian sumber daya, (iii) Pelaksanaan, (iv) Pematauan dan evaluasi, (v) dan pelaporan. Tahapan-tahapan tersebut dituangkan menjadi satu dokumen perencanaan pengelolaan bencana yang diacu oleh semua pihak dalam rangka pengelolaan bencana pada tahapan pasca bencana. Sehingga adanya pemahaman dan kesepakatan yang sama dalam melakukan tindakan pengelolaan bencana.
Rencana aksi penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi mempunyai jangka waktu dokumen selama tiga tahun yang berarti perlu adanya perbaikan (revisi) rencana aksi setiap 3 tahun sekali. Perencanaan rencana aksi ini bersifat hirarkhi yaitu rencana aksi rehabilitasidi dan rekonstruksi di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota. Perlu adanya sinergi antara rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi dengan tingkatan pemerintah diatasnya.

       II.    TAHAPAN PENYUSUNAN RENCANA AKSI REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI WILAYAH BENCANA
Tahapan dalam penyusunan rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi di Indonesia telah dituangkan kedalam peraturan perka BNPB No.17 Tahun 2010 Tentang Pedoman Umum Penyusunan Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana. Untuk menjamin efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan, kegiatan rehabilitasi mengikuti prosedur umum sebagai berikut :
A.      Sosialisasi dan Koordinasi Program
1.       Koordinasi jajaran pemerintahan hingga tingkat Desa/Kelurahan
2.       Sosialisasi kepada masyarakat umum dan korban.
3.       Membangun kebersamaan, solidaritas, dan kerelawanan.

B.      Inventarisasi dan Identifikasi Kerusakan/Kerugian
1.       Inventarisasi dan identifikasi tingkat kerusakan/kerugian bencana dilakukan oleh BNPB dan/atau BPBD dan/atau unsur-unsur lain yang dikoordinasikan oleh BNPB dan/atau BPBD.
2.       Verifikasi atas hasil inventarisasi dan identifikasi kerusakan/ kerugian dapat dilakukan oleh BNPB dan/atau BPBD oleh karena adanya usulan, masukan, sanggahan dari masyarakat maupun karena timbulnya bencana susulan dan hal lain yang relevan.
3.       Inventarisasi, identifikasi kerusakan/kerugian atau verifikasi atas hasilnya dilakukan pada pelaksanaan “rapid assessment” tahap tanggap darurat dan atau rehabilitasi.

C.      Perencanaan dan Penetapan Prioritas
1.       Perencanaan dan penetapan prioritas di tingkat masyarakat yang dilakukan secara partisipatif oleh kelompok masyarakat merupakan masukan penting bagi program rehabilitasi.
2.       Sinkronisasi rencana dan program meliputi : sinkronisasi program tahapan rehabilitasi, prabencana, tanggap darurat dan rekonstruksi, sinkronisasi lintas-pelaku, sinkronisasi lintas-sektor, sinkronisasi lintas-wilayah.
3.       Perencanaan, penetapan prioritas dan sinkronisasi program dilakukan oleh BPBD dan/atau BNPB.

D.      Mobilisasi Sumberdaya
Mobilisasi sumberdaya yang meliputi sumberdaya manusia, peralatan, material dan dana dilakukan dengan mempertimbangkan sumberdaya yang tersedia. Sumberdaya manusia yang memahami dan mempunyai ketrampilan secara profesional sangat diperlukan dalam semua proses dan kegiatan rehabilitasi pascabencana. Sumberdaya yang berupa peralatan, material dan dana disediakan dan siap dialokasikan untuk menunjang proses rehabilitasi.

E.       Pelaksanaan Rehabilitasi
Pelaksanaan rehabilitasi meliputi kegiatan perbaikan fisik dan pemulihan fungsi non-fisik. Kegiatan rehabilitasi dilaksanakan di wilayah yang terkena bencana maupun wilayah lain yang dimungkinkan untuk dijadikan wilayah sasaran kegiatan rehabilitasi. Kegiatan rehabilitasi dilakukan oleh BNPB jika status bencana adalah tingkat nasional atau atas inisiatif sendiri BNPB dan atau BPBD untuk status bencana daerah. Kegiatan rehabilitasi juga dimungkinkan untuk melibatkan banyak pemangku kepentingan dan masyarakat.

F.       Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan
Pemantauan penyelenggaraan rehabilitasi pascabencana diperlukan sebagai upaya untuk memantau secara terus-menerus terhadap proses dan kegiatan rehabilitasi. Pelaksanaan pemantauan kegiatan rehabilitasi dilakukan oleh unsur pengarah beserta unsur pelaksana BNPB dan atau BPBD dan dapat melibatkan lembaga/institusi perencanaan di tingkat nasional dan/atau daerah, sebagai bahan menyeluruh dalam penyelenggaraan rehabilitasi. Penyusunan laporan penyelenggaraan rehabilitasi pascabencana dilakukan oleh unsur pengarah dan/atau unsur pelaksana BNPB dan/atau BPBD. Laporan penyelenggaraan rehabilitasi selanjutnya digunakan untuk memverifikasi perencanaan program rehabilitasi.
Untuk menjamin efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan, kegiatan rekonstruksi mengikuti prosedur umum sebagai berikut :
A.      Koordinasi Program
Koordinasi dalam proses rekonstruksi pasca bencana mencakup:
1.       koordinasi vertikal antara struktur di tingkat daerah dan tingkat pusat
2.       koordinasi horisontal lintas sektor
3.       koordinasi dalam kerjasama internasional
4.       koordinasi dengan organisasi non-pemerintah, termasuk LSM.

B.      Inventarisasi dan Identifikasi Kerusakan/Kerugian
Sebelum dilaksanakan penyelenggaraan rekonstruksi, terlebih dahulu dilakukan inventarisasi dan identifikasi kerugian/ kerusakan (damage and loss assessment/DLA) secara lengkap, kemudian melakukan kajian kebutuhan (post disaster need assessment/PDNA) menggunakan informasi dari hasil DLA serta berbagai perkiraan kebutuhan ke depan, dengan melibatkan berbagai unsur masyarakat dari awal.

C.      Perencanaan dan Pemantauan Prioritas Pembangunan
Perencanaan rekonstruksi dimulai pada tahap pascabencana dalam rangka menyusun langkah-langkah sistematis yang harus dilakukan dalam menyelenggarakan proses rekonstruksi yang bersifat komprehensif dan menyeluruh secara terkoordinasi, dengan memasukkan unsur-unsur pengurangan risiko bencana (pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan) sejak dari awal.

D.      Mekanisme Penyelenggaraan
Mekanisme penyelenggaraan terdiri dari:
1.       Kelembagaan
Dalam proses perencanaan dan implementasi proses rekonstruksi aspek kelembagaan memegang peranan penting, khususnya dalam rangka menjamin berjalannya proses koordinasi dan pengelolaan program secara efektif. b. Mekanisme kelembagaan dalam proses rekonstruksi dikoordinasikan oleh BNPB atau BPBD di tingkat daerah.
2.       Mobilisasi Sumber Daya
Dalam rangka mobilisasi sumber daya adapun yang perlu dipertimbangkan untuk mendukung proses rekronstruksi diantaranya adalah:
-          Pengembangan kapasistas sumberdaya manusia
-          Pengembangan kapasitas sumberdaya sosial dan ekonomi
3.       Pembiayaan
Dalam merencanakanproses rekronstruksi dibutuhkan pertimbangan biaya penyelenggaraan rekonstruksi pascabencana. Pemerintah menggunakan dana penanggulangan bencana yang berasal dari APBN. Pembiayaan proses proses rekonstruksi dapat pula berasal dari peran serta swasta, masyarakat serta institusi lain nonpemerintah melalui koordinasi BNPB atau BPBD untuk tingkat daerah.

E.       Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan
1.       Pemantauan dan Evaluasi
Sistem pemantauan pelaksanaan rekronstruksi harus dapat memberikan informasi yang transparan dan akuntabel kepada berbagai stakeholder yang telah terlibat dalam pelaksanaan rekonstruksi. Bagi pemerintah informasi dari hasi pemantauan kegiatan rekonstruksi akan memberikan umpan balik untuk secara terus menerus melakukan evaluasi atas kinerja berbagai institusi yang terlibat dan pemanfaatan dana secara optimal. Keterlibatan masyarakat dalam proses evaluasi menjadi penting untuk mengangkat aspirasi dan kebutuhan masyarakat dalam proses rekonstruksi.
2.       Pelaporan
Laporan penyelenggaraan proses rekonstruksi dilaksanakan melalui paling sedikit tiga (3) jenis pelaporan selama penyelenggaraan proses rekonstruksi, yaitu :
-          Laporan awal berupa Laporan Rencana Penyelenggaraan Rekonstruksi yang sudah memuat hasil kajian kerusakan dan kajian kebutuhan beserta kelengkapan lainnya
-          Laporan Kemajuan pelaksanaan penyelenggaraan proses rekonstruksi yang disampaikan pada pertengahan penyelenggaraan proses rekonstruksi.
-          Laporan akhir yang disampaikan pada akhir penyelenggaraan proses rekonstruksi, termasuk di dalamnya laporan mengenai hasil monitoring dan evaluasi disusun oleh BNPB dan/atau BPBD untuk kegiatan rekonstruksi di tingkat daerah, disampaikan kepada Presiden dan/atau Kepala Wilayah yang terkena bencana, serta untuk konsumsi publik.

                III.            PENGKAJIAN KEBUTUHAN PEMULIHAN WILAYAH BENCANA
1.       Prinsip-prinsip dasar dalam Penilaian Kebutuhan Pascabencana
a.       Pendekatan partisipatif dengan melibatkan para pihak berkepentingan dalam prosesnya.
b.       Pendekatan berbasis bukti, mengutamakan pengamatan terhadap akibat dan dampak bencana serta kebutuhan pemulihan yang berbasis bukti.
c.       Pendekatan pengurangan risiko bencana, menggunakan cara pandang pengurangan risiko bencana dalam analisisnya sehingga PDNA dapat mendukung rehabilitasi dan rekonstruksi yang dapat membangun dengan lebih baik.
d.       Pendekatan hak-hak dasar, menggunakan cara pandang berbasis hak-hak dasar sehingga pengkajian terhadap akibat dan dampak bencana berorientasi pada pemulihan hak-hak dasar tersebut.
e.       Menjunjung tinggi akuntabilitas dalam proses maupun pelaporan hasil kajian sebagai bentuk tanggungjawab terhadap masyarakat terdampak bencana.
f.        Mendorong proses pendataan, analisa dan hasilnya berbasis digital dalam format sistem Informasi demi akurasi dan media pembelajaran

Ruang lingkup PDNA mengacu pada Peraturan Kepala BNPB No.17 tahun 2010 tentang Pedoman Rehabilitasi dan Rekonstruksi. Substansi Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi (RENAKSI) disusun dalam kelompok meliputi aspek – aspek seperti yang terdapat pada pasal 3 ayat (3), yaitu meliputi kemanusiaan, perumahan dan pemukiman, infrastruktur, ekonomi, sosial dan lintas sektor.
Dalam pengkajian kebutuhan pemulihan wilayah bencana antara lain pembangunan, penggantian, penyediaan bantuan akses, pemulihan fungsi, dan pengurangan resiko. Keenam substansi rehabilitasi dan rekonstruksi kemudian dipadukan ke dalam komponen pengkajian akibat bencana sebagai berikut:

Tabel. 1 Contoh Pemaduan Substansi Rehabilitasi dan Rekonstruksi dalam Pengkajian Akibat Bencana
SUBSTANSI
PENGKAJIAN AKIBAT
Kerusakan
Kerugian
Gangguan Akses
Gangguan Fungsi
Peningkatan Risiko
Perumahan dan Pemukiman
Kerusakan rumah dan pemukiman
Biaya tambahan untuk hunian sementara
Hilangnya rasa aman dan perlindungan
Meningkatnya ancaman kekerasan bagi perempuan dan anak
Risiko terkena wabah penyakit meningkat
Infrastruktur Pembangunan
Rusaknya infrastruktur publik jalan dan jembatan
Biaya transportasi tambahan
Meningkatnya jarak utk mendapatkan layanan dasar pendidikan dan kesehatan
Gangguan fungsi pelayanan pemerintahan dan proses interaksi dan komunikasi antar komunitas
Risiko karena infrastruktur tidak aman
Ekonomi
Rusaknya aset ekonomi keluarga
Kerugian karena hilangnya kesempatan berusaha
Hilangnya pekerjaan
Tidak berfungsinya koperasi simpan pinjam atau lembaga keuangan mikro.
Jumlah asset-aset ekonomi yang berisiko meningkat Dan meningkatnya biaya produksi
Sosial dan Kemanusiaan
Rusaknya fasilitas sosial (pendidikan, kesehatan) dan peribadatan
Biaya penyediaan fasilitas sosial (pendidikan , kesehatan) & peribadatan sementara
Tidak adanya biaya untuk kembali bersekolah atau untuk berobat
Organisasi penyedia layanan sosial tidak berfungsi
Risiko akibat tempat pelayanan yang tidak aman
Lintas Sektor
Rusaknya hutan, daerah aliran sungai dan mata air
Biaya tambahan penyediaan air
Air bersih tidak tersedia
Kelompok masyarakat berbasis hutan tidak berfungsi
Risiko bencana banjir atau kekeringan
Sumber: PerKa BNPB No. 15 Tahun 2011

Pengkajian kebutuhan pemulihan pun harus dipadukan dalam keenam substansi rehabilitasi dan rekonstruksi. Identifikasi kebutuhan pascabencana juga harus mencakup kebutuhan pemulihan awal, kebutuhan rehabilitasi dan kebutuhan rekonstruksi. Dengan demikian lingkup PDNA dalam pengkajian kebutuhan pemulihan adalah sebagai berikut:

Tabel. 2 Contoh Pemaduan Substansi Rehabilitasi dan Rekonstruksi dalam Pengkajian Kebutuhan Pemulihan
SUBSTANSI
PENGKAJIAN AKIBAT
Kerusakan
Kerugian
Gangguan Akses
Gangguan Fungsi
Peningkatan Risiko
Perumahan dan Pemukiman
Rekonstruksi & Rehabilitasi Rumah
Penyediaan Hunian Sementara rumah adil gender
Bantuan Alat Rumah Tangga, Rembug warga untuk desain
Pemulihan aktivitas pemerintahan lokal dan organisasi warga
Peraturan Pembangunan Rumah Tahan Bencana
Infrastruktur Pembangunan
Pembangunan Jalan, Jembatan dan fasilitas umum
Penyediaan jalan/jembatan sementara
Bantuan alat transportasi alternatif
Pemulihan Supply untuk Pemerintahan Lokal
Rencana Tata Ruang sensitif Pengurangan Risiko Bencana
Ekonomi
Pembangunan tempat usaha
Program Kredit Berbunga Ringan
Bantuan modal untuk Koperasi dan Kelompok Usaha Bersama
Pelatihan Ketrampilan Usaha
Rencana Kontinjensi untuk Aset Ekonomi Berisiko
Sosial dan Kemanusiaan
Pembangunan Sarana Pendidikan & Kesehatan
Penyediaan alat belajar mengajar di sekolah & Alat Medis
Penyediaan alat belajar utk siswa, beasiswa dan layanan kesehatan keliling
Penyediaan dan Pelatihan Guru dan Tenaga Medis
Peredaman Risiko di Sekolah & Rumah Sakit
Lintas Sektor
Penanaman Kembali Hutan yang Rusak
Insentif untuk pemanfaatan hasil hutan non kayu
Pelatihan Pola Hidup Ramah Lingkungan
Penguatan Organisasi Masyarakat Pinggir Hutan
Penyediaan Peta Risiko Bencana
Sumber: PerKa BNPB No. 15 Tahun 2011




        IV.            PRINSIP, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI
Prinsip, kebijakan dan strategi dari rehabilitasi dan rekonstruksi merupakan salah satu muatan yang tercantum di dalam Perka BNPB No.17 Tahun 2010 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana. Oleh karena itu, hal tersebut menjadi pertimbangan penting dalam rangka penyusunan rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi. Setiap rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi perlu memiliki prinsip, kebijakan dan strategi tersendiri yang mengacu pada prinsip dasar, kebijakan dan strategi dasar penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi yang tertuang dalam Perka BNPB.
A.      Prinsip
Pada penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi memiliki beberapa prinsip dasar guna menciptakan penyelenggaraan pengelolaan pasca bencana yang sesuai dengan sasaran. Berikut merupakan prinsip dasar rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana:
1.       Merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah dan Pemerintah
2.       Membangun menjadi lebih baik (build back better) yang terpadu dengan konsep pengurangan risiko bencana dalam bentuk pengalokasian dana minimal 10% dari dana rehabilitasi dan rekonstruksi
3.       Mendahulukan kepentingan kelompok rentan seperti lansia, perempuan, anak dan penyandang cacat
4.       Mengoptimalkan sumberdaya daerah
5.       Mengarah pada pencapaian kemandirian masyarakat, keberlanjutan program dan kegiatan serta perwujudan tatakelola pemerintahan yang baik
6.       Mengedepankan keadilan dan kesetaraan gender
B.       Kebijakan
Kebijakan penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi adalah tindakan yang menjadi tujuan dalam penyelenggaraan serta kebijakan yang diacu dalam rangka penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi. Berikut merupakan kebijakan penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi:
1.       Mendorong eksistensi dan efektivitas operasionalisasi lembaga BNPB dan atau BPBD beserta pemangku kepentingan lain serta kelompok masyarakat yang terlibat dalam penanggulangan bencana
2.       Mengacu pada dokumen perencanaan nasional dan daerah serta peraturan dan perundangan sistem perencanaan pembangunan nasional
3.       Mengacu pada standart pelayanan minimal yang ditetapkan pemerintah
4.       Mengacu pada rencana tataruang wilayah nasional, provinsi dan kabupaten/kota yang berlaku
5.       Menggunakan pendekatan sosial budaya dan adat istiadat serta sumberdaya setempat
6.       Menggunakan Standart Nasional Indonesia (SNI)
7.       Mendorong pemahaman masyarakat akan pengurangan resiko bencana dan menumbuhkan kesiapsiagaan di daerah ancaman bencana
C.       Strategi
Strategi dalam penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana dibagi menjadi dua jenis strategi yaitu strategi koordinasi yang dapat menunjang pencapaian sasaran dari tindakan yang dilakukan melalui koordinasi antara lembaga-lembaga yang terlibat serta strategi dalam pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi. Berdasarkan perkA bnpb No.17 Tahn 2010, berikut meruakan strategi yang dalam digunakan dalam penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana.
1.       Strategi koordinasi diiantaranya dilakukan dengan cara :
a.       Perwujudan peran dan tanggungjawab Kepala BNPB dan/atau Kepala BPBD sebagai pelaksana koordinasi umum di tingkat nasional dan/atau daerah (provinsi/kab/kota)
b.       Peran aktif Kementrian/Lembaga di tingkat nasional dan atau Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam mengkoordinasikan hal – hal yang bersifat teknis.
c.       Peran serta internasional sebagai unsur pelengkap yang digerakkan berdasar permintaan dan kepemimpinan pemerintah.
2.       Strategi penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi dilakukan dengan cara :
a.       Pengkajian kebutuhan pasca bencana secara cermat dan akurat baik meliputi aspek fisik dan aspek pembangunan manusia
b.       Penentuan prioritas dan pengalokasian sumberdaya secara maksimal,komprehensif dan partisipatif termasuk memasukkan sumberdaya lokal sebagai salah satu bentuk pemulihan aktivitas sosial kemasyarakatan
c.       Penyebarluasan informasi atau sosialisasi rencana pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi secara bertanggungjawab dan membuka kesempatan semua pemangku kepentingan untuk berperan serta

                  V.            TABULASI RENCANA AKSI  REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI
...................................................
...................................................
....................................................
Sumber:  MODUL DIKLAT NON GELAR PERENCANAAN PENANGGULANGAN BENCANA (DISASTER MANAGEMENT PLANNING), PENYUSUNAN RENAKSI REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI (Build Back Better and Saver), BAPPENAS