Minggu, 26 Agustus 2012

Proses Penetapan Wilayah Untuk Pengembangan Kota Baru


Kota baru tidak selalu mempunyai pengertian suatu kota yang sama sekali baru diatas lahan yang tidak terbangun, tetapi juga mungkin merupakan pengembangan dari permukiman yang sudah ada berupa desa atau kota kecil. Penetapan wilayah untuk pembangunan suatu kota baru didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan bahwa wilayah tersebut memungkinkan untuk dikembangkan sebagai suatu aktivitas kota berdasarkan potensi-potensi yang dimiliki dari segi fisik, dan sosial-ekonomi. Sedangkan teknisnya penetapan untuk pembangunan kota baru didasarkan pada lokasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai dengan RUTRW atau yang diusulkan oleh pembangunan berdasarkan hasil pembebasan lahannya. Penetapannya juga bisa berdasarkan lokasi-lokasi tertentu berupa kota kecil atau desa yang ada diwilayah tersebut.
Dalam memilih suatu lokasi wilayah untuk pembangunan kota baru perlu mengacu pada berbagai kriteria dan persyaratan sehingga pembangunan kota baru tersebut dapat meningkatkan nilai tambah produktifitas suatu wilayah bukan sebaliknya. Selain itu juga harus memperhatikan motivasi atau tujuan dari pengembangan kota baru (Djoko Sudjarto), yaitu:
  1. Pembentukan pusat-pusat pengembangan baru untuk menahan/ membelokkan arus migrasi ke kota induk (Counter Magnet)
  2. Pengagihan kepadatan penduduk dari kota induk (Overspill)
  3. Pengagihan kegiatan fungsional dari suatu kota induk untuk mengurangi kepadatan kegiatan di dalam kota (Urban Function Relocation),dan;
  4. Motivasi kenyaman dan investasi property (investment property and pleasure)
 Pada dasarnya penilaian kelayakan wilayah untuk pengembangan kota baru harus didasarkan kepada tiga kategori (Djoko Sudjarto), yaitu:
ü      Suatu wilayah yang karena kondisinya baik secara fisik maupun sosial ekonominya tidak layak untuk pengembangan suatu kota baru;
ü      Suatu wilayah yang mungkin dapat dikembangkan sebagai kota baru tetapi akan memerlukan biaya tambahan dan teknologi tertentu untuk mengganti fungsinya minimal sesuai dengan nilai produktifitasnya saat ini;
ü      Wilayah yang dapat dikembangkan tanpa resiko baik secara fisik, sosial maupun ekonomis.

Pemilihan lokasi tersebut didasarkan pada analisa kondisi fisik berupa fisik dasar/ fisik bukan keruangan (a spatial) dan fisik Binaan/ fisik keruangan (spatial) dan kondisi sosial ekonomi. Dasar kriteria penilaian dan persyaratan berdasarkan analisa tersebut adalah:
1.      Fisik dasar/ Fisik Bukan Keruangan (a Spatial)
  • Topografi: Kelerengan lahan untuk bukan pertanian sebaiknya diatas kelerengan 5% dan tidak melebihi 8%. Wilayah dengan ketinggian dibawah 5% umumnya memiliki sisitem pengairan yang baik sehingga lebih tepat penggunaannya untuk pertanian. Wilayah dengan kelerengan lebih dari 10 % sebaiknya untuk wilayah konservasi karena merupakan daerah cadangan air tanah.
  • Geologi: Jenis dan sifat batuan, mineral, daya dukung tanah, sifat tanah akan sangat menentukan sifat produktifitas tanah. Tanah dengan struktur geologi alluvial sangat baik untuk pertanian sawah karena tanahnya yang subur. Sebaiknya tidak dipergunakan untuk kegiatan bukan pertanian.
  •  Hidrologi: wilayah resapan air tanah, wilayah pengairan alami dan teknis yang telah berfungsi untuk meningkatkan produktivitas tanah tidak untuk pembangunan non pertanian.
2.      Fisik binaan/ Fisik keruangan (spatial)
  • Pola penggunaan lahan: untuk pembangunan kota sebaiknya lahan yang tidak digunakan secara produktif seperti lahan bekas perkebunan, dan lahan tidak ada penggunaannya
  • Bangunan : bangunan tempat tinggal dan belum terbangun secara intensif, bangunan yang telah ada sebaiknya menjadi kendala untuk di  integrasikan dalam pembangunan kota baru sebagai bagian dari kota baru tersebut secara serasi. Dan tidak ada bangun bangunan yang berfungsi teknis seperti irigasi teknis ataupun bangun bangunan instalasi.
  • Jaringan jalan: Pembangunan kota baru harus mempertimbangkan jaringan jalan yang sudah ada dan berfungsi efektif sebagai kendala atau bahkan harus mengintegrasikannya dengan meningkatkan kemampuan jalan tersebut.
  • Jaringan utilitas: jaringan utilitas umum (air bersih), listrik, telepon, drainase, sanitasi) yang efektif harus menjadi kendala atau mengintegrasikannya sehingga kapasitasnya dapat ditingkatkan dan tidak meningkatkan beban karena harus melayani kebutuhan kota baru.
  •  Ruang terbuka: wilayah-wilayah lindung harus disisihkan di dalam pembangunan kota baru sebagai suatu kendala maupun limitasi pengembangan wilayah dan diintegrasikan sebagai ruang terbuka dengan fungsi yang sesuai.
  •  Pertanahan: pembangunan kota baru harus memperhatikan status kepemilikan tanah. Pembebasan tanah pada waktu pembangunan dilaksanakan seharusnya sudah jelas status barunya.
3.      Sosial Budaya dan Sosial ekonomi
  •  Pola sosial budaya masyarakat yang telah ada pada wilayah lokasi kota baru perlu menjadi kendala yang diperhatikan didalam pengembangan kota baru. Apabila penduduk asal masih berada pada lokasi asal disekitar kota baru maka pola sosial budaya ini perlu diintegrasikan dalam pembangunan kota baru tersebut.
  •  Kegiatan perekonomian dari masyarakat juga perlu menjadi pertimbangan pokok karena kemungkinan penduduk ini masih tetap berkegiatan usaha lama misalnya petani atau akan berubah ke kegiatan usaha lainnya seperti berdagang atau pekerja pabrik. Tingkat pendapatan masyarakat seyogyanya menjadi lebih baik dibandingkan pendapatan sebelum adanya kota baru.

Untuk lebih jelasnya mengenai proses penentuan lokasi pengembangan kota baru dapat dilihat pada diagram alir dibawah ini:


Proses Penentuan Suatu Lokasi Kota Baru





 

Kabupaten Lombok Utara

Kabupaten Lombok Utara pada awalnya merupakan bagian dari Kabupaten Lombok Barat yang termasuk dalam  15 (lima belas) Kecamatan  yaitu Kecamatan Bayan, Gangga, Kayangan, Tanjung, Pemenang, Gunungsari, Batulayar, Narmada, Lingsar, Labuapi, Kediri, Kuripan, Gerung, Lembar dan Sekotong Tengah. 

Keindahan Alam Kabupaten Lombok Utara, Diantaranya "Gunung Rinjani"
  
Seiring dengan terjadinya perkembangan yang menuntut pelayanan administrasi pemerintahan dan pembangunan serta pelayanan masyarakat yang maksimal tercetus keinginan  warga masyarakat Kabupaten Lombok Barat bagian Utara untuk mengusulkan pemekaran Kabupaten lombok Barat bagian Utara menjadi Kabupaten Lombok utara. Alasan pemekaran Kabupaten ini adalah dalam rangka percepatan pembangunan dan pendekatkan pelayanan masyarakat yang mana dengan dipindahkannya Ibukota Kabupaten lombok Barat di Gerung berimplikasi pada semakin jauhnya jarak tempuh masyarakat Lombok Barat bagian utara ke pusat pemerintahan Kabupaten.

Guna mewujudkan aspirasi dan keinginan masyarakat Kabupaten Lombok Barat bagian utara tersebut beberapa proses ditempuh antara lain;
1. Bupati Kabupaten Lombok Barat membentuk Komite dan Tim pengkajian Pemekaran Kabupaten Lombok Barat yang melibatkan berbagai komponen masyarakat dan unsur Akademisi dengan Keputusan Bupati Nomor 04/03/PEM/2005 tanggal 14 Januari 2005 yang diketuai oleh H. Djohan Sjamsu, SH, Wakil Ketua H. Najmul Ahyar, SH, MH, dan Datu Rahdin Jayawangsa, SH sebagai Sekretaris Umum yang bertugas mengkoordinasikan seluruh kegiatan yang berkaitan dengan proses persiapan, syarat-syarat dan kriteria Pemekaran Kabupaten Lombok Barat.
2. Persetujuan DPRD Kabupaten Lombok Barat Nomor 6/KEP./DPRD/2006 tanggal 6 Juni 2006 dan Bupati Lombok Barat nomor 341/27/Pem/2006 tanggal 6 Juni 2006 selanjutnya dituangkan dalam usulan ke Mendagri dengan surat nomor 100/56/Pem.Otdes/2006 tanggal 6 Juni 2006 dan Gubernur Provinsi NTB serta DPRD Provinsi NTB Nomor 61/KPKLB/LU/V/2006 tanggal 17 Juni 2006. Sambil menunggu persetujuan, Komite melanjutkan proses pemekaran dengan meminta dukungan kepada Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dengan surat Nomor 73/KPKLB/LU/VII/2006 tanggal 8 Juli 2006 serta kepada Ketua Komisi II DPR RI Nomor 72/KPKLB/LU/VII/2006 prihal usulan Pembentukan Kabupaten Lombok Utara didaftarkan dalam Rapat DPR RI Tahun 2006.
3. Terbit persetujuan Gubernur Nomor 301 Tahun 2006 tanggal 7 Agustus 2006 dan DPRD Provinsi NTB Nomor 09/KPTS/DPRD/2006 tanggal 24 Agustus 2006 sebagai bahan kelengkapan usulan kepada Ketua Komisi II DPR RI dan DPD RI dengan surat masing-masing Nomor 88/KPKLB/LU/IX/2006 tanggal 2 September 2006 dan Nomor 89/KPKLB/LU/IX/2006 tanggal 4 September 2006.
4. Penetapan Tanjung sebagai calon Ibukota Kabupaten Lombok Utara dengan pertimbangan sarana prasarana pemerintahan yang cukup memadai, strategis dan didukung oleh tokoh masyalakat Lombok Utara dan Pemerintah Kabupaten Lombok Barat dengan surat Nomor 011/23/BUP/2008 tanggal 19 april 2008.
5. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI melalui Keputusan Nomor 6/DPD/2008 tanggal 6 pebruari 2008 tentang Pandangan dan Pendapat DPD RI pada point (4) menyatakan bahwa Calon Kabupaten Lombok Utara layak untuk dibentuk menjadi Kabupaten baru sebagai pemekaran dari Kabupaten Lombok Barat dengan Ibukota terletak di Kecamatan Tanjung.
6. Setelah melalui proses dan tahapan usulan pemekaran Kabupaten Lombok Barat mendapatkan tindak lanjut dengan diagendakannya 12 Rancangan Undang Undang dalam sidang Dewan Perwakilan Rakyat, termasuk Undang Undang tentang Pembentukan Kabupaten Lombok Utara yakni dengan diterbitkannya Surat Ketua DPR RI kepada Presiden RI Nomor RU.02/8231/DPR-RI/2007 tanggal 25 Oktober 2007 perihal Usul DPR mengenai 12 RUU tentang Pembentukan Kabupaten/Kota dan RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 53 Tahun 1999.
7. Perjuangan Pembentukan Kabupaten Lombok Utara yang menjadi harapan seluruh Masyarakat Lombok Utara akhirnya terwujud dengan  Pembentukan Kabupaten Lombok Utara di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan menjadi tonggak sejarah bagi keberlangsungan Kabupaten Lombok Utara.
8. Sebagai pelaksanaan dari Undang Undang Nomor 26 tahun 2008 tentang pembentukan Kabupaten lombok Utara di Provinsi Nusa Tenggara Barat, maka dengan Keputusan Menteri dalam Negeri Nomor 131.52-1001 tahun 2008 tanggal 24 Desember 2008 tentang pengangkatan Penjabat Bupati Lombok Utara di provinsi NTB maka diangkat DRS. H. LALU BAKRI Sebagai Penjabat Bupati lombok utara yang pelantikannya dilaksanakan pada tanggal 30 Desember 2008 oleh Menteri dalam Negeri atas nama presiden RI. Sehubungan dengan keikutsertaan Penjabat Bupati DRS. H. LALU BAKRI, sebagai Calon Walikota Mataram maka pada tanggal 6 Januari 2010 diangkat dan dilantik DRS. RIDWAN HIDAYAT, sebagai Penjabat Bupati Lombok Utara oleh Gubernur Nusa Tenggara Barat menggantikan DRS. H. LALU BAKRI.
Air Terjun Tiu Pupus
Gili Meno
9. Sebagai Daerah Otonomi baru yang belum memiliki Bupati dan Wakil Bupati Definitif maka KPUD Kabupaten Lombok Barat sebagai Pelaksana Pemilu-Kada Kabupaten Lombok Utara menyelenggarakan Pemilu-Kada Pertama Kabupaten Lombok Utara pada tanggal 7 Juni 2010. Pemilu-Kada pertama ini diikuti oleh empat pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati dan telah berhasil dilaksanakan dengan aman, damai, dalam suasana yang sangat kondusif. Masyarakat telah memilih Pemimpin mereka yakni   dengan telah terpilihnya pasangan Calon Bupati H. Djohan Sjamsu, SH dan Wakil Bupati H. Najmul Ahyar, SH, MH. Selanjutnya KPUD Kabupaten Lombok Barat  menetapkan Pemenang Pemilu-Kada Kabupaten Lombok Utara yakni Pasangan  H. Djohan Sjamsu, SH sebagai  Bupati dan H. Najmul Ahyar, SH, MH, sebagai wakil  Bupati Kabupaten Lombok Utara periode 2010-1015.
10.Dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 131.52-358 tahun 2010  tentang pengangkatan H. Djohan Sjamsu sebagai Bupati Kabupaten Lombok Utara periode 2010-2015, dan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 132.52-359 tahun 2010  tentang pengangkatan  H. Najmul Ahyar, SH, MH, sebagai Wakil Bupati Kabupaten Lombok Utara Periode 2010-2015 yang pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan oleh Gubernur Propinsi Nusa Tenggara Barat atas nama Menteri Dalam Negeri pada tanggal 02 Agustus 2010.
     Dengan dilantiknya Bupati dan Wakil Bupati terpilih Kabupaten Lombok Utara maka tercatat sebagi tonggak sejarah Pemerintah dan Masyarakat Kabupaten Lombok Utara bahwa H. Djohan Sjamsu, SH dan H. Najmul Ahyar, SH, MH, sebagai Bupati dan Wakil Bupati PERTAMA Kabupaten Lombok Utara.